Gambar 7. Persentase sumber pendapatan komunitas Kabalutan
sumber: Data Survei, 2012
Tabel 6 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
No Tingkat Pendidikan
Jumlah Keterangan
1 Tidak Sekolah
1.431 2
Tamat SD 417
Tamat SD 3
Dasar 35
Tamat SLTP 4
Menengah Pertama 19
Tamat SMU 5
Menengah Atas Tinggi 11
D2, S1
Jumlah 2.913
Sumber: Fadli 2009
Selain komunitas Bajau, saat ini desa tersebut juga dihuni oleh etnis lain seperti Gorontalo, Buton, Muna, Bugis, serta Saluan. Tidak sedikit pendatang dari
pulau terdekat yang tinggal menjadi warga Kabalutan untuk melakukan bisnis ikan hidup. Tercatat terdapat 4 pengumpulpembelitengkulak ikan hidup di Desa
Kabalutan, dan hanya satu yang asli orang Bajau. Hanya keluarga Bajau yang sudah melakukan perkawinan dengan non Bajau yang mengupayakan kebun
cengkeh, contohnya komunitas Buton, Bugis dan Saluan yang memang memiliki riwayat hidup berkebun. Komunitas Bugis lainnya di Kabalutan memiliki usaha
kios, mereka menduduki kelas ekonomi teratas di Kabalutan. Komunitas Sama di Desa Kabalutan hidup dirumah panggung berdinding
kayu dan beralaskan atap rumbia daun sagu. Berikut kalender musim nelayan Kabalutan, selain menangkap ikan nelayan Kabalutan juga mencari kima.
Gambar 8 Kalender musim nelayan Kabalutan Wawancara, 2012
4.3. Karakteristik Terumbu Karang di Kepulauan Togean
Kepulauan Togean merupakan bagian dari ‘Segitiga Terumbu Karang’ Coral Triangle yang merupakan areal dengan keragaman karang tertinggi di
dunia. Coral triangle ini meliputi wilayah Indonesia, Fhilipina, Malaysia, Papua Nugini, hingga Microneasia. Dalam dokumen Marine RAP 2001 dinyatakan
bahwa Togean merupakan “The Heart of Coral Triangle.” Terumbu karang di Kepulauan Togean kaya akan keanekaragaman hayati laut dengan tipe terumbu
karang fringing reef, karang penghalang barrier reef, dan karang cincin atoll yang letaknya berdekatan satu sama lain.
Berdasarkan Hasil Marine Rapid Assessment Program MRAP tahun 1998 di Kepulauan Togean, mengidentifikasi sedikitnya 262 spesies karang yang
tergolong kedalam 19 familia pada 25 titik terumbu karang yang tersebar di Kepulauan Togean. Selain itu, terdapat jenis karang endemik Togean, yaitu
Acropora togeanensis pada 11 titik pengamatan terumbu karang. Enam jenis
karang baru juga ditemukan di Kepulauan Togean dan Banggai yaitu masing- masing satu jenis dari genus Acropora, Porites, Leptoseris, Echinophyllia dan 2
jenis dari genus Galaxea. Berdasarkan hasil penelitian Wallace et al. dari total 91 jenis Acropora yang ditemukan di Indonesia merupakan tertinggi di dunia, 78
diantaranya terdapat di Kepulauan Togean. Jenis ikan terumbu karang di Kepulauan Togean tercatat 596 spesies ikan yang termasuk dalam 62 familia.
Jenis Paracheilinus togeanensis dan Escenius sp. diduga kuat merupakan endemik yang hanya bisa ditemukan di Kepulauan Togean. Selain itu juga tercatat 555
spesies moluska dari 103 familia, 336 gastropoda, 211 bivalvia, 2 cephalopoda, 2 scaphopoda dan 4 spesies chiton. Jenis fauna dilindungiendemik di Kepulauan
Togean.
Pada beberapa area di Kepulauan Togean yaitu Pulau Kadidiri, Coral Garden, Pulau Taipi, Teluk Kilat, Katupat, Bangkagi dan Mogo Besar.
Menunjukan rata-rata persentase tutupan karang di seluruh lokasi pengamatan lokasi selam dan snorkeling mencapai 56.38 . Secara spesifik rata-rata
persentase tutupan karang di lokasi selam yakni 46.91 , dengan tutupan karang keras mencapai 36.93 Zamani et al. 2007 .
Kelimpahan sumberdaya terumbu karang tersebut juga disertai oleh
degradasi terumbu karang yang meningkat setiap tahunnya, secara spasial luasan terumbu karang yang diperoleh dari hasil klasifikasi peta citra tahun 2001
dibandingkan hasil klasifikasi peta citra tahun 2007 menunjukan bahwa terjadi penurunan luasan karang dari 11.064,33 ha pada tahun 2001 turun
menjadi 9.767,98 ha pada tahun 2007. Selama 6 tahun terjadi penurunan luas terumbu
karang sebesar 1.296,35 ha 11,72. Berdasarkan data MRAP 1998 dan
berdasarkan Laporan Monitoring dan Evaluasi Biologi tahun 2004 di Teluk Kilat CII 2006, hasil penelitian Zamani et al. 2007 untuk stasiun Pulau Kadidiri,
Coral Garden, Pulau Taipi, Teluk Kilat, Katupat, Bangkagi dan Monggo Besar menunjukan laju pertumbuhan terumbu karang dan laju degradasi terumbu karang
sebesar 0.05. Sedangkan berdasarkan survei yang dilakukan oleh CII tahun 1998 dan
dibandingkan tahun 2004 pada beberapa lokasi, kerusakan terumbu karang di beberapa lokasi tersebut menunjukan adanya penurunan kualitas terumbu karang
di Kepulauan Togean. Penurunan persentase tutupan karang hidup hard coral selama 6 tahun terakhir mencapai 12.58 atau sekitar 2.09 tiap tahun,
sedangkan tutupan karang mati meningkat sekitar 8.38 atau rata-rata 1.39 tiap tahun.
Di sisi lain berdasarkan analisis perbandingan hasil survei MRAP tahun 1998 dengan survei tahun 2007, penurunan luasan kondisi terumbu karang tidak
selalu menyebakan terjadinya penurunan persentase penutupan pada beberapa titik pengamatan yaitu Pulau Kadidiri, Coral Garden, Pulau Taipi, Teluk Kilat,
Katupat, Bangkagi dan Monggo Besar. Penurunan luas persentase penutupan karang hanya terjadi di bagian Teluk Kilat dan perairan di sebelah selatan Pulau
Togean, sementara di stasiun pengamatan lain menunjukan penambahan luas persentase penutupan terumbu karang Zamani et al. 2007.
Kerusakan terumbu karang tersebut bisa disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pemboman, pembiusan ikan dan penambangan batu karang untuk bahan
bangunan serta dampak dari aktivitas penangkapan atau wisata. Faktor alami yang menyebabkan kerusakan terumbu karang adalah booming acanthaster plancii dan
bleaching atau pemutihan karang. Kemudian yang menjadi permasalahan bagi
pulau adalah pencemaran limbah akibat limbah domestik Zamani et al. 2007. Disisi lain, fokus kerusakan terumbu karang yang terjadi di Kepulauan
Togean tertuju pada aktivitas masyarakat Togean khususnya oleh komunitas Bajau yang hidup dari laut. Perdagangan ikan hidup jenis Napoleon yang sempat
marak di Pulau Togean khususnya Desa Kabalutan mengakibatkan degradasi terumbu karang meningkat tajam yang menyebabkan ikan tersebut menjadi
langka. Hal tersebut merupakan salah satu alasan inisiasi kebijakan Daerah
Perlindungan Laut di Desa Kabalutan. Penurunan luas penutupan karang salah satunya disebabkan oleh adanya aktivitas nelayan yang memakai alat tangkap
yang merusak pada perairan selatan Pulau Togean, sedangkan pada area yang dikelola oleh resort terjadi peningkatan persentase penutuapan terumbu karang
Zamani et al. 2007. Hal ini menunjukan bahwa area yang dikelola oleh resort yang dijadikan objek wisata snorkeling dan penyelaman lebih terjadi kelestarian
alamnya.
4.4. Kondisi Terumbu Karang di Pulau Kabalutan
Pulau Kabalutan memiliki rangkaian terumbu karang yang melimpah, hampir seluruhnya di kelilingi terumbu karang. Jenis terumbu karang yang
dominan adalah jenis Acropora yaitu Branching, Tabulate, Encrusting, Submassive
, Digitate. Sedangkan non Acropora adalah Coral branching, Coral Massive
, Coral Encrusting, Submassive, Foliose, Mushroom, Millepora dan Heliopora
. Di Pulau Kabalutan juga ditemui karang endemik Togean yaitu Acropora togeanensis BTNKT 2011.
Hasil survei terumbu karang yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Togean pada tahun 2010 menunjukan rata-rata tutupan karang 22.27
- 67.6, sementara hasil monitoring pada Juli 2011 rata-rata tutupan karang