Status identitas diri remaja wanita pekerja seks.

(1)

i

STATUS IDENTITAS DIRI REMAJA WANITA PEKERJA SEKS

Irene Putri Larasati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang status identitas diri remaja wanita pekerja seks. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan data yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan data pendukung melalui tes grafis dengan subjek yang berjumlah tiga orang. Gambaran tentang identitas diri remaja wanita pekerja seks meliputi status dalam identitas okupasi, relasi sosial, religius dan seksual. Status identitas terdiri dari empat macam status yaitu penyebaran identitas, pencabutan identitas, penundaan identitas, dan pencapaian identitas. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa identitas seksual remaja wanita pekerja seks memiliki status identitas diri yang sama yaitu penundaan identitas. Sementara itu pada identitas yang lain (okupasi, relasi sosial dan religius) memiliki status yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja wanita pekerja seks secara keseluruhan adalah tingkat pendidikan, pola asuh orang tua, lingkungan tempat tinggal, teman sebaya dan kepribadian subjek.


(2)

ii

SELF IDENTITY STATUSES OF GIRLS ADOLESCENCE IN

PROSTITUTE

Irene Putri Larasati ABSTRACT

The primary purpose of this study was to describe the self identity statuses of girls adolescent prostitute. This study is descriptive qualitative research with data that is is goten by interview, observation and supported data from graphic test with three subject. The description about self identity status of girls adolescent in prostitute include the identity status in occupation, social relationship, religion, and sexuality. The identity status consist of four status, there are identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium, and identity achievement. Based on this research result is showed that the sexual identity of girls adolescent prostitute have the same identity status, there are identity moratorium. Whereas on the other indetity (the occupation, social relation and religious) have different identity status. In generally the factors that influence in building identity of adolescence girls prostitute are education grade, parents, social environment, peer groups, and their personality.


(3)

i

STATUS IDENTITAS DIRI REMAJA WANITA PEKERJA SEKS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program

Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Irene Putri Larasati

NIM : 089114088

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

If you want something you’ve never had, you must be willing to do something you’ve never done.(Thomas Jefferson)

Hati yang gembira adalah obat yang manjur,

Semangat yang patah mengeringkan tulang.


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untukmu Bapak dan Ibu Aku tahu kau bisa saja berhenti dan menyerah Membiarkan impianku hanya sekedar mimpi Tapi kau mempercayai keyakinanku Tak sekedar berdiri di tepian dan melihatku saja Tapi menggandeng tanganku dengan segenap cinta yang kau miliki Menyalurkan energinya pada setiap darahku Hingga aku berani untuk tak sekedar hidup Tapi membuatnya bermakna untuk jiwaku yang bisa merasakannya

Aku tahu kau bisa saja berhenti dan menyerah Tapi segala cinta, keringat, airmata bahkan darahmu telah membuatku percaya Bahwa Tuhan tak akan menguji di luar batas kesanggupan yang kita punya Bahwa begitu banyak keajaiban yang akan tercipta selama kita berdoa dan percaya... Maka aku harus terus bertahan dan berjuang Hingga impian demi impianku menjadi nyata

Untukmu Bapak dan Ibuku... Terimakasih untuk doa yang selalu kau daraskan untukku Terimakasih untuk segala cinta dan pengorbananmu


(8)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 Februari 2014 Penulis


(9)

vii

Irene Putri Larasati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang status identitas diri remaja wanita pekerja seks. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan data yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan data pendukung melalui tes grafis dengan subjek yang berjumlah tiga orang. Gambaran tentang identitas diri remaja wanita pekerja seks meliputi status dalam identitas okupasi, relasi sosial, religius dan seksual. Status identitas terdiri dari empat macam status yaitu penyebaran identitas, pencabutan identitas, penundaan identitas, dan pencapaian identitas. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa identitas seksual remaja wanita pekerja seks memiliki status identitas diri yang sama yaitu penundaan identitas. Sementara itu pada identitas yang lain (okupasi, relasi sosial dan religius) memiliki status yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja wanita pekerja seks secara keseluruhan adalah tingkat pendidikan, pola asuh orang tua, lingkungan tempat tinggal, teman sebaya dan kepribadian subjek.


(10)

viii

PROSTITUTE

Irene Putri Larasati ABSTRACT

The primary purpose of this study was to describe the self identity statuses of girls adolescent prostitute. This study is descriptive qualitative research with data that is is goten by interview, observation and supported data from graphic test with three subject. The description about self identity status of girls adolescent in prostitute include the identity status in occupation, social relationship, religion, and sexuality. The identity status consist of four status, there are identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium, and identity achievement. Based on this research result is showed that the sexual identity of girls adolescent prostitute have the same identity status, there are identity moratorium. Whereas on the other indetity (the occupation, social relation and religious) have different identity status. In generally the factors that influence in building identity of adolescence girls prostitute are education grade, parents, social environment, peer groups, and their personality.


(11)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Irene Putri Larasati

Nomor Mahasiswa : 089114088

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

STATUS IDENTITAS DIRI REMAJA WANITA PEKERJA SEKS

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan media lain tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta,

Pada tanggal : 25 Februari 2014 Yang menyatakan,


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus untuk segala berkat berkelimpahan dan bimbingan-Nya selama peneliti menyusun hingga menyelesaikan penelitian ini dengan judul“Status Identitas Diri Remaja Wanita Pekerja Seks”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi peneliti untuk meraih gelar Sarjana Psikologi pada Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti berharap penelitian ini mempunyai manfaat bagi sumbangan wacana ilmu dalam bidang Psikologi secara khusus.

Selama proses penyusunan skripsi ini, peneliti tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Dukungan, perhatian serta bantuan yang diberikan oleh lingkungan peneliti sangat membantu peneliti di dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. T. Priyo Widiyanto, S. Psi., M. Si, selaku selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen pembimbing skripsi. Terimakasih atas bimbingannya kepada penulis dan kesabarannya menghadapi penulis di dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

2. Ratri Sunar Astuti, S. Psi., M. Si, selaku Ketua Program Studi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(13)

xi

4. Ibu Ertina Kusumawati, Psi., terimakasih untuk bantuan, bimbingan, saran kepada penulis dalam menginterpretasi tes grafis. Untuk sesi sharing yang dilakukan bersama-sama, sungguh berharga. Ibu menginspirasi saya, terimakasih banyak Bu karena membuat saya merasa percaya bahwa saya pasti bisa.

5. Segenap dosen dan laboran di Fakultas Psikologi, yang telah membimbing selama penulis kuliah di Universitas Sanata Dharma.

6. Kedua orang tuaku, Bapak dan Ibu, terimakasih yang sebesar-besarnya untuk segala bimbingan, dukungan, serta doa yang tak henti-hentinya dipanjatkan bagiku selama hidupku. Tak ada kata-kata yang bisa menggambarkan betapa berharganya aku memiliki orangtua yang sangat bijak dan penuh kasih.Thank you for being my supergreat parents...i will always love you, Mom and Dad. 7. Ketiga kakakku, Mbak Shinta & Bang Adi, terimakasih untuk bimbingan dan

doanya bagiku selama ini. Banyak pelajaran hidup yang bisa kudapatkan dari kalian. Untuk kakakku Mbak Ninuk, terimakasih banyak untuk dukungan yang diberikan padaku. I love you all.

8. Chatarina Niken alias Iput alias miss stove, thanks ya buat pinjaman headsetnya. Hihi...hidup gaspoolll !!

9. Teman-temanku seperjuangan, Margarita Prastiwi, Budi Hartono, Maria Desi, Intan Ayu, dan Ristiana Shinta terimakasih untuk bantuannya selama ini yaa. Pasti aku akan sangat merindukan masa-masa kebersamaan kita dulu. Semangat untuk kalian semua teman, jangan pernah berhenti berjuang untuk


(14)

xii

10. Untuk teman-teman angkatan 2008 yang tersisa, semangat kawan !! Perjalanan masih panjang, jangan menyerah.

11. Untuk teman-teman Komunitas San’t Egidio Yogyakarta, terimakasih untuk kebersamaan, canda-tawa, dukungan dan doa yang banyak diberikan bagi penulis selama ini. Maaf selama skripsi aku vakum dan jarang pelayanan, but...i’ll be back. Hehe. Sungguh bahagia menemukan keluarga seperti kalian. 12. Untuk Kak Mayus dan Kak Mekar, terimakasih banyak karena mau

meminjamkan tape recorder kepada penulis untuk pengambilan data penelitian. Bantuannya sangat berharga... Tuhan memberkati.... 13. Untuk Romo Harto, terimakasih untuk doanya kepada penulis selama

menyelesaikan skripsi. Maaf ya Romo saya lama tidak berkunjung.

14. Untuk ketiga subjekku yang tidak dapat kusebutkan satu-persatu, terimakasih banyaaaaakkk. Tanpa bantuan kalian skripsi ini tidak akan pernah ada. Sampai ketemu yaaa, Tuhan memberkati.

15. Untuk Bu Dian terimakasih atas bantuannya dan Mas Heri yang bersedia mengantarkan penulis kesana-kemari, terimakasih banyak ya. Bantuanmu sungguh tak pernah terlupakan.

16. Buat R 6501 KT, terimakasih untuk tenaga yang terkuras habis mengantarkan penulis dari ujung ke ujung setiap harinya selama 5 tahun kebersamaan kita. Sungguh luar biasa tenagamu, pasti kau akan kurawat terus.

17. Untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu dan memberi masukan selama peneliti menyelesaikan tugas akhir ini.


(15)

xiii

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan serta jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membagun untuk penyempurnaan tugas akhir ini. Akhirnya harapan penulis, semoga Tugas Akhir ini dapat berguna bagi semua pihak dan dapat dijadikan kajian lebih lanjut.

Yogyakarta, 25 Februari 2014 Penulis,


(16)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

1. Manfaat Teoretis ... 5


(17)

xv

A. Identitas Diri ...7

1. Definisi Identitas Diri ... 7

2. Empat Status Identitas Diri ... 12

3. Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Identitas Diri ... 16

B. Remaja ... 20

1. Definisi Remaja ... 20

2. Karakteristik Remaja ... 21

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 24

C. Pekerja Seks ... 26

1. Seksualitas ... 26

2. Definisi Pekerja Seks ... 30

D. Status Identitas Diri Remaja Wanita Pekerja Seks ... 32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Batasan Operasional ... 36

C. Subjek Penelitian ... 38

D. Metode Pengumpulan Data ... 39

1. Wawancara ... 39

2. Tes Grafis ... 42

E. Analisis Data ... 43

F. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 45


(18)

xvi

A. Pelaksanaan Penelitian ... 48

1. Pelaksanaan Penelitian ... 48

2. Subjek Penelitian ... 49

3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 50

B. Hasil Penelitian ... 51

1. Subjek 1... 51

2. Subjek 2... 71

3. Subjek 3... 90

C. Pembahasan ... 108

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 121

A. Kesimpulan ... 121

B. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Status Identitas Diri Menurut James Marcia... 15

Tabel 2. Panduan Wawancara... 40

Tabel 3. Kode Organisasi Data... 44

Tabel 4. Waktu dan Tempat Penelitian... 50 Tabel 5. Rangkuman Hasil Penelitian... 1 2 0


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Tes Grafis Subjek 1...127

Lampiran 2. Hasil Tes Grafis Subjek 1 ...132

Lampiran 3. Wawancara Subjek 1 ...143

Lampiran 4. Gambar Tes Grafis Subjek 2...179

Lampiran 5. Hasil Tes Grafis Subjek 2 ...183

Lampiran 6. Wawancara 1, Subjek 2 ...194

Lampiran 7. Wawancara 2, Subjek 2 ...214

Lampiran 8. Gambar Tes Grafis Subjek 3...242

Lampiran 9. Hasil Tes Grafis Subjek 3 ...246

Lampiran 10. Wawancara 1, Subjek 3 ...256

Lampiran 11. Wawancara 2, Subjek 3 ...267

ampiran 12. Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara ...304

Lampiran 13. Surat Keterangan Keabsahan Wawancara ...305

Lampiran 14. Surat Keterangan Ijin Sekretariat Daerah Pemerintah DIY...306


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), Pelacuran berasal dari kata “lacur” yang berarti tidak baik kelakuannya (tentang

perempuan). Jadi, pelacuran dapat didefinisikan perihal menjual diri sebagai pelacur. Terciptanya pekerja seks di lokasi prostitusi umumnya berangkat dari keterpaksaan menyangkut persoalan keluarga dan masalah pribadi, traumatik terhadap kekerasan seksual, dan sulitnya mencari pekerjaan di tengah persoalan hidup (Amaliyasari ; Puspitasari, 2008). Sayangnya dunia prostitusi saat ini ternyata banyak melibatkan anak-anak yang berusia remaja hingga di bawah umur (Lubis, 2004).

Tingginya angka pekerja seks menunjukkan kebutuhan akan kepuasan semakin meningkat, seperti dilansir Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak (ILO-IPEC) melalui kajian cepat, untuk tahun 2007 diperkirakan jumlah pekerja seks diusia anak hingga remaja sekitar 1.244 anak di Jakarta, 520 anak di Yogyakarta, 4.990 di Surabaya, dan 1623 di Semarang. Namun jumlah ini diperkirakan dapat naik menjadi beberapa kali lipat lebih besar mengingat banyaknya penjaja hasrat yang mangkal di tempat-tempat tersembunyi, ilegal dan tidak terdata (Kompasiana, 2010).


(22)

Terlibatnya remaja dalam dunia prostitusi membawa suatu keprihatinan tersendiri. Tuti Harjayani, Psikolog Universitas Sebelas Maret Solo dalam Harian Jogja (2012) mengungkapkan pendapatnya mengenai praktek jasa seks yang dilakukan oleh remaja. Menurutnya, anak-anak remaja serta yang berusia dibawah 30-an yang tergiur rupiah, mulai menjual diri secara sukarela kepada lelaki hidung belang. Mereka menikmati dunianya tanpa rasa bersalah. Menurutnya, salah satu penyebab banyaknya remaja dan anak kuliah terlibat dalam dunia prostitusi ialah karena minimnya pendidikan seks di usia dini di rumah dan sekolah. Akibatnya banyak remaja merasa penasaran tanpa tahu resikonya.

Masa remaja itu sendiri merupakan masa transisi dari periode anak menuju ke dewasa. Pada masanya, remaja akan mengalami serangkaian perubahan di dalam diri mereka. Perubahan tersebut secara menyeluruh mulai dari perubahan fisik, kognitif dan sosio emosional.

Remaja di dalam mengalami serangkaian perubahan dalam dirinya akan dihadapkan pada temuan siapa mereka, apa keunikannya, dan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Remaja dihadapkan pada berbagai peran mulai dari peran pekerjaan hingga relasi romantis (Santrock, 2007). Disinilah masa remaja biasanya disebut dengan masa mencari identitas diri.

Pencapaian identitas diri adalah sebuah proses dimana seorang remaja mengembangkan suatu identitas personal yang unik, yang berbeda dan terpisah dari orang lain (Josselson, dalam Agnes 2008). Pencapaian


(23)

identitas diri dalam diri seseorang merupakan suatu hal yang penting. Hal ini dikarenakan seseorang yang telah mencapai identitasnya dapat mengetahui siapa dia dan ingin menjadi apa dirinya di masa yang akan datang. Sehingga ia akan lebih berfungsi dengan baik di dalam kehidupannya (Agnes, 2008).

Para remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas akan menderita kebingungan identitas (Santrock, 2007). Mereka ini dapat menarik diri, mengisolasi diri dari kawan-kawan dan keluarga, atau membenamkan dirinya dalam dunia kawan-kawan dan kehilangan identitasnya sendiri dalam kerumunan itu.

James Marcia (dalam Santrock, 2007) menganalisis teori mengenai perkembangan identitas Erickson dan menyimpulkan bahwa terdapat empat status identitas di dalam teori tersebut yang berkaitan dengan krisis (eksplorasi) dan komitmen, yaitu : penyebaran identitas (identity diffusion), pencabutan identitas (identity foreclosure), penundaan identitas (identity moratorium) dan pencapaian identitas (identity achievement).

Seperti yang diungkapkan Erickson (2007) bahwa masa remaja akan mengalami kebingungan identitas. Remaja wanita yang berprofesi sebagai pekerja seks juga tentunya juga memasuki tahap kebingungan identitas. Remaja pekerja seks di dalam masanya juga sedang mencari identitas dirinya. Mereka belajar mengenai berbagai peran di dalam kehidupannya.


(24)

Akan tetapi, tidak seperti remaja lainnya yang dapat lebih bebas bereksplorasi dalam kehidupannya, remaja wanita pekerja seks memiliki kebimbangan yang mempengaruhi pencapaian identitas dirinya. Tidak mudah bagi mereka secara terang menerima diri mereka sendiri dalam menjalani profesi tersebut. Terdapat kebimbangan antara terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, dengan perasaan berdosa, malu atau takut akan akibat yang ditimbulkan seperti kehamilan, terkena penyakit menular seksual, hingga dampak sosial seperti dikucilkan dalam lingkungan sosialnya.

Ada beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap pembentukan identitas diri remaja. Sekolah, teman sebaya, lingkungan sosial serta dinamika di dalam keluarga seperti pola asuh orang tua merupakan salah satu hal yang penting dalam pembentukan identitas diri. Santrock (2007) mengatakan bahwa perkembangan identitas diri remaja dipengaruhi oleh pola asuh orang tua.

Oleh karena itu, perkembangan identitas remaja yang berprofesi sebagai pekerja seks menjadi menarik untuk diteliti karena di dalam mencari identitasnya, remaja pekerja seks memiliki proses yang berbeda dengan remaja lainnya. Proses pencapaian identitas diri remaja wanita pekerja seks dapat diketahui melalui status identitas diri yang telah dicapainya pada saat tersebut serta faktor yang melatarbelakangi dirinya mencapai status identitas tersebut.


(25)

B. RUMUSAN MASALAH

Beberapa pertanyaan penelitian yang hendak diulas lebih dalam dirumuskan sebagai berikut :

1. Berada di tahap status identitas apa seorang remaja wanita pekerja seks?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan identitasnya?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan status identitas diri yang dicapai oleh remaja wanita pekerja seks dan faktor-faktor yang melatarbelakangi pembentukan identitas diri remaja wanita pekerja seks.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah :

1. Manfaat Teoritis

a.) Menambah sumbangan terhadap ilmu Psikologi mengenai perkembangan remaja

b.) Memberi sumbangan ilmu terhadap penelitian sejenis

2. Manfaat Praktis

Memberi masukan bagi para pendamping, orang tua maupun wali dari remaja untuk lebih memahami seluk beluk perilaku remaja


(26)

sehingga dapat memberi pendampingan yang tepat bagi para remaja di dalam kehidupan mereka.


(27)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. IDENTITAS DIRI

1. Definisi Identitas Diri

Pencarian Identitas didefinisikan Erikson sebagai konsepsi tentang diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang (Papalia, 2008). Usaha remaja untuk memahami dirinya merupakan suatu proses yang vital dan sehat yang didasarkan kepada pencapaian tahap sebelumnya dan meletakkan dasar untuk menghadapi kehidupan sebagai orang dewasa.

Remaja tidak membentuk identitas mereka dengan meniru orang lain, tetapi untuk membentuk identitas, seorang remaja harus memastikan dan mengorganisir kemampuan, kebutuhan, ketertarikan, dan hasrat mereka sehingga dapat diekspresikan dalam konteks sosial (Papalia, 2008).

Erikson (Santrock, 2007) telah mengungkapkan gagasannya mengenai Identitas Diri yang berlangsung selama masa remaja. Dalam masa ini remaja harus memutuskan siapakah mereka, apa keunikannya, dan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Mereka akan dihadapkan pada berbagai peran, mulai dari peran pekerjaan hingga peran dalam relasi romantis. Di dalam proses mengeksplorasi dan mencari identitas budayanya, mereka seringkali bereksperimen dengan berbagai peran.


(28)

Anak muda yang berhasil mengatasi dan menerima peran yang saling berkonflik satu sama lain ini beridentifikasi dengan sebuah penghayatan mengenai diri yang baru yang menyegarkan dan dapat diterima. Sementara remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas akan menderita kebingungan identitas. Mereka akan cenderung menarik diri, mengisolasi diri dari kawan-kawannya, atau membenamkan diri dalam dunia kawan-kawannya, dan kehilangan identitasnya sendiri di dalam kerumunannya itu.

Apabila kebutuhan remaja untuk diterima dan disukai lebih kuat daripada kebutuhan untuk menjadi diri yang sebenarnya dan nilai-nilai yang sebenarnya, remaja biasanya akan menemukan diri mereka berperilaku dalam cara yang tidak biasa dan lebih suka melihat orang lain lalu bertanya pada orang lain mereka harus menjadi siapa (Corey dkk, 2010).

Menurut Erikson, bahaya utama dalam tahap ini adalah kebingungan identitas (atau peran), yang dapat memperlambat pencapaian kedewasaan psikologis. Remaja juga dapat menunjukkan kebingungannya dengan mundur ke masa kanak-kanak untuk menghindari pemecahan konflik atau dengan melibatkan diri mereka secara impulsif ke dalam serangkaian tindakan yang buruk.

Erikson mempercayai bahwa resolusi sukses dari krisis identitas versus kebingungan identitas (identity vs identity diffusion) tergantung kepada bagaimana seorang individu telah mengatasi krisis


(29)

masa lalunya selama masa kanak-kanak. Tanpa sebuah rasa yang baik dari kepercayaan, otonomy, inisiatif dan industri, sangatlah sulit untuk membangun sebuah rasa yang koheren dari sebuah identitas. Lebihnya lagi, bagaimana cara seorang remaja mengatasi krisis identitasnya akan memiliki suatu efek dari perjuangannya dalam krisis dimasa dewasa (Steinberg 2002).

Beberapa peneliti berpendapat bahwa terdapat suatu pola dari individu-individu yang mengembangkan identitas positif yang disebut

dengan siklus “MAMA” atau “ moratorium-achievement-moratorium-achievement” (Santrock, 2007). Individu akan mengulang siklus ini di di sepanjang hidupnya seiring dengan perubahan pribadi, keluarga, sosial, yang menuntut mereka untuk mengeksplorasi berbagai alternatif baru dan mengembangkan komitmen baru.

Selama masa psychososial moratorium, remaja dapat mempelajari berbagai peran dan identitas, dalam konteks yang membuat mereka mengeksplorasi berbagai peran tersebut (Steinberg, 2002). Selama masa ini pula banyak anak muda yang mencari komitmen yang dapat mereka jadikan pegangan (Papalia, 2008). Komitmen di usia muda ini dapat membentuk kehidupan seseorang beberapa tahun kemudian. Tingkat dimana anak muda dapat memegang teguh komitmennya, akan mempengaruhi kemampuan mereka untuk memecahkan krisis identitas.


(30)

Ada banyak pilihan di dalam kehidupan yang mencerminkan keinginan untuk meraih identitas yang bermakna. Dengan pilihan tersebut, seorang remaja akan berusaha menjadi diri sendiri yang sebenarnya, dibandingkan berusaha untuk mengubur identitasnya sendiri agar dapat mengikuti keinginan masyarakat luas.

Erikson (1968) mengungkapkan bahwa ada beberapa domain utama dalam identitas diri, yaitu :

1. Identitas Pekerjaan : yang menyangkut jalur pekerjaan yang ingin diikuti. Mengembangkan kesadaran tentang kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya, hal yang disuka dan tidak disuka yang akan membantu remaja untuk membuat pilihan karir yang spesifik.

2. Identitas Religious : yaitu mengenai keyakinan spiritual seseorang, bagaimana remaja memahami agama yang dianutnya. 3. Identitas Relasi : mencakup apakah seseorang itu ingin hidup

malajang, menikah, bercerai atau hidup bersama. Dimana dalam hubungan pertemanan, remaja akan mendefinisikan dirinya lewat hubungan dengan teman-temannya, apa saja yang mereka harapkan dari teman-temannya, dsb.

4. Identitas Seksual : yaitu apakah seseorang ingin heteroseksual, homoseksual atau biseksual, bagaimana pandangan remaja dalam mengekspresikan seksualitasnya. Jugta terdapat komponen


(31)

romantis seperti apa yang diharapkan remaja dari orang tersebut dan sebaliknya.

Sementara itu beberapa domain lainnya seperti minat, prestasi, budaya/etnis, kepribadian dan fisik merupakan beberapa domain tambahan.

Krisis identitas dari remaja, ketika berhasil diselesaikan, memuncak dalam sebuah seri dari komitmen dasar kehidupan : okupasi, ideologi, sosial, religius, etika dan seksual. (Bourne, 1978a dalam Steinberg 2002).

Para ahli teori berpendapat bahwa proses perkembangan identitas ini tidak hanya dimulai dan berakhir pada masa remaja, namun proses ini telah dimulai sejak bayi yang muncul dalam bentuk kelekatan, penghayatan mengenai diri, dan munculnya kemandirian (Santrock, 2007). Hal-hal yang penting yang menyangkut perkembangan identitas di masa remaja adalah bahwa untuk pertama kalinya, perkembangan fisik,kognitif, sosio-emosional, meningkat hingga suatu titik dimana individu dapat mensintesakan berbagai identitas dan identifikasi di masa kanak-kanak untuk menyusun sebuah jalur yang dinamis menuju kematangan orang dewasa.

Remaja yang berhasil mengatasi krisis identitas akan mengembangkan moral kesetiaan dimana ia akan mempertahankan


(32)

loyalitas, keyakinan, atau perasaan yang dimiliki oleh orang yang tercinta atau kepada teman serta rekanan (Papalia, 2008).

2. Empat Status Identitas Diri

James Marcia (Santrock, 2007) berpendapat bahwa teori perkembangan identitas Erikson terdiri dari empat status identitas, atau cara yang ditempuh dalam menyelesaikan krisis identitas. Status identitas itu sendiri merupakan istilah yang digunakan Marcia untuk kondisi perkembangan ego yang tergantung kepada kehadiran atau ketidakhadiran krisis dan komitmen. Marcia menggunakan krisis dan komitmen individu untuk mengklasifikasikan individu berdasarkan keempat status identitas ini.

Krisis (crisis) sebagai suatu periode perkembangan identitas dimana individu berusaha melakukan eksplorasi terhadap berbagai alternatif yang bermakna. Ini merupakan periode bagi individu untuk mengambil keputusan yang disadari yang berkaitan dengan pembentukan identitas (Papalia, 2008).

Sementara komitmen (commitment) diartikan sebagai investasi pribadi mengenai hal-hal yang hendak individu lakukan dalam pekerjaan atau system keyakinan (Papalia, 2008).

Berikut ini merupakan keempat status identitas yang dikemukakan oleh James Marcia :


(33)

a. Penyebaran Identitas (Identity Diffusion), adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kondisi remaja yang belum pernah mengalami krisis (belum pernah mengekplorasi berbagai alternatif yang bermakna) ataupun membuat komitmen apapun. Mereka tidak hanya membuat keputusan yang menyangkut pilihan pekerjaan atau ideologi, mereka juga cenderung kurang berminat terhadap hal-hal semacam itu.

Contoh : Seorang remaja tidak mempertimbangkan pandangan yang ada dengan serius dan menghindari komitmen. Dia tidak yakin pada dirinya sendiri dan cenderung tidak kooperatif. Orang tuanya tidak mendiskusikan masa depannya dengan dirinya, mereka berkata hal tersebut terserah kepadanya. Orang yang berada di dalam kategori ini cenderung tidak bahagia. Mereka biasanya kesepian karena hanya memiliki relasi yang bersifat dangkal.

b. Pencabutan Identitas (Identity Foreclosure), adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kondisi remaja yang telah membuat komitmen namun tidak mengalami krisis identitas. Status ini sering kali terjadi jika orang tua meneruskan komitmen pada remaja, biasanya secara otoriter. Dengan demikian, remaja dengan status identitas ini belum memiliki kesempatan untuk mengekplorasi berbagai pendekatan, ideologis dan pekerjaannya sendiri.


(34)

Contoh : Seorang remaja telah membuat komitmen, bukan dari hasil krisis, yang akan melibatkan pertanyaan dan eksplorasi pada pilihan yang mungkin, tetapi dengan menerima rencana orang lain untuk hidupnya. Dia merasa bahagia dan percaya diri, bahkan mungkin puas diri, dan menjadi dogmatis ketika pilihannya dipertanyakan. Dia memiliki ikatan keluarga yang kuat, patuh, dan cenderung mengikuti pemimpin yang kuat (misalnya ibunya) yang tidak menerima penolakan.

c. Penundaan Identitas (Identity Moratorium), adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kondisi remaja yang berada di pertengahan krisis namun belum memiliki komitmen yang jelas terhadap identitas tertentu.

Contoh : Seorang remaja berada dalam krisis, dia bergulat dengan keputusan-keputusannya. Ia seorang yang semangat, banyak bicara, percaya diri, dan cermat namun juga gelisah dan penakut. Ia dekat dengan ibunya namun menolak otoritasnya. Ia memiliki pacar namun belum memulai hubungan yang intim. Dia mungkin keluar dari krisisnya dengan kemampuan untuk membuat komitmen dan mendapatkan identitasnya.


(35)

d. Pencapaian Identitas (Identity Achievement), adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kondisi remaja yang telah mengatasi krisis identitas dan membuat komitmen.

Contoh : seorang remaja telah memecahkan krisis identitasnya. Ia telah mencurahkan banyak pikiran dan pergulatan emosional terhadap berbgai isu di dalam hidupnya. Ia telah membuat keputusan dan telah membuat komitmen yang kuat terhadapnya. Orang tuanya mendukungnya dan mereka mendengarkan idenya. Mereka memberikan padangannya tanpa menekan remaja tersebut untuk mengadopsi pandangan tersebut.

Tabel 1. Status Identitas Menurut James Marcia

Komitmen

Krisis (Eksplorasi)

SUDAH BELUM

SUDAH Identity Achievement Identity Moratorium

BELUM Identity Foreclosure Identity Diffusion

Menurut Marcia, kategori ini tidak bersifat permanen dan dapat berubah seiring dengan perkembangan individu. Banyak orang


(36)

dewasa awal yang bahkan masih berada dalam kategori pencabutan identitas (foreclosure) atau penyebaran identitas (diffusion) (Kroger, 1993 dalam Papalia, 2008). Namun meskipun mereka berada dalam kategori pencabutan identitas tampaknya mereka telah membuat keputusan final meskipun yang sebenarnya terjadi adalah mereka belum melakukan hal tersebut.

Krisis identitas dari remaja, ketika berhasil diselesaikan, memuncak dalam sebuah seri dari komitmen dasar kehidupan : okupasi, ideologi, sosial, religius, etika dan seksual. (Bourne, 1978a dalam Steinberg 2002).

3. Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Identitas Diri

Pembentukan identitas remaja dimulai sepanjang masa kehidupan, hal tersebut merupakan sebuah proses yang dinamis dalam kepribadian dan konteksnya. Perubahan di dalam individu akan membuka kemungkinan dari pembentukan identitas (Kunnen & Bosma, 2003 dalam Laura Berk, 2003).

Laura E. Berk (2003) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi identitas diri remaja, antara lain :

a. Kepribadian (Personality)

Status identitas merupakan penyebab dan konsekuensi dari ciri personal individu. Remaja yang berasumsi bahwa hal yang benar dapat dicapai cenderung menutupinya, mengingat


(37)

mereka yang kekurangan rasa percaya diri lebih sering berada dalam status kebingungan identitas (identity diffusion). Remaja yang menghargai bahwa mereka dapat menggunakan kriteria yang rasional untuk memilih diantara berbagai pilihan, biasanya berada dalam status penundaan identitas (identity moratorium) atau pencapaian identitas (identity achievement) (Berzonsky & Kuk, 2000; Boyes & Chaendler, 1992 dalam Berk, 2003).

b. Keluarga (Family)

Orang tua yang menyediakan dukungan emosional dan kebebasan pada remaja untuk mengeksplorasi memiliki anak-anak yang berkembang dalam sebuah pribadi yang sehat. Satu garis persamaan diantara pola asuh dan identitas muncul pada masa remaja. Ketika keluarga dapat menjadi sebuah “dasar yang aman”

dimana remaja dapat secara percaya diri menghadapi dunia yang lebih luas, perkembangan identitas dapat dipertinggi.

Remaja yang merasa dekat dengan orang tuanya dan mengatakan bahwa mereka menyediakan panduan yang efektif, tapi juga merasa bebas untuk menyuarakan pendapatnya, lebih sering mencapai identitasnya atau dalam status penundaan identitas (identity moratorium) (Berzonsky, 2004; Grotevant & Cooper, 1998 dalam Berk, 2003).


(38)

c. Teman Sebaya (Peers)

Sebagai remaja yang berinteraksi dengan bermacam-macam teman sebaya, mereka terbuka untuk ide-ide dan perluasan nilai-nilai. Teman dekat akan menolong anak-anak muda untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan dengan menyediakan dukungan emosional, pendampingan, dan model peran dari perkembangan identitas (Josselson, 1992 dalam Berk, 2003). Di dalam persahabatan, remaja akan belajar mengenai diri mereka sendiri, contohnya belajar untuk berpikir apa nilai-nilai dalam persahabatan mereka dan dalam partner hidup (Meeus, Oosterwegel & Volleberg, 2002 dalam Berk, 2003).

d. Sekolah dan Komunitas (School and Community)

Perkembangan identitas juga bergantung pada sekolah dan komunitas yang menawarkan banyak kesempatan untuk bereksplorasi. Sekolah dapat berpengaruh terhadap perkembangan identitas dalam banyak cara, antara lain : di dalam kelas yang mempromosikan tingginya nilai, ekstrakurikuler dan aktifitas komunitas yang membuat remaja memiliki tanggung jawab peran, guru, dan konselor yang mendorong siswa dengan minoritas etnik juga belajar di universitas dan berbagai program training yang akan membantu remaja dalam menghadapi dunia yang sebenarnya dari pekerjaan orang dewasa (Cooper, 1996 dalam Berk, 2003).


(39)

e. Lingkungan sosial yang lebih besar (The Larger Society)

Konteks budaya yang lebih luas dan periode sejarah waktu juga berpengaruh terhadap perkembangan identitas. Eksplorasi dan komitmen muncul lebih awal dalam domain dari pilihan peran gender dan pilihan kejuruan daripada nilai religi dan pandangan politik (Flanagan et al., 1999; Kerestes & Youniss, 2003).

Sebagian besar remaja unggul dalam kehidupan mereka jika mereka merasa datang dari rumah yang mereka senangi dengan orang tua yang responsif (Gray & Steinberg dalam Papalia 2008). Ketika orang tua tidak menyesuaikan diri, seorang remaja mungkin menolak pengasuhan orang tua dan mencari dukungan serta persetujuan teman sebaya, apapun resikonya.

Pada umumnya, individu yang perkembangan identitasnya itu lebih sehat biasanya berasal dari kehangatan yang dirasakannya di dalam keluarga, tetapi tidak terlalu banyak memaksa relasi (Grotevant & Cooper, 1986 ; Perosa, Perosa & Tam, 1986 dalam Steinberg 2002). Individu yang tumbuh dalam situasi seperti ini itu didorong untuk menumbuhkan individualitas mereka tetapi untuk menyisakan hubungan kepada keluarga mereka dalam waktu yang bersamaan. Biasanya, ketiadaan kehangatan orang tua berhubungan dengan masalah di dalam membuat suatu komitmen _dalam kasus yang


(40)

ekstrim akan membuat identity diffusion_dimana ketiadaan campur tangan orang tua dari individualitas berhubungan dengan masalah dalam masa eksplorasi (Steinberg, 2002).

B. REMAJA

1. Definisi Remaja

Masa remaja (adolescence) ialah periode perkembangan transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2002).

Selama masa remaja, terdapat serangkaian perubahan yang menyangkut biologis, kognitif dan sosio-emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai dengan kemandirian. Sementara itu, banyak ahli perkembangan (Santrock, 2002) yang menggambarkan masa remaja dengan remaja awal dan remaja akhir. Masa remaja awal (early adolescence) kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas. Masa remaja akhir (late adolescence) menunjuk pada kira-kira setelah usia 15 tahun. Minat pada karier, pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih nyata dalam masa remaja akhir ketimbang dalam masa remaja awal.

Diane E. Papalia (2008) memaparkan bahwa masa remaja merupakan transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa


(41)

dewasa yang mengandung perubahan berat fisik, kognitif dan psikososial. Masa remaja awal dimulai sekitar usia 11 tahun atau 12 sampai 14 tahun. Sementara itu masa remaja berakhir di usia awal dua puluhan tahun.

Selama masa remaja, transisi untuk keluar dari masa kanak-kanak, menawarkan peluang untuk tumbuh, bukan hanya dimensi fisik melainkan juga dalam kompetensi kognitif dan sosial. Sebagian besar anak remaja mengalami kesulitan dalam menangani begitu banyak perubahan yang terjadi dalam suatu waktu (Papalia, 2008).

2. Karakteristik Remaja

Pada masa remaja seorang anak akan melalui serangkaian perubahan baik dari segi fisik, kognitif maupun sosio-emosinya. Pengalaman dan tugas perkembangan baru muncul pada masa remaja. Relasi dengan orang tua memiliki bentuk yang berbeda, hubungan dengan teman sebaya semakin intim, kencan dilakukan untuk yang pertama kali, demikian pula penjajakan seksual dan mungkin hubungan seksual (Santrock, 2002). Pemikiran remaja lebih abstrak dan idealistis. Perubahan biologis memicu peningkatan minat terhadap citra tubuh.

Seorang remaja pada masanya akan memasuki masa pubertas. Pubertas itu sendiri merupakan sebuah proses dimana seseorang mencapai kematangan seksual dan kemampuan


(42)

bereproduksi. Berikut adalah perkembangan-perkembangan yang menyertai remaja :

a. Perkembangan Fisik

Pubertas (puberty) ialah suatu periode di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja (Santrock, 2002). Pubertas merupakan suatu proses yang terjadi berangsur-angsur. Empat perubahan tubuh yang paling menonjol pada perempuan ialah penambahan tinggi badan yang cepat, menarche (haid pertama), pertumbuhan buah dada dan pertumbuhan rambut kemaluan. Sementara itu empat perubahan tubuh yang menonjol pada laki-laki adalah penambahan tinggi badan yang cepat, pertumbuhan penis, pertumbuhan testis, dan pertumbuhan rambut kemaluan.

b. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2002), pemikiran remaja memasuk tahap terakhir dari perkembangan kognitifnya yaitu pemikiran operasional formal. Dalam tahap ini remaja memiliki kemampuan berpikir yang lebih abstrak daripada tahap sebelumnya. Remaja mampu membayangkan situasi yang direkayasa, kejadian yang hanya berupa kemungkinan-kemungkinan maupun uraian-uraian yang sifatnya abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran yang logis. Kualitas


(43)

pemikiran remaja ini tampak dari kemampuannya dalam memperkirakan cara untuk menyelesaikan masalahnya, meskipun penyampaiannya masih secara verbal. Sehingga akan muncul pemikiran yang penuh idealisme dan kemungkinan-kemungkinan.

c. Perkembangan Sosioemosi

Penyesuaian sosial tergolong tugas perkembangan yang paling sulit bagi para remaja. Mereka akan lebih banyak terpengaruh oleh kelompok sebaya, kelompok sosial yang baru, perubahan tingkah laku sosial, nilai-nilai yang baru dalam dukungan dan penolakan sosial. Pada remaja pengaruh dari teman sebaya cenderung lebih kuat dibandingkan pengaruh keluarganya. Banyak remaja akan melakukan hal-hal yang unik, bahkan terkadang ekstrim untuk merasa diterima oleh lingkungan mereka. Emosi remaja menjadi labil bahkan terkadang menjadi terlalu kuat. Meskipun tidak semua remaja mengalami hal tersebut namun sebagian besar akan mengalami masa krisis tersendiri.

Pada masa pubertas, para remaja akan memiliki tuntutan otonomi terhadap orang dewasa yang ada di sekitar mereka. Selama masa remaja, hubungan dan kedekatan dengan teman sebaya semakin meningkat. Para remaja di awal masanya akan lebih banyak mengikuti standar-standar yang dilakukan pada anak sebaya yang lainnya.


(44)

Karena pada masa remaja mereka akan melalui suatu masa yang disebut dengan kebingungan identitas. Karena seorang individu akan dihadapkan pada temuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju kehidupannya (Santrock, 2002). Oleh karena itu perkembangan emosi para remaja tergolong cukup labil. Mereka akan membandingkan diri mereka dengan orang lain terutama dalam hal fisik. Para remaja juga biasanya akan memikirkan tentang apa yang orang lain pikirkan dari diri mereka.

3. Tugas Perkembangan Remaja

Sebelum memasuki tahap menjadi orang dewasa, ada beberapa tugas perkembangan yang harus dilalui para remaja. Elizabeth Hurlock (1990) menyatakan beberapa tugas perkembangan remaja, antara lain :

a. Menerima kondisi diri secara fisik

Seringkali sulit bagi para remaja untuk menerima kondisi fisiknya bila sejak masa kanak-kanak mereka telah menanggung konsep mereka tentang penampilan diri pada waktu mereka dewasa nantinya.

b. Menerima peran seks dewasa

Menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat tidak mempunyai banyak kesulitan bila sejak masa kanak-kanak mereka telah di dorong dan diarahkan.


(45)

c. Mempelajari hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya sesama jenis dan lawan jenis.

Mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti harus memulai dari nol dengan tujuan untuk mengetahui hal ihwal lawan jenis dan bagaimana harus bergaul dengan mereka.

d. Pencapaian kemandirian secara emosional

Pencapaian kemandirian secara emosional tidaklah hal mudah yang bisa dilakukan oleh para remaja. Banyak remaja yang ingin mandiri, juga ingin membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi pada orang tua atau orang dewasa yang lainnya

e. Pencapaian kemandirian ekonomi

Kemandirian tidak dapat dicapai sebelum remaja memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja. Bila remaja memilih pekerjaan yang memerlukan periode pelatihan yang lama, tidak ada jaminan untuk memperoleh kemandirian ekonomis bilamana mereka secara resmi menjadi dewasa nantinya.

f. Mengembangkan keterampilan ketrampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan sosial.

Remaja yang aktif dalam berbagai aktifitas ekstrakurikuler akan menguasai praktek


(46)

g. Mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab.

Hal ini erat hubungannya dengan dunia nilai orang dewasa, dimana remaja harus mengembangan perilaku sosial yang bertanggung jawab demi penerimaan oleh lingkungan sosial.

h. Persiapan perkawinan akibat kecenderungan kawin muda.

Meskipun tabu sosial mengenai perilaku seksual yang berangsur-angsur mengendur dapat mempermudah persiapan perkawinan dalam aspek seksual. Akan tetapi persiapan perkawinan yang lain disiapkan hanya sedikit, terutama persiapan tentang tugas-tugas dan tanggung jawab kehidupan keluarga.

Semua tugas perkembangan pada masa remaja, dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapai masa dewasa. Pentingnya untuk menguasai tugas perkembangan dalam waktu yang relatif singkat terkadang menyebabkan tekanan yang mengganggu para remaja.

C. PEKERJA SEKS

1. Seksualitas

Seks didefinisikan sebagai perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan (Gerda Siann, 1997). Seksual adalah sesuatu hal yang menyinggung hal reproduksi atau perkembangbiakan lewat penyatuan


(47)

individu yang berbeda yang masing-masing menghasilkan sebutir telur dan sperma. Pengertian lainnya yaitu secara umum menyinggung tingkah laku, perasaan, atau emosi yang bersosiasi dengan perangsangan alat kelamin, daerah-daerah erogenous, atau dengan proses perkembangbiakan (Chaplin, 2006).

Adapun yang dimaksud dengan perilaku seksual (Sarwono, 2004) adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Menurut Kartono (1989) perilaku seksual adalah perilaku atau fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi di luar hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau dengan partner yang belum dewasa yang bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat.

Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya. Akan tetapi pada sebagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para gadis-gadis yang terpaksa menggugurkan kandungannya (Simkins, dalam Sarwono 1994). Akibat psiko-sosial lainnya adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial


(48)

yang tiba-tiba berubah jika seorang gadis mengalami kehamilan sebelum waktunya. Juga akan terjadi cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya. Akibat lainnya adalah terganggunya kesehatan dan resiko kehamilan serta kematian bayi yang tinggi. Selain itu, juga ada akibat-akibat putus sekolah dan akibat-akibat ekonomis karena diperlukan ongkos perawatan, dan lain-lain.

Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1994), ada beberapa faktor yang menimbulkan masalah seksualitas pada remaja, antara lain: a. Perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.

b. Akan tetapi, penyaluran tidak dapat segera dilaksanakan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia perkawinan (16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria), maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain).

c. Sementara usia perkawinan ditunda, norma-norma agama tetap berlaku. Seseorang dilarang melakukan hubungan seks sebelum menikah


(49)

d. Terdapat penyebaran informasi yang merangsang kecenderungan perilaku seksual seperti video, vcd, telepon genggam, internet dan sebagainya.

e. Orang tua masih banyak yang mentabukan pembicaraan seksual dengan putra putri mereka.

f. Tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang semakin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat.

Menyadur pendapat Kartono (1989) mengenai faktor penyebab perilaku seksual remaja bergantung pada struktur kepribadian seseorang dan perkembangan pribadinya, menetapnya kebiasaan yang menyimpang, kuatnya tingkah laku seksual yang menyimpang, sikap perilaku individu yang bersangkutan terhadap gejala penyimpangannya, dan adanya sekaligus perilaku-perilaku seksual yang menyimpang lainnya yang pararel tumbuhnya.

Sementara itu Sanderowitz dan Paxman (dalam Sarwono 1994) mengungkapkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku seksual, yaitu:

a. Faktor sosial-ekonomi, seperti rendahnya pendapatan dan taraf pendidikan, besarnya jumlah keluarga dan rendahnya nilai agama di dalam masyarakat yang bersangkutan. Agama dalam hal ini menunjuk kepada dalam masyarakat yang agamanya masih dijasikan norma atau semacam mekanisme kontrol sosial, dan


(50)

mekanisme inilah yang mengurangi kemungkinan seseorang melakukan tindakan seksual di luar batas ketentuan agama.

b. Faktor hubungan anak dan orang tua. Struktur keluarga cukup memberi dukungan terhadap perkembangan anak.

c. Faktor citra diri, yang menyangkut keadaan tubuh (body image) dan kontrol diri. Mengenai citra diri terhadap keadaan tubuh ada pendapat bahwa, orang yang kurang mengenal keadaan tubuhnya sendiri, atau yang menilai keadaan tubuhnya kurang sempurna, cenderung mengkompensasikannya dengan perilaku seksual.

Kesadaran yang berkesinambungan akan seksualitas merupakan aspek yang penting dari pembentukan identitas (Papalia, 2002). Hal ini sangat mempengaruhi image diri dan hubungannya dengan orang lain.

2. Definisi Pekerja Seks

Menurut Kartini Kartono (1989), pelacuran merupakan bentuk penyimpangan seksual dengan pola organisasi impuls-impuls / dorongan seks yang tidak wajar, dan dorongan seks yang tidak terintegrasi di dalam kepribadian, sehingga relasi seks itu sifatnya impersonal tanpa afeksi dan emosi (kasih sayang), berlangsung cepat, tanpa mendapatkan orgasme di pihak wanita. Maka seks dijadikan


(51)

penukaran kenikmatan seksual dengan benda-benda/materi dan uang. Ada pelampiasan nafsu seks secara bebas liar dalam relasi seks dengan banyak orang. Pelacur wanita disebut sebagai prostitute, pelacur, dan wanita tuna susila. Sedangkan pelacur laki-laki disebut sebagai gigolo atau pria tuna susila. Ada beberapa motif yang mendorong banyak wanita untuk memilih pelacuran/prostitusi sebagai mata pencaharian, antara lain adalah:

a. Ada nafsu seks yang abnormal

b. Aspirasi materiil tinggi dibarengi dengan usaha mencari kekayaan lewat jalan yang mudah dan bermalas-malasan

c. Kompensasi terhadap rasa-rasa diri inferior sebagai pola adjustment yang negatif

d. Memberontak terhadap otoritas orang tua, tabu-tabu religious dan norma sosial

e. Ada disorganisasi kehidupan keluarga atau broken home f. Penundaan perkawinan jauh sebelum kematangan biologis

g. Bermotifkan standar hidup/ekonomis yang tinggi, yang mendorong makin pesatnya tumbuhnya pelacuran

h. Banyak juga gadis-gadis pecandu ganja yang terpaksa menjual diri dan menjalankan pelacuran secara intensif

Sementara itu informasi mengenai prostitusi dikemukakan pula dalam Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), Pelacuran berasal dari kata “lacur” yang berarti tidak baik kelakuannya


(52)

(tentang perempuan). Jadi, pelacuran dapat didefinisikan perihal menjual diri sebagai pelacur.

Dalam Jurnal mengenai Fenomena Kehidupan Anak yang Dilacurkan, Irwanto (2002) menyebutkan beberapa permasalahan yang dialami seorang pelacur anak-anak maupun remaja di dalam kelompok:

a. Masalah pribadi,seperti adanya perasaan tidak berharga, bingung akan masa depan, takut terkena razia, khawatir terhadap cap tidak baik, terkena penyakit menular seksual yang berbahaya (HIV/ AIDS), penyakit yang berkaitan dengan alat reproduksi, atau takut hamil dan sakit.

b. Masalah keluarga, seperti masalah ekonomi dan tindak kekerasan. c. Masalah lingkungan, berupa sulit melepaskan diri dari ayah asuh,

teman seprofesi dan germo, serta pertengkaran yang acapkali terjadi antarsesama teman seprofesi di sebuah café misalnya.

D. STATUS IDENTITAS DIRI REMAJA WANITA PEKERJA SEKS

Menurut Erikson (Santrock, 2007) pada masanya, seorang remaja harus memutuskan siapa mereka, apa keunikannya dan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Mereka akan dihadapkan pada berbagai peran, mulai dari peran pekerjaan hingga peran di dalam relasi romantik. Hal ini yang disebut Erikson sebagai masa Identitas versus Kebingungan Identitas.


(53)

Ketika seorang remaja secara perlahan-lahan menyadari bahwa mereka akan segera bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dan kehidupannya, mereka akan mulai mencari kehidupan seperti bagaimana yang ingin mereka jalani (Santrock, 2007).

Seorang remaja wanita pekerja seks pada masanya juga memiliki tugas perkembangan seperti anak remaja yang lainnya. Ia juga belajar memahami berbagai peran/pilihan yang ada di dalam hidupnya untuk menemukan identitas dirinya di dalam masyarakat.

Remaja wanita pekerja seks tidak memiliki kesempatan seperti remaja yang lainnya untuk belajar memahami berbagai peran yang ada di dalam hidupnya. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor antara lain: tingkat pendidikan, pola asuh orang tua (keluarga), dan lingkungan sekitar dimana mereka tinggal.

Koentjoro (dalam Sihaloho dan Nasution, 2004) mengatakan bahwa secara umum terdapat lima alasan yang paling mempengaruhi dalam menuntun seorang perempuan menjadi seorang pekerja seks komersial diantaranya adalah materialisme, modeling, dukungan orangtua, lingkungan yang permisif, dan faktor ekonomi. Mereka yang hidupnya berorientasi pada materi akan menjadikan banyaknya jumlah uang yang dikumpulkan dan kepemilikan sebagai tolak ukur keberhasilan hidup. Banyaknya pekerja seks komersial yang berhasil mengumpulkan banyak materi atau kekayaan akan menjadi model pada orang lain sehingga dapat dengan mudah ditiru. Selain karena alasan di atas, terdapat juga orang


(54)

yang memilih menjadi pekerja seks komersial karena faktor ekonomi, yang memiliki kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya untuk mempertahankan kelangsungan hidup.

Masa remaja dinilai sebagai masa pencarian identitas. Erikson (dalam Santrock, 2003) mengemukakan suatu tahap perkembangan pada masa remaja adalah identitas versus kebingungan identitas (identity vs identity confusion). Artinya, jika seorang remaja mampu melalui tahap perkembangan ini, Ia akan memperoleh status identitasnya. Sedangkan, apabila seorang yang telah melewati masa remajanya dan masih belum menemukan identitasnya, maka Ia termasuk ke dalam kebingungan identitas (identity confusion). Lebih lanjut Erikson (dalam Desmita, 2005) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah menyelesaikan krisis identitasnya, sehingga diharapkan terbentuk suatu identitas diri yang stabil pada masa remaja.

Sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa remaja akan membentuk identitas diri yang merupakan perasaan tentang siapa dirinya berdasarkan siapa ia sebelumnya dan akan menjadi orang seperti apa dia di masa yang akan datang. Proses pembentukan identitas diri dibentuk dari proses pembuatan keputusan dan komitmen, dimana proses itu didahului oleh proses mengeksplorasi banyak alternatif dalam berbagai aspek hidup (Marcia, dalam Santrock 2007). Namun remaja dalam masanya yang berprofesi sebagai pekerja seks mungkin akan menunjukkan hambatan dalam proses pembentukan identitas dirinya.


(55)

Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai status identitas diri seorang remaja wanita pekerja seks atas dasar pentingnya identitas diri di dalam kehidupan seseorang. Seseorang yang telah mencapai identitas dirinya akan mengetahui siapa ia, ingin menjadi apa ia serta tujuan hidupnya. Dengan mencapai identitas dirinya, diharapkan seorang remaja dapat berfungsi dengan lebih baik di dalam kehidupannya, terutama bagi remaja wanita yang bekerja sebagai pekerja seks.


(56)

36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status identitas diri remaja wanita pekerja seks. Pemaparan yang menyeluruh mengenai gambaran identitas serta faktor yang melatarbelakanginya tersebut maka yang dilakukan peneliti adalah menggali penghayatan subjek terhadap profesinya sebagai pekerja seks. Menurut Poerwandari (2005) untuk mendapatkan pemahaman mendalam dan khusus atas suatu fenomena serta untuk memahami manusia dalam segala kompleksitasnya sebagai mahluk yang subjektif, maka pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang paling sesuai digunakan.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin memaparkan mengenai status identitas diri remaja wanita pekerja seks dan faktor-faktor yang membentuk identitas diri remaja tersebut.

B. BATASAN OPERASIONAL

Dalam penelitian ini variable-variable yang hendak dikaji terdapat beberapa variable yang mencakup aspek-aspek dari status identitas diri remaja. Di dalam aspek tersebut, peneliti akan melihat ada dan tiadanya krisis atau komitmen remaja di dalam menghadapi pilihan dalam hidupnya. Adapun variable tersebut adalah sebagai berikut :


(57)

1. Status Identitas Diri

Status Identitas adalah status yang menandkan ada tidaknya eksplorasi dan komitmen dalam pembentukan identitas. Status identitas bukan merupakan suatu jenjang tetapi lebih kepada proses yang didahului remaja untuk tumbuh. Di dalam penelitian ini status identitas yang ingin diketahui adalah status pada aspek identitas okupasi, relasi sosial, religious dan seksual. Pemilihan keempat aspek status identitas tersebut pada penelitian ini berdasarkan tugas perkembangn pada usia remaja menurut teori Santrock (1968). Untuk mengetahui status identitas dalam aspek kehidupan maka perlu untuk terlebih dahulu mengetahui eksplorasi dan komitmen subjek di dalam beberapa aspek tersebut (okupasi, relasi sosial, religious dan seksual).

Berikut ini merupakan keempat status identitas yang dikemukakan oleh James Marcia :

a. Penyebaran Identitas (Identity Diffusion), adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kondisi remaja yang belum pernah mengalami krisis (belum pernah mengekplorasi berbagai alternatif yang bermakna) ataupun membuat komitmen apapun.

b. Pencabutan Identitas (Identity Foreclosure), adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kondisi remaja yang telah membuat komitmen namun tidak mengalami krisis identitas.

c. Penundaan Identitas (Identity Moratorium), adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kondisi remaja yang berada di


(58)

pertengahan krisis namun belum memiliki komitmen yang jelas terhadap identitas tertentu.

d. Pencabutan Identitas (Identity Achievement), adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kondisi remaja yang telah mengatasi krisis identitas dan membuat komitmen.

C. SUBJEK PENELITIAN

Dalam penelitian ini, subjek akan dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya dan berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai dengan tujuan penelitian.

Subjek dalam penelitian ini memiliki beberapa karakteristik yaitu :

1. Sesuai dengan teori Santrock (2007) mengenai batasan usia remaja, subjek berada dalam masa remaja akhir yaitu 15 – 22 tahun. Masa remaja akhir (late adolescence) menunjuk pada kira-kira setelah usia 15 tahun. Minat pada karier, pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih nyata dalam masa remaja akhir ketimbang dalam masa remaja awal.

2. Subjek merupakan seorang remaja wanita yang berprofesi sebagai pekerja seks.


(59)

D. METODE PENGUMPULAN DATA

1. Wawancara

Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan metode wawancara. Dalam penelitian ini, wawancara akan digunakan sebagai metode utama pengambilan data. Wawancara merupakan percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2005). Wawancara kualitatif dilakukan oleh peneliti untuk lebih memahami dan memperoleh pengetahuan tentang makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik penelitian, dan berusaha untuk melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut (Banister dkk, dalam Poerwandari 2005).

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti merupakan wawancara dengan menggunakan pedoman umum. Di dalam proses wawancara ini peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit (Poerwandari,2005). Pedoman wawancara ini akan digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Wawancara dengan pedoman sangat umum ini dapat berbentuk wawancara terfokus, yakni wawancara yang mengarahkan


(60)

pembicaraan pada hal-hal atau aspek-aspek tertentu dari kehidupan/pengalaman subjek (Poerwandari,2005). Wawancara juga dapat berbentuk wawancara mendalam dimana peneliti akan mengajukan pertanyaan mengenai berbagai segi kehidupan subjek secara utuh dan mendalam.

Berikut ini tabel panduan wawancara penelitian :

Tabel 2

Panduan Wawancara

No. Aspek yang Diungkap

Deskripsi

1. Identitas Subjek •Pemahaman Diri

Identitas diri (nama, usia, jenis kelamin), cara pandang dirinya seperti apa, bagaimana orang lain memandang dirinya, kelebihan dan kekurangan diri.

•Akademis

Pengalaman saat sekolah, hal-hal yang disukai saat sekolah, prestasi dari kecil hingga sekarang, cita-cita, harapan terkait hal akademik.

2. Latar Belakang Subjek

•Latar belakang keluarga

Hubungan subjek dengan keluarganya, masa kecil yang diingat, persepsi terhadap anggota keluarganya, hubungan subjek dengan saudara kandung, persepsi


(61)

terhadap sosok ibu dan ayah (sifat, hal yang disuka), harapan subjek terhadap keluarganya, pengalaman berkesan dengan orang tua.

•Latar belakang sosial

Hubungan subjek dengan lingkungan sosialnya, hubungan subjek dengan teman sebaya, penyesuaian diri, pandangan terhadap orang lain (sesama jenis atau dengan lawan jenis).

3. Status Identitas Diri

•Pekerjaan

Pekerjaan yang pernah dijalani oleh subjek, kesan subjek terhadap pekerjaannya, harapan subjek terhadap pekerjaannya, rencana ke depan dalam hal pekerjaan.

•Relasi Sosial

Hubungan subjek dengan kawannya di masa lalu, masalah yang pernah dihadapi (jika ada), relasi yang subjek inginkan di masa yang akan datang, apakah subjek ingin hidup melajang, menikah, dll, serta apa usaha yang telah dilakukan subjek untuk mencapai relasi yang diinginkan.

•Religius


(62)

Peneliti juga akan melakukan observasi selama wawancara berlangsung dengan melihat reaksi subjek dalam memberikan jawaban serta komunikasi non-verbal yang menyertai subjek ketika memberikan jawaban. Selain itu, observasi juga dilakukan untuk melihat kehidupan sehari-hari subjek.

2. Tes Grafis

Pengambilan data penelitian akan menggunakan tes psikologi yaitu tes grafis untuk melihat kepribadian subjek. Tes grafis merupakan tes proyektif dimana tes ini menggunakan stimulus ambigu di dalam mengungkapkan kepribadian seseorang. Tes grafis ini terdiri kepercayaan spiritualnya masa lalu dan apa alasannya, pandangan subjek terhadap keyakinan spiritualnya tersebut, keyakinan spiritual subjek saat ini dan hal-hal apa yang subjek ketahui dari keyakinan spiritualnya, komitmen subjek terhadap keyakinan spiritualnya.

•Seksual

Apa yang subjek ketahui mengenai seksualitas, pengalaman seksual subjek dan peran seksual subjek saat ini, harapan subjek mengenai kehidupan seksualnya.


(63)

dari tes DAP/DAM (Draw a Person / Draw a Man), Tes Baum, dan HTP (House Tree Person). Peneliti akan menggunakan tes grafis dengan maksud untuk mengungkap bagaimanakah hubungan subjek dengan keluarganya dan lingkungan sekitarnya. Tes Grafis juga digunakan untuk melihat kepribadian subjek, sebagai contoh : kepribadian yang tak sadar yang mengindikasikan adanya status penyebaran identitas (identity diffusion) atau kepribadian yang tertutup yang mengindikasikan adanya status pencabutan identitas (identity foreclosure).

Peneliti menggunakan tes Grafis dengan harapan agar materi tes bisa berfungsi sebagai semacam saringan dimana responden bisa “memproyeksikan” proses pikiran, kebutuhan, kecemasan dan konflik khas mereka. Segala data hasil tes akan mendukung data wawancara atau sebagai data tambahan dalam topik penelitian yaitu Status Identitas Diri Remaja Wanita Pekerja Seks.

E. ANALISIS DATA

Analisis data di dalam penelitian kualitatif merupakan sebuah proses yang melibatkan pembuatan arti dari tulisan dan gambaran data (Creswell, 2009). Yaitu melibatkan proses mempersiapkan data bagi analisis, melaksanakan analisis yang berbeda, bergerak lebih dalam dan dalam hingga memahami data, merepresentasikan data, dan membuat sebuah interpretasi dari arti yang lebih luas dari data yang ada.


(64)

Terdapat beberapa level dan tahap yang ada di dalam menganalisis data secara kualitatif (Poerwandari 2005):

1. Mengorganisasikan data dan mempersiapkan data bagi analisis.

Organisasi data merupakan langkah awal untuk menganalisis data penelitian. Mengorganisasikan data dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin dapat memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang baik.

2. Melakukan proses koding data sebagai proses awal analisis.

Setelah mengorganisasikan data secara sistematis, langkah selanjutnya adalah memberikan kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat menganalisis data sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topic yang dipelajari. Peneliti memberi nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu.

Berikut ini kode organisasi data keseluruhan.

Tabel 3

Kode Organisasi Data

Aspek yang digali Koding Status Identitas Koding

Okupasi OK Penyebaran Identitas S1

Religius RL Pencabutan Identitas S2

Relasi social RS Penundaan Identitas S3


(65)

3. Melakukan analisa awal

Pada tahap ini analisis tematik mulai dilakukan. Peneliti membaca berulang-ulang transkrip untuk dapat memperoleh pemahaman tentang kasus atau masalah, kemudian peneliti menyeleksi fakta yang relevan atau dengan kata lain membuat catatatan mengenai padatan fakta yang dapat memunculkan tema atau kata kunci.

4. Tahapan interpretasi

Interpretasi dimulai dari apa yang secara langsung dikatakan responden di dalam wawancara dan membuat deskripsi dari tema tematik yang telah dibuat, untuk mengembangkan struktur dan hubungan yang tidak secara langsung tertampilkan dalam data mentah.

Dalam penelitian ini, analisis yang akan digunakan oleh peneliti yaitu analisis data tematik. Penggunaan analisis tematik di dalam penelitian akan memungkinkan peneliti menemukan suatu pola tertentu yang tampil secara acak dalam seluruh informasi yang tersedia (Poerwandari, 2005). Pola yang ditemukan akan diklasifikasikan atau dikode dengan memberi label, definisi atau deskripsi.

F. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

1. Kredibilitas

Kredibilitas sering disebut dengan validitas dalam penelitian kualilatif. Hal ini dimaksudkan untuk merangkum bahasan


(66)

menyangkut kualitas penelitian kualitatif. Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud eksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 2005).

Menurut Sarantakos (dalam Poerwandari, 2005) dalam penelitian kualitatif, validitas dicoba dicapai tidak melalui manipulasi variable, melainkan melalui orientasinya dan upayanya mendalami dunia empiris dengan menggunakan metode yang paling cocok untuk pengambilan data dan analisis data. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik yaitu :

a. Validitas Kumulatif

Dicapai bila temuan dari studi-studi lain mengenai topik yang sama menunjukkan hasil yang kurang lebih serupa.

b. Member checking

Dilakukan melalui dikonfirmasikannya kembali data dan analisisnya pada responden penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti akan mencatat segala hal yang telah diamati. Peneliti juga akan mencacat beberapa aspek tambahan dari latar belakang kehidupan subjek yaitu : latar belakang keluarga subjek (hubungan subjek dengan orang tuanya, pola komunikasi subjek dengan orang tuanya, cara pandang subjek terhadap orang tuanya, pola asuh), latar belakang kehidupan sosial subjek (relasi


(67)

subjek dengan teman-temannya, persepsi subjek terhadap lingkungan sosialnya).


(68)

48

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

1. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan oleh peneliti selama kurang lebih dua bulan. Peneliti mendapatkan subjek penelitian secara formal, yaitu dengan mengurus surat perijinan ke lembaga yang membina lokasi tempat peneliti mengambil data.

Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei hingga Juli 2013. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi serta tes grafis. Pengambilan data dilakukan terhadap tiga subjek penelitian yang merupakan remaja wanita pekerja seks dengan waktu dan tempat yang berbeda-beda.

Selama bulan awal, peneliti telah melakukan observasi dan rapport terhadap ketiga subjek penelitian. Ketiga subjek penelitian cukup kooperatif sehingga memudahkan peneliti selama pengambilan data. Ketiga subjek penelitin cukup mau terbuka terhadap peneliti terkait dengan pengalaman hidupnya. Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :


(69)

1. Peneliti melakukan observasi dan rapport terhadap ketiga subjek di waktu dan tempat yang berbeda-beda.

2. Peneliti menanyakan kesediaan subjek untuk menjadi subjek selama proses penelitian berlangsung

3. Peneliti memberikan informed concent penelitian kepada subjek, serta menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.

4. Subjek menyatakan kesediaannya untuk menjadi subjek penelitian dan menandatangani surat pernyataan persetujuan subjek penelitian. 5. Peneliti melakukan pengambilan data penelitian terhadap ketiga subjek

di waktu dan tempat yang berbeda-beda.

2. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini merupakan remaja wanita pekerja seks yang berada dalam tahap remaja akhir ( 15 tahun–20 tahun ). Subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang.

Subjek Nama Usia

Jenis

Kelamin

Pendidikan

Subjek 1 Er 18 tahun Perempuan SD


(70)

Subjek 3 Nv 18 tahun Perempuan SMP

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu dan tempat penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 4

Waktu dan Tempat Penelitian

Subjek Hari , tanggal Tempat Pengumpulan Data

1 Senin, 10 Juni 2013 Rumah Kos Subjek Wawancara Senin, 17 Juni 2013 Rumah Kos Subjek Tes Grafis

2

Selasa, 11 Juni 2013 Kontrakan Subjek Wawancara 1 Selasa 18 Juni 2013 Kontrakan Subjek Wawancara 2 Selasa, 25 Juni 2013 Kontrakan Subjek Tes Grafis

3

Rabu, 12 Juni 2013 Rumah Kos Subjek Wawancara 1 Rabu, 19 Juli 2013 Rumah Kos Subjek Wawancara 2 Rabu, 26 Juni 2013 Rumah Kos Subjek Tes Grafis


(71)

B. HASIL PENELITIAN

1. Subjek 1

a.) Identitas Diri Subjek

1.) Identitas Diri

Subjek 1 dalam penelitian ini memiliki identitas sebagai berikut :

Nama : Er

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 18 tahun

Urutan Kelahiran : anak ke-2 dari 3 bersaudara

b.) Latar Belakang Subjek

1.) Latar Belakang Keluarga

Dalam kehidupan sehari-hari, subjek Er bekerja sebagai LC dan pekerja seks (ps). Subjek merasa memiliki hubungan yang kurang baik dengan keluarganya. Saat ini subjek tinggal dengan ibu tirinya dan adik kandungnya yang masih berusia 5 tahun. Ayah subjek telah meninggal dua bulan yang lalu karena serangan jantung, sementara ibu subjek telah meninggal dunia saat dirinya masih berusia 5 tahun.

Menurutnya, ayah subjek semasa hidupnya merupakan orang yang baik. Subjek merasa beliau memahami dirinya sebagai seorang anak. Misalnya ketika subjek sedang melakukan


(72)

kesalahan, ayah subjek akan menegurnya dengan cara yang halus. Selama ini subjek merasa tidak menghadapi masalah yang berarti dengan almarhum ayahnya. Ketika subjek sedang dimarahi oleh ibu tirinya, ayahnya sering menjadi penengah diantara mereka. Subjek mengakui bahwa almarhum ayahnya merupakan sosok yang sangat baik dan sabar dalam menghadapinya. Subjek sempat mengalami permasalahan dengan ayahnya, yaitu saat dirinya tidak diijinkan untuk bekerja menyanyi sebagai pemandu lagu di lingkungan tempat tinggal subjek saat ini. Akan tetapi karena tuntutan ekonomi, ayah subjek mengijinkannya untuk menjadi penyanyi (LC). Subjek bercerita bahwa ayahnya tidak mengetahui perihal profesi yang digelutinya. Menurut subjek, almarhum ayahnya hanya mengetahui bahwa subjek hanya bekerja sebagai pemandu lagu tanpa melayani jasaplus.

Sementara itu subjek mengakui bahwa dirinya kurang memiliki kedekatan dengan ibu kandungnya. Ibu kandung subjek telah meninggal dunia disaat usianya masih kecil. Hal ini membuat subjek merasa kurang begitu memahami sosok ibunya semasa hidupnya dahulu.

Saat ini subjek tinggal dengan ibu tirinya. Subjek mengakui tidak memiliki hubungan yang cukup dekat. Hal ini dikarenakan menurut subjek ibu tirinya merupakan sosok yang


(73)

galak dan kurang memahami dirinya. Subjek bercerita bahwa ketika dirinya melakukan kesalahan terkadang ibu tirinya sering memukulnya. Subjek sendiri kurang menyukai perilaku ibu tirinya yang sering menyuruh-nyuruh subjek dan membentak. Misalnya meminta tolong pada subjek untuk membersihkan rumah namun dengan nada bicara yang kurang enak didengar. Hubungan tersebut membuat komunikasi subjek dengan ibu tirinya juga kurang baik.

2.) Latar Belakang Sosial

Dalam hal relasi sosial subjek mengakui bahwa dirinya merasa tidak memiliki banyak teman. Hal ini dikarenakan subjek yang kurang menyukai untuk bergaul dengan teman-teman disekitarnya. Menurut cerita subjek, lingkungan tempat tinggalnya membuat rata-rata remaja disana lebih banyak sendiri. Menurut subjek antar sesama teman disana hanya salimg bertegur sapa biasa.

Subjek tampak kurang luwes dan kurang kurang percaya diri di dalam pergaulannya. Dalam kegiatan sehari-hari subjek lebih banyak menghabiskan waktu dengan adiknya yang masih kecil. Subjek tidak banyak berkumpul dengan teman-temannya.

Subjek mengakui bahwa dahulu dirinya sempat memiliki teman curhat, akan tetapi hubungannya menjadi kurang baik


(74)

karena diantara mereka terjadi beberapa masalah. Subjek sempat bercerita mengenai permasalahan yang dihadapi dengan temannya yaitu pada saat temannya mempergunjingkan subjek dan mengatakan hal yang tidak benar mengenai subjek kepada kekasihnya. Subjek merasa temannya hanya mengadu domba dirinya dan pacarnya. Sejak saat itu subjek merasa dirinya malas untuk bergaul. Hal ini yang subjek tidak memiliki teman dekat.

Sementara itu subjek mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki teman dekat laki-laki. Lingkungan pergaulan subjek membuat dirinya kurang dapat bergaul dengan teman sebaya laki-laki. Satu-satunya teman dekat laki-laki hanyalah pacarnya.

Di dalam berelasi sosial, subjek mengatakan bahwa seorang teman yang sebenarnya adalah teman yang bisa saling membantu. Misalnya ketika salah satu kesulitan, maka yang lain dapat membantu. Begitu pula sebaliknya. Akan tetapi sayangnya saat ini subjek merasa bahwa sulit sekali menemukan seorang teman yang bisa tulus dengannya. Subjek pernah merasakan kekecewaan terhadap teman perempuannya, dan hal ini yang kemudian membuat subjek merasa malas untuk memiliki teman dekat / curhat.


(75)

3.) Kepribadian Subjek (Kesimpulan umum Tes Grafis)

Subjek tergolong orang yang kurang percaya diri sehingga menjadi tertutup. Ia memiliki pola pikir yang belum dewasa, namun ada upaya untuk sistematis dalam berpikir. Subjek memiliki keinginan dan fantasi, akan tetapi hal ini kurang diimbangi oleh kemauan dan kemampuan untuk merealisasikannya. Menekankan pada kehidupan masa lalunya dan tergolong pribadi yang cenderung tertutup sehingga tampak kurang responsif terhadap lingkungan sekitarnya. Subjek tampak sebagai pribadi yang tidak matang sehingga membuatnya lebih banyak didominasi oleh perasaan dan membuat dirinya membutuhkan banyak dukungan secara emosi dari orang lain, kurang fleksibel, dan mudah tersinggung. Dalam keluarganya, subjek merasa kurang diterima oleh figur afeksi. Hal ini membuatnya memiliki kebutuhan untuk diterima , dilindungi dan diperhatikan oleh figur tersebut. Figur otoritas di dalam keluarganya kurang berfungsi dengan baik dan subjek memiliki keinginan untuk melakukan aktifitas di luar keluarganya.


(76)

c.) Status Identitas Diri

1.) Identitas Okupasi / Pekerjaan

Subjek di dalam melakukan pekerjaannya telah melakukan eksplorasi. Subjek pernah bekerja sebagai pramuniaga disebuah toko dan sebuah laundry.

iya, kan dulu aku sempet di medan tiga bulan, kerja di toko terus pulang aku kerja di laundry di semarang.”WCR1, S1, brs.304

Subjek juga mengeksplorasi tentang pekerjaan yang bisa dilakukannya. Subjek mencari-cari informasi tentang pekerjaan dengan ijazah sekolah dasarnya.

iya, aku dulu memutuskan untuk kerja. Kan aku lulusan SD jadinya ya aku mikir-mikir kerjaan apa yang bisa buat aku, trus aku daftar disitu.”WCR1, S1, brs.326

ya kan kalo lulusan SD aku mikir bisa kerja apa, trus ya aku lihat-lihat di luar kira-kira apa. Pas ada lowongan di toko cari karyawan aku daftarnya disitu.”WCR1, S1, brs.328

Subjek memutuskan untuk bekerja karena tidak ada biaya untuk melanjutkan sekolahnya. Ia terdorong untuk bekerja karena keinginannya sendiri.

“iya, kan nggak ada biaya...bapak nggak bisa membiayai. Udah mulai sakit-sakitan. Jadi aku sampe SD.”WCR1, S1, brs.306


(77)

aku.. aku mikirnya aku bisa kerja biar punya uang.”WCR1, S1, brs.330

Subjek dalam hal pekerjaan tampak kurang memiliki komitmen. Hal ini tampak pada perubahan-perubahan jawaban subjek ketika ditanya mengenai cita-citanya. Ia mengatakan pernah bercita-cita menjadi seorang penyanyi kemudian juga mengakui pernah ingin menjadi seorang guru.

“penyanyi..”WCR1, S1, brs.6

dulu…juga waktu sekolah ikut nyanyi juga, sering ikut nyanyi. Dulunya aku pengen jadi guru…”WCR1, S1, brs.12

Dalam hidupnya, subjek memiliki keinginan untuk menjadi seorang guru. Usahanya untuk meraih apa yang diimpikan tergolong kurang.

“Akan tetapi keinginan dan cita-citanya ini kurang diimbangi oleh kemauan untuk meraih cita-citanya dan kemampuan diri“

HTG, S1.

Saat ini subjek merasa tidak dapat menggapai keinginannya menjadi seorang guru. Ia menyadari bahwa untuk menjadi seorang guru, ia harus melanjutkan sekolahnya, akan


(1)

674.P : kalo menurut mu sendiri kamu itu orangnya piye ?

675.S : egois. Pandangan subjek

terhadap diri sendiri.

676.P : egoise ?

677.S : ya egois, galak, cerewet... Pandangan subjek

terhadap diri sendiri.

678.P : terus ?

679.S : ya paling itu aja Pandangan subjek

terhadap diri sendiri.

680.P : kalo kata teman-teman kamu gimana ?

681.S : ya aku sih cuek, jutek..gitu. Pandangan subjek

terhadap diri sendiri.

682.P : oh gitu...kenapa gitu ?

683.S : iya. Ya nggak tau. Mungkin soale aku selama ini kan nggak mau ngurus-ngurusi orang lain. Ya aku ya aku aja, nek orang mau ngapain sakkarepe. Jadi aku dibilang cuek.

Pandangan subjek terhadap diri sendiri.

684.P : jadi rencana penggennya pulang ya kerja. Nggak mau disini terus ?

685.S : iya, capek kerja kayak gini. Malu juga kalo lama-lama.

Ok Subjek merasa

malu dengan

pekerjaann yang dilakukannya. 686.P : kenapa soalnya menurut kamu

?

687.S : ya kan kalo kaya gini dilihat nggak baik..ya yang kaya gitu.

Ok Pandanagn subjek

terhadap pekerjaannya. 688.P : terus ?

689.S : yaudah, kalo kerjane kaya gini kan dianggep orang nggak baik. Aku nek misale kerja ini selamanya sih oralah mbak. Aku pengennya mandeg aja. sekarang nabung dulu, trus ak meh pulang ke tulungagung baru cari kerja laine lagi. Soale aku malu nek kerja gini terus.

Ok Rencana subjek

dalam pekerjaannya : berhenti dan mencari pekerjaan lain.


(2)

terus. Jauh dari keluarga, dari anak. terus ntar nek tambah tua udah susah dapet tamu. Kalo sekarang aku mau nabung habis itu terus pulang.

berencana untuk berhenti dari pekerjaannya. 692.P : kapan rencananya ?

693.S : mungkin setahunan lagi. Ok

694.P : oh gitu...kayak ya udah sih ini


(3)

Lampiran 12.

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN WAWANCARA

Dengan surat ini saya menyetakan bahwa saya bersedia untuk diwawancara selama proses pengambilan data untuk keperluan skripsi mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta di bawah ini :

Nama : Irene Putri Larasati NIM : 089114088

Dengan skripsi yang berjudul “Status Identitas Diri Remaja Wanita Pekerja Seks”.

Saya bersedia untuk memberikan informasi dengan jujur sesuai dengan keadaan diri saya. Saya juga memberikan ijin kepada peneliti untuk merekam hasil pembicaraan selama proses wawancara berlangsung.

Surat pernyataan ini dibuat secara sadar tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Saya beharap hasil wawancara ini tidak disalahgunakan dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Yogyakarta, 2013


(4)

SURAT KETERANGAN

KEABSAHAN HASIL WAWANCARA

Yang bertandatangan di bawah ini : Nama :

Usia :

Menyatakan bahwa telah diwawancara sebagai subjek penelitian oleh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang bernama: Nama : Irene Putri Larasati

NIM : 089114088

Dengan surat keterangan ini saya menyatakan bahwa data dan wawancara yang diperoleh peneliti adalah benar-benar jawaban yang saya berikan selama proses wawancara dalam … pertemuan. Saya sebagai subjek penelitian menjamin keabsahan wawancara ini.

Yogyakarta, 2013


(5)

Lampiran 14


(6)