tidak dapat diestimasi nilai RCAnya pada produk siput karena negara itu tidak mengekspor selama tahun 2001, 2005 dan 2009.
Tabel 88. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Belanda 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,000
Cina 20,471
France 2,263
0,000 0,000
2005 0,000
Belgium 7,047
France 3,805
0,000 0,000
2009 13,166
Denmark 101,164
United States
0,432 0,160
0,000
Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD pada produk siput Indonesia ke Belanda juga sulit dianalisis karena pertumbuhan pangsa ekspornya
juga tidak dapat diestimasi. Sehingga keunggulan kompetitif dari produk siput juga tidak diketahui pada periode tahun 2001, 2005 dan 2009 walaupun pada
tahun 2009 siput Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Belanda.
5.3.7 Singapura
Tabel 89 memperlihatkan hasil estimasi RCA beberapa produk perikanan Indonesia di Singapura dan pertumbuhan rata-ratanya secara keseluruhan dari
sepuluh produk tersebut memiliki persentase pertumbuhan sebesar 21 persen. Pada tahun 2001, nilai RCA yang lebih besar dari satu terdapat pada sembilan
produk kecuali kepiting beku yang memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu. Hal ini berarti sembilan produk tersebut memiliki keunggulan komparatif diatas rata-
rata Singapura pada tahun tersebut. nilai RCA tertinggi pada tahun tersebut dimiliki oleh produk tuna sirip kuning beku. Pada tahun 2005, ada tiga produk
yang memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu, tiga produk tersebut adalah lobster beku, lobster segar dan udang segar. Tujuh produk lainnya memiliki nilai RCA
lebih dari satu. Pada tahun 2009, tiga produk yang sama seperti tahun 2005 juga memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu. Pertumbuhan rata-rata nilai RCA rata-
rata terbesar terjadi pada produk kepiting beku dengan persentase pertumbuhan sebesar 216,3. Sedangkan produk yang memiliki persentase pertumbuhan
terendah adalah lobster beku dengan pertumbuhan sebesar negatif 57,4 persen.
Dari segi keunggulan kompetitif dengan menggunakan EPD yang juga terlihat dalam Tabel 89, terlihat bahwa pertumbuhan pangsa produk di Singapura
bernilai positif 0,7. Nilai tersebut berarti bahwa permintaan akan produk Indonesia di Singapura dinamis atau terus meningkat selama tahun 2001, 2005
dan 2009. Hal ini memberikan indikasi bahwa hanya akan ada dua posisi daya saing yaitu Rising Star dan Lost Opportunity. Dari tabel yang disajikan terlihat
bahwa ada empat produk yang memiliki posisi Rising Star yaitu udang segar, kepiting segar, kepiting beku dan siput. Arti dari Rising Star adalah dengan
pertumbuhan pangsa produk di Singapura yang dinamis ternyata keempat produk tersebut memiliki keunggulan kompetitif dengan pertumbuhan pangsa ekspor
yang juga bernilai positif. Sementara Lost Opportunity berarti bahwa walaupun pertumbuhan pangsa produk di Singapura meningkat selama tahun 2001, 2005
dan 2009, enam produk lainnya dari sepuluh produk yang dianalisis tidak memiliki keunggulan kompetitif di pasar impor Singapura.
Tabel 89. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Singapura 2001, 2005, 2009
Komoditi Nilai RCA
Nilai EPD Posisi Daya
Saing 2001
2005 2009
Pertumbuhan Pangsa Pasar
Ekspor Pertumbuhan
Pangsa Pasar Produk
Ikan Hias 3,752
5,349 3,187
-3,31 0,72
Lost Opportunity
Tuna Sirip Kuning Segar
18,491 16,286
6,169 -39,65
0,72 Lost
Opportunity Tuna Sirip
Kuning Beku 11,369
1,694 1,193
-53,63 0,72
Lost Opportunity
Lobster Beku 7,410
0,487 0,383
-52,69 0,72
Lost Opportunity
Lobster Segar 1,470
0,861 0,976
-65,45 0,72
Lost Opportunity
Udang Beku 3,720
2,590 3,026
-3,20 0,72
Lost Opportunity
Udang Segar 2,536
0,149 0,408
57,45 0,72
Rising Star Kepiting Beku
0,771 3,997
4,564 193,73
0,72 Rising Star
Kepiting Segar
2,870 5,509
3,301 18,73
0,72 Rising Star
Siput 5,409
17,059 14,107
86,16 0,72
Rising Star
Pertumbuhan pangsa ekspor tertinggi dimiliki oleh produk kepiting beku dengan nilai pertumbuhan 193,73 persen sedangkan pertumbuhan pangsa ekspor
terendah dimiliki oleh produk lobster segar dengan nilai pertumbuhan negatif 65,5 persen. Untuk mengetahui perbandingan nilai RCA Indonesia dan pesaing
utamanya pada beberapa produk perikanan Indonesia di Singapura serta persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD produk tersebut akan dijelaskan
satu persatu sebagai berikut : 1. Ikan Hias
Nilai RCA ikan hias Indonesia ke Singapura menunjukan nilai yang tertinggi pad atahun 2001 dan 2005, padahal bila dibandingkan dengan Malaysia
sebagai pesaing utamanya, nilai ekspor ikan hias Indonesia ke Singapura lebih kecil daripada Malaysia. Hal tersebut menunjukan walaupun niali ekspornya lebih
rendah, produk ikan hias Indonesia memiliki daya saing yang lebih kuat daripada Malaysia. Jepang, Thailand dan Filipina memiliki nilai RCA yang lebih kecil dari
satu sehingga ketiga negara tersebut memiliki daya saing yang lemah. Pada tahun 2005, Hongkong dan Thailand mulai terlihat memiliki daya saing yang kuat. Pada
tahun 2009 pula, Malaysia menjadi negar eksportir ikan hias dengan nilai RCA tertinggi.
Tabel 90. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Singapura 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 3,752
Malaysia 3,459
Japan 0,522
0,470 0,451
2005 5,349
Malaysia 3,376
HongKong 1,380
1,604 0,686
2009 3,187
Malaysia 3,790
Taiwan 1,231
3,728 0,706
Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan bahwa dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Singapura selama tahun 2001,
2005 dan 2009, ikan hias Indonesia ternyata tidak memiliki keunggulan kompetitif selama tahun tersebut dengan nilai pertumbuhan pangsa ekspor rata-
ratanya negatif 3,3 persen. Hal tersebut tidak seiring dengan pertumbuhan pangsa produk di Singapura yang bernilai positif.
2. Tuna Sirip Kuning Segar Nilai RCA tuna sirip kuning segar Indonesia ke Singapura
memperlihatkan nilai yang terus mengalami penurunan selama tahun 2001, 2005
dan 2009. Pada tahun 2001, nilai RCA Indonesia menjadi nilai tertinggi seiring dengan nilai ekspornya yang juga tertinggi, pada tahun tersebut Papua Nugini
memiliki nilai RCA lebih tinggi dari Jepang padahal nilai ekspornya lebih rendah. Pada tahun 2005, Maldives mengungguli nilai RCA produk ini ke Singapura,
Indonesia di peringkat kedua lalu Thailand ketiga. Walaupun Australia memiliki nilai ekspor yang lebih tinggi daripada Thailand pada tahun tersebut ternyata nilai
RCAnya lebih rendah. Hal ini berarti daya saing Australia lemah pada tahun 2005 dan 2009. Pada tahun 2009, thailand memang memiliki nilai ekspor produk ini
tertinggi ke Sinapura sehingga memiliki nilai RCA paling tinggi ditahun tersebut. Filipina pada tahun 2009 memiliki nilai RCA lebih tinggi dari Indonesia. Rincian
nilai RCA tersebut dapat dilihat pada Tabel yang disajikan.
Tabel 91. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Singapura 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 18,491
Japan 0,111
Papua New Guinea
1,789 0,009
0,000 2005
16,286 Maldives
3314,706 Australia
0,531 1,186
0,000 2009
6,169 Yemen
4,766 Australia
0,012 13,955
9,424
Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD pada produk tuna sirip kuning segar Indonesia ke Singapura menunjukan bahwa karena penurunan nilai
ekspor yang menyebankan penurunan nilai RCA, sehingga keunggulan komparatif diatas rata-rata Singapura yang dimiliki Indonesia pada produk ini
tetapi tidak memiliki keunggulan kompetitif karena nilai pertumbuhan pangsa ekspornya negatif 39,7 persen padahal permintaan produk di Singapura meningkat
selama tahun 2001, 2005 dan 2009. 3.
Tuna Sirip Kuning Beku Nilai RCA tuna sirip kuning beku tidak jauh berbeda dengan produk tuna
sebelumnya, pada produk ini juga terlihat pada Tabel 89 mengalami penurunan selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Nilai RCA Indonesia pada tahun 2001 adalah
yang kedua tertinggi setelah Spanyol padahal nilai ekspornya tertinggi diantara pesaing lainnya ditahun tersebut. Pada tahun 2005, nilai RCA tertinggi dimiliki
oleh Maldives padahal nilai ekspornya lebih rendah daru Spanyol dan Filipina.
Pada tahun 2009, Filipina yang memiliki nilai RCA tertinggi seiring dengan nilai ekspornya yang tertinggi. Taiwan sebagai pesaing utama pada tahun 2001,
ternyata memiliki nilai RCA yang lebih kecil dari satu sehingga memiliki daya saing yang lemah, hal tersebut terjadi pada Thailand ditahun 2005.
Tabel 92. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Singapura 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 11,369
Taiwan 0,656
Spain 22,633
1,951 0,000
2005 1,694
Spain 246,905
Maldives 3331,05
9 0,210
12,262 2009
1,193 Taiwan
6,236 Korea
Rep. 2,225
0,000 39,572
Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD pada produk tuna sirip kuning beku serupa dengan produk tuna sebelumnya yaitu dengan keunggulan komparatif
diatas rata-rata Singapura yang dimiliki Indonesia ternyata Indonesia tidak memiliki keunggulan kompetitif selama tahun 2001, 2005 dan 2009 walaupun
pertumbuhan permintaan produk Singapura dinamis. 4. Lobster Beku
Tabel 93 memperlihatkan bahwa produk lobster beku Indonesia memiliki nilai RCA yang lebih besar dari satu hanya pada tahun 2001, sehingga pada tahun
2005 dan 2009 lobster beku Indonesia ke Singapura berdaya saing lemah. Pada tahun 2001, nilai RCA tertinggi dimiliki oleh India walaupun nilai ekspornya
lebih rendah dari Indonesia dan Amerika Serikat. Pada tahun 2005, nilai ekspor India menjadi paling tinggi tetapi nilai RCAnya lebih rendah dari Filipina yang
memiliki nilai RCA tertinggi pad atahun tersebut. Pada tahun 2009, Kanada yang memiliki nilai RCA jauh mengungguli pesaing lainnya dengan nilai ekspor yang
paling tinggi pula. Thailand hanya mengekspor pada tahun 2005 dan 2009 dan itupun nilai RCAnya menunjukan negara tersebut memiliki daya saing yang
lemah sama seperti Indonesia ditahun yang sama. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD lobster beku ke Singapura juga
menunjukan hasil yang sama seperti empat produk perikanan yang telah dibahas sebelumnya. Tetapi bedanya, keunggulan komparatif diatas rata-rata Singapura
yang dimiliki Indonesia hanya pada tahun 2001 ternyata juga tidak kompetitif selama tahun 2001, 2005 dan 2009 karena pertumbuhan pangsa ekspornya negatif
52,7 persen.
Tabel 93. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Singapura 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 7,410
United States
1,289 India
15,672 0,000
0,000 2005
0,487 India
13,408 United
States 1,056
0,307 16,022
2009 0,383
Canada 79,472
India 6,721
0,151 2,470
5. Lobster Segar Hampir serupa dengan produk lobster sebelumnya, produk lobster segar
juga memiliki nilai RCA yang menurun selama tahun 2001, 2005 dan 2009 Tabel 94. Dari tabel yang disajikan juga terlihat bahwa Kanada pada tahun 2001 dan
2005 memiliki nilai RCA tertinggi seiring nilai ekspornya yang juga tertinggi. Pada tahun 2009 dengan nilai ekspor yang lebih rendah dari Amerika Serikat,
tetapi nilai RCA Kanada masih menjadi yang tertinggi dibanding negara eksportir lobster segar ke Singapura lainnya.
Tabel 94. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Singapura 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 1,470
Canada 191,330
United States
1,781 0,012
0,000 2005
0,861 Canada
186,739 United
States 1,454
0,000 0,418
2009 0,976
United States
3,155 Canada
54,682 0,000
3,199
Berbeda dengan Indonesia, Thailand dan Filipina tidak kontinyu mengekspor lobster segar ke Singapura. Thailand hanya mengekspor pada tahun
2001 dan nilai RCAnya menunjukan memiliki daya saing lemah. Filipina mengekspor pada tahun 2005 dan 2009 dimana nilai RCA pada tahun 2005
menunjukan memiliki daya saing lemah dan kuat pada tahun 2009.
Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD lobster segar Indonesia di Singapura sama seperti lobster beku. Pertumbuhan pangsa ekspor lobster segar
Indonesia di Singapura bernilai negatif 65,5 persen sehingga tidak memiliki keunggulan kompetitif selama tahun 2001, 2005 dan 2009 walaupun memiliki
keunggulan komparatif diatas rata-rata Singapura pada tahun 2001. 6. Udang Beku
Nilai RCA udang beku Indonesia di Singapura memiliki nilai lebih besar dari satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009, walaupun tidak tertinggi
dibandingkan pesaing lainnya. Thailand sebagai negara yang memiliki nilai ekspor tertinggi pad atahun 2001 memiliki nilai RCA tertinggi pula sebesar 13,2.
Pad atahun 2005, Vietnam yang memiliki nilai RA tertinggi lalu Indonesia, Thailand dan Cina. Pada tahun 2009, Thailand kembali memimpin nilai RCA
udang beku ke Singapura walaupun nilai ekspornya lebih rendah dari Cina. Selama tahun 2001, 2005 dan 2009, Filipina mengekspor udang beku ke
Singapura pada tahun 2005 dan 2009 tetapi nilai RCAnya menunjukan negara tersebut memiliki daya saing yang lemah.
Tabel 95. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Singapura 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 3,720
Vietnam 4,282
Malaysia 0,269
13,162 0,000
2005 2,590
Vietnam 26,228
Cina 1,611
2,434 0,473
2009 3,026
Cina 1,759
Malaysia 1,571
6,579 0,029
Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD pada produk udang beku memperlihatkan bahwa walaupun selama tahun 2001, 2005 dan 2009 udang beku
Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Singapura tetapi ternyata tidak memiliki keunggulan kompetitif ditahun tersebut karrena nilai
pertumbuhan pangsa ekspornta negatif 3,2 persen disaat permintaan produk Singapura cenderung dinamis pada tahun yang sama.
7. Udang Segar Tabel 96 menunjukan nilai RCA udang segar Indonesia dan pesaing
utamanya, dari tabel yang disajikan tersebut terlihat bahwa Thailand yang
memiliki nilai ekspor udang segar tertinggi pada tahun 2001 juga memiliki nilai RCA tertinggi. Pada tahun 2005, Malaysia yang memiliki nilai RCA tertinggi,
sedangkan nilai RCA udang segar Indonesia lebih kecil dari nilai satu atau berdaya saing lemah. Pada tahun 2009, Filipina memiliki nilai RCA tertinggi
walaupun nilai ekspornya lebih rendah dari Malaysia dan Thailand, ditahun tersebut Indonesia juga memiliki daya saing yang lemah dalam ekspor udang
segar ke Singapura. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan bahwa walaupun
Indonesia hanya pada tahun 2001 memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Singapura tetapi ternyata memiliki keunggulan kompetitif selama tahun 2001,
2005 dan 2009 dengan nilai pertumbuhan pangsa ekspornya positif 57,5 persen seiring dengan pertumbuhan pangsa produk di Singapura yang positif.
Tabel 96. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Singapura 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 2,536
Malaysia 2,362
Vietnam 1,273
9,707 0,000
2005 0,149
Malaysia 5,901
United States
0,164 4,124
0,077 2009
0,408 Malaysia
8,039 United
States 0,070
1,540 9,423
8. Kepiting Beku Berkebalikan dengan produk udang segar, produk kepiting beku Indonesia
memiliki nilai RCA lebih besar dari satu pada tahun 2005 dan 2009 sedangkan tahun 2001 lebih kecil dari satu. Terlihat jelas pada Tabel 94 bahwa Yordania
memiliki niali RCA tertinggi walaupun niali ekspornya lebih rendah dari Thailand dan Amerika Serikat. Pada tahun yang sama Filipina memiliki nilai RCA lebih
kecil dari satu sama seperti Indonesia. Pada tahun 2005, niali RCA tertinggi dimiliki oleh Norwegia dan pada tahun 2009 Indonesia yang memiliki nilai RCA
tertinggi seiring dengan nilai ekspornya yang juga tertinggi. Thailand pada tahun tersebut memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu sedangkan Filipina tidak
mengekspor kepiting beku ke Singapura sehingga tidak dapat diestimasi bagaimana daya saingnya.
Tabel 97. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Singapura 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,771
United States
0,828 Jordan
6043,763 4,605
0,004 2005
3,997 Norway
44,535 Malaysia
1,512 2,620
4,385 2009
4,564 Malaysia
1,671 United
States 1,185
0,158 0,000
Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD kepiting beku Indonesai di Singapura menunjukan bahwa walaupun pada tahun 2001 Indonesia memiliki
keunggulan komparatif dibawah rata-rata Singapura tetapi ternyata memiliki keunggulan kompetitif selama tahun 2001, 2005 dan 2009 dengan nilai
pertumbuhan pangsa ekspornya positif 193,7 persen seiring dengan permintaan akan produk ini di Singapura yang meningkat pula selama tahun tersebut.
9. Kepiting Segar Nilai RCA Indonesia pada produk kepiting segar memiliki nilai yang lebih
nesar dari nilai satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009 walaupun tidak tertinggi. Pada tahun 2001, 2005 dan 2009, niali RCA tertinggi dimiliki oleh Sri Lanka
apdahal nilai ekspornya lebih rendah dari India, Filipina dan Indonesia. Selama tahun 2001, 2005 dan 2009 nilai RCA Thailand memiliki nilai yang lebih kecil
dari satu sehingga berdaya saing lemah. Filipina pad atahun 2009 tidak mengekspor kepiting segar ke Singapura sehingga tidak dapat diestimasi daya
saingnya, walaupun pada tahun 2001 dan 2005 daya saing Filipina lebih kuat dari Indonesia.
Tabel 98. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Singapura 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 2,870
India 46,371
Sri Lanka 178,775
0,055 11,853
2005 5,509
India 11,454
Sri Lanka 189,782
0,029 10,063
2009 3,301
India 13,304
Sri Lanka 220,371
0,031 0,000
Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD kepiting segar Indonesia di Singapura menunjukan bahwa dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata
Singapura selama tahun 2001, 2005 dan 2009, Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai pertumbuhan pangsa ekspornya positif 18,7
persen. Hal ini sesuai dengan pertumbuhan pangsa produk ini di Singapura yang juga positif.
10. Siput Tabel 99 menunjukan bahwa produk siput Indonesi memiliki daya saing
yang kuat selama tahun 2001, 2005 dan 2009, malah pada tahun 2005 dan 2009 menjadi yang paling kuat seiring dengan nilai ekspornya yang tertinggi pada
tahun tersebut. Tanzania memiliki nilai RCA paling tinggi pada tahun 2001. Amerika Serikat sebagai pesaing kedua dalam ekspor siput ke Singapura pad
atahun 2005 ternyata memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu atau memiliki daya saing yang lemah. Hal tersebut juga terjadi pada Perancis dan India pada tahun
2009. Pada tahun 2009, nilai RCA Thailand terkuat kedua setelah Indonesia padahal pada tahun 2001 dan 2005 negara tersebut tidak mengekspor siput ke
Singapura.
Tabel 99. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Singapura 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 5,409
Tanzania 4442,455
Canada 79,156
0,000 2,412
2005 17,059
HongKong 1,923
United States
0,471 0,000
0,000 2009
14,107 France
0,549 India
0,070 6,070
0,000
Analisis persilangan anatara hasil RCA dan EPD menunjukan bahwa produk siput Indonesia di Singapura memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai
pertumbuhan pangsa ekspornya positif 86,2 persen seiring dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Singapura yang dimiliki Indonesia selama tahun 2001,
2005 dan 2009. Hal tersebut mendukung daya saing produk perikanan Indonesia di Singapura disaat permintaan Singapura akan produk tersebut terus meningkat.
5.3.8 Taiwan