Malaysia Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantages RCA, Export Product Dynamic

terjadi pada tahun 2009, dimana Cina dan Kanada memiliki nilai RCA lebih besar dari Indonesia. Thailand dan Filipina hanya mengekspor pada tahun 2009, itupun nilai RCAnya lebih kecil dari satu atau dengan kata lain memiliki daya saing yang lemah dalam ekspor siput ke Jepang. Tabel 66. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Jepang 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 1,017 Cina 6,163 France 1,607 0,000 0,000 2005 0,268 Cina 5,081 Canada 2,235 0,000 0,000 2009 0,009 Cina 3,866 Canada 1,834 0,002 0,105 Siput menjadi salah satu produk perikanan Indonesia yang diekspor ke Jepang dan tidak memiliki keunggulan kompetitif selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Hal ini terlihat dari nilai pertumbuhan pangsa ekspor produk ini di Jepang yang bernilai negatif 86,4 persen. Ini juga menunjukan bahwa selain memiliki daya saing yang lemah, siput Indonesia juga tidak kompetitif di pasar Jepang disaat pertumbuhan permintaan produk Indonesia dinamis.

5.3.5 Malaysia

Hasil estimasi RCA pada produk perikanan Indonesia di Malaysia disajikan dalam Tabel 66. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada tahun 2001 sepuluh produk perikanan yang dianalisis dalam penelitian ini memiliki nilai RCA lebih besar dari satu yabg berarti bahwa produk tersebut memiliki keunggulan komparatif diatas rat-rata Malaysia pada tahun tersebut. Pada tahun 2005, dari sepuluh produk tersebut ada dua produk yang memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu yang berarti produk tersebut memiliki keunggulan komparatif dibawah rata- rata Malaysia, produk tersebut adalah lobster segar dan udang beku. Enam produk lainnya memiliki nilai RCA lebih dari satu. Produk lobster beku tidak dapat dianalisis keunggulan komparatifnya karena Indonesia tidak mengekspor produk tersebut ke Malaysia pada tahun 2005. Pada tahun 2009, dua produk sebelumnya yang memiliki nilai RCA kurang dari satu juga begitu pada tahun ini ditambah tuna sirip kuning segar. Sedangkan produk lainnya memiliki nilai RCAlebih dari satu. Secara keseluruhan pertumbuhan nilai RCA perikanan Indonesia ke Malaysia bernilai negatif, penurunan tertinggi terdapat pada produk lobster segar yang memiliki persentase penurunan mencapai negatif 90 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada produk tuna sirip kuning beku yang mencapai nilai pertumbuhan sebesar 44 persen. Tabel 67. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Malaysia 2001, 2005, 2009 Komoditi Nilai RCA Nilai EPD Posisi Daya Saing 2001 2005 2009 Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk Ikan Hias 8,553 8,574 2,950 -6,21 49,01 Lost Opportunity Tuna Sirip Kuning Segar 37,331 31,145 0,003 -46,11 49,01 Lost Opportunity Tuna Sirip Kuning Beku 5,510 2,071 5,179 135,43 49,01 Rising Star Lobster Beku 1,402 0,000 7,248 - 49,01 - Lobster Segar 35,819 0,377 0,073 -82,88 49,01 Lost Opportunity Udang Beku 6,093 0,819 0,204 -70,32 49,01 Lost Opportunity Udang Segar 13,181 12,845 3,855 -11,72 49,01 Lost Opportunity Kepiting Beku 19,319 3,618 6,688 68,14 49,01 Rising Star Kepiting Segar 18,031 12,125 10,081 13,62 49,01 Rising Star Siput 36,378 19,440 16,193 4,84 49,01 Rising Star Bila melihat dari segi keunggulan kompetitifnya, hasil estimasi EPD yang menunjukan posisi dayasiang produk perikanan Indonesia di pasar Malaysia secara lengkap dipaparkan juga pada Tabel 67. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pertumbuhan pangsa produk Indonesia di Malaysia memiliki nilai yang positif, hal ini berarti pangsa produk tersebut dinamis atau dengan kata lain pertumbuhan permintaan akan produk Indonesia di Malaysia meningkat selama tahun 2001, 2005 dan 2009 sebesar 49 persen. Dari sembilan produk yang dapat dianalisi mengginakan metode EPD, terlihat bahwa lima produk memiliki posisi daya saing Lost Opportunity dan empat lainnya memiliki posisi Rissing Star. Lima produk tersebut adalah ikan hias, tuna sirip kuning segar, lobster segar, udang beku dan udang segar, yang berarti pertumbuhan pangsa ekspor produk tersebut bernilai negatif sehingga tidak memiliki keunggulan kompetitif padahal pertumbuhan pangsa produknya positif, sedangkan empat sisanya yaitu tuna sirip kuning beku, kepiting beku, kepiting segar dan siput memiliki pertumbuhan pangsa ekspor produk tersebut bernilai positif seiring pertumbuhan pangsa produk Indonesia yang bernilai positif. Perbandingan nilai RCA Indonesia dan pesaing pada produk perikanan Indonesia ke Malaysia serta analisis persilangan antara hasil estimasi RCA dan posisi daya saing EPD masing-masing produk yang dianalisis dalam penelitian ini akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut : 1. Ikan Hias Nilai RCA ikan hias Indonesia menunjukan memiliki daya saing yang kuat selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Pada tahun 2001 dan 2005 Indonesia memiliki nilai RCA tertinggi diantara pesaing lainnya terutama Jepang yang memiliki nilai ekspor tertinggi pada tahun 2001. Pad atahun 2009, nilai RCA ikan hias Indonesia tetap yang tertinggi walaupun nilai ekspornya masih dibawah Singapura dan Jepang. Singapura pada tahun 2001 dan 2005memilki nilai RCA lebih kecil dari satu yang menunjukan daya saingnya lemah di pasar ikan hias Malaysia. Thailand memiliki nilai RCA yang lebih dari satu pada tahun 2001, 2005 dan 2009 sehingga dapat dikatakan ikan hias Thailand juga memiliki daya saing yang kuat walaupun masih dibawah Indonesia. Filipina selama tahun yang sama memiliki daya saing yang lemah yang terlihat dari nilai RCA yang lebih kecil dari satu. Tabel 68. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Malaysia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 8,553 Japan 2,229 Singapore 0,760 2,407 0,093 2005 8,574 Singapore 0,634 Japan 1,481 2,221 0,369 2009 2,950 Singapore 1,305 Japan 2,505 1,273 0,738 Persilangan antara nilai estimasi RCA dan EPD menunjukan walaupun Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Malaysia selama tahun 2001, 2005 dan 2009, tetapi ternyata tidak memiliki keunggulan kompetitif karena nilai pertumbuhan pangsa ekspor produk ikan hias Indonesia di Malaysia bernilai negatif 6,2 persen padahal seperti diketahui sebelumnya pertumbuhan pangsa produk Indonesia di Malaysia dinamis. 2. Tuna Sirip Kuning Segar Tuna sirip kuning segar Indonesia di Malaysia memiliki nilai RCA tertinggi pada tahun 2005 seiring dengan nilai ekspornya yang juga tertinggi karena hanya Indonesia yang mengekspor produk ini ke Malaysia, tetapi pada tahun 2001 Indonesia dikalahkan oleh Maldives yang memiliki daya saing terkuat dengan nilai RCA sebesar 499,6, sedangkan Filipina memiliki nilai RCA yang masih lebih rendah dari Indonesia. Pada tahun 2009, nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Taiwan yang juga memiliki nilai ekspor tertinggi pada tahun tersebut dan Indonesia memiliki daya saing yang lemah karena nilai RCAnya lebih kecil dari satu. Thailand dan Filipina memiliki nilai RCA yang lebih kecil dari satu juga, walaupun Thailand memiliki nilai RCA lebih tinggi dari Indonesia pada tahun tersebut. Tabel 69. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Malaysia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 37,331 Maldives 499,600 - - 0,000 4,297 2005 31,145 - - - - 0,000 0,000 2009 0,003 Taiwan 30,995 - - 0,012 0,006 Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD pada produk ini menunjukan hasil bahwa walaupun Indonesia memiliki ekunggulan komparatif diatas rata-rata Malaysia pada tahun 2001 dan 2005 ternyata Indonesia tidak memiliki keunggulan kompetitif selama tahun 2001, 2005 dan 2009 disaat pertumbuhan permintaan Malaysia akan produk Indonesia bernilai positif. 3. Tuna Sirip Kuning Beku Nilai RCA Indonesia pada produk tuna sirip kuning beku menjadi nilai tertinggi pada tahun 2001 padahal nilai ekspornya jauh dibawah Singapura dan Jepang pada tahun tersebut. Ini menunjukan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang lebih kuat dari kedua negara pesaing utama itu. Pada tahun 2005 nilai RCA Indonesia lebih rendah dari Amerika Serikat dan Jepang dan tahun 2009 nilai RCA tertinggi adalah Taiwan padahal nilai ekspor tertingginya dimiliki oleh Thailand. Thailand pada tahun 2009 memiliki nilai RCA yang lebih besar dari Indonesia dan Jepang pada tahun tersebut memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu sehingga dapat dikatakn Jepang memiliki daya saing yang lemah pada produk tuna sirip kuning beku di Malaysia. Rincian nilai RCA setiap negara eksportir produk ini ke Malaysia tertera pada Tabel 70. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan hasil bahwa dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Malaysia yang dimiliki Indonesia pada produk ini ternyata Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Hal ini terlihat dari nilai pertumbuhan pangsa ekspornya yang bernilai positif 135,4 persen dengan pertumbuhan pangsa produk Indonesia di Malaysia yang juga bernilai positif. Tabel 70. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Malaysia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 5,510 Singapore 2,076 Japan 1,629 0,000 0,000 2005 2,071 United States 4,274 Japan 2,288 0,000 0,000 2009 5,179 Taiwan 7,301 Japan 0,676 5,961 0,000 4. Lobster Beku Tabel 71 menunjukan nilai RCA lobster beku Indonesia meunjukan nilai yang lebih nesar dari satu pada tahun 2001 dan 2009,sedangkan tahun 2005 Indonesia tidak mengekspor produk ini ke Malaysia. Hal ini menunjukan Indonesia memiliki daya saing yang kuat pada tahun 2001 dan 2009. Oman sebagai negara dengan nilai ekspor lobster beku ke Malaysia tertinggi pada tahun 2001, memiliki nilai RCA yang tertinggi pula pada tahun tersebut. Begitu pula dengan Australia pada tahun 2005 memiliki nilai RCA tertinggi sesuai dengan nilai ekspornya yang tertinggi juga pada tahun tersebut. Pada tahun 2009, nilai ekspor Indonesia tertinggi, tetapi ternyata nilai RCAnya masih dibawah India. Thailand selamatahun 2001, 2005 dan 2009 tidak memiliki nilai RCA karena memang negara tersebut tidak mengekspor lobster beku ke Malaysia. Filipina hanya mengekspor pada tahun 2005 dan memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dari Singapura yang memiliki nilai ekspor lebih tinggi. Tabel 71. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Malaysia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 1,402 Oman 46916,618 India 34,551 0,000 0,000 2005 0,000 Australia 21,024 Singapore 1,017 0,000 6,532 2009 7,248 India 11,862 Singapore 1,063 0,000 0,000 Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD tidak dapat dianalisis karena Indonesia tidak kontinyu dalam ekspor lobster beku ke Malaysia sehingga tidak dapat diestimasi posisi daya saingnya walaupun Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Malaysia pada tahun 2001 dan 2005. 5. Lobster Segar Pada tahun 2001 terlihat jelas pada Tabel 72 bahwa nilai RCA lobster Indonesia tertinggi diantara negara eksportir lainnya seiring dengan nilai ekspor lobster segar ke Malaysia yang memang tertinggi pada tahun tersebut. pada tahun yang sama, Thailand dan Filipina tidak memiliki nilai RCA karena tidak mengekspor produk tersebut ke Malaysia.pada tahun 2005 dan 2009 nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Kanada dengan nilai RCA sebesar 171 dan 126, hal tersebut mengindikasikan bahwa kinerja ekspor lobster segar Indonesia ke Malaysia menurun sebab kehilangan daya saingnya pada tahun 2005 serta 2009 dan pangsa ekspornya direbut oleh Kanda dan Pakistan pada tahun 2009. Tabel 72. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Malaysia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 35,819 Canada 30,502 Singapore 0,021 0,000 0,000 2005 0,377 Canada 171,022 United States 3,510 0,008 0,112 2009 0,073 Canada 125,956 Pakistan 107,272 0,000 0,000 Pada tahun 2001, Singpura memiliki nilai RCA ynag lebih kecil dari satu sehingga dapat dikatakan pula daya saing negara ini lemah. Tak berbeda jauh dari Indonesia, Thailand dan Filipina pun memiliki nilai RCA yang lebih kecil dari satu pada tahun 2005 dan tahun 2009 kedua negara tersebut tidak mengekspor produk ini ke Malaysia. Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan bahwa, dengan menurunnya kinerja ekspor yang dilihat dari nilai RCA yang terus menurun pada produk lobster segar di pasar Malaysia ternyata juga berdamapak pada pertumbuhan pangsa ekspornya yang bernilai negatif 82,9 persen sehingga produk ini pun tidak memiliki keunggulan kompetitif di Malaysia padahal pertumbuhan akan produk Indonesia mengalami peningkatan selama tahun 2001, 2005 dan 2009. 6. Udang Beku Serupa dengan produk lobster segar, udang beku Indonesia di Malaysia juga mengalami kehilangan daysaing pada tahun 2005 dan 2009. Dari tabel 68, terlihat pada tahun 2001, nilai RCA Indonesia lebih besar dari satu dan lebih besar dari Singapura dan Thailand walaupu masih lebih rendah dari India yang pada saat itu memang memiliki nilai ekspor tertinggi. Pada tahun 2005, disaat nilai RCA India dan Thailand meningkat, nilai RCA Indonesia menurun tajam hingga memiliki daya saing yang lemah. Vietnam sebagai negara eksportir kedua juga memiliki nilai RCA yang lebih besar dari satu pada tahun 2005, berbeda dnegan Singapura pada thaun 2001 dan Amerika Serikat pada tahun 2009 yang memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu Tabel 73. Filipina tidak mnegekspor udang beku ke Malaysia pada tahun tersebut sehingga tidak dapat diestimasi bagaimana daya saingnya. Tabel 73. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Malaysia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 6,093 India 32,546 Singapore 0,581 1,242 0,000 2005 0,819 India 37,553 Vietnam 18,588 3,395 0,000 2009 0,204 Cina 5,890 United States 0,186 0,192 0,000 Persilangan anatara hasil estimasi RCA dan EPD udang beku Indonesia di Malaysia juga sama seperti produk lobster segar, kehilangan daya saingnya pada tahun 2005 dan 2009 menyebabkan Indonesia tidak memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai negatif 70,3 pada pertumbuhan pangsa ekspor udang beku Indonesia walaupun pertumbuhan pangsa produknya positif. 7. Udang Segar Nilai RCA Indonesia menunjukan bahwa daya saing udang segar Indonesia di Malaysia paling kuat pad atahun 2001 dan 2005. Padahal pada tahun 2001, nilai ekspor udang segar Indonesia lebih rendah dari Singapura tetapi ternyata nilai RCA Singapura lebih rendah dari Indonesia, bahkan Amerika Serikat dan Thailand memiliki nilai RCA yang lebih rendag dari satu. Pada tahun 2005, memang Indonesia yang memiliki nilai ekspor tertinggi pada produk ini ke Malaysia sehingga berdaya saing kuat, Amerika Serikat mulai memiliki daya saing yang kuat pada tahun tersebut begipula Thailand. Pada tahun 2009, Thailand memiliki nilai RCA tertinggi dianatara pesaing lainnya seiring dengan nilai ekspornya yang juga memang tertinggi pad atahun tersebut. Singapura dan Cina memiliki nilai RCA lebih rendah dari Indonesia dan menunjukan kedua negara tersebut berdaya saing lemah pada ekspor udang segar ke Malaysia. Tabel 74. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Malaysia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 13,181 Singapore 2,068 United States 0,084 0,959 0,000 2005 12,845 Singapore 1,097 United States 3,510 2,860 0,000 2009 3,855 Singapore 0,492 Cina 0,581 9,238 0,000 Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD pada produk udang segar juga menunjukan pertumbuhan negatif pada pangsa ekspornya dengan nilai pnurunan sebesar 11,7 persen sehingga dapat disimpulakan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Malaysia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 tetapi tidak memiliki keunggulan kompetitif selama tahun yang sama apdahal pertumbuhan pangsa produk Indonesia mengalami peningkatan. 8. Kepiting Beku Tabel 75 menunjukan bahwa nilai RCA kepiting beku Indonesia lebih besar dari satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Dibandingkan dengan pesaingnya, pada tahun 2001 nilai RCA Indonesia menjadi nilai tertinggi sehingga dapat dikatakan Indonesia memiliki daya saing lebih kuat dari pesaing lainnya. Pada tahun 2005, nilai RCA Indonesia jauh lebih rendah dari Pakistan dan Vietnam. Padahal pada tahun tersebut nilai ekspor Pakistan lebih rendah dari Indonesia dan Vietnam. Thailand dan Filipina memiliki niali RCA lebih kecil dari satu sehingga memiliki daya saing yang lemah pada produk ini ke Malaysia tahun 2005. Pada tahun 2009, Indonesia memiliki nilai RCA tertinggi kembali diantara pesaing lainnya, Cina dan Amerika Serikat tetap memiliki daya saing yang kuat walaupun masih lebih rendah dari Indonesia. Seperti tahun 2005, tahun 2009 Thailand juga berdaya saing lemah dilihat dari nilai RCAnya,sedangkan Filipina tidak mengekspor kepiting beku ke Malaysia tahun tersebut. Tabel 75. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Malaysia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 19,319 Japan 1,790 Singapore 0,442 0,000 0,000 2005 3,618 Vietnam 73,737 Pakistan 130,315 0,012 0,248 2009 6,688 Cina 2,109 United States 1,875 0,048 0,000 Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan bahwa ada kesesuaian yaitu Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Malaysia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 juga memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai pertumbuhan pangsa ekspornya sebesar 62,1 persen. Dengan kata lain seiring pertumbuhan permintaan Malaysia akan produk Indonesia meningkat, kepiting beku juga menjadi produk yang dapat berkompetisi di pasar Malaysia. 9. Kepiting Segar Tabel 76 memperlihatkan nilai RCA Indonesia menjadi nilai RCA tertinggi pad atahun 2001 dan 2009 dibandingkan pesaing lainnya. Pad atahun 2005, Bangladesh memiliki nilai RCA tertinggi, padahal selama tahun 2001, 2005 dan 2009 Indonesia lah yang memiliki nilai ekspor tertinggi pada produk kepiting segar ke Malaysia. Thailand dan Filipina memiliki nilai RCA yang tidak kontinyu karena memang nilai ekspornya juga tidak kontinyu. Niali RCA Thailand memiliki daya saing kuat pad atahun 2001 tetapi lemah tahun 2005, sedangkan Filipina tahun 2001 dan 2005 memiliki daya saing yang lemah. Tabel 76. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Malaysia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 18,031 Australia 8,757 India 13,698 3,048 0,003 2005 12,125 Bangladesh 2003,139 Vietnam 20,334 0,435 0,021 2009 10,081 Korea Rep. 4,522 India 3,926 0,000 0,000 Hasil estimasi RCA dan EPD bila kita silangkan menunjukan hasil yang sesuai yaitu dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Malysia pad aproduk kepiting segar, Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif disaat pangsa pasar produk di Malaysi dinamis. Hal tersebut terlihat dari nilai pertumbuhan pangsa ekspornya yang bernilai positif 13, 6 persen selama tahun 2001, 2005 dan 2009. 10. Siput Selama tiga tahun penelitian ini, pada Tabel 77 terlihat bahwa Indonesia memiliki nilai RCA tertinggi pada produk siput di Malaysia sehingg dapat dikatakan Indonesia memiliki daya saing terkuat dibandingkan pesiang lainnya. Hal tersebut sesuai dengan nilai ekspor siput asal Indonesia ke Malaysia yang emmang tertinggi selama tahun tersebut. Pada tahun 2001, Singapura memiliki nilai RCA lebih kecil dari satu sehingga memiliki daya saing lemah. Pada tahun 2009, Perancis memiliki daya saing yang lebih kuat dari Cina walaupun nilai ekspornya lebih rendah daripada negara tersebut. Hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan bahwa selain Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Malaysia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 bahkan menjadi enara eksportir dengan daya saing terkuat, Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan pangsa ekspornya yang bernilai positif 4,8 persen selama tahun tersebut seiiring dengan pertumbuhan pangsa produk yang dinamis. Tabel 77. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Malaysia 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 36,378 HongKong 2,245 Singapore 0,151 0,000 0,000 2005 19,440 Vietnam 15,683 France 8,231 0,000 0,000 2009 16,193 Cina 0,277 France 2,794 0,000 0,000

5.3.6 Belanda