Hongkong Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantages RCA, Export Product Dynamic

Tabel 44. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Cina 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,000 Vietnam 111,622 Hongkong 0,014 18,858 0,000 2005 8,339 India 26,302 Senegal 8134,607 17,160 0,000 2009 0,150 Canada 3,282 France 0,188 49,442 0,000 Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD siput di Cina juga tidak dapat dianalisi karena posisi daya saing siput tidak dapat diestimasi. Hal ini karena pada tahun 2001 Indonesia tidak mengekspor siput ke Cina sehingga pertumbuhan pangsa ekspor produk ini di Cina tidak dapat dihitung walaupun pertumbuhan permintaan produk ini di Cina dinamis.

5.3.3 Hongkong

Tabel 45 menunjukan keunggulan komparatif beberapa produk perikanan Indonesia di Hongkong pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Pada tahun 2001 terlihat bahwa udang segar dan kepiting beku Indonesia di Hongkong memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata Hongkong, sedangkan tuna sirip kuning ebku tidak dapat diestimasi nilai RCAnya karena Indonesia tidak mengekspor produk tersebut. Produk perikanan lainnya memiliki daya saing yang kuat di pasar ekspor Hongkong. Pada tahun 2005 semua produk perikanan yang dianalisis dalam penelitian ini memiliki daya saing yang kuat atau dengan kata lain memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Hongkong. Pada tahun 2009 hanya tuna sirip kuning segar dan udang segar yang memiliki nilai RCA dibawah satu sehingga daya saingnya lemah di pasar ekspor Hongkong. Pertumbuhan nilai RCA tertinggi selama tahun 2001, 2005 dan 2009 adalah produk udang segar dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1.640,3 persen. Sementara pertumbuhan terendah terjadi pada produk ikan hias Indonesia dengan nilai pertumbuhan rata- rata negatif 26,8 persen. Tabel 45 juga memperlihatkan pertumbuhan pangsa produk perikanan di Cina bernilai negatif atau tidak dinamis sehingga produk perikanan yang dianalisis dalam penelitian ini memiliki posisi daya saing Retreat dan Falling Star . Tabel 45. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perikanan Indonesia di Hongkong 2001, 2005, 2009 Komoditi Nilai RCA Nilai EPD Posisi Daya Saing 2001 2005 2009 Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk Ikan Hias 18,530 18,574 8,586 -40,70 -9,63 Retreat Tuna Sirip Kuning Segar 6,439 17,766 0,342 -9,38 -9,63 Retreat Tuna Sirip Kuning Beku 0,000 1,280 104,955 - -9,63 - Lobster Beku 5,065 10,005 1,182 -29,08 -9,63 Retreat Lobster Segar 5,917 57,433 18,891 233,93 -9,63 Falling Star Udang Beku 26,841 40,796 19,973 -22,33 -9,63 Retreat Udang Segar 0,033 1,121 0,764 1046,36 -9,63 Falling Star Kepiting Beku 0,813 8,827 12,798 336,02 -9,63 Falling Star Kepiting Segar 3,733 2,640 15,551 264,29 -9,63 Falling Star Siput 11,829 21,421 75,404 162,68 -9,63 Falling Star Sama seperti nilai RCA tahun 2001 yang tidak dapat diestimasi pada produk tuna sirip kuning beku, posisi daya saingnya menggunakan metode EPD juga tidak dapat diestimasi. Dari sembilan produk lainnya, ada emapt produk yang memiliki posisi daya saing Retreat yaitu ikan hias, tuna sirip kuning segar, lobster beku dan udang beku yang berarti empat produk tersebut memiliki pertumbuhan pangsa ekspor yang negati sehingga tidak memiliki keunggulan kompetitif di pasar Hongkong seiring penurunan permintaan Hongkong. Lima produk lainnya yaitu lobster segar, udang segar, kepiting beku, kepiting segar dan siput memiliki posisi daya saing Falling Star yang berarti pertumbuhan pangsa ekspornya positif sehingga memiliki keunggulan kompetitif selama tahun 2001, 2005 dan 2009 padahal pertumbuhan pangsa produk tersebut di Hongkong tidak dinamis. Perbandingan nilai RCA Indonesia dan pesaing serta estimasi persilangan RCA dan EPD pada ekspor produk perikanan Indonesia di Hongkong akan lebih rinsi dijelaskan sebagai berikut : 1. Ikan Hias Nilai RCA ikan hias Indonesia memang memiliki daya saing yang kuat tetapi nilai tersebut masih lebih rendah dari Cambodia pada tahun 2001 dan Peru tahun 2005 dan 2009. Jepang sebagai pesaing kedua pada tahun 2001 ternyata memiliki daya saing yang lemah dalam ekspor ikan hias ke Hongkong, tetapi pada tahun 2005 dan 2009 memiliki daya saing yang kuat sebagai pesaing pertama. Thailand dan Filipina pun memliki nilai RCA lebih dari satu sehingga berdaya saing kuat tetapi masih lebih rendah dari Indonesia selama tahun 2001, 2005 dan 2009 Tabel 46. Tabel 46. Perbandingan RCA Ikan Hias Indonesia dan Pesaing ke Hongkong 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 18,530 Cambodia 124,648 Japan 0,795 2,082 14,574 2005 18,574 Japan 1,997 Peru 525,910 7,891 8,219 2009 8,586 Japan 4,129 Peru 455,910 5,825 4,060 Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD ikan hias menunjukan walaupun Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata Hongkong pada tahun 2001, 2005 dan 2009, tetapi hasil estimasi EPD menunjukan Indonesia tidak memiliki keunggulan kompetitif yang terlihat dari pertumbuhan pangsa ekspornya yang bernilai negatif 41 persen seiring dengan pertumbuhan negatif pada pangsa pasar produknya di Hongkong Tabel 45. 2. Tuna Sirip Kuning Segar Nilai RCA tuna sirip kuning segar Indonesia menunjukan dayasiang yang lemah pad athaun 2009. Pada tahun 2001, 2005 dan 2009, nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Filipina, ssedangkan Australia dan Perancis pada tahun 2001 memiliki daya saing yang lemah dalam ekspor produk ini ke Hongkong. Pada tahun 2005 Jepang dan Taiwan pun memiliki daya saing yang lemah atau keunggulan komparatifnya dibawah rata-rata Hongkong. Pada tahun 2009, daya saing yang kuat selain dimiliki oleh Filipina dimiliki pula oleh Jepang dengan nilai RCA 1,1. Thailand selama tahun 2001, 2005 dan 2009 hanya mengekspor pada tahun 2009 itupun produk ekspornya memiliki daya saing yang lemah. Tabel 47. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Segar Indonesia dan Pesaing ke Hongkong 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 6,439 Australia 0,434 France 0,265 0,000 103,205 2005 17,766 Japan 0,312 Taiwan 0,079 0,000 80,410 2009 0,342 Japan 1,095 Australia 0,174 0,509 104,714 Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD pada produk ini menunjukan bahwa keunggulan komparatif diatas rata-rata Hongkong yang dimiliki Indonesia pada tahun 2001 dan 2005 ternyata tidak menjamin Indonesia memiliki keunggulan kompetitif pada tahun yang sama. Hal ini terbukti dari nilai pertumbuhan pangsa ekspor produk ini ke Hongkong yang bernilai negatif 9,4 persen seiring penurunan pertumbuhan rata-rata pangsa produk tersebut tahun 2001, 2005 dan 2009. 3. Tuna Sirip Kuning Beku Produk tuna sirip kuning beku Indonesia di Hongkong memiliki daya saing yang kuat pada tahun 2005 dan 2009 dimana pada tahun 2009 Indonesia adalah negar eksportir produk ini yang memiliki nilai RCA tertinggi dibandingkan dengan negara eksportir lain. Sri Lanka pada tahun 2001 memiliki nilai RCA tertinggi dengan nilai 460,7. Tabel 48. Perbandingan RCA Tuna Sirip Kuning Beku Indonesia dan Pesaing ke Hongkong 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,000 Sri Lanka 460,734 Japan 0,360 4,905 75,045 2005 1,280 Japan 1,367 Mozambique 5265,980 2,000 69,896 2009 104,955 Taiwan 0,011 - - 0,000 48,347 Jepang sebagai negara yang memiliki nilai ekspor kedua tertinggi setelah Filipina ternyata memiliki nilai RCA yang lebih rendah dari Mozambique sebagai pesaing kedua yang memiliki nilai RCA sebesar 5.226. selama tahun 2001, 2005 dan 2009, Thailand memiliki nilai RCA yang berfluktuatif, tahun 2001 dan 2005 memiliki daya saing yang kuat tetapi pada tahun 2009 daya saingnya lemah. Produk tuna sirip kuning beku Indonesia ke Hongkong tidak dapat diestimasi posisi daya saingnya karena pertumbuhan pangsa pasar ekspor produk ini di Hongkong tidak dapat dihitung. Hal ini menyebabkan analisis persilangan antara hasil nilai RCA dan EPD tdak dapat dilakukan walaupun pertumbuhan pangsa produknya dapat dihitung dan bernilai negatif Tabel 45. 4. Lobster Beku Australia merupakan negara eksportir lobster beku ke Hongkong yang memiliki nilai RCA tertinggi yang mengindikasikan negara tersebut memiliki daya saing paling kuat diantara negara eksportir lainnya dalam Tabel 49 pada tahun 2001. Pada tahun 2005, walaupun nilai ekspor India lebih tinggi dari pesaing lainnya tetapi ternyata memiliki daya saing yang lemah atau keunggulan komparatif India pada produk lobster beku dibawah rata-rata Hongkong. Kanada pad atahun 2005 dan 2009 memiliki nilai RCA tertinggi pada tahun 2005 dengan nilai RCA sebesar 47,7 dan 156,8. Selama tahun 2001, 2005 dan 2009 Thailand memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata Hongkong dengan nilai RCA dibawah nilai satu. Sementara Filipina pada tahun yang sama hanya tahun 2001 yang memiliki daya saing lemah. Tabel 49. Perbandingan RCA Lobster Beku Indonesia dan Pesaing ke Hongkong 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 5,065 Australia 43,689 Canada 37,924 0,004 0,097 2005 10,005 India 0,346 Canada 47,682 0,000 8,182 2009 1,182 Canada 156,753 United States 2,253 0,009 7,066 Seperti ikan hias dan tuna sirip kuning segar, posisi daya saing lobster beku Indonesia di Hongkong juga memiliki nilai yang negatif pada pertumbuhan pangsa ekspornya sehingga dapat dikatakan produk ini pun tidak memiliki keunggulan kompetitif di pasar Hongkong. Hal ini menyebabkan persilangan antara hasil analisis RCA dan EPD bertentangan karena Indonesia yang memilki keunggulan komparatif diatas rata-rata Hongkong ternyata tidak kompetitif seiring dengan penurunan permintaan produk ini di Hongkong. 5. Lobster Segar Tabel 50 menunjukan lobster segar Indonesia memilki daya saing kuat selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Australia yang memilki nilai ekspor lobster segar tertinggi ke Hongkong memiiki nilai RCA yang tertinggi pula yaitu sebesar 25,6. Berbeda dengan Afrika Selatan pada tahun yang sama memiliki daya saing yang lemah walaupun nilai ekspornya lebih tinggi dari Indonesia, Thailand dan Filipina. Pad atahun 2005, Indonesia memiliki nilai RCA tertinggi seiring dengan nilai ekspor lobster segar tertinggi ditahun tersebut. Pada tahun 2009, Indonesia juga memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dari Afrika Selatan dan Filipina walaupun nilai ekspornya lebih rendah dari kedua negara tersebuyt. Kanada adalah negara dengan nilai RCA tertinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar 39,3. Thailand pada tahun 2001 dan 2009 memiliki daya saing yang lemah karena nilai RCAnya dibawah nilai satu, sedangkan tahun 2005 negara ini tidak mngekspor lobster segar ke Hongkong. Tabel 50. Perbandingan RCA Lobster Segar Indonesia dan Pesaing ke Hongkong 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 5,917 Australia 25,614 South Africa 0,782 0,442 6,127 2005 57,433 Canada 50,895 India 10,897 0,000 8,393 2009 18,891 South Africa 0,828 Canada 39,263 0,385 16,907 Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan hasil yang sesuai dimana pertumbuhan pangsa ekspor lobster segar di Hongkong bernilai positif 234 persen padahal pertumbuhan pangsa produknya di Hongkong bernilai negatif. Hal ini mengindikasikan dengan keunggulan komparatif diatas rata-rata Hongkong pada produk lobster segar, Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif selama tahun 2001, 2005 dan 2009. 6. Udang Beku Nilai RCA udang beku Indonesia di Hongkong pada tahun 2001 dan 2005 lebih besar dari Australia, Thailand dan Filipina walaupun lebih rendah dari Vietnam. Pada tahun 2005, nilai ekspor udang beku Indonesia lebih rendah dari Thailand tetapi nilai RCA menunjukan Indonesia memiliki daya saing yang lebih kuat daripada Thailand. Cina pada tahun 2009 memiliki nilai ekspor udang beku yang paling tinggi ke Hongkong tetapi ternyata nilai RCAnya menunjukan daya saing yang lemah. Indonesia yang memiliki nilai RCA tertinggi pada tahun 2009 dibandingkan dengan pesaing lainnya. Filipina pada tahun 2001 memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata Hongkong tetapi pada tahun 2005 dan 2009 diatas rata-rata dapat dilihat dari nilai RCAnya Tabel 51. Persilangan hasil estimasi RCA dan EPD memberikan informasi bahwa posisi daya saing udang beku Indonesia di Hongkong yang menunjukan pertumbuhan pangsa ekspor produk tersbut negatif 22,3 persen sehingga Indonesia dianggap tidak memiliki keunggulan kompetitif dalam ekspor produk ini padahal keunggulan komparatifnya diatas rata-rata Hongkong. Hal ini seiring dengan penurunan pertumbuhan pada permintaan produk perikanan dalam penenlitian ini di Hongkong. Tabel 51. Perbandingan RCA Udang Beku Indonesia dan Pesaing ke Hongkong 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 26,841 Australia 15,215 Vietnam 87,384 9,787 0,353 2005 40,796 Vietnam 166,844 Cina 0,327 10,519 1,214 2009 19,973 Cina 0,815 Malaysia 4,395 9,510 2,729 7. Udang Segar Udang segar Indonesia di Hongkong memiliki daya saing yang kuat hanya pada tahun 2005, hal ini lebih baik daripada Filipina yang memiliki daya saing lemah selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Cina sebagai negara yang memiliki nilai ekspor tertinggi pada tahun 2005 dan 2009 ternyata memiliki nilai RCA yang lebih rendah dari Vietnam pada tahun 2005 dan Thailand pada tahun 2009. Pad athaun 2001, nilai ekspor udang segar Thailand ke Hongkong memang paling tinggi sesuai dengan nilai RCA tertinggi yang dimilikinya pada tahun tersebut. Amerika Serikat yang juga pesaing utama Indonesia memiliki daya saing lemah pad atahun 2009. Filipina selama tahun 2001, 2005 dan 2009 nilai RCAnya dibawah nilai satu sehingga pad atahun tersebut negara ini berdaya saing lemah dalam ekspor udang segar ke Hongkong. Tabel 52. Perbandingan RCA Udang Segar Indonesia dan Pesaing ke Hongkong 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,033 Cina 0,705 Malaysia 3,022 34,117 0,639 2005 1,121 Cina 1,569 Vietnam 87,653 9,388 0,512 2009 0,764 Cina 1,921 United States 0,310 2,052 0,218 Udang segar Indonesia juga memiliki pertumbuhan pangsa ekspor ke Hongkong yang positif sehingga memiliki keunggulan kompetitif di pasar Hongkong. Hal ini meberikan gambaran estimasi persilangan antara nilai RCA dan EPD yaitu walaupun keunggulan komparatif udang segar Indonesia di Hongkong diatas rata-rata hanya pada tahun 2005 tetapi pada periode tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki keunggulan kompetitif padahal pertumbuhan pangsa produknya negatif. 8. Kepiting Beku Nilai RCA kepiting beku Indonesia pada tahun 2001 menunjukan daya saing yang lemah, tetapi pada tahun 2005 dan 2009 daya saingnya kuat. Dibandingkan dengan Filipina yang selama tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki daya saing yang lemah seiring nilai ekspornya juga ynag lebih rendah dari Indonesia. Vietnam pada tahun 2001 memiliki nilai RCA tertinggi yaitu sebesar 411,8, Kanada pada tahun 2005 dengan nilai RCA 66,9 dan Indonesia pada tahun 2009 dengan nilai RCA 12,8. Tabel 53. Perbandingan RCA Kepiting Beku Indonesia dan Pesaing ke Hongkong 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 0,813 Vietnam 411,819 Canada 22,062 1,203 0,648 2005 8,827 Canada 66,868 Japan 1,237 5,790 0,470 2009 12,798 Cina 0,185 United States 0,766 2,159 0,014 Pada tahun 2009 nilai ekspor kepiting beku Indonesia ke Hongkong lebih rendah dari Cina dan Amerika Serikat yang ternyata dasaingnya lemah. Selama tahun 2001, 2005 dan 2009 Thailand memiliki nilai RCA diatas nilai satu sehingga menunjukan daya saing yang kuat dalam ekspor kepiting beku ke Hongkong. Persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan bahwa keunggulan komparatif diatas rata-rata Hongkong pada tahun 2005 dan 2009 yang dimiliki Indonesia pada produk kepiting beku ternyata Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Hal ini terlihat dari pertumbuhan pangsa ekspornya yang bernilai 336,1 walaupun pertumbuhan pangsa produknya tidak dinamis di pasar Hongkong Tabel 45. 9. Kepiting Segar Hasil estimasi RCA kepiting segar Indonesia dan pesaing ditunjukan dalam Tabel 54, dari tabel tersebut terlihat bahwa Filipina memiliki nilai RCA tertinggi pad atahun 2001. Pada tahun 2005 nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Vietnam, padahal nilai ekspornya lebih rendah dari Cina pada tahun tersebut. Pada tahun 2009 dengan nilai ekspor kepiting segar ke Hongkong yang memang mendominasi, Filipina memiliki nilai RCA yang paling tinggi pula. Dengan kata lain pada periode tahun 2001, 2005 dan 2009, daya saing paling kuat dimiliki oleh Filipina pada tahun 2001 dan 2005 serta Vietnam pada tahun 2009. Australia pada tahun 2001 memiliki daya saing lebih kuat dari Indonesia, sementara India pada tahun 2009 memiliki daya saing yang lebih lemah dari Indonesia walaupun nilai ekspornya lebih tinggi. Tabel 54. Perbandingan RCA Kepiting Segar Indonesia dan Pesaing ke Hongkong 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 3,733 Cina 1,392 Australia 7,436 0,329 65,490 2005 2,640 Cina 0,368 Vietnam 85,696 1,515 5,369 2009 15,551 India 6,962 Cina 0,368 0,572 35,242 Analisis persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan kesesuaian, dengan keunggulan komparatif diatas Hongkong yang dimiliki Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009, Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif pada tahun tersebut yang terlihat dari positifnya pertumbuhan pangsa ekspor produk tersebut asal Indonesia di Hongkong walaupun pertumbuhan pangsa produknya stagnant pada tahun tersebut. 10. Siput Nilai RCA siput Indonesia di Hongkong menunjukan nilai tertinggi selama tahun 2001, 2005 dan 2009 padahal nilai ekspornya hanya pada tahun 2009 yang paling tinggi diantara pesaing lainnya. Cina pada tahun 2001 dan 2005 memiliki nilai ekspor teringgi tetapi nilai RCAnya lebih rendah dari Thailand tahun 2001 dan Amerika Serikat pada tahun 2005. Pada tahun 2009 India pun memiliki nilai RCA yang lebih rendah dari Thailand padal nilai ekspornya lebih tinggi. Pada tahun 2009, Cina memiliki nilai RCA dibawah nilai satu yang menunjukan ekspor siputnya pada tahun tersebut ke Hongkong berdaya saing lemah. Filipina tidak memiliki nilai RCA karena memang pada tahun 2001, 2005 dan 2009 tidak mengekspor siput ke Hongkong. Tabel 55. Perbandingan RCA Siput Indonesia dan Pesaing ke Hongkong 2001, 2005, 2009 Tahun Indonesia Pesaing 1 Pesaing 2 Thailand Filipina Negara Nilai RCA Negara Nilai RCA 2001 11,830 Cina 2,828 United States 0,120 6,764 0,000 2005 21,421 Cina 0,853 United States 4,416 1,192 0,000 2009 75,404 India 1,162 Cina 0,510 3,520 0,000 Serupa dengan tiga produk perikanan sebelumbya, siput juga memiliki keunggulan kompetitif dengan pertumbuhan pangsa ekspor yang positif sebesar 162,7 persen selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Sehingga persilangan antara hasil estimasi RCA dan EPD menunjukan hasil yang sesuai. Dengan keunggulan komparatof diatas rata-rata Hongkong pada tahun tersebut Indonesia memiliki keunggulan kompetitif walaupun pertumbuhan pangsa produk di Hongkong bernilai negatif.

5.3.4 Jepang