Taiwan Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantages RCA, Export Product Dynamic

Singapura selama tahun 2001, 2005 dan 2009, Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai pertumbuhan pangsa ekspornya positif 18,7 persen. Hal ini sesuai dengan pertumbuhan pangsa produk ini di Singapura yang juga positif. 10. Siput Tabel 99 menunjukan bahwa produk siput Indonesi memiliki daya saing yang kuat selama tahun 2001, 2005 dan 2009, malah pada tahun 2005 dan 2009 menjadi yang paling kuat seiring dengan nilai ekspornya yang tertinggi pada tahun tersebut. Tanzania memiliki nilai RCA paling tinggi pada tahun 2001. Amerika Serikat sebagai pesaing kedua dalam ekspor siput ke Singapura pad atahun 2005 ternyata memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu atau memiliki daya saing yang lemah. Hal tersebut juga terjadi pada Perancis dan India pada tahun 2009. Pada tahun 2009, nilai RCA Thailand terkuat kedua setelah Indonesia padahal pada tahun 2001 dan 2005 negara tersebut tidak mengekspor siput ke Singapura. Tabel 99. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Singapura 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 5,409 Tanzania 4442,455 Canada 79,156 0,000 2,412 2005 17,059 HongKong 1,923 United States 0,471 0,000 0,000 2009 14,107 France 0,549 India 0,070 6,070 0,000 Analisis persilangan anatara hasil RCA dan EPD menunjukan bahwa produk siput Indonesia di Singapura memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai pertumbuhan pangsa ekspornya positif 86,2 persen seiring dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Singapura yang dimiliki Indonesia selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Hal tersebut mendukung daya saing produk perikanan Indonesia di Singapura disaat permintaan Singapura akan produk tersebut terus meningkat.

5.3.8 Taiwan

Hasil estimasi RCA beberapa produk perikanan Indonesia di Tawan tertera pada Tabel 100, tabel tersebut memperlihatkan bahwa dari sepuluh produk yang dianalisis hanya satu yang tidak kontinyu selama tahun 2001, 2005 dan 2009 yaitu tuna sirip kuning beku pada tahun 2001. Dari sembilan produk yang Indonesia ekspor thaun 2001 ke Taiwan dua produk memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu sehingga berdaya saing lemah sedangkan tujuh produk lainnya memiliki nilai RCA lebih dari satu sehingga berdaya saing kuat. Tahun 2005, terjadi penurunan kinerja ekspor bila melihat nilai RCAnya, dari sepuluh produk perikanan yang Indonesia ekspor, ada empat produk yang memiliki daya saing lemah dan enam sisanya berdaya saing kuat. Tahun 2009, hanya udang segar dan kepiting beku yang memiliki nilai RCA dibawah nilai satu sehingga berdaya saing lemah. Tabel 100. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Taiwan 2001, 2005, 2009 Komoditi Nilai RCA Nilai EPD Posisi Daya Saing 2001 2005 2009 Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk Ikan Hias 13,921 7,951 3,234 -57,55 -12,53 Retreat Tuna Sirip Kuning Segar 0,642 7,205 67,663 797,76 -12,53 Falling Star Tuna Sirip Kuning Beku 0,000 0,001 7,657 - -12,53 - Lobster Beku 1,611 0,500 5,152 383,23 -12,53 Falling Star Lobster Segar 1,571 4,885 13,617 157,29 -12,53 Falling Star Udang Beku 3,759 1,399 2,275 -10,23 -12,53 Retreat Udang Segar 0,069 0,095 0,176 42,35 -12,53 Falling Star Kepiting Beku 3,993 0,345 0,496 -30,80 -12,53 Retreat Kepiting Segar 2,242 5,310 2,438 20,05 -12,53 Falling Star Siput 33,525 52,711 49,805 8,90 -12,53 Falling Star Pertumbuhan rata-rata nilai RCA tertinggi terjadi pada produk tuna sirip kuning segar dengan nilai pertumbuhan rata-rata sebesar 930,3 persen selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada produk ikan hias dengan persentase pertumbuhan rata-rata negatif 51,1 persen. Tabel 100 juga memperlihatkan hasil estimasi EPD pada produk perikanan Indonesia di Taiwan. Seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan RCA sebelumnya, tuna sirip beku tidak Indonesia ekspor pada tahun 2001 sehingga tidak dapat diestimasi pula bagaimana posisi daya saingnya. Pertumbuhan pangsa produk Taiwan menunjukan nilai yang negatif sebesar 12,5 persen, hal ini mengindikasikan bahwa permintaan Taiwan terus menurun dari tahun 2001, 2005 hingga 2009. Pertumbuhan permintaan yang tidak dinamis tersebut juga memberikan gambaran bahwa hanya akan ada dua posisi daya saing yang dimiliki produk Indonesia di Taiwan yaitu Falling Star dan Retreat. Dari sembilan produk yang dapat diestimasi, ada enam produk yang memiliki posisi daya saing Falling Star yang berarti bahwa produk tersebut memiliki keunggulan kompetitif dengan pertumbuhan pangsa ekspor yang bernilai positif walaupun pertumbuhan pangsa ekspornya menurun. Sedangakan tiga produk lainnya memiliki posisi daya saing Retreat yang berarri bahwa produk tersebut memiliki pertumbuhan pangsa ekspor yang negatif sehingga tidak kompetitif seiring dengan pertumbuhan pangsa produk yang tidak dinamis pula di Taiwan. Analisis nilai RCA Indonesia dibandingkan dengan pesaing utamanya serta analisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD Indonesia akan dijelaskan masing-masing produk sebagai berikut : 1. Ikan Hias Tabel 101 memperlihatkan bahwa nilai RCA negara pengekspor utama ikan hias ke Taiwan memiliki nilai RCA yang lebih besar dari satu sehingga memiliki daya saing yang kuat. Tetapi pada tahun 2001, nilai RCA Indonesia lebih rendah dari India padahal pada tahun tersebut nilai ekspor India lebih rendah dari Singapura dan Indonesia. Pada tahun 2005 nilai RCA Indonesia menjadi nilai RCA tertinggi walaupun nilai ekspornya jauh dibawah Singapura, pada tahun 2009, dengan nilai ekspor tertinggi dimiliki oleh Thailand tetapi nilai RCA yang tertinggi dimiliki oleh Kolombia dan nilai RCA Indonesia menjadi yang terendah pad atahun tersebut. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD ikan hias Indonesia di Taiwan memperlihatkan bahwa walaupun Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Taiwan pada tahun 2001, 2005 dan 2009, tetapi ternyata tidak memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai pertumbuhan pangsa ekspornya yang negatif 57,5 persen seiring dengan pertumbuhan permintaan produk di Taiwan yang tidak dinamis. Tabel 101. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Taiwan 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 13,921 Singapore 4,152 India 48,675 2,270 4,207 2005 7,951 Singapore 5,468 HongKong 3,033 5,901 2,273 2009 3,234 Colombia 1405,791 Singapore 4,109 30,435 6,329 2. Tuna Sirip Kuning Segar Nilai RCA tuna sirip kuning segar Indonesia memiliki nilai yang lebih besar dari satu pada tahun 2005 dan 2009. Pada tahun 2001, nilai RCA yang lebih kecil dari satu tersebut ternyata masih lebih tinggi dari Australia. Pada tahun tersebut Thailand memiliki nilai RCA produk ini ke Taiwan tertinggi seiring dengan nilai ekspornya yang juga tertinggi pada tahun tersebut. Pada tahun 2005, nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Fiji. Pada tahun 2009, nilai RCA Indonesia menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan pesaing lainnya. Sri Lanka dan Filipina memiliki nilai RCA lebih besar dari satu yang berarti memiliki daya saing yang kuat tetapi masih lebi rendah dari Indonesia. Tabel 102. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Taiwan 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,642 Malaysia 4,213 Australia 0,298 60,180 0,805 2005 7,205 Fiji 102447,067 - - 13,203 2,056 2009 67,663 Sri Lanka 31,031 - - 0,000 30,064 Peningkatan nilai RCA pada produk tuna sirip kuning segar Indonesia ternyata berdapak pada pertumbuhan pangsa ekspornya yang bernilai positif sebesar 797,8 persen sehingga analisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD memberikan bukti bahwa dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Taiwan pada tahun 2005 dan 2009, produk ini kompetitif di pasar Taiwan walaupun permintaan produk Taiwan sedang tidak dinamis selama tahun 2001, 2005 dan 2009. 3. Tuna Sirip Kuning Beku Nilai RCA tuna sirip kuning beku Indonesia bila dibandingkan dengan pesaingnya tertutama Filipina memiliki perbedaan yang cukup jauh. Pada tahun 2001, Indonesia tidak mengekspor produk ini ke Taiwan sehingga tidak dapat diestimasi bagaimana daya saingnya, tetapi pada tahun 2005 walaupun mngekspor ternyata nilai RCAnya lebih kecil dari satu sehingga berdaya saing lemah. Berbeda dengan Filipina yang memiliki nilai RCA tertinggi pada tahun 2001 seiring dengan nilai ekspornya yang juga tertinggi. Pada tahun 2005, Filipina dengan nilai ekspor tertinggi ternyata daya saingnya masih lebih rendah dari Maldives. Pada tahun 2009, Fiji yang memiliki nilai RCA tertinggi dan Indonesia mengalami peningkatan kinerja ekspor dengan nilai RCA yang lebih besar dari nilai satu sehingga berdaya saing kuat walaupun masih rendah bila dibandingkan dengan Fiji, India, Thailand dan Filipina. Tabel 103. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Taiwan 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,000 Singapore 2,715 Papua New Guinea 3308,804 0,000 48,407 2005 0,001 Maldives 4316,938 New Caledonia 7,185 0,000 84,323 2009 7,657 India 55,508 Fiji 6443,073 34,625 33,257 Karena nilai RCA tuna sirip kuning beku Indonesia tidak kontinyu memnyebabkan pertumbuhan pansa ekspor produk ini di Taiwan tidak dapat diestimasi. Hal ini menyebabkan sulitnya menganalisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD walaupun pertumbuhan pansa produk di Taiwan diketahui. 4. Lobster Beku Nilai RCA lobster beku Indonesia bila dibandingkan dengan pesaing utama lainnya terbilang jauh lebih rendah bahkan pada tahun 2005 nilai RCA Indonesia lebih kecildari nilai satu. Pada tahun 2001, Vietnam menjadi negara eksportir lobster beku ke Taiwan dengan nilai RCA tertinggi, walaupun nilai ekspornya masih jauh lebih rendah dari Singapura. Begitupun pada tahun 2005, nilai RCA Singapura masih lebih rendah dari India padahal nilai ekspornya lebih tinggi. Pada tahun 2009, India dengan nilai ekspor tertinggi juga memiliki nilai RCA tertinggi pula. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD pada produk lobster beku Indonesia menunjukan bahwa dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Taiwan pada tahun 2001 dan 2009, hal itu ternyata seiring dengan pertumbuhan pangsa ekspornya yang bernilai positif 383,2 persen selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Hal ini menunjukan selain memiliki keunggulan komparatif, Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif walaupun pertumbuhna pangsa produk Taiwan tidak dinamis. Tabel 104. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Taiwan 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 1,611 Singapore 13,350 Vietnam 29,631 1,222 3,942 2005 0,500 Singapore 8,063 India 73,578 1,010 0,307 2009 5,152 India 103,058 Australia 4,830 0,825 32,037 5. Lobster Segar Nilai RCA Indonesia dibandingkan dengan pesaingnya pada tahun 2001 lebih rendah dari Amerika Serikat dan Filipina tetapi lebih tinggi dari Malaysia dan Thailand karena Thailand memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu sehingga dinilai berdaya saing lemah. Pada tahun 2005, nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Vietnam, padahal seperti tahun 2001 nilai ekpor tertinggi dimiliki oleh Amerika Serikat. Pada tahun 2009 seiring dengan nilai ekspornya yang tertinggi, Filipina memiliki nilai RCA yang tertinggi. Secara keseluruhan pada Tabel 104 menunjukan bahwa hanya Thailand pada tahun 2001 yang memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu sehingga produk lobster segar Thailand pada tahun tersebut berdaya saing lemah. Analisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD pada produk lobster segar di Taiwan yaitu dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Taiwan yang dimiliki Indonesia selama tahun 2001, 2005 dan 2009, Indonesia pun memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai pertumbuhan pangsa ekspor yang positif sebesar 157,3 persen walaupun nilai pertumbuhan pangsa produk Tiawna negatif atau stagnant. Tabel 105. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Taiwan 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 1,571 United States 6,227 Malaysia 1,190 0,178 4,595 2005 4,885 United States 3,275 Vietnam 40,337 0,000 13,394 2009 13,617 Canada 63,596 United States 2,829 0,000 64,463 6. Udang Beku Nilai RCA Indonesia pada produk udang beku memiliki nilai RCA lebih dari satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009 tetapi nilai ini masih jauh lebih rendah dari Ekuador, Thaialnd dan Vietnam. Ekuador menjadi negara eksportir udang beku ke Taiwan dengan nilai RCA tertinggi pada tahun 2001 walaupun nilai ekspornya lebih rendah dari Thailand. Pada tahun 2005, nilai RCA yang kurang dari satu adalah Filipina dan pemiliki nilai RCA tertinggi adalah Vietnam dengan nilai ekspor tertinggi pula pada tahun tersebut. Tabel 106. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Taiwan 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 3,759 Ecuador 924,459 Vietnam 9,035 34,776 1,427 2005 1,399 Vietnam 64,793 Cina 3,441 14,607 0,484 2009 2,275 Saudi Arabia 0,786 Cina 3,424 23,535 5,248 Pada tahun 2009, Arab Saudi yang memiliki nilai ekspor tertinggi ternyata memiliki nilai RCA lebih rendah dari satu sehingga dianggap berdaya saing lemah. Pad atahun yang sama Thailand yang memiliki nilai RCA tertinggi padahal nilai ekspornya pun lebih rendah dari Cina. Pertumbuhan pangsa ekspor udang beku Indonesia di Taiwan bernilai negatif 10,2 persen. Hal itu menghasilka analisis persilangan hasil estimasi RCA dan EPD yaitu walaupun Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Taiwan selama tahun 2001, 2005 dan 2009 tetapi ternyata tidak kompetitif saat pertumbuhan pangsa produk taiwan juga negatif. 7. Udang Segar Hasil estimasi RCA udang segar Indonesia di Taiwna menghasilkan hasil yang kurang bagus dengan nilai RCA dibawah nilai satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009 sehingga memiliki daya saing yang lemah. Hal tersebut berbeda dengan Vietnam sebagai pesaing uatam yang memiliki nilai RCA tertinggi selama tahun 2001 dan 2005. Amerika Serikat dan Filipina juga memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu seperti Indonesia pada tahun 2001. Pada tahun 2005, selain Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina pun memiliki nilai RCA yang kurang dari satu. Pada tahun 2009 selain Indonesia, Hongkong dan Filipina lah yang memiliki nilai RCA kurang dari satu. Cina pada tahun 2009 mengungguli nilai RCA udang segar di Taiwan. Tabel 107. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Taiwan 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,069 Vietnam 59,778 United States 0,303 33,511 0,043 2005 0,095 Vietnam 186,290 Malaysia 0,494 0,792 0,239 2009 0,176 Cina 12,704 HongKong 0,361 1,040 0,089 Walaupun nilai RCA yang kurang dari satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009 atau dengan kata lain udang segar Indonesia memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata Taiwan pad atahun tersebut tetpi ternyata memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai pertumbuhan pangsa ekspornya positif sebesar 42,3 persen disaat permintaan Taiwan akan produk tersebut cenderung menurun. 8. Kepiting Beku Nilai RCA kepiting beku Indonesia di Taiwan pada tahun 2001 memiliki nilai yang lebih tinggi dari Thailnd tetapi jauh lebih rendah dari Vietnam dan Chile. Pad atahun 2005 saat nilai RCA Indonesia dan Filipina kurang dari satu Vietnam memiliki nilai RCA tertinggi walapun nilai ekspornya lebih rendah dari Chile. Srupa dengan tahun sebelumnya, tahun 2009 pun Indonesia dan Filipina memiliki nilai RCA yang kurang dari satu, sementara Chile ditahun yang sama memiliki nilai RCA tertinggi llau diikuti Thailand lalu Cina. Pada tahun 2009, walaupun nilai ekspor Cina pada produk kepitingbbeku ke Taiwan lrbih tinggi dari Thailand ternyata nilai RCAnya berkebalikan. Secara keseluruhan dalam Tabel 108, hanya Indonesia dan Filipina yang memiliki daya saing lemah pada tahun 2005 dan 2009. Kepiting beku Indonesia memiliki nilai pertumbuhan pangsa ekspor yang negatif 30,8 persen sehingga analisis persilangan anatar hasil RCA dan EPD memberikan hasil bahwa karena keunggulan komparatif kepiting beku Indonesia di Taiwan dibawah rata-rata pada tahun 2005 dan 2009, Indonesia pun tidak memiliki keunggulan kompetitif seiring dengan pertumbuhan pangsa produk yang juga negatif seperti pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya. Tabel 108. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Taiwan 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 3,993 Vietnam 75,962 Chile 99,648 2,657 0,000 2005 0,345 Chile 39,681 Vietnam 51,850 4,190 0,143 2009 0,496 Cina 6,635 Chile 48,496 11,551 0,101 9. Kepiting Segar Nilai RCA kepiting segar Indonesia memiliki nilai yang lebih besar dari satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009, tetapi pada tahun 2001 nilai RCA tersebut merupakan nilai yang paling rendah dibandingkan pesaing lainnya dalam Tabel 109. Hal tersebut pun terjadi pada tahun 2005, nilai RCA Indonesia menjadi nilai RCA negara eksportir kepiting beku lainnya tahun 2009 juga menjadi tahun dimana nilai RCA Indonesia menjadi nilai yang terendah. Hal ini dikarenakan memang selama tahun 2001, 2005 dan 2009 nilai ekspor kepiting segar Indonesia adalah yang terendah. Pada tahun 2001, nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Filipina seiring nilai ekspornya yang tertinggi. Pada tahun 2005 Vietnam yang memiliki RCA tertinggi dengan nilai ekspor yang lebih rendah Hongkong pad atahun 2009, India yang memiliki nilai RCA tertinggi karena memang India menguasai ekspor kepiting segar ke Taiwan pada tahun tersebut. Tabel 109. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Taiwan 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 2,242 HongKong 7,103 Australia 10,408 8,447 21,420 2005 5,310 HongKong 5,693 Vietnam 36,861 6,390 10,905 2009 2,438 India 61,367 Korea Rep. 6,707 4,321 42,792 Berbeda dengan produk kepiting sebelumnya, produk kepiting segar Indonesia memiliki nilai pertumbuhan pangsa ekspor rata-rata positif 20 persen selam tahun 2001, 2005 dan 2009 di Taiwan. Hal tersebut mengindikasikan dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Taiwan selama tiga tahun tersebut, Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif walaupun pertumbuhan pangsa produk di taiwan cenderung tidak dinamis. 10. Siput Nilai RCA siput Indonesia di Taiwan memiliki nilai RCA tertinggi selama tahun 2001, 2005 dan 2009 dibandingkan dengan pesaing lainnya dalam Tabel 98 karena memang nilai ekspor Indonesia adalah yang tertinggi pula. Selama tahun yang sama, Thailand memiliki nilai RCA kurang dari satu sehingga berdaya saing lemah. Sedangkan Filipina tidak mengekspor sama sekali sehingga tidak ada nilai estimasi RCAnya. Cina memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dari Amerika Serikat walaupun nilai ekspornya lebih rendah. Pada tahun 2005, Vietnam yang memiliki nilai RCA kedua tertinggi setelah Indonesia. Dan tahun 2009, India yang memiliki nilai RCA dibawah Indonesia dan lebih tinggi dari Cina dan Thailand. Selama tahun 2001, 2005 dan 2009, Filipina tidak mengekspor siput Taiwan sehingga tidak dapat diestimasi bagaimana dayasaing siput asal Filipina di Taiwan. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menghasilkan bahwa dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Taiwan pada produk siput selama tahun 2001, 2005 dan 2009 ternyata Indonesia pun berkompetitif di pasar Taiwan dengan pertumbuhan pangsa ekspor yang positif 8,9 persen. walaupun seperti kita ketahui sebelumnya, pertumbuhan pangasa produk di Taiwan menurun. Tabel 110. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Taiwan 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 33,525 United States 1,332 Cina 3,632 0,078 0,000 2005 52,711 Cina 2,313 Vietnam 6,856 0,075 0,000 2009 49,805 Cina 2,374 India 30,822 0,279 0,000

5.3.9 Britania Raya Inggris