25 Sebagaimana telah diketahui Aedes aegypti merupakan vektor utama
penyakit DBD. Untuk mengatasi penyakit DBD sampai saat ini masih belum ada cara yang efektif, karena sampai saat ini masih belum ditemukan obat anti virus
Dengue yang efektif maupun vaksin yang dapat melindungi diri terhadap infeksi virus Dengue. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara penanggulangan penyakit
DBD dengan melalui pengendalian terhadap nyamuk Aedes aegypti. Tujuan pengendalian vektor utama adalah upaya untuk menurunkan
kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti sampai serendah mungkin sehingga kemampuan sebagai vektor menghilang. Menurut Soegijanto 2006, pengendalian
vektor dapat dilakukan dengan cara : kimiawi, biologis, radiasi, dan mekanikpengelolaan lingkungan.
2.4.1 Pengendalian Secara Kimiawi
Pengendalian vektor dengan cara kimia yaitu dengan menggunakan insektisida. Sasaran insektisida berupa stadium dewasa maupun stadium pra
dewasa. Insektisida merupakan racun yang bersifat toksik, oleh sebab itu penggunaannya pun harus mempertimbangkan dampak lingkungan dan organisme
yang bukan sasaran termasuk mamalia. Insektisida yang dapat digunakan terhadap nyamuk dewasa Aedes aegypti antara lain dari golongan organochlorin,
organophospor, carbamate, dan pyrethroid. Bahan-bahan tersebut dapat
diaplikasikann dalam bentuk penyemprotan spray terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva aedes aegypti yaitu
dari golongan organophospor temephos dalam bentuk sand granules yang dilarutkan dalam air ditempat perindukannya abatisasi Soegijanto, 2006.
Universitas Sumatera Utara
26 Di dalam pelaksanaannya penentuan jenis insektisida, dosis dan metode
aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistim akan
menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran. Pendapat itu juga di dukung oleh Kasumbogo 2004, beliau mengatakan bahwa ada beberapa variabel yang
mempengaruhi tingkat resistensi nyamuk terhadap suatu pestisida. Variabel- variabel tersebut antara lain konsentrasi pestisida, frekuensi penyemprotan, dan
luas penyemprotan. Fenomena resistensi itu dapat dijelaskan dengan teori evolusi yaitu ketika suatu lokasi dilakukan penyemprotan pestisida, nyamuk yang peka
akan mati, sebaliknya yang tidak peka akan tetap melangsungkan hidupnya. Paparan pestisida yang terus menerus menyebabkan nyamuk beradaptasi sehingga
jumlah nyamuk yang kebal bertambah banyak. Apalagi, nyamuk yang kebal tersebut dapat membawa sifat resistensinya ke keturunannya. Tak berhenti sampai
disitu, nyamuk yang sudah kebal terhadap satu jenis pestisida tertentu akan terus mengembangkan diri agar bisa kebal terkadap jenis pestisida yang lain
Kasumbogo, 2004. Pemberantasan secara kimia menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
2010 dikelompokkan menjadi: 1. Surface spray IRS
Surface spray IRS= indoor residual spraying adalah penyemprotan residu dalam ruangan. Penyemprotan ini mrupakan suatu cara pemberantasan vektor
dengan menempelkan racun serangga tertentu dengan jumlah dosis tertentu secara merata pada permukaan dinding yang disemprot. Metode ini menggunakan
Universitas Sumatera Utara
27 aplikasi residual insektisida secara aktif melawan insekta dewasa. Tujuan
penyemrpotan ini adalah untuk memutuskan penularan karena umur nyamuk menjadi lebih pendek sehingga tidak sempat menghasilkan sporozoit di dalam
kelenjar ludahnya. 2. Kelambu Berinsektisida
Kelambu berinsektisida adalah kelambu yang sudah dilapisi racun serangga insektisida yang dibuat oleh pabrik kelambu. Kelambu berinsektisida ini
digunakan dalam pengendalian nyamuk malaria. WHO telah merekomendasi penggunaan kelambu berinsektisida tahan lama yang disebut Long Lasting
Insecticide Nets LLINs. Pengunaan kelambu akan menghindari terjadinya kontak langsung antara nyamuk dengan manusia, dan dengan kelambu tersebut
diharapkan mass killing dari nyamuk malaria dapat dicegah dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kelambu
3. Larvasida Larvasida adalah insektisida yang berbentuk butiran yang dapat membunuh
nyamuk. Tempat perkembangbiakan larva vektor DBD banyak terdapat pada penampungan air yang airnya digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama
untuk minum dan masak, maka larvasida kimia pemberantas larva yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat, efektif pada dosis rendah, tidak bersifat
racun bagi manusiamamalia, tidak menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau, dan efektivitasnya lama. Larvasidasi dengan kriteria tersebut adalah temephos
yang lebih dikenal dengan sebutan abate. Larvasida ini terbukti efektif terhadap larva Aedes aegypti dan daya racunnya rendah terhadap mamalia
Universitas Sumatera Utara
28 4. Space Spray Pengkabutan panasfogging
Pengasapan fogging adalah penyemprotan dengan cara mencampurkan minyak dengan insektisida kemudian dipanaskan sehingga menjadi semacam kabut
asap yg sangat halus. Fogging merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengendalikan DBD dengan menggunakan senyawa kimia seperti Malathion dan
Sipermethrin atau senyawa kimia lain yang berasal dari golongan insektisida yang lain. Metode ini melibatkan pengasapan droplet-droplet kecil insektisida ke dalam
udara untuk membunuh nyamuk dewasa. Ukuran diameter droplet partikel pada pengasapan dengan uap panas biasanya berukuran kurang dari 15 mikron. Ukuran
droplet pada pengasapan bergantung pada jenis mesin dan kondisi operasionalnya WHO, 2004.
5. Insektisida Rumah Tangga Penggunaan repelen, anti nyamuk bakar, liquid vaporizer, paper vaporizer,
mat, aerosol dan lain-lain yang digunakan masyarakat.
2.4.2 Pengendalian Secara Biologis