2.1.4. Kesejahteraan Masyarakat
Konsep tentang kesejahteraan juga berkaitan dengan konsep kemiskinan. Pengaitan dua konsep ini semata-mata dimaksudkan untuk menentukan
penggolongan yang lebih objektif mengenai batas kemiskinan. Klasifikasi kemiskinan menurut Sayogyo dalam Budiarta 1999 didasarkan pada nilai
pengeluaran perkapita pertahun yang diukur dengan nilai beras yaitu : 1.
Miskin, apabila pengeluaran perkapita pertahun lebih rendah dari setara 320 kg beras dan untuk perdesaan 480 kg beras untuk daerah kota.
2. Miskin sekali, apabila pengeluaran perkapita pertahun lebih rendah dari setara
240 kg beras dan untuk perdesaan 360 kg beras untuk daerah kota. 3.
Paling miskin, apabila pengeluaran perkapita pertahun lebih rendah dari setara 180 kg beras dan untuk perdesaan 270 kg beras untuk daerah kota.
Membicarakan kesejahteraan, tidak terlepas dari konsep kemiskinan karena dengan demikian dapat ditentukan tingkat taraf hidup. Kemiskinan dapat
didefenisikan sebagai situasi serba kekurangan dari penduduk dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan,
rendahnya produktifitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan dalam pembangunan.
Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda terhadap faktor-
faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Menurut Adam Smith dalam Asdi 2006 ekonomi kesejahteraan
menggunakan ukuran fisik, berdasarkan pada jumlah barang yang dikonsumsi dan menggunkan produk perkapita sebagai ukuran kesejahteraan. Bila produk
perkapita meningkat, kesejahteraan pun meningkat yang disini berarti bahwa kesejahteraan berkorelasi positif dengan produk perkapita. Dan dalam hal ini
berarti bahwa dengan adanya peningkatan kesejahteraan maka terjadi pertumbuhan ekonomi.
Biro Pusat Statistik 1998 dalam menganalisis kesejahteraan rumah tangga berdasarkan kepada komponen-komponen kebutuhan hidup antara lain
pendapatan, pemilikan barang tahan lama berikut fasilitasnya, tingkat kesehatan, kondisi lingkungan dan tempat tinggal, gizi, pendidikan, pangan dan pakaian dan
kebutuhan dasar manusia lainnya. Sedangkan Supriatna 1997 menyatakan bahwa strategi kesejahteraan pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki
taraf hidup atau kesejahteraan penduduk perdesaan melalui pelayanan dan peningkatan program-program pembangunan sosial yang berskala besar atau
nasional seperti peningkatan pendidikan, perbaikan kesehatan dan gizi, penanggulangan urbanisasi, perbaikan pemukiman penduduk, pembuatan sarana
dan prasarana sosial lainnya seperti transportasi, pendidikan, tempat ibadah dan fasilitas umum lainnya diperdesaan.
Pendapatan dari sektor pariwisata merupakan sumber dana bagi negara daerah dimana pariwisata itu berada. Dengan semakin meningaktnya kunjungan
wisata maka berarti bahwa semakin bertambah pengeluaran wisatawan, yang berakibat naiknya permintaan terhadap barang atau jasa-jasa yang diperlukan
wisatawan tersebut yang berakibat bertambahnya lapangan kerja yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang pariwisata pada umumnya telah banyak dilakukan, baik penelitian wisata alam, bahari dan budaya. Terbukti di beberapa daerah sektor
pariwisata cukup berperan dalam menopang perekonomian. Menurut Putra 2006 dalam penelitiannya tentang persepsi masyarakat
terhadap ekowisata perkampungan budaya betawi sebagai pelestarian situs dan cagar budaya menyimpulkan adanya persepsi yang berbeda antara warga asli
betawi dan non betawi, dimana warga asli kawasan memiliki persepsi yang cukup baik terhadap ekowisata perkampungan budaya betawi sedangkan pemudik dan
pemerhati memiliki persepsi yang baik. Namun warga pendatang masih kurang baik. Kurang baiknya persepsi warga pendatang diduga karena kurangnya
intensitas kontrak dengan kawasan akibatnya intensitas pesan ekotourisme kawasan yang diterima warga pendatang menjadi sangat terbatas dan
menyebabkan ekotourisme tidak menarik perhatian warga pendatang. Hal lain karena mereka kurang dilibatkan dalam berbagai kegiatan yang dilakukan di
kawasan.