Defenisi Operasional Metode Pengukuran Gambaran Umum Lokasi Penelitian

51

3.5 Defenisi Operasional

1. Malathion adalah insektisida yang berasa dari golongan organophospat yang digunakan sebagai bahan aktif fogging untuk pengendalian nyamuk Aedes aegypti. 2. Sipermethrin adalah insektisida yang berasal dari golongan pyrethroid yang digunakan sebagai bahan aktif fogging untuk pengendalian nyamuk Aedes aegypti. 3. Uji Susceptibility adalah uji di Laboratorium untuk mengetahui status resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap Malathion dan Sipermethrin dengan menggunakan impregnated paper. 4. Status resistensi adalah tingkat ketahanan hidup nyamuk Aedes aegypti yang telah terpapar Malathion dan Sipermethrin. 5. Kematian nyamuk Aedes aegypti adalah nyamuk dewasa yang tidak dapat terbang lagi akibat apa saja yang merobohkan nyamuk seperti kehilangan kaki atau sayap. 6. Suhu adalah keadaan udara ruangan yamg diukur dengan thermometer pada saat penelitian dilaksanakan dengan satuan derajat celcius. 7. Kelembaban adalah kelembaban udara di lokasi penelitian yang diukur dengan hygrometer dengan satuan persen.

3.6 Metode Pengukuran

Metode pengukuran pada penilitian ini adalah menggunakan uji susceptibility sesuai standar WHO World Health Organization dengan menggunakan impregnated paper lembaran yang sudah mengandung insektisida. Universitas Sumatera Utara 52 Kematian setiap unit uji insektisida dihitung persentase kematiannya dengan rumus : kematian = x 100 dan apabila persentase kematian pada kelompok kontrol 5-20 maka data dikoreksi denga rumus Abbort, yaitu : kematian = x 100 Data persentase kematian nyamuk Aedes aegypti selanjutnya dengan kriteria susceptibility terhadap insektisida menurut WHO World Health Organization, 1975 untuk menentukan status resistensinya, yaitu kebalresistensi bila kematian 80, toleran bila kematian antara 80-98, dan rentan bila kematian antara 99-100.

3.7 Instrumen Penelitian

3.7.1 Alat Penelitian

1. Sepuluh buah tabung plastik 125mm dan 44mm diameter dengan masing- masing tabung ditutup di salah satu ujung dengan kasa. Empat tabung ditandai dengan titik merah untuk digunakan sebagai tabung paparan yang akan diisi dengan kertas insektisida impregnated paper, yaitu untuk mengekspos nyamuk terhadap insektisida, empat tabung ditandai dengan titik hijau untuk digunakan sebagai pre-test penyortiran dan pasca-paparan pengamatan. Dua tabung lainnya digunakan sebagai tabung kontrol. Universitas Sumatera Utara 53 Gambar 3. Tabung Plastik Untuk Uji Resistensi 2. Empat unit slide, masing-masing dilengkapi dengan sekrup-cap di kedua sisi sebagai penutup dan pembuka lobang pada tabung. Gambar 4. Slide dengan Sekrup Cup Universitas Sumatera Utara 54 3. Aspirator digunakan untuk memindahkan nyamuk dari dalam kurungan nyamuk kedalam tabung tersebut. Gambar 5. Aspirator 4. Pencatat waktu.

5. Kurungan nyamuk digunakan untuk mengurung nyamuk hasil dari rearing.

Universitas Sumatera Utara 55 Gambar 6. Kurungan Nyamuk 6. Kain kasa terbuat dari bahan seperti kelambu halus yang digunakan untuk mencegah nyamuk dewasa lepas. Gambar 7. Kain Kasa Universitas Sumatera Utara 56

7. Lembar form isian hasil uji. 8. Masker dan sarung tangan.

3.7.2 Bahan Penelitian 1. Delapan lembar kertas bersihHVS 12 x15cm untuk melapisi tabung holding.

2. Empat lembar kertas uji berinsektisida Malathion 0,8. 3. Empat lembar kertas uji berinsektisida Sipermethrin 0,75.

4. Nyamuk Aedes aegypti dewasa. 5. Larutan glukosa 10.

3.8 Tata Cara Penelitian

3.8.1 Cara Pengambilan Jentik

Cara pengambilan jentik pada penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Mengumpulkan jentik sebanyak 300 dari lingkungan rumah warga yang sudah pernah di fogging hanya pada tahun 2015 dan 2016 yang berada di Kecamatan Medan selayang dan Kecamatan Medan Kota. Nyamuk yang dibutuhkan dalam penelitian di Laboratorium adalah 240 ekor nyamuk dewasa Aedes aegypti , tetapi jentik yang diambil sebanyak 300 sebagai antisipasi di Laboratorium jika proses rearing terhadap jentik ada yang gagal atau mati. 2. Jentik yang diambil dari lingkungan rumah warga minimal nya 20 rumah. 3. Jentik diambil dengan menggunakan pipet kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi air dengan volume setengah dari besar botol tersebut. 4. Jentik yang sudah dikoleksi kemudian di rearing di Laboratorium hingga jentik berubah menjadi nyamuk dewasa. Universitas Sumatera Utara 57 5. Kemudian nyamuk dewasa tersebut yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini.

3.8.2 Prosedur Penelitian di Laboratorium

1. Enam lembar kertas putih bersih 12x15cm, digulung menjadi bentuk silinder, yang dimasukkan ke dalam enam tabung dengan perincian dua tabung untuk perlakuan Sipermethrin, dua tabung untuk Malathion dan dua tabung lagi untuk tabung kontrol. Kemudian pada tabung diletakkan klip tembaga untuk mencegah nyamuk terjepit diselah-selah kertas tersebut. 2. Kemudian 20 ekor nyamuk Aedes aegypti yang kenyang gula diambil menggunakan aspirator dari kandang nyamuk dipindahkan ke dalam 4 tabung yang bertanda titik hijau. 3. Kemudian tabung hijau dan tabung merah direkatkan menggunakan slide dengan sekrup cup. 4. Nyamuk dipindahkan ke dalam tabung bertanda titik merah yang telah diisi dengan kertas uji berinsektisida dengan cara membuka slide penutup dan setelah seluruh nyamuk berpindah slide ditutup kembali. 5. Dua tabung kontrol dilapisi kertas tanpa insektisida masing-masing diikat ke posisi dengan klip tembaga. 6. Nyamuk disimpan dalam tabung paparan, yang diatur dalam posisi vertikal dengan mesh layar berakhir paling atas, untuk jangka waktu 1 jam 60 menit. 7. Tabung diatur dalam posisi tegak selama satu jam. Pada akhir waktu ini, setiap nyamuk yang pingsan knockdown dicatat. Universitas Sumatera Utara 58 8. Pada akhir periode paparan 1 jam, nyamuk ditransfer kembali ke tabung yang bertanda titik hijau tabung holding. 9. Nyamuk dibiarkan dalam tabung hijau selama 24 jam pemulihan periode. Selama pemulihan ini, penting untuk menjaga tabung holding ditempat yang terlindung bebas dari temperatur yang ekstrem. Suhu dan kelembaban harus dicatat selama periode pemulihan. 10. Pada akhir periode pemulihan 24 jam pasca pajanan, jumlah nyamuk mati dihitung dan dicatat. Nyamuk dewasa dianggap hidup jika mampu terbang, terlepas dari jumlah kaki yang tersisa. Apa saja yang merobohkan nyamuk, apakah mereka telah kehilangan kaki atau sayap dihitung sebagai mati.

3.9 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil uji di Laboratorium akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan program statistik komputer. Program statistik yang digunakan akan ditampilkan dalam bentuk tabel.

3.9.1 Uji Shapiro Wilk

Uji Shapiro Wilk digunakan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah : Ho : Distribusi data kematian nyamuk berdistribusi normal. Ha : Distribusi data kematian nyamuk berdistribusi tidak normal. Dengan dasar pengambilan keputusan : Jika probabilitas 0,05, maka Ho diterima Jika probabilitas 0,05, maka Ho ditolak Universitas Sumatera Utara 59

3.9.2 Uji Levene

Uji Levene digunakan untuk mengetahui varians data homogen atau tidak. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah : Ho : Varians data populasi darimana data sampel ditarik seragam homogen Ha : Varians data populasi darimana data sampel ditarik tidak seragam tidak homogen

3.9.3 Uji ANOVA

Uji ANOVA digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata kematian nyamuk Aedes aegypti yang berada di dalam tabung kontrol dengan kematian nyamuk yang berada di dalam tabung yang telah diisi kertas berinsektisida Malathion dan Sipermethrin. Uji ANOVA digunakan apabila data berdistribusi normal dan datanya homogen. Apabila data yang diolah berdistribusi tidak normal maka digunakan uji Kruskal-wallis. Jika hasil uji Anova menunjukkan adanya perbedaan rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti yang berada di dalam tabung kontrol dengan tabung yang telah diisi kertas berinsektisida Malathion dan Sipermethrin maka analisis dilanjutkan dengan uji lanjutanpost hoc test. Post hoc test digunakan karena uji Anova hanya memberikan informasi tentang ada tidaknya beda antar rata-rata dari keseluruhan perlakuan, namun belum memberikan informasi tentang ada tidaknya perbedaan antara perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lainnya. Salah satu post hoc test yang dapat digunakan adalah prosedur uji Tukey atau metode uji LSD Least Significance Different. Universitas Sumatera Utara 60

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Medan merupakan salah satu daerah endemis DBD di Indonesia dengan kejadian yang memiliki risiko tinggi. Kota Medan dengan luas 26.510 Hektar 265,10 Km 2 ini memiliki 21 Kecamatan. Kecamatan yang memiliki data laporan DBD paling tinggi adalah Kecamatan Medan Selayang dan yang paling rendah adalah Kecamatan Medan Maimun. Kedua Kecamatan ini dijadikan lokasi pengambilan sampel penelitian. Kecamatan Medan Selayang secara geografis berada di wilayah Barat Daya Kota Medan. Kecamatan Medan Selayang dibagi menjadi 6 kelurahan dan 63 lingkungan dengan status kelurahan swasembada. Adapun luas wilayah Kecamatan Medan Selayang adalah ± 2.379 Ha. Wilayah-wilayah yang berdekatan dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Medan Selayang adalah : Sebelah Utara dengan Kecamatan Medan Baru dan Medan Sunggal, Selatan dengan Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan, Timur dengan Kecamatan Medan Polonia dan Sebelah Barat dengan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Kecamatan Medan Maimun secara geografis berbatasan dengan Medan Polonia di sebelah Barat, Medan Kota di Timur, Medan Johor di Selatan, dan Medan Petisah di Utara. Luasnya adalah 2,98 km² dengan jumlah kelurahan sebanyak 6 kelurahan. Universitas Sumatera Utara 61 Lokasi pengujian dilakukan di Laboratorium Entomologi Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Medan. Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit merupakan Unit Pelaksana Teknis UPT di lingkungan Kementrian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. BTKLPP Medan mempunyai tugas melaksanakan surveilans epidemiologi, kajian dan penapisan teknologi, laboratorium rujukan, kendali mutu, kalibrasi, pendidikan dan pelatihan, pengembangan model dan teknologi tepat guna, kewaspadaan dini dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa KLB di bidang pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan serta kesehatan matra. BTKL Medan resmi didirikan pada tahun 1998 berdasarkan surat Kepmenkes 392MENKESSKIV1998 dan beroperasi pada tahun 1998. Pada tahun 2004 BTKL Medan Berubah Menjadi BTKLPP Kelas I Medan. Saat ini lokasi Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Medan terletak di Jalan KH. Wahid Hasyim No. 15 Medan. Kepala balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Medan saat ini adalah Dr. Dra. Indah Anggraini, M.Si.

4.2 Pengukuran Suhu dan Kelembaban