Dunia Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantages RCA, Export Product Dynamic

bedanya dua tahun tersebut Thailand memiliki nilai RCA kurang dari satu sehingga produk asal Thaialnd tersebut berdaya saing lemah. Filipina pada tahun yang sama tidak mengekspor sama sekali sehingga tidak dapat diestimasi bagaimana daya saingnya. Serupa dengan produk lobster segar yang telah dijelaskan sebelumnya, produk siput Indonesia di Amerika Serikat juga sulit diestimasi pertumbuhan pangsa ekspornya karena nilai RCA ynag tidak kontinyu sehingga walaupun tahun 2001 dan 2009 memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Amerika Serikat tetapi karena tidak dapat diestimasi posisi daya saing maka persilangan hasil estimasi RCA dan EPD pun sulit dianalisis.

5.3.11 Dunia

Hasil estimasi sepuluh produk perikanan Indonesia di pasar dunia dipaparkan dalam Tabel 133. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa pada tahun 2001, hanya ada satu produk yang memiliki nilai RCA kurang dari nilai satu yaitu lobster segar, hal ini mengartikan bahwa di pasar internasional lobster segar Indonesia pada tahun 2001 memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata dunia atau berdaya saing lemah. Sembilan produk lainnya memiliki nilai RCA lebih dari nilai satu sehingga memiliki daya saing yang kuat atau memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia. Produk dengan nilai RCA tertinggi pada tahun 2001 adalah tuna sirip kuning segar. Pada tahun 2005 sedikit ada penurunan kinerja ekspor yang dilihat dari nilai RCA tiga produk yang memiliki nilai dibawah nilai satu, tiga produk tersebut adalah lobster beku, lobster segar dan udang segar sedangkan tujuh produk lainnya memiliki nilai RCA lebih besar dari satu. Pada tahun ini produk dengan nilai RCA tertinggi adalah kepiting segar. Pada tahun 2009, sedikit ada peningkatan dari tahun 2005 karena hanya ada dua produk yang memiliki nilai RCA kurang dari satu yaitu lobster beku dan lobster segar. Sama seperti tahun 2001, pada tahun ini yang memiliki nilai RCA tertinggi juga tuna sirip kuning segar. Bila melihat pertumbuhan rata-rata nilai RCA, pertumbuhan tertinggi terjadi pada produk udang segar dengan persentase pertumbuhan 472,6 persen. Sementara ikan hias merupakan produk dengan pertumbuhan rata-rata terendah dengan persentase negatif 37,2 persen. Hasil estimasi EPD Indonesia di pasar dunia juga terdapat dalam Tabel 133, tabel tersebut mnerangkan bahwa selama tahun 2001, 2005 dan 2009 pertumbuhan pangsa produk di dunia meningkat dengan persentase rata-rata 2,7 persen. sedangkan dari pertumbuhan pangsa ekspor setiap produk perikanan Indonesia terlihat bahwa hanya ada empat produk yang memiliki nilai pertumbuhan pangsa ekspor positif yaitu tuna sirip kuning beku, lobster beku, udang segar dan kepiting beku. Tabel 133. Hasil Estimasi RCA Perikanan Indonesia ke Dunia 2001, 2005, 2009 Komoditi Nilai RCA Nilai EPD Posisi Daya Saing 2001 2005 2009 Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk Ikan Hias 9,568 6,419 3,754 -36,05 2,74 Lost Opportunity Tuna Sirip Kuning Segar 39,111 20,787 18,798 -23,87 2,74 Lost Opportunity Tuna Sirip Kuning Beku 4,695 1,410 3,381 51,95 2,74 Rising Star Lobster Beku 1,371 0,072 0,274 122,23 2,74 Rising Star Lobster Segar 0,868 0,768 0,751 -3,70 2,74 Lost Opportunity Udang Beku 12,504 11,153 8,786 -14,38 2,74 Lost Opportunity Udang Segar 1,516 0,500 5,562 557,10 2,74 Rising Star Kepiting Beku 1,627 2,379 2,976 179,05 2,74 Rising Star Kepiting Segar 25,368 28,815 16,388 -16,06 2,74 Lost Opportunity Siput 12,142 8,074 8,010 -12,80 2,74 Lost Opportunity Hal ini menunjukan bahwa empat produk tersebut memiliki posisi daya Rising Star yang berarti dengan pertumbuhan pangsa produk dunia meningkat selama tahun 2001, 2005 dan 2009 produk Indonesia mampu memiliki keunggulan kompetitif di pasar internasional. Enam produk lainnya memiliki pertumbuhan pangsa ekspor negatif sehingga posisi daya saing produk tersebut Lost Opportunity yang berarti bahwa enam produk tersebut tidak mampu memiliki keunggulan kompetitif disaat pertumbuhan permintaan dunia meningkat. Pertumbuhan pangsa ekspor terbesar terjadi pada produk udang segar dengan persentase sebesar 557,1 persen. sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada produk ikan hias dengan persentase pertumbuhan negatif 36 persen. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan nilai RCA Indonesia dan pesaing serta menganalisi persilangan hasil estimas RCA dan EPD akan dijelaskan satu persatu setiap produk sebagai berikut : 1. Ikan Hias Nilai RCA ikan hias Indonesia terlihat terus mengalami penurunan dari tahun 2001, 2005 hingga 2009. Pada tahun 2001, nilai RCA ika hias Indonesia berada pada posisi kedua setelah Singapura, ketiga pada tahun 2005 dan keempat apda tahun 2009. Pada tahun 2001, 2005 dan 2009, nilai RCA tertinggi yaitu Singapura seiring dengan nilai ekspornya yang juga tertinggi. Seluruh negara pengekspor ikan hias ke dunia dalam Tabel 134 memiliki nilai RCA lebih besar dari satu sehingga dapat disimpulakan semua negara tersebut memiliki daya saing yang kuat walaupun Singapura menjadi eksportir dengan dayasaig paling kuat. Filipina memiliki nilai RCA yang cenderung stabil ataupun terjadi penurunan tidak sebesar penurunan Indonesia. Berbeda dengan Thailand yang memiliki nilai RCA lebih rendah dari Indonesia pada tahun 2001 dan 2005, sedangkan tahun 2009 lebih tinggi dari Indonesia. Penurunan nilai RCA tersebut berhubungan dengan pertumbuhan pangsa ekspor yang juga bernilai negatif sebesar 36 persen. Tabel 134. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 9,568 Singapore 12,607 Malaysia 6,067 1,915 7,456 2005 6,419 Singapore 9,005 Malaysia 6,062 4,340 6,608 2009 3,754 Singapore 8,353 Spain 7,911 4,483 6,352 Dapat disimpulkan bahwa analisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD ikan hias Indonesia di dunia yaitu walaupun Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 tetapi ternyata tidak memiliki keunggulan kompetitif padahal permintaan produk dunia meningkat setiap tahunnya. 2. Tuna Sirip Kuning Segar Pada tahun 2001, nilai RCA tuna sirip kuning segar Indonesia di dunia berada diuruta kedua setelah Papua Nugini padahal nilai ekspor Indonesia merupakan nilai ekspor tertinggi pada tahun 2001 dan 2005. Pada tahun 2005 pun nilai RCA Indonesia berada pada posisi ketiga setelah Maldives dan Panama. Pada tahun 2009 nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Taiwan dengan nilai ekspor yang tertinggi pula. Pada tahun 2001, nilai RCA Australia lebih rendah dari Papun Nugini padahal nilai ekspornya lebih tinggi. Pada tahun 2005, nilai RCA Maldives pun lebih tinggi dari Panama padahal nilai ekspornya lebih rendah. Thailand dan Filipina nilai RCA yang lebih rendah dari Indonesia selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Rincian nilai RCA negara eksportir produk ini ke dunia tertera dalam Tabel 135. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menghasilkan bahwa dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 ternyata serupa dengan produk ikan hias produk tuna sirip kuning segar juga memiliki pertumbuhan pangsa ekspor yang bernilai negatif sebesar 23,9 persen sehingga tidak memiliki keunggulan kompetitif walaupun pertumbuhan permintaan produk di dunia dinamis. Tabel 135. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 39,111 Australia 10,488 Papua New Guinea 258,224 3,898 28,264 2005 20,787 Panama 1018,135 Maldives 6230,075 6,674 18,039 2009 18,798 Taiwan 19,005 France 1,273 4,584 11,223 3. Tuna Sirip Kuning Beku Tabel 136 memperlihatkan bahwa tahun 2001 nilai RCA Indonesia pada produk tuna sirip kuning beku berada pada posisi ketiga setelah Taiwan dan Korea. Thailand pada 2001 dan 2005 tersebut memiliki nilai RCA kurang dari satu ssehingga memiliki daya saing yang lemah. Pada tahun 2005, nilai RCA Indonesia menjadi yang paling rendah sebelum Thailand. Pada tahun ini Panama memiliki nilai RCA tertinggi walaupun nilai ekspornya jauh lebih rendah dari Taiwan. Pada tahun 2009, Filipina memiliki nilai RCA tertinggi pada produk ini padahal nilai ekspornya pun lebih rendah dari Spanyol dan Perancis. Tahun 2009 ini Thailand memiliki nilai RCA yang lebih besar dari satu sehingga memiliki daya saing yang kuat seperti pesaing lainnya. Tabel 136. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 4,695 Taiwan 10,655 Korea Rep. 5,648 0,708 4,304 2005 1,410 Taiwan 20,524 Panama 1385,442 0,896 7,585 2009 3,381 Spain 6,269 France 2,933 4,750 32,805 Produk tuna sirip kuning beku memiliki pertumbuhan pangsa ekspor yang positif sebesar 52 persen seiring pertumbuhan pangsa produk di dunia yang positif pula. Maka dari itu, analisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menjelaskan bahwa selain memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 ternyata Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif. 4. Lobster Beku Nilai RCA lobster beku Indonesia memiliki nilai yang lebih dari satu hanya pada tahun 2001, sedangkan tahun 2005 dan 2009 memiliki nilai yang lebih rendah dari satu. Selama tahun 2001, 2005 dan 2009 nilai ekspor lobster beku ke dunia dikuasai oleh Kanada tetapi tidak pada nilai RCA. Nilai RCA tertinggi pada tahun 2001 adalah Vietnam, Iceland tahun 2005 dan baru Kanada tahun 2009. Tak jauh berbeda dengan Indonesia, Filipina juga memiliki nilai RCA yang lebih rendah dari satu pada tahun 2009, sedangkan Thailand selama tiga tahun tersebut memiliki nilai RCA yang lebih kecil dari satu. Amerika Serikat pun pada tahun 2009 memiliki nilai RCA yang lebih ekcil dari satu walaupun lebih tinggi sedikit dari Indonesia. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD lobster beku Indonesia menjukan bahwa walaupun pada tahun 2005 dan 2009 Indonesia memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata dunia, tetapi Indonesia memiliki keunggulan kompetitif disaat pertumbuhan pangsa produk dunia meningkat dinamis. Tabel 137. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 1,371 Canada 15,535 Vietnam 20,473 0,021 1,025 2005 0,072 Canada 21,065 Iceland 165,132 0,008 1,240 2009 0,274 Canada 28,935 United States 0,804 0,003 0,686 5. Lobster Segar Tabel 138 memperlihatkan bahwa nilai RCA lobster segar Indonesia memiliki nilai yang lebih kecil dari satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Selama tahun yang sama nilai RCA Kanada merupakan nilai tertinggi dibandingkan pesaing lainnya sesuai dengan nilai ekspornya yang juga tertinggi. Seperti halnya Indonesia, Thailand pun memiliki nilai RCA kurang dari satu selama tahun 2001 dan 2009, bahkan tidak mengekspor pada tahun 2001. Sementara Filipina memiliki nilai RCA lebih besar dari satu pada tahun 2005 dan 2009 dan lebih kecil dari satu pada tahun 2001. Amerika Serikat sebagai pesaing utama kedua setelah Kanada dalam ekspor lobster segar ke dunia memiliki nilai RCA lebih besar dari satu dan lebih tinggi dari Indonesia, Thailand dan Filipina. Tabel 138. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,868 Canada 11,172 United States 3,211 0,033 0,582 2005 0,768 Canada 13,242 United States 4,447 0,000 1,463 2009 0,751 Canada 16,266 United States 4,222 0,050 3,271 Analisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menghasilkan bahwa selain Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia selama tahun 2001, 2005 dan 2009, produk lobster segar Indonesia pun tidak memiliki keunggulan kompetitif. Hal ini terbukti dari nilai pertumbuhan pangsa ekspornya yang negatif 3,7 persen padahal nilai pertumbuhan pangsa produk dunia positif, sehingga dengan kata lain dapat disimpulkan lobster segar Indonesia tidak mampu berkompetisi di pasar dunia saat permintaan dunia meningkat. 6. Udang Beku Nilai RCA udang beku Indonesia di pasar dunia menempati urutan kedua terendah bila dibandingkan dengan pesaing utama lainnya, padahal nilai ekspornya kedua tertinggi setelah Thailand. Nilai RCA Thailand pun lebih rendah dari Vietnam padahal nilai ekspornya lebih tinggi. Pad atahun 2005, seiring dengan nilai ekspor yang tertinggi, nilai RCA Vietnam juga menjadi yang tertinggi dan Indonesia diurutan kedua. Pada tahun 2009, Thailand memiliki nilai RCA tertinggi seiring dengan nilai ekspornya yang juga tertinggi. Selama tahun 2001, 2005 dan 2009 Filipina memiliki nilai RCA lebih rendah dari Indonesia. Cina pada tahun 2009 memiliki nilai RCA ynag lebih kecil dari satu padahal nilai ekspor udang beku Cina lebih besar dari Indonesia. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD udang beku Indonesia di pasar dunia menunjukan bahwa dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia yang dimiliki Indonesia tidak menjamin Indonesi memiliki keunggulan kompetitif juga. Hal ini terlihat dari pertumbuhan pangsa ekspor rata-rata udang beku yang negatif sebesar 14,4 persen sehingga disimpulkan bahwa dengan pertumbuhan permintaan produk dunia yang positif Indonesia tidak kompetitif didalamnya. Tabel 139. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 12,504 India 14,696 Vietnam 33,057 14,777 2,933 2005 11,153 Vietnam 41,360 India 10,291 9,749 2,314 2009 8,786 India 6,177 Cina 0,900 12,931 1,986 7. Udang Segar Nilai RCA udang segar Indonesia memiliki nilai yang lebih rendah dari satu pada tahun 2005 dan tahun 2001 dan 2009 lebih dari satu. Tabel 128 memeprlihatkan nilai RCA udang segar Vietnam adalah nilai RCA tertinggi pad atahun 2001 dan 2005 padahal tahun 2001 nilai ekspor Vietnam lebih rendah dari Belanda. Pada tahun 2009 nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Belanda. Thailand memiliki nilai RCA lebih tinggi dari Indonesia pada tahun 2001 dan 2005, tetapi tahun 2009 nilai RCA Indonesia lebih tinggi. Berbeda dengan Filipina memiliki nilai RCA lebih tinggi dari Indonesia pada tahun 2001 dan 2005 tetapi pada tahun 2009 lebih rendah dari Indonesia seiring nilai ekspornya yang juga lebih tinggi dari Indonesia pada tahun 2001 dan 2005 tetapi lebih rendah dari Indonesia pada tahun 2009. Tabel 140. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 1,516 Netherlands 4,011 Vietnam 55,883 10,208 3,910 2005 0,500 Vietnam 60,360 Netherlands 4,909 6,041 5,326 2009 5,562 Netherlands 5,894 Cina 1,758 3,137 1,301 Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD memperlihatkan bahwa walaupun udang segar Indononesia sempat memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata dunia pada tahun 2005 tetapi ternyata pertumbuhan pangsa ekspornya bernilai positif sehingga produk udang segar Indonesia di dunia memiliki keunggulan kompetitif seiring dengan dinamisnya pertumbuhan pangsa produk dunia. 8. Kepiting Beku Nilai RCA kepiting beku Indonesia di pasar dunia memang sudah lebih besar dari satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009 tetapi bila dibandingkan dengan Kanada yang memiliki nilai RCA tertinggi selama tahun tersebut. Hal ini sesuai dengan nilai ekspor kepiting beku Kanada yang memang tertinggi juga. Amerika Serikat yang memiliki nilai ekspor kedua tertinggi setelah Kanda ternyata memiliki nilai RCA lebih rendah dari Indonesia dan Thailand bahkan nilainya kurang dari satu pada tahun 2001 yang menunjukan kepiting beku Amerika Serikat di pasar dunia memiliki daya saing yang lemah. Niali RCA Thailand pada tahun 2005 dan 2009 lebih rendah dari Indonesia dan tahun 2001 lebih tinggi dari Indonesia. Berbeda dengan Filipina yang selama tahun 2001, 2005 dan 2009 nilai RCAnya menjadi yang terendah diantara negara eksportir kepiting beku lainnya bahakan memiliki daya saing yang lemah. Tabel 141. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 1,627 Canada 11,604 United States 0,718 2,629 0,070 2005 2,379 Canada 12,962 United States 1,086 1,806 0,110 2009 2,976 Canada 14,952 Cina 1,372 1,199 0,017 Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menghasilkan bahwa keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia yang dimiliki Indonesia pada produk kepiting beku ternyata juga memiliki keunggulan kompetitif dengan pertumbuhan pangsa ekspor yang positif sebesar 179,1 persen disaat pangsa produk di dunia pun meningkat pula. 9. Kepiting Segar Nilai RCA kepiting segar Indonesia di pasar dunia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 menjadi nilai yang tertinggi seiring dengan nilai ekspornya yang tertinggi pula. Filipina merupakan pesiang utama Indonesia terbukti dengan nilai RCA yang selalu berada pada posisi kedua setelah Indonesia walaupun nilai ekspornya di posisi ke empat pada tahun 2001 dan 2009 serta kelima pada tahun 2005.. Sementara Thailand pada tahun 2009 memiliki nilai RCA yang kurang dari satu sehingga pada tahun tersebut kepiting segar asal Thailand di pasar dunia memiliki daya saing yang lemah. Amerika Serikat pada tahun 2001 dan 2009 serta Kanada pada tahun 2009 memiliki nilai RCA yang jauh lebih rendah dari Indonesia, walaupun nilai ekspor kedua negara tersebut adalah yang kedua tertinggi setelah Indonesia. Tabel 142. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 25,368 United Kingdom 2,904 Canada 2,251 4,434 13,328 2005 28,815 United Kingdom 3,550 Cina 1,449 2,682 5,073 2009 16,388 Canada 5,586 United Kingdom 4,655 0,737 16,676 Persilangan hasil estiamsi RCA dan EPD menunjukan bahwa walaupun daya saing kepiting segar Indonesia di pasar dunia adalah yang terkuat sehingga Indonesia memiliki keunggulan komparatif ditas rata-rata dunia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 tetapi pertumbuhan pangsa ekspornya bernilai negatif 16,1 persen sehingga Indonesia tidak memiliki keunggulan kompetitif di pasar dunia padahal pertumbuhan pangsa produknya bernilai positif. 10. Siput Pada tahun 2001, terlihat pada Tabel 143 nilai RCA siput Indonesia di pasar dunia pada tahun 2001 menjadi nilai kedua tertinggi setelah Macedonia, tahun 2005 kedua setelah Maroko dan tahun 2009 kedua setelah Hungaria. Walaupun nilai ekspor Cina selama tiga tahun tersebut adalah yang tertinggi tetapi ternyata tidak pada nilai RCAnya. Pada tahun 2001 dan 2005 nilai RCA Thailand kurang dari nilai satu sehingga memiliki daya saing yang lemah tetapi pada tahun 2009 nilai RCAnya meningkat dan menjadi memiliki daya saing yang kuat. Berbeda dengan Filipina yang selama tiga tahun tersebut memiliki nilai RCA kurang dari satu sehingga daya saingnya lemah. Tabel 143. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Dunia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 12,142 Cina 9,845 Macedonia FYR 290,414 0,821 0,022 2005 8,074 Cina 3,668 Morocco 85,446 0,140 0,000 2009 8,010 Cina 1,317 Hungary 18,019 2,335 0,046 Serupa dengan produk sebelumnya persilangan hasil estimasi RCA dan EPD pada produk siput Indonesia di pasar dunia pun menunjukan bahwa walaupun Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 tetapi ternyata tidak memiliki keunggulan kompetitif. Hal ini dikarenakan pertumbuhan pangsa ekspornya bernilai negatif 12,8 persen sehingga dengan pertumbuhan pangsa produk yang dinamis di pasar dunia produk siput Indonesia tidak dapat berkontribusi dalam kenaikan permintaan siput dunia tersebut.

5.4 Identifikasi Akh