Biologi Ikan Layang Biru Decapterus macarellus

analisis pengalokasian unit penangkapan, utamanya adalah produktivitas unit penangkapan dan jumlah hasil tangkapan pada kondisi maximum economic yield Cmey nya. Nilai poduktivitas dalam analisis ini menggunakan nilai produktivitas ideal usaha yang menguntungkan, yang nilainya nyata lebih tinggi dari nilai produktivitas aktual sekarang, dengan demikian jumlah unit penangkapan yang dialokasikan jelas lebih sedikit dari yang ada. Selanjutnya, untuk mengimplementasikan hasil yang diperoleh, tentunya tidak langsung dilakukan pengurangan atau pembatasan jumlah mini purse siene secara drastis. Hal ini dapat dilakukan secara bertahap dan rasional, seperti melakukan pengalihan usaha dari unit penangkapan yang berlebih ke unit penangkapan yang belum optimal, dan tidak lagi memperpanjang ijin usaha unit penangkapan mini purse siene hingga mencapai titik optimalnya.

5.4 Biologi Ikan Layang Biru Decapterus macarellus

Hasil pengamatan terhadap 2000 ekor ikan layang biru yang terdiri dari 645 ekor ikan jantan dan 1355 ekor ikan betina diperoleh perbandingan rasio kelamin jantan dan betina adalah 1 : 1,8 Tabel 18. Berdasarkan data rasio kelamin tersebut menunjukkan bahwa persentase ikan layang biru betina lebih besar dari ikan jantan, hal tersebut diduga di pengaruhi oleh tingginya faktor kematian penangkapan disamping itu diduga laju mortalitas alaminya juga berbeda. Hal lain yang menyebabkan ketidak seimbangan rasio kelamin jantan dan betina diduga karena pada bulan-bulan tersebut sebagian besar ikan-ikan betina melakukan pemijahan. Hal tersebut sesuai pernyataan Kilingbell 1978, bahwa terjadinya penyimpangan dari konsep keseimbangan rasio kelamin merupakan suatu pertanda bahwa proses pemijahan sedang terjadi. Wahyono dan Dharmadi 2000, melakukan penelitian di perairan Sulawesi Utara tentang beberapa aspek biologi perikanan malalugis biru dihasilkan rasio kelamin jantan dan betina adalah 1 : 1. Menurut Bal dan Rao 1984 diacu dalam Nugroha dan Mardilijah 2006, variasi dalam perbandingan kelamin sering terjadi dikarenakan 3 faktor yaitu perbedaan tingkah laku seks, kondisi lingkungan dan penangkapan. Pendugaan rasio jenis kelamin sangat dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan dalam produksi, rekruitmen dan konservasi sumberdaya ikan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan layang biru yang tertangkap memiliki ukuran yang bervariasi, dimana panjang rata-rata maupun berat rata-rata ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Frekuensi panjang ikan layang biru yang tertangkap di perairan Maluku Utara umumnya berukuran relatif besar dibandingkan dengan jenis ikan pelagis kecil lainnya. Penelitian Hariati 2004 di perairan Banda Aceh menunjukkan bahwa ikan layang biru yang ditemukan berukuran antara 16 – 32 cm FL, dengan modus 28,5 cm. Sementara di perairan sebelah barat Sumatera Utara berukuran antara 16 – 26 cm FL dengan modus 20,5 dan 23,5 cm. Sedangkan di perairan Parigi Teluk Tomini berukuran 16 cm – 27 cm FL, dengan modus 19,5 dan 25 cm. Dengan demikian maka ukuaran ikan layang biru yang tertangkap di perairan Maluku Utara berukuran relatif lebih besar dibandingakan dengan ukuran ikan yang di temukan pada penelitian-penelitian tersebut. Ukuran panjang total layang biru yang diperoleh selama penelitian menunjukkan varaisi ukuran yang berbeda. Adanya variasi ukuran dari ikan layang biru jantan maupun betina tersebut, diduga karena populasi ikan layang di perairan Maluku Utara terdiri dari beberapa kelompok, dimana hal tersebut dapat terlihat jelas dari pergeseran ukuran kelompok panjang dalam populasi berdasarkan waktu dari ikan tersebut. Frekuensi panjang ikan layang biru jantan dan betina yang diperoleh selama penelitian memiliki 3 tiga kelompok umur, yaitu kelompok umur pertama lebih muda dari kelompok umur berikutnya sejalan dengan semakin penjangnya ukuran ikan. Kelompok umur tersebut jelas menunjukkan adanya variasi ukuran ikan layang biru yang tertangkap di lokasi penelitian. Berdasarkan dugaan parameter pertumbuhan ikan layang biru di perairan Maluku Utara dengan metode Plot Ford-Walford di peroleh nilai dugaan parameter pertumbuhan Von Bartalanffy yaitu panjang maksimum L ∞ , nilai koefiesien pertumbuhan K dan umur teoritis t ikan layang biru betina lebih besar dibandingkan dengan layang biru jantan. Kurva pertumbuhan panjang layang biru jantan jantan maupun betina Gambar 26, mengekspresikan hubungan pola pertumbuhan dan umur maksimum dari populasi ikan layang biru jantan dan betina di perairan Maluku Utara. Dari kurva tersebut terlihat bahwa ikan layang biru jantan mencapai panjang maksimum 330,34 mm pada umur 48 bulan atau 4 tahun, demikian pula ikan layang biru betina mencapai panjang maksimum 335,73 mm pada umur 48 bulan atau 4 tahun. Dengan umur tersebut menunjukkan pada umur 48 bulan atau 4 tahun tidak terjadi lagi pertumbuhan atau penambahan panjang baik untuk ikan layang biru jantan maupun betina. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widodo 1988, menjelaskan bahwa umur maksimum dari ikan layang kira-kira 5 tahun. Panjang infinity L ∞ merupakan ukuran panjang maksimum ikan layang di tersebut di daerah penangkapan atau bisa disebut juga dengan panjang maksimum. Nilai L ∞ dan K yang diperoleh dalam penelitian ini Tabel 20 apabila dibandingkan dengan nilai penelitian L ∞ dan K hasil penelitian Widodo 1998 dengan ikan spesies yang sama di Laut Jawa dengan nilai L ∞ = 256 mm dan K = 0,50 per bulan menunjukkan perbedaan yang cukup besar. Menurut Csirke 1988 diacu dalam Merta 1992 perbedaan nilai parameter pertumbuhan L ∞ dan K dari spesies ikan yang sama pada lokasi yang berbeda di pengaruhi oleh faktor lingkungan masing-masing perairan seperti ketersediaan makanan, suhu perairan, oksigen terlarut, ukuran ikan, kematangan gonad. Widodo 1988 kecenderungan ketidaktepatan nilai parameter pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh komposisi ikan contoh yang dianalisis dari pada cara atau metode yang digunakan. Menurut Effendie 1997, pertumbuhan ikan di suatu perairan banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain jumlah makanan yang di makan, jumlah ikan di suatu perairan tersebut, jenis makanan yang dimakan, kondisi oseanografi perairan suhu, oksigen dan lain-lain dan kondisi ikan umur, keterunan dan genetik. Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang berat ikan layang biru yang di hitung secara terpisah baik jantan maupun betina di peroleh nilai koefiseien regresi lebih kecil dari 3 dan nilai r yaitu untuk ikan jantan 0.7635 dan ikan betina 0.8010. Nilai koefisien regresi b yang diperoleh menunjukkan keseimbangan pertumbuhan panjang dan berat ikan. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan layang biru di perairan Maluku Utara berpola ”Alometrik Minor, yang mengandung arti pertumbuhan panjang tubuh ikan lebih cepat dari pertumbuhan beratnya. Sedangkan nilai r yang tinggi mengindikasikan bahwa adanya keeratan hubungan antara panjang dan berat tubuh dari ikan layang. Penelitian pernah dilakukan oleh beberapa peneliti pada daerah yang berbeda diantaranya, di Laut Jawa dilakukan oleh Widodo 1988 didapatkan nilai b = 2,997 untuk ikan jantan dan b = 3,034 untuk ikan betina dan di perairan Teluk Ambon dilakukan oleh Sumadhiharga 1991 diperoleh nilai b = 2,298. Perbedaan nilai b dari beberapa penelitian ini diduga karena dipengaruhi oleh perbedaan musim dan tingkat kematangan gonad serta oleh aktivitas penangkapan. Menurut Graham 1935 diacu dalam Soumokil 1996 tekanan penangkapan yang cukup tinggi pada suatu daerah turut mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan populasi ikan. Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah Effendie, 1979. Penentuan tingkat kematangan gonad sangat penting di lakukan, karena sangat berguna untuk mengetahui perbandingan antara gonad yang masak dengan stok yang ada di perairan, ukuran pemijahan, musim pemijahan dan lama pemijahan dalam suatu siklus Effendie, 1997. Penentuan tingkat kematangan gonad dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara morfologis visual dan secara histologis. Untuk penelitian di perairan Maluku Utara penentuan tingkat kematangan gonad dilakukan secara morfologis visual. Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad ikan layang biru contoh jantan dan betina selama peneltian, ditemukan dalam beberapa tingkat kematangan gonad yaitu TKG I inmature, TKG II maturing TKG III mature, TKG IV ripe dan TKG V spent. Berdasarkan Tebel 22, menjelaskan bahwa Ikan layang biru jantan dan betina yang tertangkap selama penelitian didominasi ikan-ikan yang belum matang gonad. Kondisi seperti ini apabila terjadi dalam waktu yang panjang, maka berdampak buruk pada kelangsungan hidup dari sumberdaya ikan layang di perairan Maluku Utara. Hasil pengamatan menunjukkan ikan layang biru jantan dan betina yang telah matang gonad ditemukan sepanjang periode penelitian dengan jumlah terbanyak ditemukan pada bulan Maret. Hal ini menunjukkan bahwa untuk ikan layang biru betina di perairan Maluku Utara diduga memijah hampir setiap bulan dengan puncak pemijahan pada bulan April atau Mei. Hal tersebut senada dengan pernyataan Widodo 1988, berdasarkan hasil penelitian terhadap musim pemijahan ikan layang di Laut Jawa, diperoleh ikan jenis tersebut dengan tingkat kematangan gonad IV terbanyak pada bulan Maret dan bulan Juli dengan puncak pemijahan terjadi pada bulan AprilMei dan AgustusSeptember. Gambar 29, menjelaskan bahwa peningkatan jumlah ikan layang biru Decapterus macarellus contoh betina yang matang gonad selalu diikuti dengan peningkatan jumlah ikan layang biru contoh jantan. Hal tersebut memberi peluang yang cukup baik bagi induk-induk ikan layang biru untuk melakukan perkawinan. Berdasarkan hal tersebut dapat diduga bahwa ikan layang biru Decapterus macarellus di perairan Maluku Utara dapat memijah beberapa kali dalam satu musim dengan puncak musim pemijahan pada bulan April atau bulan Mei. Hal ini sesuai di kemukakan oleh Suwarso dan Hariati 1988, bahwa dari variasi indeks kematangan gonad menurut ukuran dan tingkat kematangan gonad diketahui pemijahan ikan layang biru berlangsung relatif lama dan bersifat sebagian- sebagian partial spawning. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu cara untuk mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan, seperti bilamana ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Berkurangnya populasi ikan di masa mendatang dapat terjadi karena ikan yang tertangkap adalah ikan yang akan memijah atau ikan belum pernah memijah, sehingga sebagai tindakan pencegahan diperlukan penggunaan alat tangkap yang selektif. Hasil pengamatan terhadap jumlah ikan layang biru yang matang gonad pada berbagai ukuran panjang tubuh menunjukkan bahwa ikan layang biru jantan maupun betina mencapai kematangan gonad pertama kali pada ukuran panjang total rata-rata 25,8 cm. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Hariati 2004, yang dilakukan di perairan Banda Aceh menghasilkan panjang rata-rata pertama kali matang gonad ikan layang biru Decapterus macarellus yaitu 24,9 cm, sedangkan di perairan Teluk Tomini dan di periaran Laut Sulawesi pada tahun 1997 adalah 22,8 cm. Saat pertama kali ikan mencapai kematangan gonad menurut Effendie 1992, di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, spesies, umur ikan, ukuran dan kemampuan adaptasi ikan terhadap lingkungan faktor internal serta makanan, suhu dan arus faktor eksternal. Perbedaan ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad tidak sama disebabkan oleh perbedaan strategi hidup atau pola adaptasi ikan itu sendiri. Dengan tertangkapnya khususnya ikan layang biru betina yang matang gonad pada berbagai ukuran mulai dari ukuran yang terkecil sampai ukuran yang besar memberikan petunjuk bahwa ikan-ikan tersebut bertelur dan memijah lebih dari satu kali dalam hidupnya. Selain melalui pengamatan tingkat kematangan gonad, musim pemijahan ikan dilakukan di suatu perairan dapat diteliti melalui pengamatan terhadap jumlah telur yang sudah masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah Batts,1972. Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Menurut Effendie 1992, kegunaan fekunditas adalah sebagai bagaian dari studi sistimatik atau studi mengenai ras, dinamika populasi, produkstivitas, potensi reproduksi dan sebagainya. Sedangkan dalam bidang akuakultur jumlah telur yang dihasilkan berguna dalam persiapan fasilitas kultur ikan. Hasil pengamatan terhadap contoh ikan layang biru betina yang telah, diperoleh kisaran fekunditas ikan layang biru di perairan Maluku Utara antara 28875 - 84000 butir. Adanya variasi jumlah telur pada berbagai ukuran panjang ikan layang biru menunjukkan kemungkinan adanya kegiatan pengeluaran telur yang terjadi setiap saat. Fekunditas yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki kisaran yang berbeda dengan hasil penelitian beberapa penelitian sebelumnya antara lain. Soumokil 1996 yang meghitung jumlah telur dari 100 ekor ikan Decapterus russelli betina dengan ukuran nilai tengah panjang 170 mm-280 mm mengandung telur sebanyak 20874 -70112 butir. Burhanuddin dan Djamali 1977 yang telah mencacah 20 ekor ikan Decapterus russelli betina dari perairan Pulau Panggang Pulau-Pulau Seribu dengan ukuran panjang baku 166-299 mm mengandung telur sebanyak 20000-80000 butir. Penelitian yang pernah dilakukan di perairan Teluk Ambon diperoleh ikan momar betina mengandung telur sebanyak 6641 - 97724 butir. Adanya perbedaan jumlah telur dari berbagai hasil penelitian disebabkan oleh perbedaan ukuran panjang dan diameter telur yang diteliti Burhanuddin dan Djamali, 1977. Hasil analisis regresi antara panjang total ikan dengan jumlah telur memperoleh suatu hubungan yang erat dimana respon jumlah telur sangat dipengaruhi oleh panjang total ikan layang biru betina yang telah siap memijah. Atau mengandung arti bahwa semakain panjang induk ikan maka semakin bertambah jumlah telurnya.

5.5 Mesh Size Minimum Alat Tangkap Ikan Layang Pilihan