pekerjaan memang menghambat masyarakat untuk berpartisipasi. Mayarkat jelas lebih mementingkan kebutuhan kehidupan nya daripada demi kemajuan desa.
Berdasarkan penelitian dilapangan, peneliti menemukan mata pencaharian masyarkat Desa Limau Manis ialah buruh pabrik . Masyarakat yang terserap oleh
industri Tanjung Morawa adalah pekerja buruh dengan jadwal waktu bekerja yang cukup sibuk. Sebagai pekerja yang dituntut waktu serta tenaga memang kaitan nya
tidak bisa dipisahkan dalam masyarkat buruh untuk memberi sumbangan baik berupa partisipasi ide,waktu tenaga yang sangat terbatas bahkan sampai tidak
ada.Sedangkan Masyarakat cenderung bekerja dan tidak memiliki waktu luang. Seperti pekerja pertukangan memiliki jadwal pekerjaan yang tidak terikat, Sehingga
peneliti merumuskan memang ada hubungan pekerjaan masyarkat dengan hambatan masyarkat untuk berpatisipasi dalam perencanaan, maupun pelksanaan
pembangunan infrastrukur.
3. Pendidikan
SDM diketahui sangat mempengaruhi tingkat kemajuan suatu bangsa, maka sebenarnya tingkat pendidikan tinggi juga mempunyai pengaruh bagaimana cara
masyarkat berfikir untuk kemajuan baik untuk pribadi maupun untuk bersama. Plummer dalam teorinya yang mengungkapkan hambatan berpartisipasi masyarkat
bisa terdapat pada faktor tingkat pendidikan. Dimana pendidikan sangat mempengaruhi bagi keinginan dan kemampuan masyarkat untuk berpartispasi serta
untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi pemabangunan yang ada.
Pendidikan memang salah satu aspek pembangunan yang digalakan dalam pembangunan di Desa Limau Manis, ini ditandai dengan jumlah buta huruf masyarkat
yang sama sekali tidak ada. Dan pelaksanaan pendidikan 9 tahun adalah hal yang wajib dilaksanakan di Desa Limau Manis, Bahkan semakin banyak masyarkat yang
melanjut pendidikan hingga ke perguran tinggi. Namun hambatan tentang tingkatan pendidikan tidak mempengaruhi masyarkat untuk berpartisipasi. Dalam hasil
wawancara informan Kepala Dusun Bapak Junaidi, dan dengan konfirmasi Tokoh Mayarakat juga Bapak Heru dalam wawancara nya diketahui bahwa masyarkat
dengan pendidikan tinggi di Desa Limau Manis sangat jarang dijumpai dalam berbagai kesempatan untuk menyumbangkan partisipasinya. Malah sebaliknya
masyarkat dengan pendidikan SLTASederajat lah yang paling banyak mengikuti partisipasi untuk pembangunan infrastuktur. Hal ini diberi alasan masyarkat
bahwasanya dengan pendidikan taraf perguruan tinggi yang ada di masyarkat memiliki kecenderungan malu untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa.
Namun, dengan penilaian peneliti sendiri di lapangan, bahwasanya pelaku pembangunan walaupun benar ada nya dominasi oleh pekerja pertukangan dengan
pendidikan SLTASederajat. Akan tetapi alasan para masyarakat dengan pendidikan taraf perguruan tinggi yang tidak bisa menyumbangkan partisipasinya bukan karena
tidak mau ataupun malu seperti yang diungkapkan pemerintah desa,
Melainkan ada faktor dimana masyarkat yang ada di Desa Limau Manis dengan pendidikan yang cukup baik tersebut cenderung memiliki kegiatan atau aktifitas yang
jauh lebih kompleks daripada masyarkat dengan pendidikan SLTASederajat. Bila di telah maka sebenarnya masyarkat dengan pendidikan baik sebenarnya mau
menyumbangkan minimal ide ataupun gagasan untuk kemajuan desa namun, kembali lagi kendala pekerjaan dan waktu kembali menjadi hambatan. Sehingga faktor
tersebut lah yang membuat masyarkat dengan pendidikan cukup baik sulit untuk menyumbangkan berpartisipasi nya dalam setiap tahapan pembangunan. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka hambatan masyarakat untuk berpartisipasi karena faktor pendidikan adalah tidak benar. Masyarkat dengan jenjang pendidikan apapun
sebenarnya mau berpartisipasi dalam kemajuan desa.
3.
Jenis Kelamin.
Masalah kesetaraan gender adalah hal yang cukup marak digalakan dalam berbagai aspek pembangunan tidak terkecuali wilayah pedesaan, ini ditandai dalam
Musrenbang desa yang harus melibatkan peran serta jenis kelamin perempuan serta laki-laki. Plumer mengungkapkan Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarkat
masih menganggap faktor jenis kelamin dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarkat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan
perempuan akan mempunyai persepsi pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan.
Dalam hal ini keterkaitan antara jenis kelamin dengan intensitas untuk masyarkat berpartisipasi memang tidak memiliki hubungan. Seperti dalam
wawancara Kepala Dusun oleh Ibu Suranata, seorang Kepala Dusun perempuan yang menjelaskan dalam wawancara bahwa jenis kelamin tidak memilki pengaruh dalam
perencanaan pembangunan, akan tetapi memiliki pengaruh yang cukup spesifik dalam pelaksanaan pembangunan, seperti yang diketahui pelaksanaan pembangunan
infrastruktur bukan lah pekerjaan yang ringan. Jadi pelaksana partisipasi pembangunan didominasi oleh kaum laki-laki dan perencanaan pembangunan kaum
perempuan tetap diikutsertakan. Sehubungan juga dengan penelitian di lapangan peneliti menemukan bahwa,
jenis kelamin perempuan dan laki-laki yang mengikuti partisipasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Ini ditandai masih ada jenis kelamin perempuan yang mau
mengikuti perencanaan pembangunan pada tingkat dusun maupun desa.
4. Homogenitas Masyarkat yang Heterogen