3. Potensi Dampak Negatif
Ketidakkonsekuanan dalam penerapan asas Cabotage ternyata akan menimbulkan potensi yang berdampak negatif terhadap perekonomian nasioanal,
minimnya armada angkutan laut nasional khusus kegiatan lepas pantai offshore membuat pro dan kontra pada saat asas Cabotage akan diberlakukan pada tanggal 7
Mei 2011. Karena keadaan ini akan berdampak kepada pelaku bisnis lepas pantai serta minyak bumi dan gas, pelaku bisnis dibidang ini merasa dirugikan karena
perusahaan angkutan laut nasional dianggap belum mampu memasok armada kapal- kapal tanker yang dibutuhkan dibidang migas dan lepas pantai. Kemampuan
perusahaan angkutan laut nasional dalam memasok armada kapal-kapal tanker tersebut sangat terbatas, karena harga dari armada tersebut sangat mahal disamping
armada kapal ini merupakan armada yang langka. Melihat persoalan ini, pemerintah dalam hal ini Menteri Perhubungan
membuat peraturan khusus dalam penerapan asas Cabotage pada kapal-kapal penunjang lepas pantai tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 48
Tahun 2011 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Izin Penggunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Lain yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut
Penumpang danatau Barang Dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri. Kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan atau
barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri adalah, kegiatan survey minyak dan gas bumi, pengeboran, konstruksi lepas pantai, penunjang operasi lepas pantai,
pengerukan; salvage dan pekerjaan bawah air. Penerbitan peraturan ini diharapkan
Universitas Sumatera Utara
dapat melindungi dari dampak negatif pemberlakuan asas Cabotage yang bisa membuat hilangnya potensi migas yang mempunyai dampak besar bagi
perekonomian negara. Pada saat peraturan ini akan diterbitkan, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat
INSA Johnson W Sutjipto menegaskan akan mengawal pembuatan peraturan menteri yang mengatur masalah tekhnis ini. Johnson mengatakan “ Kami tidak mau
memberikan cek kosong bagi kapal asing dengan adanya peraturan itu. Kita akan minta dalam permen nantinya ada semacam road map yang memberikan batas waktu
asas Cabotage akan dijalankan secara penuh untuk armada kapal-kapal khusus lepas pantai itu. Armada kapal itu tidak bisa dibeli oleh satu pemodal saja karena kapal ini
adalah kapal yang jarang ada didunia. Tapi saya yakin pemain lokal akan sanggup membeli jika kondisi tender memberikan kontrak jangka panjang dan mendukung
pemain lokal “ ditegaskan Johnson untuk memenuhi pengadaan enam jenis kapal lepas pantai itu, solusi pengadaannya adalah pengadaannya melalui konsorsium.
157
Menanggapi hal yang di kawal oleh asosiasi pelayaran tersebut Menteri Perhubungan dalam peraturannya tetap memberikan batas waktu bagi kegiatan
armada angkutan laut asing khusus kegiatan lepas pantai tersebut. Berikut tabel yang menunjukkan jangka waktu yang berlaku bagi armada-armada khusus tersebut.
158
157
Wawancara redaksi Trans Media dengan Ketua Umum INSA Johnson W Sutjipto yang dimuat dalam Artikel “Batas Akhir Untuk Kapal Asing”, Majalah Trans Media Edisi 3 Tahun 2011
hlm. 47
158
Lihat lampiran II Peraturan Menteri Perhubungan No. 48 Tahun 2011 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Izin Penggunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Lain yang Tidak Termasuk
Kegiatan Mengangkut Penumpang danatau Barang dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri
Universitas Sumatera Utara
Tabel. 03 .
DAFTAR JANGKA WAKTU KAPAL ASING DAPAT MELAKUKAN KEGIATAN LAIN YANG TIDAK TERMASUK KEGIATAN
MENGANGKUT PENUMPANG DANATAU BARANG DALAM KEGIATAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI
NO JENIS KEGIATANJENIS KAPAL JANGKA WAKTU BERLAKU
1. Survey Minyak dan Gas Bumi
a. survey seismik b. survey geofisika
c. survey geoteknik Sampai dengan akhir Desember 2014
Sampai dengan akhir Desember 2014 Sampai dengan akhir Desember 2014
2. Pengeboran
a. jack up ring b. semi submersible rig
c. deep water drill ship d. tender assist rig
e. swamp barge rig Sampai dengan akhir Desember 2015
Sampai dengan akhir Desember 2015 Sampai dengan akhir Desember 2015
Sampai dengan akhir Desember 2015 Sampai dengan akhir Desember 2015
3. Konstruksi Iepas pantai
a. derrickcrane, pipe cable Subsea Umbilical Riser Flexible
SURF laying barg
e
vessel; dan b. Diving Suport Vessel DSV .
Sampai dengan akhir Desember 2013 Sampai dengan akhir Desember 2012
4. Penunjang operasi lepas pantai
a. anchor handling tug suplay vessel lebih besar dari 5000 BHP
dengan Dynamic Position DP2DP3
b. plattform supply vessel; dan c. Diving Support Vessel DSV
Sampai dengan akhir Desember 2012 Sampai dengan akhir Desember 2012
Sampai dengan akhir Desember 2012
5. Pengerukan
a. drag-head suction hopper dredger;
b. trailing suction hopper dredger. Sampai dengan akhir Desember 2013
Sampai dengan akhir Desember 2013
6. Salvage dan pekerjaan bawah air
a. heavy floating crane
b. heavy crane barge
c. survey salvage Sampai dengan akhir Desember 2013
Sampai dengan akhir Desember 2013 Sampai dengan akhir Desember 2013
Sumber : Lampiran II Peraturan Menteri Perhubungan No. 48 Tahun 2011
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya dalam wawancaranya dengan Majalah Jalasena, Johnson mengungkapkan mengenai dampak dari diperbolehkannya armada angkutan laut
asing untuk melakukan kegiatan lepas pantai dan migas. “ Dengan diberlakukannya kegiatan oleh armada kapal tersebut yang berstatus sewa, maka total sewa kapal
adalah USD 45.000 hari dan dikalikan 4015 hari maka jumlahnya akan mencapai USD 180.675.000,- US Dollar sertaus delapan puluh juta enam ratus tujuh puluh
lima ribu. Artinya sebesar 180,67 juta Dollar devisa negara siap untuk dibuang keluar negeri “.
159
Penerapan asas Cabotage secara konsekuen juga harus di dukung oleh pihak perbankan, karena saat ini bunga bank di Indonesia terlalu tinggi. Hal ini sangat
mempengaruhi kemampuan perusahaan angkutan laut nasional dalam menyediakan armada kapal tanker yang dibutuhkan bidang migas dan lepas pantai. Dampak
negtaif akan semakin bertambah jika perusahaan angkutan laut nasional mendapatkan pinjaman dana dari luar negeri yang kredit bunganya lebih rendah.
Manfaat yang diperoleh jika hal ini dilakukan oleh pemangku kepentingan dalam negeri adalah pada sektor perbankan, industri angkutan laut
dalam negeri, industri galangan kapal dalam negeri, awak kapal yang berkebangsaan Indonesia serta asuransi dalam negeri. Namun karena kegiatan ini masih diberikan
kepada sektor asing, maka pemangku kepentingan diatas tidak akan mendapatkan apa-apa dari kegiatan tersebut.
159
Wawancara redaksi Jalasena dengan Ketua Umum INSA Johnson W Sutjipto yang dimuat dalam Artikel “Perjuangan Panjang Asas Cabotage”, Majalah Jalasena Edisi No. 03 Juli Tahun. I
2011, hlm. 12
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana yang diungkapkan Wiluyo Hartono pada pembahasan mengenai masalah pengangkutan laut, Peningkatan jumlah armada angkutan laut nasional tidak
serta merta dipandang sebagai suatu berkah bagi seluruh pengusaha angkutan laut. “Peningkatan jumlah armada angkutan laut nasional pada umumnya dimonopoli oleh
perusahaan-perusahaan besar saja, karena mereka mempunyai dana untuk pengadaan kapal-kapal tersebut. Kondisi perusahaan menengah seperti kami pada umumnya
hanya sebagai agen saja bagi armada kapal asing yang melakukan kegiatan imporekspor barang, atau mencari armada kapal bagi pemilik barang yang ingin
mengangkut barang mereka. Pemberlakuan asas Cabotage ini diharapkan dapat memberikan peluang yang merata bagi seluruh perusahaan pelayaran untuk memiliki
armada kapal, sehingga dapat lebih cepat melayani pangsa muatan yang ada”. Wiluyo menambahkan bahwa peningkatan jumlah armada angkutan laut
nasional yang terjadi saat ini hanya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan tertentu saja, artinya pemilik armada kapal tersebut tidak terlalu banyak. Armada angkutan
laut yang bertambah pada umumnya untuk mengangkut pangsa muatan khusus bidang pertambangan, seperti batubara, nikel dan batu split. Armada kapal yang
khusus mengangkat komoditi itu adalah kapal tongkang barge dan tug boat.
160
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah dalam pemberian insentive bagi angkutan laut nasional pada sektor perpajakan, karena bidang ini
sangat penting untuk dapat dijadikan tolak ukur bagi perusahaan angkutan laut
160
Wawancara langsung penulis dengan Wiluyo Hartono, Pimpinan PT. Dutaryo Putra Samudra Cabang Medan, pada tanggal 19 Juni 2012
Universitas Sumatera Utara
nasional agar dapat mendaftarkan armada kapalnya di Indonesia. Pemberian reward ini setidaknya dapat dijadikan proteksi bagi angkutan laut yang mempunyai niat
untuk tidak mendaftarkan armada kapalnya di Indonesia. Namun demikian pendaftaran kapal ini harus merujuk kepada aturan yang berlaku, yaitu Peraturan
Pemerintah No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan serta Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur
Pengadaan Kapal dan PenggunaanPenggantian Bendera Kapal.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV SINKRONISASI PENERAPAN ASAS
CABOTAGE DENGAN KEWAJIBAN INDONESIA BERDASARKAN WTOGATS
A. Sistem Liberalisasi Sektor Jasa berdasarkan WTOGATS