Identifikasi Akh HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Identifikasi Akh

Pada tahun merupakan negara i ekspor-impor dibawa negara yang lebih ba ikan, moluska, krust Malaysia, Taiwan da lebih besar daripada negara Jepang denga paling tinggi adalah C nilai impornya menc melihat neraca perda penelitian ini selama persatu sebelumnya sebagian besar produkn memiliki nilai neraca Sumber : UN Comtrade Gambar 56. Rasio tahun Dari sepuluh ne Malaysia, Singapura, Australia 0,6 H 0,1 1,0 10,0 100,0 R a si o X M da la m s ka la l o g khir Hasil Pembahasan hun 2009, Australia, Cina, Belanda, Singapur importir utama perikanan Indonesia yang ah nilai satu yang berarti bahwa negara terse h banyak mengimpor daripada mengekspor pr krustasea. Lima negara lainnya yaitu Hon dan Amerika Serikat memiliki nilai ekspor a nilai impornya. Rasio ekspor-impor tertingg gan rasio sebesar 26,5. Negara yang memi h Cina dengan rasio ekspor impornya 0,5 atau ncapai dua kali lipat dari nilai ekspornya Ga dagangan beberapa produk perikanan yang di a tahun 2001, 2005 dan 2009 yang telah a terlihat bahwa Cina dan Belanda memili duknya bernilai positif sedangkan Jepang dan A ca yang sebagain produknya bernilai defisit. de, 2011 asio Ekspor-Impor Perikanan Negara Im un 2009 uh negara importir utama, ada tujuh negara yait ra, Taiwan, Inggris dan Amerika Serikat se Cina 0,5 Hongkong 1,2 Jepang 26,5 Malaysia 5,6 Belanda 0,8 Singapura 0,9 Taiwan 2,2 Inggri 0,6 Ame 209 pura dan Inggris g memiliki rasio rsebut merupakan produk perikanan ongkong, Jepang, kspor perikanan yang nggi dimiliki oleh iliki nilai impor u dapat dikatakan Gambar 56. Bila dianalisis dalam ah dijelaskan satu iliki neraca yang n Amerika Serikat Importir Utama aitu Cina, Jepang, serta pasar dunia gris 0,6 merika Serikat 2,2 X M X = M X M dimana Indonesia memiliki nilai ekspor yang cenderung berfluktuatif dari tahun 2001, 2005 dan 2009 pada sebagian besar produk perikanan. Dua negara yaitu Australia dan Belanda merupakan negara tujuan dimana nilai ekspor setiap komoditi yang Indonesia ekspor sebagian besar meningkat selama tahun yang sama. Sedangkan Hongkong adalah negara pengimpor dengan nilai impor perikanan dari Indonesia sebagian besar produk menurun. Tabel 144. Rata-rata Nilai RCA Produk Perikanan Indonesia di Negara Importir Utama dan Dunia Keterangan : Rata-Rata Nilai RCA tertinggi untuk setiap produk Rata-Rata Nilai RCA tertinggi untuk semua produk dan setiap tujuan ekspor Secara garis besar hasil estimasi RCA sepuluh produk perikanan Indonesia ke sepuluh negara importir utama dan dunia disajikan dalam Tabel 144. Tabel tersebut mengindikasikan bahwa setiap produk memiliki rata-rata nilai RCA atau daya saing terkuat di negara yang berbeda-beda. Terlihat pada tabel tersebut, ikan hias memiliki rata-rata nilai RCA tertinggi di Hongkong. Produk lainnya yaitu Australia : lobster beku ; Malaysia : kepiting beku ; Belanda : tuna sirip kuning segar dan beku ; Taiwan : siput, Inggris ; udang beku dan kepiting segar serta Amerika Serikat ; udang segar. Rata-rata nilai RCA tertinggi untuk semua produk yang diteliti terdapat di Inggris dan untuk produk dengan rata-rata nilai RCA tertinggi di beberapa negara importir utama dan dunia adalah kepiting segar. Rata- rata nilai RCA dalam tabel yang disajikan juga menunjukan selama tahun 2001, Ikan Hias 5,929 7,721 15,230 3,122 6,692 1,997 4,096 8,368 5,383 11,515 6,580 6,967 Tuna Sirip Kuning Segar 10,487 31,770 8,182 11,271 22,826 85,390 13,649 25,170 53,736 11,892 26,232 27,328 Tuna Sirip Kuning Beku 9,833 9,604 35,412 0,823 4,253 63,457 4,752 2,553 5,960 9,088 3,162 13,536 Lobster Beku 7,313 0,085 5,417 0,659 2,883 4,044 2,760 2,421 3,265 0,077 0,572 2,682 Lobster Segar 2,563 1,786 27,414 0,103 12,090 0,001 1,103 6,691 0,000 0,000 0,796 4,777 Udang Beku 1,986 5,223 29,203 5,899 2,372 16,823 3,112 2,478 45,607 13,145 10,814 12,424 Udang Segar 2,626 1,220 0,639 1,740 9,960 0,090 1,031 0,113 9,332 25,177 2,526 4,950 Kepiting Beku 7,730 0,024 7,480 0,147 9,875 1,274 3,111 1,611 0,009 6,021 2,327 3,601 Kepiting Segar 16,378 1,070 7,308 0,758 13,412 56,970 3,893 3,330 120,395 86,874 23,524 30,356 Siput 10,529 2,830 36,218 0,431 24,004 4,389 12,192 45,347 21,477 36,190 9,409 18,456 Rata-rata 7,538 6,133 17,250 2,495 10,837 23,443 4,970 9,808 26,516 19,998 8,594 Rata- rata AUS CHN HKG JPN MYS NLD SGP TWN UK US WORLD Komoditi Negara Tujuan 2005 dan 2009 hanya produk ikan hias, tuna sirip kuning beku dan udang beku yang selalu memiliki daya saing kuat di sepuluh negara importir utama dan dunia. Tujuh produk lainnya memiliki daya saing lemah pada negara importir tertentu. Tabel 145. Posisi Daya saing Beberapa Produk Perikanan Indonesia ke Bererapa Negara Importir Utama dan Dunia Keterangan : ∆ Rissing Star, ○ Lost Opportunity, ¤ Falling Star, □ Retreat dan tidak dapat diestimasi Untuk hasil metode analisis yang kedua yaitu EPD dapat disimpulkan dalam Tabel 145. Tabel tersebut memperlihatkan posisi daya saing sepuluh produk perikanan Indonesia di beberapa tujuan ekspor. Secara kesleuruhan produk yang dianalisis berjumlah 110, tetapi karena ada 19 produk di pasar ekspor tertentu yang tidak dapat diestimasi posisi daya saingnya maka hanya ada 91 produk yang diestimasi. 91 produk tersebut memiliki prosisi daya saing yang terdiri dari 31 produk 34 persen Rissing Star, 23 produk 25 persen Lost Opportunity , 19 produk 21 persen Falling Star dan 18 produk 20 persen Retreat . Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sudah memiliki posisi daya saing Rissing Star sehingga dapat dikatakan produk tersebut memiliki pertumbuhan pangsa ekspor yang positif di pasar yang dinamis atau berkembang cepat. Produk yang paling banyak memiliki posisi daya saing Rissing Star di sepuluh negara importir dan dunia adalah kepiting segar. Dari empat posisi yang ada yang paling buruk adalah Lost Opportunity, posisi ini mengindikasikan Indonesia tidak dapat bersaing atau memenuhi permintaan importir disaat AUS CHN HKG JPN MYS NLD SGP TWN UK US WORLD Ikan Hias □ ∆ □ ○ ○ □ ○ □ □ ○ ○ Tuna Sirip Kuning Segar ¤ ∆ □ ∆ ○ □ ○ ¤ ¤ ∆ ○ Tuna Sirip Kuning Beku ∆ ∆ □ ○ □ ∆ ∆ Lobster Beku ¤ ∆ □ ∆ ○ ¤ □ ∆ ∆ Lobster Segar ∆ ¤ ∆ ○ ○ ¤ ○ Udang Beku □ ∆ □ ○ ○ □ ○ □ □ ∆ ○ Udang Segar ¤ ¤ ∆ ○ ∆ ¤ ¤ ∆ ∆ Kepiting Beku ¤ ∆ ¤ ○ ∆ ○ □ ∆ ∆ Kepiting Segar ∆ ¤ ∆ ∆ ¤ ∆ ¤ ¤ ∆ ○ Siput ¤ ○ ∆ ∆ ¤ □ ○ Komoditi Negara Tujuan permintaan akan produk tersebut berkembang cepat atau dinamis. Produk yang paling banyak berposisi daya saing Lost Opportunity adalah ikan hias. Penjelasan mengenai rata-rata nilai RCA dan EPD atau pertumbuhan pangsa pasar ekspor setiap produk ke setiap negara dan dunia dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Australia : Rata-rata nilai RCA sepuluh produk selama tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Australia walaupun tuna sirip kuning beku, lobster segar, kepiting segar dan siput memiliki nilai RCA yang tidak kontinyu. Nilai rata-rata RCA terbesar adalah kepiting segar. Empat produk yang tidak kontinyu tersebut menyebabkan tidak dapat diestimasi pertumbuhan pangsa ekspornya. Dari enam produk yang diestimasi, ikan hias dan udang beku memiliki posisi daya saing Retreat dan tuna sirip kuning segar, lobster beku, udang segar serta kepiting beku memiliki posisi daya saing Falling Star. 2. Cina : Dari sepuluh produk yang dianalisis, ada dua produk yaitu lobster beku dan kepiting beku yang memiliki keunggulan kompartif dibawah rata-rata Cina. Sementara delapan lainnya memiliki rata-rata nilai RCA yang memiliki keunggulan komparatif diatas Cina. Ada empat produk yang tidak kontinyu nilai RCAnya selama tahun 2001, 2005 dan 2009 yaitu tuna sirip kuning beku, lobster beku, udang segar dan siput. Rata-rata nilai RCA tertingi dimiliki oleh produk tuna sirip kuning segar. Tuna sirip kuning beku, udang segar dan siput memiliki nilai RCA yang tidak kontinyu sehingga tidak dapat diestimasi posisi daya saingnya. Tujuh produk yang diestimasi dengan EPD memiliki posisi daya saing Rising Star. 3. Hongkong : Rata-rata nilai RCA sepuluh produk perikanan Indonesia di Hongkong memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Hongkong kecuali udang segar walaupun tuna sirip kuning beku adalah produk dengan nilai RCA yang tidak kontinyu selama tahun 2001, 2005 dan 2009 sehingga tidak dapat diestimasi pula posisi daya saingnya. Produk yang memiliki rata-rata nilai RCA tertinggi adalah siput. Sembilan produk yang diestiamsi dengan EPD, ada empat produk yaitu ikan hias, tuna sirip kuning segar, lobster beku dan udang beku yang memiliki posisi daya saing Retreat dan lima lainnya memiliki posisi daya saing Falling Star. 4. Jepang : Selama tahun 2001, 2005 dan 2009, dari sepuluh produk yang dianalisis hanya ada empat produk yang memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Jepang yaitu ikan hias, tuna sirip kuning segar, udang beku dan udang segar. Enam produk lainnya memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata Jepang. Produk yang memiliki rata-rata nilai RCA tertinggi adalah tuna sirip kuning segar. Dari sepuluh produk yang diestimasi dengan EPD, ada empat produk yaitu ikan hias, udang beku, kepiting beku dan siput yang memiliki posisi daya saing Lost Opportunity dan enam produk lainnya memiliki posisi daya saing Rising Star. 5. Malaysia : Sepuluh produk yang dianalisis memiliki rata-rata nilai RCA yang memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Jepang selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Rata-rata nilai RCA tertinggi adalah produk siput dan terendah adalah udang beku walaupun lobster beku memiliki nilai RCA yang tidak kontinyu sehingga tidak dapat diestimasi posisi daya saingnya. Dari sembilan produk yang diestimasi dengan EPD, empat produk yaitu tuna sirip kuning beku, kepiting beku, kepiting segar dan siput yang memiliki posisi daya saing Rising Star dan lima lainnya memiliki posisi daya saing Lost Opportunity . 6. Belanda : Selama tahun 2001, 205 dan 2009 ada dua produk yang memiliki rata-rata nilai RCA yang memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata Belanda yaitu lobster segar dan udang segar, delapan produk lainnya memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Belanda. Rata-rata nilai RCA tertinggi dimiliki oleh produk tuna sirip kuning segar. Dari sepuluh produk tersebut, lobster beku, lobster segar, udang segar, kepiting beku dan siput memiliki nilai RCA yang tidak kontinyu sehingga tidak dapat diestimasi dengan EPD. Lima produk yang diestimasi, empat diantaranya memiliki posisi daya saing Retreat dan satu sisanya yaitu kepiting segar memiliki posisi daya saing Falling Star. 7. Singapura :Selama tahun 2001, 2005 dan 2009 sepuluh produk yang dianalisis memiliki nilai RCA yang memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Singapura. Produk yang memiliki rata-rata nilai RCA tertinggi adalah tuna sirip kuning segar dan terendah adalah udang segar. Dari sepuluh produk yang diestimasi dengan EPD, hanya tiga produk yang memiliki posisi daya saing Rising Star yaitu udang segar, kepiting segar dan siput. Tujuh produk lainnya memiliki posisi daya saing Lost Opportunity. 8. Taiwan : Dari sepuluh produk hanya satu produk yaitu udang segar yang memiliki rata-rata nilai RCA yang memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata Taiwan, sembilan lainnya memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Taiwan. Rata-rata nilai RCA tertinggi dimiliki oleh produk siput dan terendah adalah kepiting beku. Selama tahun 2001, 2005 dan 2009, tuna sirip kuning beku merupakan produk yang memiliki nilai RCA tidak kontinyu sehingga tidak dapat diestimasi dengan EPD. Sembilan produk yang dapat diestimasi, enam diantaranya memiliki posisi daya saing Falling Star sementara tiga lainnya yaitu ikan hias, udang beku dan kepiting beku memiliki posisi daya saing Retreat. 9. Inggris : Selama tahun 2001, 2005 dan 2009 Indonesia tidak mengekspor lobster segar ke Inggris. Rata-rata nilai RCA dari sembilan produk yang diekspor hanya kepiting beku yang memiliki nilai RCA yang memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata Inggris, sedangkan delapan sisanya memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Inggris. Produk yang memiliki rata-rata nilai RCA tertinggi adalah kepiting segar dan terendah adalah lobster beku. Walapun produk tuna sirip kuning beku, lobster beku dan kepiting beku memiliki nilai RCA yang tidak kontinyu, tetapi hanya lobster segar dan kepiting beku yang tidak dapat diestimasi dengan EPD. Tiga dari delapan produk yang diestimasi memiliki posisi daya saing Falling Star yaitu tuna sirip kuning segar, udang segar dan kepiting segar. Lima produk lainnya memiliki posisi daya saing Retreat. 10. Amerika Serikat : Indonesia tidak mengekspor lobster segar selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Rata-rata nilai RCA sembilan produk yang diekspor memiliki nilai RCA yang memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Amerika Serikat. Rata-rata nilai RCA tertinggi dimiliki oleh produk kepiting segar dan terendah adalah kepiting beku. Produk lobster beku dan siput memiliki nilai RCA yang tidak kontinyu sehingga tidak dapat diestimasi dengan EPD. Dari delapan produk yang diestimasi hanya ikan hias yang memiliki posisi daya saing Lost Opportunity dan tujuh lainnya memiliki posisi daya saing Rising Star. 11. Dunia : Selama tahun 2001, 2005 dan 2009 hanya ada dua produk yang memiliki rata-rata nilai RCA yang memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata dunia yaitu lobster beku dan lobster segar, delapan sisanya memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia. Rata-rata nilai RCA tertinggi dimiliki oleh produk tuna sirip kuning segar dan terendah adalah kepiting beku. Di pasar dunia enam dari sepuluh produk yang diestimasi memiliki posisi daya saing Lost Opportunity dan empat lainnya yaitu tuna sirip kuning beku, lobster beku, udang segar dan kepiting beku memiliki posisi daya saing Rising Star . Dengan asumsi bahwa sepuluh komoditiproduk perikanan yang dianalisis dalam penelitian ini menggambarkan perikanan Indonesia secara keseluruhan dan sepuluh negara serta dunia dianggap menggambarkan pasar utama ekspor perikanan Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut : Gambar 57 memperlihatkan bahwa dari sepuluh negara dan dunia yang dianalisis sebagai pasar utama ekspor perikanan Indonesia, Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki rata-rata nilai RCA perikanan Indonesia yang tinggi sekaligus pertumbuhan pangsa produk yang positif atau dikatakan pasar yang dinamis sehingga disimpulkan bahwa Amerika Serikat merupakan pasar yang paling produktif dalam ekspor produk perikanan Indonesia. Walaupun rata- rata nilai RCA perikanan Indonesia tertinggi terdapat di negara Inggris tetapi pertumbuhan pangsa produk di Inggris ternyata negatif sehingga dapat dikatakan stagnant atau tidak dinamis. Sementara pertumbuhan pangsa produk tertinggi terdapat di negara Malaysia, tetapi rata-rata nilai RCA perikanan Indonesia di Malaysia lebih rendah dari Inggris, Belanda, Amerika Serikat dan Hongkong. Negara importir produk perikanan Indonesia yang terburuk berdasarkan hasil estimasi RCA dan EPD adalah Australia karena dengan nilai rata-rata RCA sepuluh produk perikanan yang paling rendah diantara negara importir lainnya, pertumbuhan pangsa produk di negara tersebut bernilai negatif atau pertumbuhan permintaan di Australia lambat, walaupun pertumbuhan pangsa pasar produk terendah adalah nega Indonesia terendah ada produk impor di Jepang Gambar 57. Diagr Perik Produk perika Gambar 58. Gambar produk perikanan ya Indonesia sekaligus pe produk tersebut kompe produk kepiting sega ekspor perikanan. R sikatakan tidak kompe pertumbuhan pangsa rata-rata nilai RCA p lebih tinggi dari lobst segara juga membawa 5 10 15 20 25 30 -20 -10 R a ta -r a ta N il a i R CA Se pu luh K o m o d it i Australia Jepang Singapura United State gara Inggris. Rata-rata nilai RCA sepuluh pr h adalah di negara Jepang tetapi pertumbuhan pe pang meningkat dengan cepat. agram Negara Importir sebagai Pasar E rikanan Indonesia ikanan yang memiliki daya saing terkuat di bar tersebut memperlihatkan bahwa kepiting se yang memiliki daya saing terkuat di pasar ut us pertumbuhan pangsa ekspor yang positif atau kompetitif di pasar utama ekspor perikanan sehingg gar merupakan produk unggulan Indonesia Rata-rata pertumbuhan pangsa ekspor yan kompetitif adalah produk ikan hias dan udang sa ekspor tertinggi terdapat pada produk udang produk tersebut dipasar utama ekspor perika obster segar, kepiting beku dan lobster beku. wa Indonesia menempati urutan kelima negara 5 10 15 20 25 30 10 20 30 40 Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk China Hong Malaysia Be a Taiwan Uni ates World 216 produk perikanan n permintaan akan Ekspor Utama t disajikan dalam segar merupakan utama perikanan au dapat dikatakan hingga disimpulkan a di pasar utama ang negatif atau g beku. Rata-rata ng segar walaupun rikanan Indonesia ku. Produk udang ra eksportir udang 50 60 Hongkong Belanda United Kingdom segar terbesar di duni Indonesia di pasar ut rata-rata pertumbuha Lobster beku merupa urutan kelima negara e Gambar 58. Diagr Perik Secara keselur Indonesia dalam ekspo Serikat, Jepang dan Kementerian Kelauta menyebabkan Indone yang kaku dan bertent ini Indonesia khususn yang potensial. Salah 5 10 15 20 25 30 35 -5000 R a ta -r a ta N il a i R CA di Se pu luh N eg a ra Rata Ikan Hias Tuna Siri Lobster S Udang Se Kepiting S dunia tahun 2009. Rata-rata nilai RCA pr utama ekspor terendah adalah produk lobster han ekspornya bernilai positif atau dikata upakan produk dimana pada tahun 2001 Indon ra eksportir lobster beku terbesar di dunia. agram Produk Perikanan di Pasar E rikanan Indonesia seluruhan dalam penelitian ini terlihat bahw kspor produk perikanan masih bergantung pada dan Uni Eropa. Hal ini justru merugikan ka utan dan Perikanan Republik Indonesia, ket ndonesia terjebak dalam pola-pola kebijakan impor entangan satu sama lainnya. Guna mengurangi khususnya para pelaku usaha perikanan harus men ah satu pasar potensial yang dapt menjadi pasa 5000 10000 15000 20000 ata-rata Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor ias Tuna Sirip Kuni irip Kuning Beku Lobster Beku r Segar Udang Beku Segar Kepiting Beku ng Segar Siput 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 -200 200 produk perikanan er beku walaupun takan kompetitif. ndonesia menempati Ekspor Utama hwa pasar utama da pasar Amerika n karena menurut ketergantungan ini por negara tersebut gi ketergantungan encari pasar baru pasar tujuan ekspor 20000 25000 Kuning Segar ku u eku 400 600 produk perikanan Indonesia adalah kawasan Timur Tengah. Dalam kawasan Timur Tengah, produk perikanan masih dianggap barang mewah sehingga pasokan dari luar masih sangat rendah. Selain itu untuk kualitas, di negara-negara kawasan Timur Tengah tidak terlalu ketat dibandingkan kawasan Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Di kawasan ini kuantitas menjadi hal yang lebih penting daripada kualitas sehingga berapapun produk yang diekspor akan diterima tanpa melalui hambatan yang berat. Selain kawasan Timur Tengah, di kawasan Asia pasar yang juga potensial adalah negara India karena negara tersebut merupakan salah satu negara berpenduduk terpadat di dunia. Selain itu, adat budaya di India yang mengharamkan memakan daging sapi menjadi salah satu alasan juga India dapat menjadi pasar potensial. Sejak 25 Januari 2011, Indonesia dan India telah menandatangani kesepahaman kerjasama dalam sektor kelautan dan perikanan, selain dengan India kerjasama itu juga berlaku dengan negara Sri Lanka dan Maladewa. Isi dari kerjasama tersebut diantaranya adalah penelitian dan pengembangan di bidang kelautan dan perikanan meliputi marine productivity, marine ecosystem health research and manitoring climate change joint research and observation, marine resources management and applications . Disamping itu kerjasama itu juga meliputi bagian coastal and environment engineering dan hatchery productivity of marine ornamental fishes . Produk ikan hias dan udang beku sebagai produk unggulan Indonesia menjadi salah satu produk perikanan yang paling banyak diimpor oleh India dari dunia. Hingga tahun 2009, impor ikan hias dan udang beku India dari dunia mencapai US 177.177.000 dan US 4.485.500. besarnya nilai impor tersebut juga menjadi alasan India dapat dijadikan pasar potensial ekspor perikanan Indonesia khususnya produk perikanan laut unggulan Indonesia.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Perkembangan nilai ekspor beberapa produk perikanan Indonesia masih sangat berfluktuasi. Fluktuasi nilai ekspor tersebut dapat diakibatkan karena Indonesia belum mampu memberikan kepastian jumlah yang akan diekspor kepada negara-negara importir diwaktu mendatang sehingga menjadikan Indonesia sedikit tidak dipercaya dalam memasok beberapa produk perikanan yang sebenarnya permintaan dunia semakin meningkat setiap tahunnya. 2. Rata-rata nilai RCA selama tahun 2001, 2005 dan 2009 hanya produk ikan hias, tuna sirip kuning segar dan udang beku yang selalu memiliki daya saing kuat di sepuluh negara importir utama dan dunia. Tujuh produk lainnya memiliki daya saing lemah pada negara importir tertentu. Pada sepuluh produk perikanan Indonesia di sepuluh negara importir utama dan dunia menunjukkan bahwa 34 persen memiliki posisi daya saing Rising Star , 25 persen Lost Opportunity, 21 persen Falling Star dan 20 persen Retreat . 3. Negara yang memiliki prospek bagus di waktu mendatang adalah Amerika Serikat karena dengan nilai RCA atau tingkat daya saing yang cukup tinggi, permintaan akan produk perikanan di Amerika Serikat juga dinamis sehingga memperlihatkan pertumbuhan yang cepat. Walaupun rata-rata nilai RCA produk perikanan Indonesia tertinggi adalah di Inggris dan pertumbuhan pangsa produk tertinggi adalah di Malaysia. Produk perikanan Indonesia yang memiliki prospek bagus adalah kepiting segar dengan rata-rata nilai RCA yang tertinggi, pertumbuhan pangsa ekspornya pun positif. Walaupun pertumbuhan pangsa ekspor tertinggi terdapat pada produk udang segar tetapi rata-rata nilai RCA produk tersebut rendah. 4. Negara pesaing utama Indonesia berbeda-beda pada setiap produk dan di setiap negara importir serta dunia. Tetapi secara keseluruhan pesaing utama adalah negara Filipina, Thailand, Kanada,Amerika Serikat dan