Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Identitas Diri

66

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Identitas Diri

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Identitas Diri subjek. Pada Identitas Okupasi Pekerjaan subjek lebih dipengaruhi oleh faktor pendidikan. “iya cuma sampe SD, soalnya dulu nggak ada biaya..” WCR1, S1, brs.18 Subjek kurang memiliki kesempatan untuk mencoba berbagai jenis pekerjaan dikarenakan ketiadaan biaya untuk menuntut pendidikan yang lebih tinggi. “ ya kan kalo lulusan SD aku mikir bisa kerja apa, trus ya aku lihat- lihat di luar kira-kira apa. Pas ada lowongan di toko cari karyawan aku daftarnya disitu.” WCR1, S1, brs.328 “...Uangnya juga nggak punya untuk lanjut sekolah lagi “WCR1, S1, brs.272 Faktor yang mempengaruhi Identitas Relasi subjek adalah lingkungan tempat tinggalnya. Sejak kecil subjek dan ayahnya beberapa kali berpindah-pindah kota karena kondisi ayahnya yang beberapa kali menikah dan gagal dalam rumah tangganya. “Maksude aku kan kerja disana sini, pindah-pindah. Dulu kan bapak nikah beberapa kali trus cerai, jadi aku tinggal ya pindah pindah. Ikut bapak, sana sini.” WCR1, S1, brs. 252 67 Sementara itu dalam lingkungan tempat tinggalnya saat ini, kurang memungkinkan baginya untuk lebih mencoba bersosialisasi atau mencari banyak sahabat. “...ya kan disini memang banyak orang tapi nggak kenal, jarang ada yang temenan. Pada sendiri. Aku juga males mau cari sahabat. Kenalnya biasa aja.” WCR1, S1, brs.398 “ya kan kalo kayak gini kan udah termasuknya perkampungan jelek toh mbak . jadi aku kalo mau keluar juga malu, mbok misale ada yang kenal aku.” WCR1, S1, brs.474 Identitas Religius subjek dipengaruhi oleh faktor keluarga. Sejak kecil ia sudah menganut agama islam, akan tetapi ia mengakui bahwa ia dan keluarganya tidak pernah menunaikan ibadah bersama- sama. “nggak pernah kalo ke masjid bareng.” WCR1, S1, brs. 86 “ya biasanya sih gak ditanyai. Bapak jarang juga. Nggak ini kok, nggak diajari ngaji. Gak pernah nanya masalah itu. Cuma kalo aku nggak puasa ya juga nggak dimarahi. Ntar aku bilange lagi halangan.” WCR1, S1, brs.88 Pekerjaan yang ia jalani juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ia malas untuk beribadah. Subjek merasa malu dengan 68 pekerjaannya sehingga terkadang ia merasa berdosa dan lebih memilih untuk tidak menjalankan kewajiban agamanya. “ya merasa...kaya..dosa gitu” WCR1, S1, brs.96 “ya aku sholat, tapi kerjaku kaya gini. Ya kadang malu, kadang malu sendiri. Tapi ya...gimana lagi.. ya ingat, Cuma ya malas kalo mau sholat.” WCR1, S1, brs.98 Identitas Seksualitas subjek ia memiliki status penundaan identitas identity moratorium. Hal ini memperlihatkan bahwa subjek masih mengalami krisis dan belum memiliki komitmen yang jelas terhadap identitas seksualnya. Eksplorasi yang subjek lakukan sangatlah kurang, ia mendapatkan informasi mengenai seksualitas dari menonton film porno di handphonenya. Kurangnya pengetahuan dan pengaruh dari lingkungan sosial dimana ia tinggal menjadi faktor- faktor yang mempengaruhi status identitas seksual subjek. “ya gak ada yang kasih tau. Kan opo, dulu bapak habis nikahan tinggale disini. Lihat disini pada kerja itu, bapak nyuruh. Tapi katane boleh nyanyi tapi gak boleh minum sama merokok” WCR1, S1, brs.424 “ya terus akhirnya jadi LC. Dulune aku takut. Tapi trus disini tak lihatin aja orang-orange kerja gitu. Kalo malem aku ngikut sama mbak , trus diajarin carane. Aku belajar nyanyi-nyanyi juga. Lama-lama akhire aku memutuskan buat kerja itu juga.” WCR1, S1, brs.426 69 Subjek merasa takut untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai informasi seksual yang ada, misalnya mencari tahu tentang penyakit. Ia menyadari bahwa bahaya penyakit dapat mengancamnya kapan saja dalam bekerja akan tetapi ia memiliki keinginan yang kurang. “ya aku tau nek kerjaku kaya gini mesti bisa kena penyakit. Tapi aku takut nek misale mau cari-cari. Aku mending, ah...ya mending sok ga tau aja. kalo ada pemeriksaan aku juga males ikut, takut kalo diapa- apain, sakit, sama takut gitu.” WCR, S1, brs.298 Keluarga juga menjadi faktor yang berpengaruh dalam pembentukan identitas seksualnya saat ini. Di dalam keluarganya, ia tidak diajari ataupun diberi tahu oleh orang tuanya mengenai perilaku seksual. Kurangnya bimbingan dari keluarga ini yang membuat subjek semakin tidak mengerti mengenai seksualitas secara lebih dalam. “enggak. Ya kalo bapak ngasih tau masalah seks itu ya malulah mbak. Daridulu gak pernah ditanyai, apa dikasih tau gini gini. Kan malu.” WCR1, S1, brs.410 “ya...apa ya...masalah gimana ya. Ya ga pernah tanya-tanya soal temen, pacar.” WCR1, S1, brs.416 Pola asuh orang tua yang permisif juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi identitas seksual subjek saat ini. 70 Diakuinya, ia tidak dimarahi ketika orang tuanya mengetahui bahwa ia telah melakukan hubungan seks dengan pacarnya. “yo waktu itu udah tau terus aku dibilangi, jangan hamil gitu. Kalo udah serius langsung nikah aja. gitu..” WCR1, S1, brs.422

e. Rangkuman Temuan Penelitian