dalam memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 36.67 persen kesehatan anggota keluarganya baik, 53,33 persen sedang dan 10 persen rendah atau sering sakit.
Tingkat kesehatan keluarga responden dapat dijelaskan pada Tabel 49.
Tabel 49 Distribusi Tingkat Kesehatan Rumah Tangga yang Aktif Memanfaatkan Potensi Pariwisata dengan Rumah Tangga yang Tidak Aktif dalam Memanfaatkan Potensi
Pariwisata.
No Tingkat Kesehatan
Memanfaatkan Tidak memanfaatkan Nilai X
2
Jumlah Jumlah
1 Baik 25 Jumlah anggota keluarga sakit
12 40,00
11 36,67
0,07 2 Sedang 25
– 50 Jumlah anggota keluarga sakit
15 50,00
16 53,33
3 Rendah 50 Jumlah anggota keluarga sakit
3 10,00
3 10,00
Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Berdasarkan hasil uji Khi-Kuadrat X
2
antara tingkat kesehatan anggota keluarga responden dengan keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi
pariwisata diperoleh hubungan yang tidak signifikan dimana nilai X
2
sebesar 0,076 lebih rendah dari nilai X
2
Tabel yaitu 5,99 pada α=0,05. Hasil koefisien kontingensi
adalah sebesar 0,036 atau 3,6 persen yang menunjukkan keeratan hubungan keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata dengan kesehatan anggota
keluarga yang sangat tidak erat. Kondisi kesehatan di sekitar lokasi wisata tidak terlepas dari peran aktif masyarakat setempat tentang pentingnya pembangunan
kesehatan masyarakat. Pemerintah kota Bengkulu untuk meningkatkan tingkat kesehatan warganya juga memberlakukan kebijakan berobat gratis di puskesmas.
Adapun penyakit yang biasa menyerang masyarakat hanyalah penyakit – penyakit
ringan seperti sakit kepala, alergi, batuk dan influenza atau demam yang bisa di atasi dengan berobat gratis ke puskesmas.
5.7.5. Kondisi Tempat Tinggal
Kondisi dan keadaan rumah atau tempat tinggal yang ditempati dapat dijadikan salah satu indikator untuk menunjukkan keadaan sosial ekonomi rumah
tangga seseorang. Penilaian terhadap tempat tinggal meliputi kondisi atap rumah, bilik rumah, lantai rumah, luas lantai dan status kepemilikan.
Keadaan tempat tinggal responden yang memanfaatkan potensi wisata sebanyak 100 persen menggunakan atap seng, bilik rumah yang ditempati yaitu
sebanyak 43,33 persen menggunakan tembok, 46, 67 persen menggunakan setengah tembok dan 10 persen menggunakan kayu. Status kepemilikan rumah sebanyak 30
persen milik sendiri, 50 persen sewa dan 20 persen masih tinggalnumpang bersama orang tua. Lantai rumah sebanyak 6,67 persen menggunakan ubin, 76,67
persen menggunakan plester atau semen dan 13,3 persen menggunkan papan. Luas lantai yang berukuran luas 100m2 sebanyak 3,33 persen mepunyai lantai
sedang 50 – 100m2 sebanyak 60 persen dan lantai sempit 50m2 sebanyak
36,67 persen. Adapun keadaan tempat tinggal responden yang tidak aktif dalam
memanfaatkan potensi wisata sebanyak 100 persen menggunakan atap seng, bilik rumah yang ditempati yaitu sebanyak 30 persen menggunakan tembok, 53,33
persen menggunakan setengah tembok dan 16,67 persen menggunkan kayu. Status kepemilikan rumah sebanyak 30 persen milik sendiri, 56,67 persen sewa dan 13,33
persen masih tinggalnumpang bersama orang tua. Lantai rumah sebanyak 6,67 persen menggunakan ubin, 66,67 persen menggunakan plester atau semen dan 23,3
persen menggunkan papan dan ada sebanyak 3,3 persen yang masih menggunakan tanah. Luas lantai yang berukuran luas 100m2 sebanyak 0 persen mempunyai
lantai sedang 50 – 100m2 sebanyak 56,67 persen dan lantai sempit 50m2
sebanyak 43,33 persen. Perbandingan kondisi perumahan kedua kelompok responden dapat dilihat pada Tabel 50.
Tabel 50 Distribusi Kondisi Perumahan Rumah Tangga yang Aktif Memanfaatkan Potensi Pariwisata dengan Rumah Tangga yang Tidak Aktif dalam Memanfaatkan Potensi
Pariwisata.
No Kondisi perumahan Memanfaatkan Tidak memanfaatkan
Nilai X
2
Jumlah Jumlah
1 Permanen skor 15
– 21 16
53,33 11
36,67 1,79
2 Semi permanen skor 10
– 14 13 43,33
17 56,67
3 Non permanen skor 5
– 9 1
3,33 2
6,67
Sumber : Pengolahan data primer, 2008
Dari hasil Khi – Kuadrat antara kondisi perumahan rumah tangga responden
dengan keikutsertaan dalam memanfaatkan potensi pariwisata diketahui bahwa kondisi perumahan kedua kelompok responden tidak begitu berbeda dimana nilai X
2
sebesar 1,79 lebih rendah dari nilai X
2
Tabel yaitu 5,99 pada α=0,05. Adanya budaya
yang sama dalam membangun perumahan menjadikan kondisi perumahan antara kedua kelompok tidak begitu berbeda, demikian juga karena tingkat pendapatan
yang diperoleh begitu berbeda maka kondisi perumahan yang dapat mereka jangkau hamper sama.
Berdasarkan Tabel 50 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai tempat tinggal cukup layak. Sebanyak 53,33 persen
responden yang aktif memanfaatkan potensi pariwisata bertempat tinggal permanen, sebanyak 43,33 persen semi permanen dan 3,33 persen non permanen. Adapun
masyarakat yang tidak aktif dalam memanfaatkan potensi pariwisata sebanyak 36,67 persen bertempat tinggal permanen, 56,67 persen semi permanen dan 6,67
persen non permanen. Kondisi perumahan yang paling menonjol adalah bahwa tidak ada responden yang menggunakan atap selain seng hal ini dikarenakan
Bengkulu adalah kota yang rawan gempa terutama lokasi penelitian yang masuk ke dalam zona satu rawan tsunami, mereka yang tinggal di rumah semi permanen
awalnya adalah rumah yang permanen namun gempa tahun 2000 dan 2007 mengakibatkan tempat tinggal mereka rusak dan akhirnya dibuat semi permanen.
5.7.6. Fasilitas Perumahan