ini ke Australia. Sehingga walaupun Indonesia memiliki daya saing terkuat pada tahun 2005 dan 2009, tidak dapat menganalisis bagaimana keunggulan
kompetitifnya disaat pertumbuhan pangsa pasar produk ini di Cina tidak dinamis. 10. Siput
Keunggulan komparatif siput Indonesia diatas rata-rata siput di Australia pada tahun 2001 berada pada peringkat pertama karena Indonesia menjadi negara
eksportir siput satu-satunya ke Australia. Pada tahun 2005 tidak memiliki nilai RCA karena memang tidak mengekspor, Kribati dan Vietnam memiliki daya
saing yang kuat dalam ekspor siput ke Australia dengan nilai RCA sebesar 16.138,5 dan 31,2. Sedangkan pada tahun 2009 nilai RCA siput Indonesia berdaya
saing lemah karena Malaysia masuk sebagai eksportir siput ke Australia dan memiliki daya saing kuat dengan nilai 20,6 dan Perancis dengan nilai RCA
sebesar 3. Serupa dengan tuna sirip kuning beku, lobster segar dan kepiting segar, produk perikanan yang satu ini juga tidak dapat diestimasi dengan EPD sehingga
sulit untuk menganalisis bagaimana keunggulan kompetitif dari siput Indonesia di Australia dengan pertumbuhan yang negatif pada permintaan Australia.
Tabel 33. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Australia 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 31,529
- 0,000
- 0,000
0,000 0,000
2005 0,000
Vietnam 31,209
Kiribati 16138,544
0,000 0,000
2009 0,059
Malaysia 20,634
France 3,007
0,000 0,000
5.3.2 Cina
Hasil estimasi RCA beberapa komoditi perikanan Indonesia di pasar Cina pada tahun 2001 menunjukan hnaya ada empat produk yang memiliki keunggulan
komparatif diatas rata-rata Cina yaitu ikan hias, tuna sirip kuning segar, lobster segar dan udang beku dan enam produk lainnya memiliki nilai RCA lebih kecil
dari satu yang menunjukkan daya saingnya lemah. Pada tahun 2005, terdapat tujuh produk yang berdaya saing kuat dan tiga yang berdaya saing lemah, tiga
produk tersebut adalah lobster beku, udang segar dan kepiting beku. Tahun 2009, kinerja ekspor Indonesia ke Cina menurun kembali, hanya terdapat empat produk
perikanan yang berdaya saing kuat yaitu ikan hias, lobster segar, udang beku dan udang segar Dari tiga tahun tersebut terlihat hanya ikan hias, lobster segar dan
udang beku yang selalu memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Cina. Nilai estimasi RCA perikanan Indonesia ke Cina secara lengkap tertera dalam
Tabel 34. Pertumbuhan rata-rata nilai RCA produk perikanan Indonesia di pasar ekspor Cina secara garis besar positif hanya ada tiga produk yang bernilai negatif
yaitu tuna sirip kuning beku, udang beku dan siput. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada produk udang segar dengan rata-rata pertumbuhan 351,2 persen.
Pertumbuhan negatif tertinggi terjadi pada produk tuna sirip kuning beku dengan persentase pertumbuhan hampir -50 persen.
Tabel 34. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Cina 2001, 2005, 2009
Komoditi Nilai RCA
Nilai EPD Posisi
Daya Saing
2001 2005
2009 Pertumbuhan
Pangsa Pasar Ekspor
Pertumbuhan Pangsa Pasar
Produk
Ikan Hias 8,847
2,435 11,880
200,62 15,56
Rising Star
Tuna Sirip Kuning Segar
12,237 82,512
0,560 285,93
15,56 Rising
Star Tuna Sirip
Kuning Beku 0,000
28,757 0,056
- 15,56
- Lobster Beku
0,255 0,000
0,002 377,45
15,56 Rising
Star Lobster Segar
1,434 2,015
1,910 35,66
15,56 Rising
Star Udang Beku
5,009 7,057
3,601 10,35
15,56 Rising
Star Udang Segar
0,000 0,406
3,256 -
15,56 -
Kepiting Beku 0,037
0,012 0,025
40,76 15,56
Rising Star
Kepiting Segar 0,351
2,527 0,331
319,66 15,56
Rising Star
Siput 0,000
8,339 0,150
- 15,56
-
Dari sisi keunggulan kompetitif, hasil estimasi EPD pada produk perikanan Indonesia di Cina juga tertera pada Tabel 34. Dapat dilihat bahwa tujuh
dari sepuluh produk yang dianalisis memiliki posisi daya saing Rising Star yang berarti produk tersebut memiliki keunggulan kompetitif pada periode tahun 2001,
2005 dan 2009 dan juga permintaan di pasar perikanan dinamis Cina dengan persentase pertumbuhan rata-rata sebesar 15,6 persen setiap tahunnya. Hal itu
terlihat dari positifnya nilai pertumbuhan pangsa produk dan ekspor Cina. Tiga produk lainnya yaitu tuna sirip kuning beku, udang segar dan siput tidak dapat
dianalisis posisi daya saingnya menggunakan EPD karena Indonesia tidak kontinyu dalam eskpor produk tersebut ke Cina sehingga tidak dapat dihitung
pertumbuhan pangsa ekspor produk tersebut. Pertumbuhan pangsa pasar ekspor tertinggi terjadi pada produk udang segar dengan persentase mencapai 836,9
persen sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada udang beku dengan persentase pertumbuhan pangsa produk rata-rata 10 persen.
Untuk mengetahui daya saing negara pesaing ekspor perikanan Indonesia ke Cina selama tahun 2001, 2005 dan 2009 serta analisis persilangan hasil
estimasi RCA dan EPD setiap produk perikanan yang diteliti dipaparkan sebagai berikut :
1. Ikan Hias Nilai RCA ikan hias Indonesia di Cina memang sudah menunjukkan daya
saing yang kuat, tetapi bila dibandingkan dengan Kamboja dimana pada tahun 2001 memiliki daya saing paling kuat dengan nilai RCA mencapai 7.525, nilai
RCA Indonesia jauh dibawahnya. Pesaing laiinya Hongkong, Thailnad dan Filipina memiliki nilai RCA yang lebih rendah dari Indonesia Tabel 35.
Sementara Pada tahun 2005, ketika daya saing Indonesia melemah, Malaysia menjadi negara eksportir dengan nialai RCA tertinggi pada tahun tersebut yaitu
sebesar 26,9. Tahun 2009, bila dibandingkan dengan pesaing lainnya, Indonesia memiliki nilai RCA tertinggi dengan kata lain selain memiliki keunggulan
komparatif diatas rata-rata Cina, Indonesia pun memiliki daya saing yang paling kuat.
Tabel 35. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Cina 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 8,847
Cambodia 7525,007
Hongkong 1,729
0,184 0,015
2005 2,435
Malaysia 26,917
Singapore 9,447
4,915 1,488
2009 11,880
United States
3,114 Malaysia
3,379 13,669
5,348
Melihat Tabel 34 yang telah disajikan dapat dianalisis bahwa persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD pada produk ikan hias Indonesia di pasar Cina
menunjukan hasil yang sesuai. Dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Cina pada tahun 2001, 2005 dan 2009, Indonesia pun memiliki keunggulan
kompetitif disaat pertumbuhan permintaan Cina bernilai positif di tahun tersebut. 2. Tuna Sirip Kuning Segar
Daya saing tuna sirip kuning segar Indonesia di Cina terbilang kuat walaupun tidak pada tahun 2009, disaat Indonesia memiliki keunggulan
komparatif dibawah rata-rata Cina. Amerika Serikat dan Australia pada tahun 2001 Indonesia memiliki nilai RCA ynag lebih rendah dari Indonesia yaitu
sebesar 8,9 dan 2,8. Sedangkan Thailand dan Filipina memiliki daya saing yang lemah. Pada tahun 2005, Maldives mengungguli nilai RCA dengan nilai 70.473,1,
sementara Thailand dan Filipina tidak mengekspor tuna sirip kuning segar ke Cina. Tahun 2009, nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Filipina sebesar 3,6,
begitupun dengan Thailand pada tahun tersebut memiliki daya saing kuat. Tabel 36 juga memperlihatkan bahwa pada tahun 2009, Indonesia memiliki daya saing
lemah dibawah pesaing lainnya.
Tabel 36. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Cina 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai RCA
Negara Nilai
RCA
2001 12,237
United States
8,944 Australia
2,863 0,606
0,991 2005
82,512 Maldives
70473,127 Australia
0,441 0,000
0,000 2009
0,560 United
States 3,114
Taiwan 1,817
1,449 3,596
Serupa dengan ikan hias, produk tuna sirip kuning segar juga memiliki posisi daya saing Rissing Star dengan pertumbuhan permintaan Cina yang bernilai
positif, produk ini juga memiliki keunggulan kompetitif dengan pertumbuhan rata-rata ekspor positif 285,9 persen. Hal ini menunjukan walaupun keungulan
komparatif Indonesia pada tahun 2009 dibawah rata-rata Cina, Indonesia tetap memiliki keuanggulan kompetitif pada tahun 2001, 2005 dan 2009.
3. Tuna Sirip Kuning Beku
Korea dan Kanada memiliki daya saing yang kuat dalam ekspor tuna sirip kuning segar ke Cina pada tahun 2001 dengan nilai RCA sebesar 28,2 dan 5,7.
Sedangkan Indonesia, Thailand dan Filipina tidak mengekspor produk tersebut ke Cina. Pada tahun 2005, nilai RCA Filipina menduduki peringkat satu diantara
pesaing lainnya, sedangkan Singapura, Taiwan dan Thailand memiliki nilai RCA dibawah Indonesia tetapi tetap memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata
Cina.
Tabel 37. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Cina 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 Korea, Rep.
5,655 Canada
28,231 2005
28,757 Singapore
6,578 Japan
0,638 0,002
36,691 2009
0,056 Korea, Rep.
6,798 Taiwan
1,393 2,450
22,631
Tahun 2009, Filipina mengguli nilai RCA dengan kata lain negara tersebut memiliki daya saing paling kuat diantara negara eksportir lainnya. Korea dengan
nilai ekspor tertinggi pada tahun 2001 dan 2005 tetapi ternyata daya saingnya masih dibawah Filipina pada tahun 2009 dengan nilai RCA sebesar 22,6.
Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD menunjukkan bahwa dengan keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia pada tahun 2005, tetapi tidak
dapat diestimasi posisi daya saingnya selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Karena ketidakkontinyuan nilai ekspor Indonesia yang menyebabkan nilai RCA juga
tidak dapat diestimasi sehingga pada akhirnya tidak dapat menghitung pertumbuhan pangsa ekspor produk ini di Cina dengan pertumbuhan pangsa
produk yang bernilai negatif. 4. Lobster Beku
Perbandingan nilai RCA lobster beku Indonesia dan pesaing lainnya tertera dalam Tabel 38, tabel tersebut memperlihatkan pada tahun 2001 Vietnam
memiliki nilai RCA tertinggi sebesar 41,3. Selama tahun Indonesia, Thailand dan Filipina memiliki daya saing yang lemah atau memiliki keunggulan komparatif
dibawah rata-rata Cina. Pada tahun 2005 India yang memiliki daya saing paling kuat diantara negara eksportir lainnya dengan nilai RCA ssebesar 35,2. Pada
tahun 2009 Kanada yang unggul dengan nilai RCA sebesar 46,5. Tidak kontinyunya nilai ekspor lobster beku Thailand dan Filipina juga menjadi salah
satu faktor kedua negara tersebut memiliki daya saing yang lemah.
Tabel 38. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Cina 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,255
Canada 29,307
Vietnam 41,348
0,000 0,000
2005 0,000
India 35,163
Canada 25,880
0,072 0,250
2009 0,002
Canada 46,473
United States 4,561
0,068 0,000
Walaupun keunggulan komparatif Indonesia terbilang rendah, tetapi ternyata ekspor produk ini ke Cina pada tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki
keunggulan kompetitif seiring dengan pertumbuhan positif pada permintaan Cina, dengan kata lain, tidak kontinyunya nilai ekspor lobster beku Indonesia ke Cina
tidak menjamin Indonesia tidak memiliki keunggulan kompetitif pada tahun tersebut. Terbukti dengan membandingkan hasil estimasi RCA dan EPD lobster
beku ke Cina pada tahun 2001, 2005 dan 2009. 5. Lobster Segar
Berbeda dengan lobster beku, lobster sedar Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Cina, walaupun
nilai RCAnya masih dibawah Afrika Selatan dan India pad atahun 2001, Kanada dan Australia pada tahun 2005. Pada tahun 2009, nilai RCA Filipina juga lebih
besar dari Indonesia, tetapi masih dibawah Afrika Selatan dan Hongkong. Thailand selama tahun yang sama tidak mengekspor lobster segar ke Cina
sehingga tidak dapat diestimasi daya saingnya.
Tabel 39. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Cina 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 1,434
India 86,987
South Africa
105,935 0,000
0,000 2005
2,015 Canada
49,845 Australia
9,471 0,000
2,911 2009
1,910 Hongkong
3,160 South
Africa 23,740
0,000 3,205
Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan kesesuaian, dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata yang dimiliki Indonesia pada tahun
2001, 2005 dan 2009 ternyata pada produk ini Indonesia memiliki keunggulan kompetitif seiring pertumbuhan positif pada permintaan di Cina.
6. Udang Beku Tabel 40 memperlihatkan perbandingan nilai RCA udang beku Indonesia
dan pesaing ke Cina, dalam tabel tersebut terlihat Indonesia memiliki daya saing yang kuat diatas Filipina yang berdaya saing lemah. Denmark selama tiga tahun
tersebut memiliki nilai RCA paling tinggi diantara yang lainnya, sehingga dengan kata lain Denmark memiliki daya saing yang paling kuat pada ekspor udang beku
ke Cina. Selain Denmark, India dan Kanada juga memiliki nilai RCA lebih besar dari Indonesia yaitu sebesar 36,8 tahun 2001, 31,1 dan 12 pada tahun 2005 dan
2009. Thailand pada tahun 2001 dan 2009 memiliki daya saing yang lebih kuat dari Indonesia tetapi pada tahun 2005 lebih rendah dari Indonesia.
Tabel 40. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Cina 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 5,009
Denmark 95,251
India 36,801
11,859 0,000
2005 7,057
Canada 32,092
Denmark 106,024
4,650 0,002
2009 3,601
Denmark 119,640
Canada 12,001
6,598 0,151
Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan kesesuaian dimana udang beku Indonesia memiliki keunggulan komparatif ditas rata-rata
Cina pada tahun 2001, 2005 dan 2009 juga memiliki keunggulan kompetitif disaat pertumbuhan permintaan Cina akan produk ini dinamis. Keunggulan kompetitif
itu terlihat dari pertumbuhan pangsa ekspor yang bernilai positif 10,3 Tabel 34. 7. Udang Segar
Nilai RCA Indonesia menunjukan Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Cina hanya pada tahun 2009 pada produk udang segar.
Pada tahun 2001, daya saing terkuat dimiliki oleh Thailand dengan nilai RCA sebesar 54,6. Tahun 2005 dan 2009 Malaysia yang memiliki nilai RCA tertinggi
dengan nilai 36,6 dan 11. Pesaing kedua, Hongkong pada tahun 2001 memiliki
daya saing yang lemah, sedangkan Vietnam pada tahun 2005 memiliki daya saing yang kuat yaitu sebesar 23,8. Berbeda dengan tahun 2001, tahun 2009 Hongkong
memiliki daya saing yang kuat walaupun masih dibawah Indonesia, Thailand dan Malaysia.
Tabel 41. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Cina 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,000
Singapore 3,212
HongKong 0,219
54,575 0,000
2005 0,406
Malaysia 36,572
Vietnam 23,808
8,018 0,004
2009 3,256
Hongkong 1,936
Malaysia 10,777
8,265 0,000
Seperti pada produk tuna sirip kuning beku Indonesia di Cina, Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD produk udang segar juga tidak dapat dianalisis
karena pertumbuhan pangsa ekspor produk ini juga tidak dapat diestimasi. 8. Kepiting Beku
Nilai RCA kepiting beku Indonesia, Thailand dan Filipina di Cina menunjukan nilai yang berdaya saing lemah selama tahun 2001, 2005 dan 2009,
berbeda dengan Kanada selama tahun tersebut memiliki daya saing terkuat dengan nilai RCA tertinggi Tabel 42. Amerika Serikat sebagai pesaing kedua pada tahun
2001 dan 2005 pun memiliki daya saing yang kuat dengan nilai RCA sebesar 1,6 dan 3,4. Jepang pada tahun 2005 memiliki daya saing kuat walaupun masih
dibawah Kanadaa dengan nilai RCA sebesar 1,03.
Tabel 42. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Cina 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,037
Canada 44,292
United States
1,586 0,009
0,000 2005
0,012 Canada
55,476 Japan
1,029 0,439
0,003 2009
0,025 Canada
44,682 United
States 3,436
0,239 0,000
Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD pada kepiting beku Indonesia di Cina menghasilkan bahwa walapun Indonesia tidak memiliki keunggulan
komparatif diatas rata-rata Cina selama tahun 2001, 2005 dan 2009, tetapi
Indonesia memiliki keunggulan kompetitf dengan pertumbuhan pangsa ekspor yang positif sebesar 40,8 persen seiring pangsa produk Cina yang dinamis.
9. Kepiting Segar Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Cina hanya
pada tahun 2005, berbeda dengan Filipina yang justr memiliki keunggulan komparatif diats rata-rata Cina pada tahun 2005. Vietnam dan Kanada memiliki
daya saing terkuat pada tahun 2001, 2005 dan 2009 dengan nilai RCA sebesar 118,6, 53,8 dan 44,9 Tabel 43. Pesaing lainnya yaitu Australia dan Hongkog
pada tahun yang sama juga memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Cina. Sedangkan Thailand tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki daya saing lemah atau
keunggulan komparatifnya dibawah rata-rata Cina.
Tabel 43. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Cina 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,351
Vietnam 118,632
Australia 5,325
0,052 1,169
2005 2,527
Canada 53,760
Australia 13,503
0,014 0,073
2009 0,331
Canada 44,865
Hongkong 1,149
0,001 3,909
Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD kepiting segar Indonesia di Cina menunjukkan walaupun Indonesia hanya memiliki keunggulan komparatif diatas
rata-rata tahun 2005, pertumbuhan pangsa ekspor produk ini cenderung kompetitif dengan nilai pertumbuhan rata-rata 319,7 persen disat pertumbuhan pangsa
produk ini juga dinamis di Cina dengan nilai pertumbuhan 15,6 persen. 10. Siput
Seperti produk perikanan sebelumnya, niali RCA siput Indonesia di Cina juga menunjukan bahwa Indonesia berdaya saing kuat hanya pada tahun 2005.
Vietnam memiliki daya saing terkuat pada tahun 2001, tahun 2005 Senegal dan tahun 2009 Thailand Tabel 44. Tahun 2001, nilai RCA Thailand lebih tinggi dari
pesaing keduanya yaitu Hongkong, dimana Hongkong memiliki daya saing lemah dengan nilai RCA kurang dari satu. Perancis juga begitu pada tahun 2009 dengan
nilai RCA sebesar 0,2, sedangkan Kanada walaupun lebih rendah dari Thailand pada tahun tersebut tetpi tetap memiliki dayasang yang kuat.
Tabel 44. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Cina 2001, 2005, 2009
Tahun Indonesia
Pesaing 1 Pesaing 2
Thailand Filipina
Negara Nilai
RCA Negara
Nilai RCA
2001 0,000
Vietnam 111,622
Hongkong 0,014