Belanda Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantages RCA, Export Product Dynamic

Tabel 77. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Malaysia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 36,378 HongKong 2,245 Singapore 0,151 0,000 0,000 2005 19,440 Vietnam 15,683 France 8,231 0,000 0,000 2009 16,193 Cina 0,277 France 2,794 0,000 0,000

5.3.6 Belanda

Hasil estimasi RCA pada beberapa produk perikanan Indonesia di Belanda selama tahun 2001, 2005 dan 2009 tertera dalam Tabel 78, dari tabel tersebut terlihat bahwa pada tahun 2001, empat produk daris sepuluh yang dianalisis tidak memiliki nilai RCA karena Indonesia tidak mengekspor produk tersebut padsa tahun 2001, produk tersebut adalah lobster segar, udang segar, kepiting beku dan siput. Pada tahun yang sama terdapat lima produk yang memiliki nilai RCA lebih besar dari satu atau denagn kata lain pada lima produk tersebut Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Belanda sehingga memiliki daya saing yang kuat. Satu produk sisanya yaitu kepiting segar memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu sehingga memiliki daya saing yang lemah. Pada tahun 2005, dari sepuluh produk tersebut, enam produk memiliki nilai RCA lebih besar dari satu, dan empat sisanya tidak memiliki nilai RCA. Pada tahun 2009, enam produk memiliki nilai RCA lebih besar dari satu, dan empat sisanya memiliki nilai RCA kurang dari satu Tabel 78. Pertumbuhan nilai RCA paling tinggi terdapat pada produk kepiting segar sebesar 10,410,1 persen selama tahun 2001, 2005 dan 2009 dan pertubuhan negatif paling besar terjadi pada produk tuna sirip kuning beku dengan persentase sebesar negatif 65 persen ditahun yang sama. Hasil estimasi EPD yang memperlihatkan posisi daya saing produk yang sama seperti dalam analisi RCA juga terdapat dalam Tabel 78. Hasil tersebut memperlihatkan hanya ada lima produk yang dapat dianalisi menggunakan metode ini, karena lima produk lainnya tidak kontinyu diekspor oleh Indonesia ke Belanda. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan pangsa ekspor komoditi yang tidak kontinyu tidak dapat diestimasi. Tabel 78. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Belanda 2001, 2005, 2009 Komoditi Nilai RCA Nilai EPD Posisi Daya Saing 2001 2005 2009 Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk Ikan Hias 2,360 1,797 1,833 -11,51 -2,40 Retreat Tuna Sirip Kuning Segar 115,878 130,885 9,406 -47,74 -2,40 Retreat Tuna Sirip Kuning Beku 112,987 74,129 3,256 -69,52 -2,40 Retreat Lobster Beku 11,830 0,000 0,301 - -2,40 - Lobster Segar 0,000 0,000 0,002 - -2,40 - Udang Beku 31,383 9,960 9,127 -36,18 -2,40 Retreat Udang Segar 0,000 0,000 0,271 - -2,40 - Kepiting Beku 0,000 3,607 0,216 -- -2,40 - Kepiting Segar 0,401 83,854 86,654 8905,74 -2,40 Falling Star Siput 0,000 0,000 13,166 - -2,40 - Secara keseluruhan pertumbuhan pangsa produk Indonesia di Belanda bernilai negatif sehingga dapat dikatakan pertumbuhan permintaan Belanda tidak dinamis. Kepiting segar merupakan satu-satunya produk yang dianalisi memiliki nilai pertumbuhan pangsa ekspor positif atau dengan tidak dinamisnya stagnant pertumbuhan pangsa produk Indonesia di Belanda tetapi produk ini tetap memiliki keunggulan kompetitif sehingga memiliki posisi daya saing Falling Star. Empat produk lainnya memiliki nilai pertumbuhan pangsa ekspor yang negatif sehingga memiliki posisi daya saing Retreat, posisi tersebut mengartikan dengan tidak dinamisnya pertumbuhan permintaan Belanda, emapat produk tersebut juga tidak kompetitif di pasar Belanda. Perbandingan nilai RCA produk perikanan Indonesia dan pesaing di Belanda pada masing-masing produk serta analisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD akan dipaparkan sebagai berikut : 1. Ikan Hias Ikan hias sebagai salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia di pasar internasional ternyata juga memiliki nilai RCA yang lebih besar dari satu pad atahun 2001, 2005 dan 2009. Tetapi nilai tersebut masih lebih rendah dari Singapura yang pada tahun 2001 memiliki nilai RCA sebesar 15,4. Hal ini dikarenakan memang Singapura pad atahun tersebut menjadi negara pengekspor utama ikan hias ke Belanda. Pada tahun 2005, nilai RCA tertinggi tetap dimiliki oleh Singapura walaupun nilai ekspornya lebih rendah dari Jepang. Pada tahun 2009 juga memperlihatkan hasil yang sama, Singapura memiliki daya saing paling kuat diantara pesaing lainnya walaupun nilai ekspornya lebih rendah dari Jepang. Selama tahun 2001, 2005 dan 2009, Filipina memiliki nilai RCA elbih kecil dari satu sehingga dapat dikatakan Filipina memiliki daya saing yang lemah. Berbeda dengan Thailand yang hanya pada tahun 2001 memiliki daya saing lemah dan tahu 2005 serta 2009 daya saingnya kuat Tabel 79. Bila hasil estimasi RCA dan EPD disilangkan akan memperoleh hasil yaitu denagn keunggulan kompaartif yang dimiliki Indonesia pada produk ikan hias ke Belanda tetapi ternyata pertumbuhan pangsa ekspornya bernilai negatif sehingga Indonesia tidak memiliki keunggulan kompetitif seiring pertumbuhan permintaan Belanda yang stagnant. Tabel 79. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Belanda 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 2,360 Singapore 15,443 Belgium 2,314 0,878 0,821 2005 1,797 Japan 5,262 Singapore 9,850 4,756 0,394 2009 1,833 Japan 10,034 Singapore 20,935 1,674 0,490 2. Tuna Sirip Kuning Segar Produk tuna sirip kuning segar Indonesia di Belanda memiliki nilai RCA tertinggi pada tahun 2001 dan 2005, karena memang nilai ekspor Indonesia adalah yang tertinggi Tabel 80. Italia memiliki nilai RCA sebesar 2,2 walaupun lebih rendah dari Indonesia, tetapi tetap memiliki daya saing yang kuat berbeda dengan Belgia pada tahun 2001 dan 2005 memiliki daya saing yang lemah sama seperti Filipina. Pada tahun 2009 Denmark mengungguli nilai RCA tuna sirip kunings egar ke Belanda dengan nilai sebesar 51. Pada tahun yang sama, Filipina memiliki nilai RCA lebih tinggi dari Indonesia karena memang nilai ekspor Indonesia lebih rendah dari Denamark, Jerman dan Filipina ditahun tersebut,tetapi nilai RCA Jerman ternyata masih lebih kecil dari Indonesia. Tabel 80. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Belanda 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 115,878 Italy 2,171 Belgium 0,477 0,000 0,003 2005 130,885 France 2,495 Belgium 0,473 0,047 0,000 2009 9,406 Denmark 51,045 Germany 1,043 0,000 15,520 Nilai RCA yang menunjukan Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Belanda selama tahun 2001, 2005 dan 2009, tetapi ternyata hasil persilangan dengan estimasi EPD menunjukan Indonesia tidak memiliki keunggulan kompetitif di Belanda dengan nilai pertumbuhan pangsa ekspor produk tersebut negatif 47,7 persen. 3. Tuna Sirip Kuning Beku Tabel 81 memperlihatkan nilai RCA Indonesia merupakan nilai RCA tertinggi pada produk tuna sirip kuning beku ke Belanda pad atahun 2001. Pada tahun 2005, walaupun nilai ekspor Indonesia masih yang tertinggi seperti tahun 2001, ternyata nilai RCAnya lebih rendah dari Sri Lanka yang memiliki nilai ekspor dibawah Indonesia, Belgia dan Filipina. Pada tahun 2009, nilai ekspor tertinggi dimiliki oleh India tetapi nilai RC tertinggi dimiliki oleh Sri Lanka. Sehingga dapat ditarik kesimpulan negar eksportir tuna siirp kuning beku ke Belanda yang memiliki daya saing terkuat berurut dari tahun 2001, 2005 dan 2009 adalah Indonesia dan Sri Lanka didua tahun terakhir. Tabel 81. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Belanda 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 112,987 Italy 5,265 Belgium 0,277 0,000 0,000 2005 74,129 Belgium 2,387 Sri Lanka 116,297 0,000 22,196 2009 3,256 India 21,463 Sri Lanka 434,111 0,000 12,747 Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD memeberikan analisis yang sama seprti dua produk sebeblumnya yaitu denagn keunggulangan komparatif diatas rata-rata Belanda selama tahun 2001, 2005 dan 2009 ternyata Indonesia tidak memiliki keungulan kompetitif juga pada produk tuna sirip kuning beku di belanda. Hal ini terbukti dari nilai pertumbuhan pangsa ekspornya yang bernilai negatif sebesar 70 persen dengan pertumbuhan permintaan akan produk Indonesia yang stagnant. 4. Lobster Beku Nilai RCA lobster beku Indonesia pada Tabel 82 di Belanda terlihat tidak kontinyu, karena memang pad atahun 2005 Indonesia tidak mengekspor lobster beku ke Belanda. Pada tahun 2001, Indonesia memiliki nilai RCA lebih besar dari satu sehingga berdaya saing kuat tetapi masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan Iceland pada tahun yang sama. Walaupun pada tahun 2005 nilai ekspor Iceland lebih rendah dari Kanada tetapi nilai RCAnya masih tertinggi diantara pesaing lainnya. Thailand dan Filipina tidak memiliki nilai RCA selama tahun 2001, 2005 dan 2009 karena emmang kedua negara tersebut tidak mengekspor lobster beku ke Belanda. Pada tahun 2009 saat nilai RCA lebih keci dari satu, Iceland tetap menjadi negara denagn nilai RCA tertinggi. Tabel 82. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Belanda 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 11,830 Iceland 536,585 Belgium 1,206 0,000 0,000 2005 0,000 Canada 135,982 Iceland 156,486 0,000 0,000 2009 0,301 Iceland 173,129 Canada 47,932 0,000 0,000 Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD sulit dianalisi karena tidak kontinyunya nilai ekspor Indonesia menyebankan sulitnya mengestimasi pertumbuhan pangsa ekspor produk tersebut di Belanda pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Dengan kata lain keunggulan komparatif diatas rata-rata Belanda yang dimiliki Indonesia hanya pada tahun 2001 mempengaruhi keunggulan kompetitif yang tidak dapat diestimasi. 5. Lobster Segar Nilai RCA lobster segar Indonesia ke Belanda hanya terdapat pada tahun 2009, itupun nilai tersebut mengindikasikan Indonesia berdaya saing lemah dalam ekspor produk tersebut ke Belanda. Berbeda denagn Kanada pada tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki nilai RCA tertinggi walaupun nilai ekspornya lebih rendah dari Belgia selama tahun tersebut. Thailand dan Filipina seperti pada produk lobster beku, lobster segar juga tidak memiliki nilai RCA karena kedua negara tersebut tidak mengekpor produk ini ke Belanda. Tabel 83. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Belanda 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,000 Belgium 6,596 Canada 41,411 0,000 0,000 2005 0,000 Belgium 7,303 Canada 24,143 0,000 0,000 2009 0,002 Belgium 5,813 Canada 40,506 0,000 0,000 Lobster segar seperti telah disebutkan dalam penjelasan sebelumnya mengenai hasil estimasi EPD merupakan salah satu dari lima produk yang tidak dapat dianalisi posisidaya saingnya, sehingga dengan kata lain selain tidak memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Belanda, lobster segar juga sulit diestimasi bagaimana keunggulan kompetitifnya. 6. Udang Beku Produk udang beku Indonesia memang sudah terkenal di dunia perikanan internasional, nilai RCA udang beku Indonesia di Belanda menunjukan nilai yang lebih besar dari satu selama tiga tahun penelitian ini. Walaupun pada tahun 2001 menjadi negara dengan nilai ekspor tertinggi, tetapi nilai RCAnya lebih rendah dari Ekuador yang memiliki nilai ekspor lebih rendah dari Thailand, Indonesi dan India. Pada tahun 2005, nilai RCA Ekuador juga tertinggi walaupun nilai ekspornya lebih rendah dari Belgia. Belgia yang memiliki nilai ekspor lebih tinggi dari Indonesia ternyata memiliki nilai RCA lebih rendah. Dengan kata lain Indonesia memiliki dayasiang yang lebih kuat dari Belgia pada tahun tersebut. serupa dengan tahun sebelumnya, India yang memiliki nilai ekspor lebih rendah dari Belgia memiliki nilai RCA lebih tinggi, bila dibandingkan dengan Indonesia juga masih lebih tinggi Belgia nilai ekspornya tetapi nilai RCAnya dibawah Indonesia. Thailand memiliki nilai RCA lebih dari satu pada tahun 2001 dan 2009 tetapi tetap lebih rendah dari nilai RCA Indonesia. Sedangkan Filipina memiliki nilai RCA dibawah nilai satu selama tahun tersebut. Tabel 84. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Belanda 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 31,383 India 27,352 Ecuador 203,223 8,395 0,178 2005 9,960 Belgium 3,383 Ecuador 201,450 0,948 0,347 2009 9,127 Belgium 2,572 India 16,587 7,799 0,000 Seperti produk ikan hias, tuna sirip kunings egar dan beku yang memiliki nilai pertumbuhan pangsa ekspor negatif, begiti pula dengan udang beku Indonesia di Belanda yang memiliki nilai pertumbuhan negatif 36,2 persen sehingga dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Belanda yang dimiliki Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009, tetapi ternyata tidak memiliki keunggulan kompetitif disaat pertumbuhan pangsa produk Indonesia di Belanda tidak dinamis. 7. Udang Segar Nilai RCA udang segar Indonesia ke Belanda hanya terdapat pada tahun 2009, itupun dengan nilai RCA yang lebih keci dari satu sehingga memiliki daya saing yang rendah. Selain menunjukan nilai tersebut, Tabel 73 juga menunjukan bahwa Denmark memiliki nilai RCA tertinggi di tahun 2001 dan 2005. Pada tahun 2009 Maroko yang memiliki nilai RCA tertinggi walaupun apda tahun 2005 dan 2009 Jerman memiliki nilai ekspor udang segar ke Belanda yang lebih besar daripada Denmark dan Maroko. Selama tahun 2001, 2005 dan 2009 Thailand kontinyu mengekspor udang segar ke Belanda tetapi memiliki daya saing yang rendah. Sementara Filipina tidak mengekspor sehingga tidak dapat diestimasi nilai RCAnya. Tabel 85. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Belanda 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,000 Denmark 37,169 Germany 2,371 0,109 0,000 2005 0,000 Germany 2,519 Denmark 36,832 0,120 0,000 2009 0,271 Germany 2,109 Morocco 370,696 0,401 0,000 Udang segar Indonesia juga tidak dapat diestimasi menggunakan metode EPD sehingga sulit menganalisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD pada produk ini dengan keunggulan komparatif udang segar Indonesia dibawah rata- rata Belanda pada tahun 2009. 8. Kepiting Beku Nilai RCA kepiting beku Indonesia ke Belanda dapat diestimasi pada tahun 2005 dan 2009. Pada Tabel 85 dengan jelas memperlihatkan nilai RCA Indonesia lebih besar dari satu pada tahun 2005 sedangkan thaun 2009 lebih kecil dari satu. Sehingga dengan kata lain pada tahun 2005 kepiting beku Indonesia di Belanda berdaya saing kuat dan 2009 lemah. Chile sebagai negara pengekspor utama kepiting beku ke Belanda menunjukan nilai RCA tertinggi pad athaun 2001. Pada tahun 2005 dan 2009, nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Kanada, walaupun pada tahun 2009 nilai ekspor kepiting beku Kanda ke Belanda lebih rendah dari Norwegia. Pada tahun 2005 dan 2009, nilai RCA Thailand yang dapat diestimasi juga menunjukan bahwa Thailand memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata Belanda. Sedangkan Filipina dari tiga tahun tersebut tidak dapat diestima nilai RCAnya pada produk kepiting beku. Tabel 86. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Belanda 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,000 Chile 157,976 Canada 85,807 0,000 0,000 2005 3,607 Canada 76,462 Russian Fed. 3,848 0,017 0,000 2009 0,216 Norway 13,375 Canada 33,556 0,005 0,000 Serupa dengan produk sebelumnya, produk kepiting beku Indonesia juga tidak dapat diestimasi menggunakan metode EPD sehingga dnegan kata lain saat pertumbuhan permintaan Belanda bernilai negatif dan keunggulan komparatif diatas rata-rata Belanda hanya pada tahun 2005 tidak diketahui bagaimana keunggulan kompetitifnya selama tahun 2001, 2005 dan 2009. 9. Kepiting Segar Nilai RCA kepiting segar Indonesia menjadi nilai tertinggi pada tahun 2005 dan 2009 seiring nilai ekspornya memang paling tinggi pada tahun tersebut dibandingkan pesaing lainnya, sedangkan pada tahun 2001 nilai RCA Indonesia pada produk kepiting segar lebih kecil dari satu. Pada tahun 2001, Belgia memiliki nilai RCA tertinggi, sedangkan Perancis pada tahun 2005 dan 2009 memiliki nilai RCA lebih tinggi daripada Jerman walaupun nilai ekspornya lebih rendah. Selama tahun 2001, 2005 dan 2009, Thailand memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu pada tahun 2009. Sementara Filipina nilai RCA pada produk kepiting segar tidak dapat diestimasi karena negar tersebut tidak memiliki nilai ekspor pada produk ini ke Belanda. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan bahwa dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Belanda pada tahun 2005 dan 2009, Indonesia pun memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai pertumbuhan pangsa ekspornya pada produk ini sebesar 8.905,4 persen selam tahun 2001, 2005 dan 2009 walaupun pertumbuhan pangsa produk bernilai negatif. Tabel 87. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Belanda 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,401 Belgium 3,455 United Kingdom 3,336 1,258 0,000 2005 83,854 Germany 1,225 France 2,462 3,353 0,000 2009 86,654 Germany 1,154 France 2,138 0,862 0,000 10. Siput Tabel 88 yang disajikan memperlihatkan nilai RCA Indonesia memiliki nilai yang lebih besar dari satu hanya pada tahun 2009 karena dua tahun sebeblumnya Indonesia tidak mengekspor siput ke Belanda. Pada tahun 2001, nilai RCA siput di Belanda tertinggi adalah Cina seiring nilai ekspornya yang juga tertinggi. Pada tahun 2005 Belgia yang memiliki nilai RCA tertinggi dan tahun 2009 Denamark yang memiliki nilai RCA tertinggi. Amerika Serikat memiliki nilai RCA dibawah nilai satu atau dapat dikatakan daya saing negara ini dalam ekspor siput ke Belanda lemah. Tak jauh berbeda dengan Indonesia, Thailand hanya mengekspor siput ke Belanda pada tahun 2009, tetapi nilai RCA Thailand lebih kecil dari satu atau memiliki daya saing yang lemah. Sementara Filipina tidak dapat diestimasi nilai RCAnya pada produk siput karena negara itu tidak mengekspor selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Tabel 88. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Belanda 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,000 Cina 20,471 France 2,263 0,000 0,000 2005 0,000 Belgium 7,047 France 3,805 0,000 0,000 2009 13,166 Denmark 101,164 United States 0,432 0,160 0,000 Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD pada produk siput Indonesia ke Belanda juga sulit dianalisis karena pertumbuhan pangsa ekspornya juga tidak dapat diestimasi. Sehingga keunggulan kompetitif dari produk siput juga tidak diketahui pada periode tahun 2001, 2005 dan 2009 walaupun pada tahun 2009 siput Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Belanda.

5.3.7 Singapura