Indonesia Dibenarkan Menerapkan Peraturan Nasionalnya Domestic

2. Indonesia Dibenarkan Menerapkan Peraturan Nasionalnya Domestic

Regulatioan Sesuai dengan mandat Pasal 6 WTOGATS, setiap negara anggota WTO diwajibkan untuk membuat aturan sesuai dengan aturan WTO. Dalam hal perdagangan jasa tentunya sesuai dengan aturan WTOGATS, antara lain bahwa aturan domestik suatu negara harus transparan, tidak menjadikan beban burdensome bagi penyedia jasa service supplier atau menurunkan kualitas jasa yang disediakan akibat diterapkannya prosedur perizinan di bidang jasa di suatu negara. Dalam ketentuan WTOGATS Pasal 6 ayat 4, negara anggota WTO diminta untuk mengembangkan disiplin-disiplin yang diperlukan untuk menjamin peraturan perundang-undangan nasional yang disebut domestic regulation, dalam penerapan peraturan nasionalnya jangan sampai menimbulkan hambatan dalam perdagangan jasa. Ketentuan ini ditujukan untuk memastikan bahwa persyaratan yang ditentukan oleh suatu negara peserta, antara lain: a. Didasarkan pada kriteria yang objektif dan transparan misalnya kesanggupan dan kemampuan untuk menyediakan jasa; b. Tidak lebih berat daripada yang semestinya untuk menjamin kualitas jasa; dan c. Dalam hal prosedur perizinan, bukan merupakan hambatan dalam suplai jasa. Pengaturan mengenai asas Cabotage dalam peraturan nasional Indonesia merupakan bagian dari apa yang sudah ditentukan mengenai domestic regulation dalam persetujuan WTOGATS. Jasa angkutan laut merupakan bagian dari sektor jasa transportasi yang diatur dalam pemberlakuan asas Cabotage. Indonesia menerapkan Universitas Sumatera Utara asas ini merupakan bagian dari kepentingan nasional dalam upaya memandirikan angkutan laut Indonesia disamping juga untuk mencapai tujuan ekonomi serta kedaulatan negara. Salah satu prinsip dari persetujuan WTOGATS itu sendiri adalah melakukan liberalisasi perdagangan jasa secara bertahap, atas dasar itulah pemerintah Indonesia melakukan proteksi bagi jasa angkutan laut asing dalam kegiatan pelayanan dalam negeri. Dengan demikian secara bertahap Indonesia akan mempersiapkan diri dalam sektor jasa ini dalam melayani kegiatan di bidang angkutan laut, tanpa harus mengurangi kualitas jasa yang diberikan kepada pengguna jasa dan pengaturan ini harus diatur secara objektif dan transparan sesuai dengan apa yang sudah digariskan dalam prinsip jasa yang diatur dalam WTOGATS. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran merupakan aturan yang menjadi acuan bagi pelaksanaan asas Cabotage di Indonesia. Keberadaan aturan ini secara tegas memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi perusahaan angkutan laut nasional untuk mendapatkan pangsa muatan pada kegiatan domestik serta kegiatan-kegiatan angkutan laut lainnya. Namun untuk kegiatan eksporimpor, regulasi Indonesia memberikan peluang bagi angkutan laut asing untuk melakukan kegiatannya di Indonesia, dengan demikian akses pasar bagi kegiatan angkutan laut Internasional masih terbuka bagi angkutan laut asing. Pada peraturan teknisnya, regulasi tentang pemberlakuan asas Cabotage masih tetap memperbolehkan bagi kapal asing melakukan kegiatannya pada kegiatan domestik, namun dikhususkan bagi kegiatan migas dan lepas pantai saja. Hal ini dilakukan karena melihat ketidaksiapan armada kapal nasional untuk melakukan Universitas Sumatera Utara kegiatan-kegiatan tersebut, keadaan ini tidak bisa dipaksakan oleh pemerintah untuk dapat dikerjakan oleh angkutan laut nasional, mengingat jika kegiatan ini terganggu dengan pemberlakuan asas Cabotage akan berdampak kepada perekonomian nasional. Regulasi mengenai perizinan tetap diberikan kepada armada angkutan laut asing dalam melakukan kegiatan tersebut, namun regulasi tersebut juga dalam kapasitas yang wajar dan objektif. Disamping itu juga peraturan teknis ini memberikan jangka waktu bagi kapal asing yang beroperasi pada kegiatan migas dan lepas pantai sampai dengan tahun 2015, dimaksudkan pada saat itu angkutan laut nasional sudah siap untuk melayani kegiatan migas dan lepas pantai tersebut. 183 Kualitas suatu peraturan dapat mempengaruhi dampak sosial dan ekonomi liberalisasi perdagangan dan investasi. WTOGATS secara eksplisit mengakui hak setiap anggota untuk menetapkan peraturan dan mengeluarkan aturan baru tentang pasokan jasa dalam wilayahnya serta memberikan keleluasaan bagi anggota untuk menerapkan peraturan baru sesuai dengan tujuan pembangunan nasional anggota. Karena tujuan yang ingin dicapai WTOGATS adalah liberalisasi bertahap, bukan deregulasi. Liberalisasi dan deregulasi seringkali digunakan secara bergantian seolah- olah kedua terminologi memiliki pengertian yang sama, padahal kedua terminologi tersebut berbeda. Oleh sebab itu suatu kesalahan untuk menyamakan regulasi dengan pembatasan perdagangan. Liberalisasi sektor jasa pada dasarnya membutuhkan 183 Peraturan teknis yang mengatur mengenai pemberlakuan asas Cabotage adalah Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 dan perubahannya Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 2011 tentang Angkutan di Perairan, serta Peraturan Menteri Perhubungan No 48 Tahun 2011 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Izin Penggunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Lain yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang danatau Barang dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri Universitas Sumatera Utara regulasi, bukan deregulasi. Regulasi, baik untuk tujuan ekonomi maupun untuk tujuan sosial, dapat didesain, diimplementasikan, atau ditegakan dengan cara yang lebih efektif dan transparan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. 184 Ketentuan WTOGATS menjamin hak dasar Pemerintah Indonesia untuk mengatur dalam rangka mencapai tujuan nasional. Komitmen berdasarkan WTOGATS untuk memberikan akses pasar di sektor di mana domestic regulation berperan penting tidak mengalami perubahan dan tidak dikompromikan terhadap standar peraturan atau kebutuhan. Komitmen untuk melindungi masyarakat atau untuk mencapai akses universal diberlakukan tanpa memperhatikan nasionalitas pemasok. Pemerintah boleh memilih untuk menerapkan persyaratan tambahan bagi pemasok asing. Hal yang juga mungkin terjadi adalah adanya pengikatan komitmen suatu sektor jasa di bawah apa yang diatur dalam peraturan domestik yang berlaku, hal ini bisa terlihat pada partisipasikepemilikan modal asing yang berlaku lebih tinggi presentasinya dibandingkan apa yang telah dikomitmenkan di perjanjian perdagangan internasional bidang jasa. Pemberlakuan peraturan nasional sangat dibutuhkan dalam bidang perdagangan jasa untuk tujuan ekonomi maupun untuk tujuan sosial, dapat dirancang, diimplementasikan atau ditegaskan dengan cara yang lebih efektif dan transparan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Hal ini tentunya dengan memerhatikan perkembangan sektor jasa tersebut maupun perundingan perdagangan internasional 184 Modul Training for Trainers “Harmonisasi Peraturan Domestik dan Komitmen Liberalisasi Perdagangan Jasa”, Kementerian Keuangan, Makassar 21 Oktober 2010 Universitas Sumatera Utara bidang jasa dari sisi market access maupun rules. Domestic regulation sebagaimana diatur dalam Pasal 6 WTOGATS berperan dalam membuka akses pasar di sektor jasa. Dalam kaitannya dengan liberalisasi terkait juga Pasal 16 Market Access dan Pasal 17 National Treatment merupakan pilar penting dalam membuka akses pasar secara efektif ke pasar jasa. Ketentuan Pasal 6 ayat 4 WTOGATS mewajibkan anggota WTO untuk tidak menerbitkan peraturan yang dapat menggangu perdagangan di bidang jasa. Domestic regulation mempunyai peranan penting dalam menciptakan iklim kondusif bagi perdagangan jasa tanpa mengurangi kewenangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan right to regulate untuk mencapai tujuan nasional. Regulasi domestik mencakup ketentuan tentang qualifications requirements and procedures, technical standard, dan licensing procedural and requirements. Ketentuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut 185 1. Qualification requirement : Setiap ketentuan yang mengatur harus transparan, relevan dan bukan merupakan hambatan terselubung terhadap pemasok jasa. anggota diminta untuk memberikan kesempatan kepada pemasok jasa yang permohonannya ditolak, karena tidak memenuhi persyaratan, untuk mengetahui alasan penolakan dan memberi kesempatan bagi permohonan untuk melakukan perbaikan. Dalam melakukan penilaian, anggota diminta untuk mempertimbangkan pengalaman profesional, keanggotaan pada 185 Fitria Wiraswasti dalam artikel ”Peraturan Domestik di Sektor Perdagangan Jasa” , Buletin Kerjasama Perdagangan Internasional Edisi. 03 Tahun 2011, Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. hlm. 25-26 Universitas Sumatera Utara organisasi profesi sebagai tambahan atas kualifikasi akademis yang dimiliki pemohon. Dalam persyaratan ini juga diatur tentang persyaratan residensi dan biaya administrasi yang wajar harus dibayar oleh pemasok untuk memperoleh izin. 2. Qualification procedure Apabila dimungkinkan pemohon hanya berurusan dengan satu otoritas. Setiap penilai dan atau ujian yang harus diikuti oleh pemohon dilakukan dalam interval waktu yang wajar dan proses permohonan diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama. 3. Licensing requirement Klausula ini menetapkan apabila ada persyaratan residensi untuk mendapat lisensi maka persyaratan tersebut harus sekecil mungkin dapat digunakan sebagai alat untuk menghambat usaha. 4. Licensing procedure Salah satu cara terpenting untuk masuk ke pasar adalah prosedur perizinan. Licensing requirement dan licensing procedure dimaksudkan untuk menjamin tersedianya pemasok jasa yang berkualitas melalui mekanisme perizinan dan tidak digunakan sebagai alat menghambat masuk ke pasar. 5. Technical standard Penerapan harus secara transparan dan berdasarkan kriteria objektif. Untuk sektor jasa yang telah memiliki standar internasional, negara anggota diminta agar menggunakan standar internasional tersebut sebagian atau seluruhnya. 6. Prior comment Universitas Sumatera Utara Memberikan kesempatan kepada setiap pihak yang berkepentingan untuk memberikan masukan atas setiap rancangan ketentuan yang akan mengatur qualification requirement, qualification requirement, licensing requirement, licensing procedure, dan technical standard.

3. Pemberlakuan asas Cabotage merupakan kepentingan nasional