Jenis-jenis Resistensi Mekanisme Resistensi Serangga

8 cross resistance. Resistensi tunggal adalah resistensi pada populasi serangga terhadap satu jenis insektisida sedangkan resistensi ganda silang adalah perkembangan resistensi pada populasi serangga termasuk nyamuk akibat penekanan secara selektif insektisida lain dengan mekanisme samatarget site sama, tetapi bukan dari satu kelompok insektisida WHO, 1992. Menurut Herat 1997 yang dikutip oleh Sucipto 2015 bahwa status resistensi terhadap serangga, diukur menggunakan prosedur standar WHO dengan uji Susceptibility, yaitu metode standar yang tepat untuk mengukur resistensi insektisida khususnya di lapangan. Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasi hasil Letal Concentration LC50 atau LC100 adalah : 1. Kematian 99-100 = SusceptibleRentanPeka 2. Kematian 80-98 = Toleran 3. Kematian 80 = Resisten

2.1.2 Jenis-jenis Resistensi

Menurut WHO 1975 penggunaan insektisida pada pengendalian populasi nyamuk, menyebabkan tekanan seleksi atas individu nyamuk yang memiliki kemampuan untuk tetap hidup bila kontak dengan insektisida dengan mekanisme berbeda. Resistensi secara umum dikenal 3 tipe, yaitu : 1. Vigour tolerance, sedikit kenaikan toleransi terhadap satu atau beberapa insektisida penurunan kerentanan, dihasilkan dari seleksi kontinyu populasi serangga yang tidak memiliki gen spesifik untuk resistensi terhadap insektisida tertentu. Toleransi juga disebabkan oleh variasi karakteristik morfo-fisiologis Universitas Sumatera Utara 9 seperti, ukuran kutikula tebal dan tingginya kandungan lemak berperan dalam fenomena resistensi non spesifik. 2. Resistensi fisiologis, populasi serangga mungkin terseleksi untuk tetap hidup terhadap tekanan insektisida tertentu oleh mekanisme fisiologis yang berbeda enzim mendetoksifikasi timbunan insektisida dalam lemak. Contoh resistensi fisiologis adalah nyamuk yang resisten dapat meningkat akibat penggunaan insektisida seperti Malathion dan Sipermethrin. Tipe resistensi ini adalah reversible dapat pulih seperti semula ketika tekanan insektisida dihilangkan, tetapi kerentanannya jarang dapat kembali ke nilai sebelumnya dan menurun kembali dengan cepat manakala penggunaan insektisida dimulai lagi. 3. Resisten Perilaku resistance behavioristic, adalah kemampuan populasi nyamuk larimenghindar dari efek insektisida karena perilaku alamiah atau modifikasi perilaku mereka induced behavior akibat insektisida. Hal ini dilakukan dengan cara menghindari permukaan atau udara yang mendapat perlakuan insektisida atau memperpendek periode kontak Sucipto 2015.

2.1.3 Mekanisme Resistensi Serangga

Pada dasarnya mekanisme resistensi insektisida pada serangga dapat dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap pertama terjadi peningkatan detoksifikasi insektisida, sehingga insektisida menjadi tidak beracun hal ini disebabkan pengaruh kerja enzim tertentu. Kemudian terjadi penurunan kepekaan titik target insektisida pada tubuh. Tahap selanjutnya terjadi penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit, sehingga menghambat masuknya bahan aktif insektisida dan meningkatkan enzim detoksifikasi. Universitas Sumatera Utara 10 Menurut WHO 1980 ada 3 mekanisme dasar yang berperan dalam proses terjadinya resistensipenurunan status kerentanan serangga terhadap insektisida, diantaranya : 1. Peningkatan metabolisme toksikan insektisida dalam tubuh serangga dengan enzim mixed function oxisade, hidrolase, esterase dan glutathione-S- transferase. 2. Perubahan sensitivitas tempat sasaran dalam tubuh serangga, yang berupa insensitivitas saraf dan insensitivitas enzim asetilkholinesterase AChE. 3. Penurunan penetrasi toksikan insektisida ke arah tempat aktif saraf dan AChE. Mekanisme resistensi serangga terhadap insektisida organofosfat dan karbamat yang dilaporkan oleh French-Constant dan Bonning 1989, Mardihusodo 1996, Mulyaningsih 2004, yaitu terjadinya peningkatan aktivitas enzim esterase nonspesifik dan insensitivitas asetilkholinesterase. Peningkatan aktivitas enzim esterase nonspesifik akan menurunkan dosis letal insektisida organofosfat menjadi subletal, sehingga tidak mematikan serangga sasaran. Kedua mekanisme tersebut berperan dalam penurunan status kerentanan pada sebagian besar serangga, baik di bidang kesehatan maupun pertanian. Menurut Sucipto 2015 proses terjadinya penurunan kerentanan resistensi pada beberapa serangga termasuk nyamuk dapat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : 1. Faktor genetik, diketahui adanya sejumlah gen yang berperan dalam pengendali resisten R-gen, baik dominan atau resesif, homozygote maupun Universitas Sumatera Utara 11 heterozygote yang terdapat pada nyamuk maupun serangga lainnya. Faktor genetik seperti gen-gen yang menjadi pembentukan enzim esterase, yang dapat menyebabkan resistensi serangga terhadap insektisida organofosfat dan pyrethroid. Faktor genetik lain seperti adanya gen knock down resistence kdr sehingga serangga resisten terhadap DDT dan dieldrin. 2. Faktor biologis, meliputi biotik adanya pergantian generasi, perkawinan monogamy atau poligami dan waktu berakhirnya perkembangan setiap generasi pada serangga di alam, perilaku serangga misalnya: migrasi, isolasi, monofagi atau polifagi serta kemampuan serangga di luar kebiasaannya dalam melakukan perlindungan terhadap bahaya atau perubahan tingkah laku. 3. Faktor operasional, meliputi bahan kimia yang digunakan dalam pengendalian vektor golongan insektisida, kesamaan target dan sifat insektisida yang pernah digunakan, persistensi residu dan formulasi insektisida yang digunakan serta aplikasi insektisida tersebut di lapangan cara aplikasi, frekuensi dan lama penggunaan. Faktor operasional merupakan tekanan seleksi terhadap populasi serangga. Faktor operasional pertama adalah jenis insektisida yang digunakan. Jenis insektisida yang satu ternyata menyebabkan proses terjadinya resistensi lebih cepat dibandingkan dengan insektisida lainnya. Ada insektisida yang telah digunakan selama berpuluh tahun tidak menimbulkan resistensi, tetapi ada insektisida yang baru dipakai beberapa tahun sudah menimbulkan resistensi. Penggunaan insektisida lain sebelumnya juga memiliki pengaruh cross resistance. Misalnya telah diketahui adanya cross resistance antara DDT dan insektisida piretroid dan Universitas Sumatera Utara 12 cross resistance antara insektisida organofosfat dan karbamat. Populasi serangga yang sudah resisten terhadap insektisida DDT cenderung resisten terhadap piretroid. Demikian halnya populasi serangga yang sudah kebal terhadap insektisida golongan organofosfat cenderung resisten terhadap insektisida karbamat. Penggunaan insektisida secara terus menerus cenderung mempercepat proses terjadinya resistensi serangga. Sementara penggunaan insektisida secara bergantian dengan insektisida dari kelompok kimia yang berbeda dan cara kerja yang berbeda akan menghambat terjadinya resistensi serangga.

2.1.4 Deteksi Resistensi Vektor Terhadap Insektisida