transportasi, 6 tidak ada perubahan teknologi, dan 7 menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat diterima, tapi asumsi tujuh tidak
dapat berlaku dan seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif.
2.4 World Trade Organization WTO dan Perikanan
Arus globalisasi telah memasuki seluruh ranah kehidupan manusia terutama perdagangan yang memiliki tuntutan untuk membebaskan akses pasar ke
berbagai negara dan telah menjadi suara dominan. Berawal pada tahun 1947 ketika disepakati General Agreement on Tariff and Trade GATT oleh beberapa
negara ternyata menjadi titik awal berkembangnya globalisasi perdagangan. Kesepakatan ini dibentuk untuk mendorong kerjasama internasional melalui
ekonomi dunia yang semakin luas dan terbuka. Pada masa itu, disepakati peraturan perdagangan serta penetapan tarif yang rendah untuk negara-negara
anggota. Pada perkembangannya, permasalahan perdagangan tidak hanya
menyangkut penurunan tarif. Muncul berbagai hambatan seperti voluntary export restraint, anti-dumping, countervailing duties
dan berbagai permasalahn lainnya yang menyebabkan perdagangan multilateral tidak berjalan dengan efektif.
Melalui berbagai forum negosiasi, akhirnya pada putaran negosiasi Uruguay yang panjang dari September 1896 hingga April 1994, dibentuklah WTO pada tahun
1995 sebagai lembaga formal yang memiliki legalitas untuk mengatur perdagangan global. Tujuan dibentuknya WTO adalah untuk mengatur sistem
perdagangan global untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dunia. Salah satu kewenangan WTO adalah mengatur hambatan perdagangan berupa tarif dan
non tarif. Selain itu, WTO berperan untuk memfasilitasi forum-forum negosiasi, yakni negara-negara anggota dapat menyuarakan aspirasi dan kepentingannya
melalui Konferensi Tingkat Menteri KTM. KTM merupakan forum
pengambilan keputusan tertinggi yang diadakan sedikitnya sekali dalam dua tahun.
Tiga isu besar yang merupakan lewenangan WTO adalah 1 Perjanjian Umum tentang tarif dan barang General Agreement on Tariff and Trade GATT
mencakup bidang pertanian, inspeksi perkapalan, pengaturan anti dumping, tekstil dan produk tekstil. 2 Perjanjian Umum Perdagangan Jasa-jasa General
Agreement on Trade in Services GATS. 3 Hak atas Kekayaan Intelektual yang
terkait dengan perdagangan Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights
TRIPS Sektor perikanan sendiri dibahas pada dua komite yang berbeda yakni 1
Perundingan NAMA Non Agricultural Market Access dimana perikanan digolongkan sebagai produk non pertanian sama halnya dengan kehutanan,
elektronika, perhiasan, alas sepatu dan produk industri manufaktur lainnya. 2 Negotiating Groups on Rules
yang khusus membahas pengaturan subsidi perikanan sebagai bagian dari Agreement on Subsidy and Countervailing
Measures ASCM. Hambatan tarif dan non tarif serta subsidi jelas akan
memberikan implikasi langsung terhadap keberlanjutan perikanan itu sendiri
2
. Seperti dikatakan Fauzi 2004 dalam Satria, et al 2009, kondisi
sumberdaya perikanan di dunia saat ini telah melewati tingkat keberlanjutan yang ditandai dengan penurunan stok ikan-ikan komersial karena kelebihan tangkap.
FAO memperkirakan bahwa 47 persen sumberdaya ikan di dunia sudah mengalami fully exploited, 19 persen dinyatakn over exploited dan 9 persen
diantaranya sudah depleted terkuras. Beberapa aspek penting menyangkut globalisasi perdagangan perikanan
adalah hambatan tarif dan non tarif, subsidi perikanan, serta ecolabelling. Hambatan tarif dan non tarif terkait secara langsung dengan akses pasar suatu
negara ke negara lain. Hambatan tarif digunakan untuk mengurangi rent seeking antar importir karena sinyal secara jelas melalui penetapan tarif yang seragam
sehingga mampu mengeliminasi kemungkinan penetapan harga secara monopoli dalam pasar domestik. Sementara hambatan non tarif biasanya antara lain dalam
bentuk kuota impor umumnya digunakan oleh negara-negara yang memiliki permasalahan balance of payments untuk meningkatkan tabungan dari pertukaran
luar negeri. Kebijakan ini memiliki dasar pertimbangan bahwa jika izin impor import licinse diberikan secara langsung kepada pengguna dari barang modal
2
Sumber : Satria, A., E Anggraini dan A Solihin. 2009. Globalisasi Perikanan :Reposisi Indonesia?. IPB Press, Bogor
yang diimpor, maka ia tidak akan menciptakan distorsi harga pada produser ini Saudoulet Janvry, 1995.
Aturan tentang subsidi telah disepakati dalam Agreement on Subsidy and Countervailing Measures
ASCM oleh negara-negara yang tergabung dalam WTO yang masih terus dibahas, dan nantinya akan disahkan untuk melengkapi
teks legal dari ASCM. Adanya subsidi dinilai akan mendorong kegiatan eksploitasi sumberdaya perikanan sehingga penegakan aturan akan semakin sulit
dijalankan. Selain itu, pengaturan di bidang perikanan sangatlah sulit, karena perairan yang sangat luas, serta begitu banyak pengguna user yang terlibat
dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan. Itulah sebabnya, permasalahan subsidi perikanan melewati pembahasan yang sangat panjang di
forum WTO, dan belum mencapai kesepakatan hingga saat ini Satria, et al, 2009.
2.5 Penelitian Terdahulu 2.5.1