Karakteristik Terumbu Karang di Kepulauan Togean

Togean, sementara di stasiun pengamatan lain menunjukan penambahan luas persentase penutupan terumbu karang Zamani et al. 2007. Kerusakan terumbu karang tersebut bisa disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pemboman, pembiusan ikan dan penambangan batu karang untuk bahan bangunan serta dampak dari aktivitas penangkapan atau wisata. Faktor alami yang menyebabkan kerusakan terumbu karang adalah booming acanthaster plancii dan bleaching atau pemutihan karang. Kemudian yang menjadi permasalahan bagi pulau adalah pencemaran limbah akibat limbah domestik Zamani et al. 2007. Disisi lain, fokus kerusakan terumbu karang yang terjadi di Kepulauan Togean tertuju pada aktivitas masyarakat Togean khususnya oleh komunitas Bajau yang hidup dari laut. Perdagangan ikan hidup jenis Napoleon yang sempat marak di Pulau Togean khususnya Desa Kabalutan mengakibatkan degradasi terumbu karang meningkat tajam yang menyebabkan ikan tersebut menjadi langka. Hal tersebut merupakan salah satu alasan inisiasi kebijakan Daerah Perlindungan Laut di Desa Kabalutan. Penurunan luas penutupan karang salah satunya disebabkan oleh adanya aktivitas nelayan yang memakai alat tangkap yang merusak pada perairan selatan Pulau Togean, sedangkan pada area yang dikelola oleh resort terjadi peningkatan persentase penutuapan terumbu karang Zamani et al. 2007. Hal ini menunjukan bahwa area yang dikelola oleh resort yang dijadikan objek wisata snorkeling dan penyelaman lebih terjadi kelestarian alamnya.

4.4. Kondisi Terumbu Karang di Pulau Kabalutan

Pulau Kabalutan memiliki rangkaian terumbu karang yang melimpah, hampir seluruhnya di kelilingi terumbu karang. Jenis terumbu karang yang dominan adalah jenis Acropora yaitu Branching, Tabulate, Encrusting, Submassive , Digitate. Sedangkan non Acropora adalah Coral branching, Coral Massive , Coral Encrusting, Submassive, Foliose, Mushroom, Millepora dan Heliopora . Di Pulau Kabalutan juga ditemui karang endemik Togean yaitu Acropora togeanensis BTNKT 2011. Hasil survei terumbu karang yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Togean pada tahun 2010 menunjukan rata-rata tutupan karang 22.27 - 67.6, sementara hasil monitoring pada Juli 2011 rata-rata tutupan karang sebesar 19.5 - 66.4. Pada beberapa titik pengambilan sampel di Kepulauan Togean menunjukan kondisi stabil sedangkan di stasiun lain menunjukan penurunan khususnya di wilayah Pulau Kabalutan, Pulau Taupan, Milok dan Pautu. Dalam mengambarkan kondisi terumbu karang di Pulau Kabalutan, penelitian ini menggunakan data BTNKT di wilayah perairan bagian Selatan Kabalutan. Topografi di bagian Selatan Kabalutan adalah reef slope yang landai dengan kedalaman antara 2-8 m. Persentase tutupan terumbu karang hidup di perairan bagian Selatan Kabalutan pada tahun 2010 sebesar 22.27, sedangkan persentase tutupan terumbu karang mati adalah sebesar 35.60. Sementara persentase tutupan karang hidup di bagian Selatan Kabalutan pada tahun 2011 sebesar 19.10 dan persentase tutupan karang mati adalah 68.60 . Berdasarkan Kepmen LH No. 04 tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang, penutupan karang tersebut dapat dikategorikan dalam kondisi rusak buruk. Pada tahun sebelumnya yaitu 2010 juga menunjukan kondisi yang sama yaitu rusak. Tingginya persentase tutupan karang mati disebabkan oleh penggunaan alat tangkap yang merusak oleh komunitas Bajau yaitu penggunaan bom dan bius. Kondisi di perairan bagian Selatan Kabalutan yang memiliki slope yang landai memungkinkan orang menggunakan bahan peledak untuk mencari ikan dengan mudah dan efektif BTNKT 2011. Tutupan alga menunjukkan persentase yang tinggi pada tahun 2010 yaitu 30.69. Tingginya tutupan alga disebabkan karena banyaknya patahan karang yang mati akibat penggunaan bahan peledak yang marak digunakan beberapa tahun lalu yang kemudian ditutupi alga. Dilokasi ini juga ditemukan tutupan alga yang menutupi kerangka karang yang mati dengan bentuk utuh akibat penggunaan potas beberapa tahun lalu. Pemutihan karang terlihat pada lokasi yang relatif dangkal yang sering terkena pasang surut dan sinar matahari langsung. Sedangkan pada tahun 2011, terlihat tutupan alga menjadi 0, hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut, terjadi pengeboman dan penggunaan potas lagi secara besar- besaran untuk menangkap ikan, hal tersebut mengakibatkan banyak karang yang hancur baik karang hidup dan mati, terlihat dari tabel di atas terjadi peningkatan persentase karang mati yang cukup signifikan sebesar 68, diduga hancurnya karang mati tersebut juga mengakibatkan hancurnya organisme alga yang hidup di media karang mati. Gambar 9 Persentase tutupan karang hidup, karang mati, alga, abiotik dan biota lainnya di perairan bagian Selatan Pulau Kabalutan tahun 2010 dan 2011 Sumber: BTNKT 2010, 2011 Jika dibandingkan dari tahun 1998, 2008, 2010, dan 2011, kondisi ekosistem terumbu karang hidup memperlihatkan penurunan yang sangat signifikan dari tahun 1998-2011 yakni sebesar 56.4, sedangkan karang matinya mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakini sebesar 125 Gambar 6. Tabel 7 Analisis persentase tutupan karang di perairan bagian Selatan Kabalutan tahun 1998, 2008, 2010 dan 2011 Lokasi Kategori Persentase tutupan karang 1998 2008 2010 2011 Selatan Kabalutan Karang hidup 44.70 30.70 22.27 19.50 Karang mati 30.50 34.50 35.60 68.60 Abiotik 9.00 17.50 4.75 8.30 Lainnya 15.80 17.30 37.38 3.60 Sumber : BTNKT 1998, 2008, 2010, 2011