bedanya dua tahun tersebut Thailand memiliki nilai RCA kurang dari satu sehingga produk asal Thaialnd tersebut berdaya saing lemah. Filipina pada tahun
yang sama tidak mengekspor sama sekali sehingga tidak dapat diestimasi bagaimana daya saingnya. Serupa dengan produk lobster segar yang telah
dijelaskan sebelumnya, produk siput Indonesia di Amerika Serikat juga sulit diestimasi pertumbuhan pangsa ekspornya karena nilai RCA ynag tidak kontinyu
sehingga walaupun tahun 2001 dan 2009 memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Amerika Serikat tetapi karena tidak dapat diestimasi posisi daya saing
maka persilangan hasil estimasi RCA dan EPD pun sulit dianalisis.
5.3.11 Dunia
Hasil estimasi sepuluh produk perikanan Indonesia di pasar dunia dipaparkan dalam Tabel 133. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa pada tahun
2001, hanya ada satu produk yang memiliki nilai RCA kurang dari nilai satu yaitu lobster segar, hal ini mengartikan bahwa di pasar internasional lobster segar
Indonesia pada tahun 2001 memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata dunia atau berdaya saing lemah. Sembilan produk lainnya memiliki nilai RCA
lebih dari nilai satu sehingga memiliki daya saing yang kuat atau memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia. Produk dengan nilai RCA tertinggi
pada tahun 2001 adalah tuna sirip kuning segar. Pada tahun 2005 sedikit ada penurunan kinerja ekspor yang dilihat dari nilai RCA tiga produk yang memiliki
nilai dibawah nilai satu, tiga produk tersebut adalah lobster beku, lobster segar dan udang segar sedangkan tujuh produk lainnya memiliki nilai RCA lebih besar
dari satu. Pada tahun ini produk dengan nilai RCA tertinggi adalah kepiting segar. Pada tahun 2009, sedikit ada peningkatan dari tahun 2005 karena hanya ada dua
produk yang memiliki nilai RCA kurang dari satu yaitu lobster beku dan lobster segar. Sama seperti tahun 2001, pada tahun ini yang memiliki nilai RCA tertinggi
juga tuna sirip kuning segar. Bila melihat pertumbuhan rata-rata nilai RCA, pertumbuhan tertinggi terjadi pada produk udang segar dengan persentase
pertumbuhan 472,6 persen. Sementara ikan hias merupakan produk dengan pertumbuhan rata-rata terendah dengan persentase negatif 37,2 persen.
Hasil estimasi EPD Indonesia di pasar dunia juga terdapat dalam Tabel 133, tabel tersebut mnerangkan bahwa selama tahun 2001, 2005 dan 2009
pertumbuhan pangsa produk di dunia meningkat dengan persentase rata-rata 2,7 persen. sedangkan dari pertumbuhan pangsa ekspor setiap produk perikanan
Indonesia terlihat bahwa hanya ada empat produk yang memiliki nilai pertumbuhan pangsa ekspor positif yaitu tuna sirip kuning beku, lobster beku,
udang segar dan kepiting beku.
Tabel 133. Hasil Estimasi RCA Perikanan Indonesia ke Dunia 2001, 2005, 2009
Komoditi Nilai RCA
Nilai EPD Posisi Daya
Saing 2001
2005 2009
Pertumbuhan Pangsa Pasar
Ekspor Pertumbuhan
Pangsa Pasar Produk
Ikan Hias 9,568
6,419 3,754
-36,05 2,74
Lost Opportunity
Tuna Sirip Kuning Segar
39,111 20,787
18,798 -23,87
2,74 Lost
Opportunity Tuna Sirip
Kuning Beku 4,695
1,410 3,381
51,95 2,74
Rising Star Lobster Beku
1,371 0,072
0,274 122,23
2,74 Rising Star
Lobster Segar 0,868
0,768 0,751
-3,70 2,74
Lost Opportunity
Udang Beku 12,504
11,153 8,786
-14,38 2,74
Lost Opportunity
Udang Segar 1,516
0,500 5,562
557,10 2,74
Rising Star Kepiting Beku
1,627 2,379
2,976 179,05
2,74 Rising Star
Kepiting Segar 25,368
28,815 16,388
-16,06 2,74
Lost Opportunity
Siput 12,142
8,074 8,010
-12,80 2,74
Lost Opportunity
Hal ini menunjukan bahwa empat produk tersebut memiliki posisi daya Rising Star
yang berarti dengan pertumbuhan pangsa produk dunia meningkat selama tahun 2001, 2005 dan 2009 produk Indonesia mampu memiliki
keunggulan kompetitif di pasar internasional. Enam produk lainnya memiliki pertumbuhan pangsa ekspor negatif sehingga posisi daya saing produk tersebut
Lost Opportunity yang berarti bahwa enam produk tersebut tidak mampu memiliki
keunggulan kompetitif disaat pertumbuhan permintaan dunia meningkat. Pertumbuhan pangsa ekspor terbesar terjadi pada produk udang segar dengan
persentase sebesar 557,1 persen. sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada produk ikan hias dengan persentase pertumbuhan negatif 36 persen. Untuk
mengetahui bagaimana perbandingan nilai RCA Indonesia dan pesaing serta menganalisi persilangan hasil estimas RCA dan EPD akan dijelaskan satu persatu
setiap produk sebagai berikut : 1. Ikan Hias
Nilai RCA ikan hias Indonesia terlihat terus mengalami penurunan dari tahun 2001, 2005 hingga 2009. Pada tahun 2001, nilai RCA ika hias Indonesia
berada pada posisi kedua setelah Singapura, ketiga pada tahun 2005 dan keempat apda tahun 2009. Pada tahun 2001, 2005 dan 2009, nilai RCA tertinggi yaitu
Singapura seiring dengan nilai ekspornya yang juga tertinggi. Seluruh negara pengekspor ikan hias ke dunia dalam Tabel 134 memiliki nilai RCA lebih besar
dari satu sehingga dapat disimpulakan semua negara tersebut memiliki daya saing yang kuat walaupun Singapura menjadi eksportir dengan dayasaig paling kuat.
Filipina memiliki nilai RCA yang cenderung stabil ataupun terjadi penurunan tidak sebesar penurunan Indonesia. Berbeda dengan Thailand yang memiliki nilai
RCA lebih rendah dari Indonesia pada tahun 2001 dan 2005, sedangkan tahun 2009 lebih tinggi dari Indonesia. Penurunan nilai RCA tersebut berhubungan
dengan pertumbuhan pangsa ekspor yang juga bernilai negatif sebesar 36 persen.
Tabel 134. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 9,568
Singapore 12,607
Malaysia 6,067
1,915 7,456
2005 6,419
Singapore 9,005
Malaysia 6,062
4,340 6,608
2009 3,754
Singapore 8,353
Spain 7,911
4,483 6,352
Dapat disimpulkan bahwa analisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD ikan hias Indonesia di dunia yaitu walaupun Indonesia memiliki keunggulan
komparatif diatas rata-rata dunia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 tetapi
ternyata tidak memiliki keunggulan kompetitif padahal permintaan produk dunia meningkat setiap tahunnya.
2. Tuna Sirip Kuning Segar Pada tahun 2001, nilai RCA tuna sirip kuning segar Indonesia di dunia
berada diuruta kedua setelah Papua Nugini padahal nilai ekspor Indonesia merupakan nilai ekspor tertinggi pada tahun 2001 dan 2005. Pada tahun 2005 pun
nilai RCA Indonesia berada pada posisi ketiga setelah Maldives dan Panama. Pada tahun 2009 nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Taiwan dengan nilai ekspor
yang tertinggi pula. Pada tahun 2001, nilai RCA Australia lebih rendah dari Papun Nugini padahal nilai ekspornya lebih tinggi. Pada tahun 2005, nilai RCA
Maldives pun lebih tinggi dari Panama padahal nilai ekspornya lebih rendah. Thailand dan Filipina nilai RCA yang lebih rendah dari Indonesia selama tahun
2001, 2005 dan 2009. Rincian nilai RCA negara eksportir produk ini ke dunia tertera dalam Tabel 135.
Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menghasilkan bahwa dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia selama tahun 2001, 2005 dan 2009
ternyata serupa dengan produk ikan hias produk tuna sirip kuning segar juga memiliki pertumbuhan pangsa ekspor yang bernilai negatif sebesar 23,9 persen
sehingga tidak memiliki keunggulan kompetitif walaupun pertumbuhan permintaan produk di dunia dinamis.
Tabel 135. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 39,111
Australia 10,488
Papua New Guinea
258,224 3,898
28,264 2005
20,787 Panama
1018,135 Maldives
6230,075 6,674
18,039 2009
18,798 Taiwan
19,005 France
1,273 4,584
11,223
3. Tuna Sirip Kuning Beku Tabel 136 memperlihatkan bahwa tahun 2001 nilai RCA Indonesia pada
produk tuna sirip kuning beku berada pada posisi ketiga setelah Taiwan dan Korea. Thailand pada 2001 dan 2005 tersebut memiliki nilai RCA kurang dari
satu ssehingga memiliki daya saing yang lemah. Pada tahun 2005, nilai RCA
Indonesia menjadi yang paling rendah sebelum Thailand. Pada tahun ini Panama memiliki nilai RCA tertinggi walaupun nilai ekspornya jauh lebih rendah dari
Taiwan. Pada tahun 2009, Filipina memiliki nilai RCA tertinggi pada produk ini padahal nilai ekspornya pun lebih rendah dari Spanyol dan Perancis. Tahun 2009
ini Thailand memiliki nilai RCA yang lebih besar dari satu sehingga memiliki daya saing yang kuat seperti pesaing lainnya.
Tabel 136. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 4,695
Taiwan 10,655
Korea Rep. 5,648
0,708 4,304
2005 1,410
Taiwan 20,524
Panama 1385,442
0,896 7,585
2009 3,381
Spain 6,269
France 2,933
4,750 32,805
Produk tuna sirip kuning beku memiliki pertumbuhan pangsa ekspor yang positif sebesar 52 persen seiring pertumbuhan pangsa produk di dunia yang positif
pula. Maka dari itu, analisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menjelaskan bahwa selain memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia selama tahun
2001, 2005 dan 2009 ternyata Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif. 4. Lobster Beku
Nilai RCA lobster beku Indonesia memiliki nilai yang lebih dari satu hanya pada tahun 2001, sedangkan tahun 2005 dan 2009 memiliki nilai yang lebih
rendah dari satu. Selama tahun 2001, 2005 dan 2009 nilai ekspor lobster beku ke dunia dikuasai oleh Kanada tetapi tidak pada nilai RCA. Nilai RCA tertinggi pada
tahun 2001 adalah Vietnam, Iceland tahun 2005 dan baru Kanada tahun 2009. Tak jauh berbeda dengan Indonesia, Filipina juga memiliki nilai RCA yang lebih
rendah dari satu pada tahun 2009, sedangkan Thailand selama tiga tahun tersebut memiliki nilai RCA yang lebih kecil dari satu. Amerika Serikat pun pada tahun
2009 memiliki nilai RCA yang lebih ekcil dari satu walaupun lebih tinggi sedikit dari Indonesia. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD lobster beku Indonesia
menjukan bahwa walaupun pada tahun 2005 dan 2009 Indonesia memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata dunia, tetapi Indonesia memiliki
keunggulan kompetitif disaat pertumbuhan pangsa produk dunia meningkat dinamis.
Tabel 137. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 1,371
Canada 15,535
Vietnam 20,473
0,021 1,025
2005 0,072
Canada 21,065
Iceland 165,132
0,008 1,240
2009 0,274
Canada 28,935
United States
0,804 0,003
0,686
5. Lobster Segar Tabel 138 memperlihatkan bahwa nilai RCA lobster segar Indonesia
memiliki nilai yang lebih kecil dari satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Selama tahun yang sama nilai RCA Kanada merupakan nilai tertinggi
dibandingkan pesaing lainnya sesuai dengan nilai ekspornya yang juga tertinggi. Seperti halnya Indonesia, Thailand pun memiliki nilai RCA kurang dari satu
selama tahun 2001 dan 2009, bahkan tidak mengekspor pada tahun 2001. Sementara Filipina memiliki nilai RCA lebih besar dari satu pada tahun 2005 dan
2009 dan lebih kecil dari satu pada tahun 2001. Amerika Serikat sebagai pesaing utama kedua setelah Kanada dalam ekspor lobster segar ke dunia memiliki nilai
RCA lebih besar dari satu dan lebih tinggi dari Indonesia, Thailand dan Filipina.
Tabel 138. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,868
Canada 11,172
United States 3,211
0,033 0,582
2005 0,768
Canada 13,242
United States 4,447
0,000 1,463
2009 0,751
Canada 16,266
United States 4,222
0,050 3,271
Analisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menghasilkan bahwa selain Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia
selama tahun 2001, 2005 dan 2009, produk lobster segar Indonesia pun tidak memiliki keunggulan kompetitif. Hal ini terbukti dari nilai pertumbuhan pangsa
ekspornya yang negatif 3,7 persen padahal nilai pertumbuhan pangsa produk
dunia positif, sehingga dengan kata lain dapat disimpulkan lobster segar Indonesia tidak mampu berkompetisi di pasar dunia saat permintaan dunia meningkat.
6. Udang Beku Nilai RCA udang beku Indonesia di pasar dunia menempati urutan kedua
terendah bila dibandingkan dengan pesaing utama lainnya, padahal nilai ekspornya kedua tertinggi setelah Thailand. Nilai RCA Thailand pun lebih rendah
dari Vietnam padahal nilai ekspornya lebih tinggi. Pad atahun 2005, seiring dengan nilai ekspor yang tertinggi, nilai RCA Vietnam juga menjadi yang
tertinggi dan Indonesia diurutan kedua. Pada tahun 2009, Thailand memiliki nilai RCA tertinggi seiring dengan nilai ekspornya yang juga tertinggi. Selama tahun
2001, 2005 dan 2009 Filipina memiliki nilai RCA lebih rendah dari Indonesia. Cina pada tahun 2009 memiliki nilai RCA ynag lebih kecil dari satu padahal nilai
ekspor udang beku Cina lebih besar dari Indonesia. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD udang beku Indonesia di pasar
dunia menunjukan bahwa dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia yang dimiliki Indonesia tidak menjamin Indonesi memiliki keunggulan kompetitif
juga. Hal ini terlihat dari pertumbuhan pangsa ekspor rata-rata udang beku yang negatif sebesar 14,4 persen sehingga disimpulkan bahwa dengan pertumbuhan
permintaan produk dunia yang positif Indonesia tidak kompetitif didalamnya.
Tabel 139. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 12,504
India 14,696
Vietnam 33,057
14,777 2,933
2005 11,153
Vietnam 41,360
India 10,291
9,749 2,314
2009 8,786
India 6,177
Cina 0,900
12,931 1,986
7. Udang Segar Nilai RCA udang segar Indonesia memiliki nilai yang lebih rendah dari
satu pada tahun 2005 dan tahun 2001 dan 2009 lebih dari satu. Tabel 128 memeprlihatkan nilai RCA udang segar Vietnam adalah nilai RCA tertinggi pad
atahun 2001 dan 2005 padahal tahun 2001 nilai ekspor Vietnam lebih rendah dari Belanda. Pada tahun 2009 nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Belanda. Thailand
memiliki nilai RCA lebih tinggi dari Indonesia pada tahun 2001 dan 2005, tetapi
tahun 2009 nilai RCA Indonesia lebih tinggi. Berbeda dengan Filipina memiliki nilai RCA lebih tinggi dari Indonesia pada tahun 2001 dan 2005 tetapi pada tahun
2009 lebih rendah dari Indonesia seiring nilai ekspornya yang juga lebih tinggi dari Indonesia pada tahun 2001 dan 2005 tetapi lebih rendah dari Indonesia pada
tahun 2009.
Tabel 140. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 1,516
Netherlands 4,011
Vietnam 55,883
10,208 3,910
2005 0,500
Vietnam 60,360
Netherlands 4,909
6,041 5,326
2009 5,562
Netherlands 5,894
Cina 1,758
3,137 1,301
Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD memperlihatkan bahwa walaupun udang segar Indononesia sempat memiliki keunggulan komparatif
dibawah rata-rata dunia pada tahun 2005 tetapi ternyata pertumbuhan pangsa ekspornya bernilai positif sehingga produk udang segar Indonesia di dunia
memiliki keunggulan kompetitif seiring dengan dinamisnya pertumbuhan pangsa produk dunia.
8. Kepiting Beku Nilai RCA kepiting beku Indonesia di pasar dunia memang sudah lebih
besar dari satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009 tetapi bila dibandingkan dengan Kanada yang memiliki nilai RCA tertinggi selama tahun tersebut. Hal ini sesuai
dengan nilai ekspor kepiting beku Kanada yang memang tertinggi juga. Amerika Serikat yang memiliki nilai ekspor kedua tertinggi setelah Kanda ternyata
memiliki nilai RCA lebih rendah dari Indonesia dan Thailand bahkan nilainya kurang dari satu pada tahun 2001 yang menunjukan kepiting beku Amerika
Serikat di pasar dunia memiliki daya saing yang lemah. Niali RCA Thailand pada tahun 2005 dan 2009 lebih rendah dari Indonesia dan tahun 2001 lebih tinggi dari
Indonesia. Berbeda dengan Filipina yang selama tahun 2001, 2005 dan 2009 nilai RCAnya menjadi yang terendah diantara negara eksportir kepiting beku lainnya
bahakan memiliki daya saing yang lemah.
Tabel 141. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 1,627
Canada 11,604
United States
0,718 2,629
0,070 2005
2,379 Canada
12,962 United
States 1,086
1,806 0,110
2009 2,976
Canada 14,952
Cina 1,372
1,199 0,017
Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menghasilkan bahwa keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia yang dimiliki Indonesia pada produk kepiting
beku ternyata juga memiliki keunggulan kompetitif dengan pertumbuhan pangsa ekspor yang positif sebesar 179,1 persen disaat pangsa produk di dunia pun
meningkat pula. 9. Kepiting Segar
Nilai RCA kepiting segar Indonesia di pasar dunia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 menjadi nilai yang tertinggi seiring dengan nilai ekspornya yang
tertinggi pula. Filipina merupakan pesiang utama Indonesia terbukti dengan nilai RCA yang selalu berada pada posisi kedua setelah Indonesia walaupun nilai
ekspornya di posisi ke empat pada tahun 2001 dan 2009 serta kelima pada tahun 2005.. Sementara Thailand pada tahun 2009 memiliki nilai RCA yang kurang dari
satu sehingga pada tahun tersebut kepiting segar asal Thailand di pasar dunia memiliki daya saing yang lemah. Amerika Serikat pada tahun 2001 dan 2009 serta
Kanada pada tahun 2009 memiliki nilai RCA yang jauh lebih rendah dari Indonesia, walaupun nilai ekspor kedua negara tersebut adalah yang kedua
tertinggi setelah Indonesia.
Tabel 142. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 25,368
United Kingdom
2,904 Canada
2,251 4,434
13,328 2005
28,815 United
Kingdom 3,550
Cina 1,449
2,682 5,073
2009 16,388
Canada 5,586
United Kingdom
4,655 0,737
16,676
Persilangan hasil estiamsi RCA dan EPD menunjukan bahwa walaupun daya saing kepiting segar Indonesia di pasar dunia adalah yang terkuat sehingga
Indonesia memiliki keunggulan komparatif ditas rata-rata dunia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 tetapi pertumbuhan pangsa ekspornya bernilai negatif 16,1 persen
sehingga Indonesia tidak memiliki keunggulan kompetitif di pasar dunia padahal pertumbuhan pangsa produknya bernilai positif.
10. Siput Pada tahun 2001, terlihat pada Tabel 143 nilai RCA siput Indonesia di
pasar dunia pada tahun 2001 menjadi nilai kedua tertinggi setelah Macedonia, tahun 2005 kedua setelah Maroko dan tahun 2009 kedua setelah Hungaria.
Walaupun nilai ekspor Cina selama tiga tahun tersebut adalah yang tertinggi tetapi ternyata tidak pada nilai RCAnya. Pada tahun 2001 dan 2005 nilai RCA Thailand
kurang dari nilai satu sehingga memiliki daya saing yang lemah tetapi pada tahun 2009 nilai RCAnya meningkat dan menjadi memiliki daya saing yang kuat.
Berbeda dengan Filipina yang selama tiga tahun tersebut memiliki nilai RCA kurang dari satu sehingga daya saingnya lemah.
Tabel 143. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 12,142
Cina 9,845
Macedonia FYR 290,414
0,821 0,022
2005 8,074
Cina 3,668
Morocco 85,446
0,140 0,000
2009 8,010
Cina 1,317
Hungary 18,019
2,335 0,046
Serupa dengan produk sebelumnya persilangan hasil estimasi RCA dan EPD pada produk siput Indonesia di pasar dunia pun menunjukan bahwa
walaupun Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 tetapi ternyata tidak memiliki keunggulan
kompetitif. Hal ini dikarenakan pertumbuhan pangsa ekspornya bernilai negatif 12,8 persen sehingga dengan pertumbuhan pangsa produk yang dinamis di pasar
dunia produk siput Indonesia tidak dapat berkontribusi dalam kenaikan permintaan siput dunia tersebut.
5.4 Identifikasi Akh