Dalam hal ini keterkaitan antara jenis kelamin dengan intensitas untuk masyarkat berpartisipasi memang tidak memiliki hubungan. Seperti dalam
wawancara Kepala Dusun oleh Ibu Suranata, seorang Kepala Dusun perempuan yang menjelaskan dalam wawancara bahwa jenis kelamin tidak memilki pengaruh dalam
perencanaan pembangunan, akan tetapi memiliki pengaruh yang cukup spesifik dalam pelaksanaan pembangunan, seperti yang diketahui pelaksanaan pembangunan
infrastruktur bukan lah pekerjaan yang ringan. Jadi pelaksana partisipasi pembangunan didominasi oleh kaum laki-laki dan perencanaan pembangunan kaum
perempuan tetap diikutsertakan. Sehubungan juga dengan penelitian di lapangan peneliti menemukan bahwa,
jenis kelamin perempuan dan laki-laki yang mengikuti partisipasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Ini ditandai masih ada jenis kelamin perempuan yang mau
mengikuti perencanaan pembangunan pada tingkat dusun maupun desa.
4. Homogenitas Masyarkat yang Heterogen
Adanya hambatan homogenitas masyarakat yang heterogen bisa saja menjadi
pengaruh partisipasi masyarkat dalam aspek pembangunan. Berdasarkan informan wawancara oleh beberapa orang tokoh masyarkat Desa Limau Manis oleh Bapak
Heru dan Junaidi di jelaskan bahwasanya etnis, agama serta budaya tidak pernah mempengaruhi akan partisipasi masyarkat untuk bekerja sama dalam pembangunan,
masyarakat menuturkan permasAlahan sesungguh nya berada pada adanya
pergeseran budaya. Dimana budaya paguyuban yang ada dalam masyarkat Desa Limau Manis sudah mulai berubah digantikan karateristik masyarakat yang
cenderung memikirkan kepentingan peribadi, daripada kepentingan bersama. Sehubungan dengan itu pula, pendapat Soehardjo;2009 yang menjabarkan
dimana dalam beberapa dekade terakhir mulai terjadi perubahan-perubahan definisi kawasan perdesaan. Hal tersebut dikarenakan mulai berubahnya tipologi kawasan
perdesaan dan perkembangan kawasan perdesaan dalam beberapa waktu terakhir. Terutama setelah era globalisasi yang masuk ke perdesaan, telah terjadi interaksi dan
negosiasi sosial budaya masyarakat perdesaan terhadap modernitas dan budaya luar. kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan mulai ditinggalkan dengan tidak
relevannya pemahaman tersebut dengan mulai biasnya perdesaan-perkotaan dalam definisi klasik, secara ekonomi kawasan perdesaan dikategorikan sebagai wilayah
yang mempunyai kegiatan utama pertanian sedangkan kawasan perkotaan dikategorikan sebagai wilayah dengan kegiatan utama di sektor jasa dan perdagangan,
Definisi tersebut masih banyak digunakan hingga saat ini. Namun munculnya kawasan perdesaan dengan perekonomian yang ditopang oleh kegiatan industri kecil
seperti kerajinan, pariwisata, definisi tersebut dirasa belum dapat mewakili keseluruhan tipologi kawasan perdesaan. Oleh karenanya muncul istilah-istilah
seperti desa-kota yang berusaha mendefinisikan kawasan-kawasan perdesaan yang dianggap memiliki ciri-ciri perkotaan baik secara fisik maupun sosial dan ekonomi.
Berdasarkan penelitan dilapangan juga peneliti melihat masyarkat Desa Limau Manis memang mengalami perubahan dari segi perekonomian desa yang juga mulai
berubah dimana sektor pertanian sudah sangat minim digantikan oleh banyak nya industri kecil jadi dapat dipastikan bahwa Desa Limau Manis memang sudah
mengalami perubahan karateristik dari desa menjadi desa-kota. Sehingga faktor yang menjadi hambatan berpartisipasi masyarkat adalah karena sudah berubahnya
karateristik masyarkat Desa Limau Manis menjadi Masyarkat yang lebih cenderung kerah desa-kota.
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan