Peran Sekolah Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja (Studi Kasus MTs N 3 Jakarta)

(1)

PERAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI

KENAKALAN REMAJA

(Studi Kasus MTs Negeri 3 Jakarta) Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Nenda Muslihah

NIM: 1112015000069

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nenda Muslihah

Nim : 1112015000069

Jurusan : Pendidikan IPS/Sosiologi

Judul Skripsi : Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja (Studi Kasus MTs Negeri 3 Jakarta)

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berdasarkan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 September 2016

Nenda Muslihah NIM. 1112015000069


(6)

i

ABSTRAK

Nenda Muslihah, “Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja

(Studi kasus MTs Negeri 3 Jakarta)”. Skripsi, Konsentrasi Sosiologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini meneliti tentang peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuai bagaimana peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta. Manfaat penelitian ini untuk membantu sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja.

Metode penelitian menggunakan metode kualitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Peneliti mengambil data dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Pemilihan sample dengan menggunakan sampling purposive yaitu teknik penentuan sample dengan pertimbangan tertentu.

Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data mengenai (1) gambaran umum mengenai MTs Negeri 3 Jakarta, (2) Gambaran umum tentang bentuk-bentuk kenakalan remaja, (3) data tentang faktor-faktor penyebab kenakalan remaja, (4) data tentang tindakan preventif yang dilakukan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja, (5) data tentang tindakan represif yang dilakukan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja, (6) data tentang tindakan kutarif yang dilakukan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja, dan (7) data tentang kendala yang dialami sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta.


(7)

ii

ABSTRACT

Nenda Muslihah, "The Role of Schools in Tackling Juvenile Delinquency (Case Study 3 Jakarta MTs)". Thesis, Department of Educational Sociology Concentration of Social Sciences, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

This research examines the role of the school in tackling juvenile

delinquency. The purpose of this study was to mengetahuai how the role of schools in tackling juvenile delinquency in MTs Negeri 3 Jakarta. The benefits of this research to help schools cope with juvenile delinquency.

The research method using qualitative methods, and the type of research is a case study. Researchers took the data by interviewing, observation and documentation. Selection of the sample using purposive sampling technique of determining the sample with a certain considerations.

In this study, researchers obtained data on (1) a general overview of MTs Negeri 3 Jakarta, (2) Overview of the forms of juvenile delinquency, (3) data on the factors that cause delinquency, 4) data on preventive measures undertaken schools in tackling juvenile delinquency, (5) data about the actions represif are schools in tackling juvenile delinquency, (6) data about the actions kutarif are schools in tackling juvenile delinquency, and (7) data on constraints experienced by schools in tackling juvenile delinquency at MTs Negeri 3 Jakarta.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr.Wb

Alamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya serta seluruh muslimin dan muslimah.

Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Laporan skripsi ini membahas mengenai “Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja (Studi Kasus MTs Negeri 3 Jakarta).

Selanjutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun atas bimbingan-Nya dan motivasi dari berbagai pihak, penulis menyadari bahwa keberhasilan kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang berjasa dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:

1. Prof Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd Ketua Jurusan Pendidikan IPS 3. Bapak Syarifullah, M.Si Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS 4. Ibu Dr. Ulfah Fajarini, M.Si, Dr. Dosen Pembimbing Akademik.

5. Bapak Muhammad Arif, M.Pd dan Ibu Tri Harjawati, M.Si Selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi.


(9)

iv

6. Seluruh Dosen Jurusan pendidikan IPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

7. Seluruh staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan kemudahan dalam pembuatan surat-surat dan sertifikat.

8. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta pinjaman literatur yang dibutuhkan.

9. Bapak Jumanto M.Pd selaku Kepala MTs Negeri 3 Jakarta yang telah memberi kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin.

10.Ibu Hunainah, M.Pd., Bapak Riza Fahlevi, MT., Bapak Faqih Khairul Fikri S.Psi., Ibu Yeti, S.Psi., Ibu Latifah, S.Pd dan seluruh dewan guru serta staff tata usaha MTs Negeri 3 Jakarta yang telah membantu penulis selama proses penelitian terurama dalam pemberian informasi.

11.Ucapan terimakasih tiada henti dan penghargaan penulis berikan dengan rendah hati kepada ayahanda Mahdi Fahrudin dan Ibu Hayati yang senantiasa memberikan motivasi, semangat dan doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoaga selalu dalam keadaan sehat wal-afiat.

12.Kakak dan adik tercinta Rizka Khoerinnisa dan Asetya Achmadi serta seluruh keluarga besar Amil Rasta yang selalu memberikan dukungan agar cepat dalam menyelesaikan skripsi serta lulus tepat waktu.

13.Sahabat-sahabat seperjuangan Cut Aja Muliasari, Ismah, Fildzah Octaviani, Iis Mawati, Agustina Permatasari, Nurhikmalasari, Herawati Suherli, Dede Tiara R, Hani Pertiwi, Nurwidi Oktaria, Citra Chairunnisa Aziz, Isma Nurfitri, Indah Novianto. Terimakasih atas waktu yang kalian


(10)

v

luangkan selama menyelesaikan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang selalu menemani, menghibur, berbagi suka duka, memberikan doa dan dukungan serta motivasi. Semoga tetap semangat dan silaturahim kita tetap terjalin, aamiin.

14.Terimakasih kepada Kumala Ningsih, Intan Awaliyah R, Ipah Sarifatul H, Karyani, Suci Pujiawati, Titin Maisaroh Sahabat-sahabat yang selalu memberikan doa dan dukungan meski jarak membentang.

15.Terima kasih untuk Aisyah, Nadya MNS, Hanan, Alfida Husna dan semua warga-wargi Keluarga Mahasiswa Islam Jakarta (KMIK) yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

16.Seluruh teman-teman jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS) angkatan 2012. Semoga Allah meridhoi segala usaha dan harapan kita. 17.Semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas doa dan dukungannya.

Demikianlah pengantar dari penulis terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersipat membangun demi kesempurnaan penulis selanjutnya.

Akhirnya kepada Allah SWT penulis bermohon, semoga segala bantuan dari berbagai pihak yang tersebut diatas dibalas oleh-Nya dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiin.

Jakarta, 26 September 2016

Penulis


(11)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Peran Sekolah ... 9

1. Pengertian Sekolah ... 9

2. Pengertian Peran Sekolah ... 11

3. Perwujudan Peran Sekolah ... 12

4. Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja ... 15

B. Remaja dan Kenakalan Remaja ... 19

1. Pengertian Remaja ... 19


(12)

vii

3. Pengertian Kenakalan Remaja ... 24

4. Jenis-jenis Kenakalan Remaja ... 26

5. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja ... 27

6. Teori-Teori Penyebab Kenakalan Remaja ... 30

7. Penanggulangan Kenakalan Remaja ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 37

D. Penelitian Relevan ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 45

C. Jenis dan Sumber Data ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 48

1. Observasi ... 48

2. Wawancara ... 49

3. Dokumentasi ... 57

E. Teknik Analisis Data ... 58

1. Data Reduction ... 59

2. Data Display ... 60

3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan ... 60

F. Pengecekan Keabsahan Data ... 61

1. Tringulangi Sumber ... 61

2. Tringulasi Teknik ... 61

3. Tringulasi Waktu ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum MTs Negeri 3 Jakarta ... 63

1. Sejarah MTs Negeri 3 Jakarta ... 63

2. Letak Geografis MTs Negeri 3 Jakarta ... 63

3. Visi dan Misi MTs Negeri 3 Jakarta ... 64


(13)

viii

5. Guru dan Tenaga Kependidikan MTs Negeri 3 Jakarta ... 67

6. Siswa/siswi MTs Negeri 3 Jakarta... 67

7. Program-program MTs Negeri 3 Jakarta ... 68

B. Hasil Penelitian ... 69

1. Gambaran Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 69

2. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 74

3. Gambaran Tindakan Preventif yang dilakukan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 77

4. Gambaran Tindakan Represif yang dilakukan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 85

5. Gambaran Tindakan Kuratif yang dilakukan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 90

6. Kendala Sekolah dalam Menanggulagi Kenakalan Remaja ... 93

C.Pembahasan ... 96

1. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 96

2. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta 99 3. Tindakan Preventif yang dilakukan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 100

4. Tindakan Represif yang dilakukan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di MTs Negeri 3 Jakarta ... 101

5. Tindakan Kuratif yang dilakukan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja ... 102

D.Kendala MTs Negeri 3 Jakarta dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja 104 E. Keterbatasan Penelitian ... 105

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 106


(14)

ix

DAFTAR PUSTAKA


(15)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Relevan ... 41

Tabel 3.1 Rencana Penyusunan Penelitian ... 44

Tabel 3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 47

Tabel 3.3 Pedoman Observasi ... 49

Tabel 3.4 Pedoman Wawancara ... 50

Tabel 3.5 Pedoman Dokumentasi ... 58

Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana MTs Negeri 3 Jakarta ... 66

Tabel 4.2 Jumlah Guru MTs Negeri 3 Jakarta ... 67

Tabel 4.3 Siswa MTs Negeri 3 Jakarta 2015/2016... 67

Tabel 4.4 Data Jumlah Siswa yang Melakukan Pelanggaran Cara Berpakaian MTs Negeri 3 Jakarta ... 73

Tabel 4.5 Data Bentuk Kasus Kenakalan Remaja MTs N 3 Jakarta ... 73

Tabel 4.6 Kegiatan Intrakulikuler MTs Negeri 3 Jakarta ... 83


(16)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 38


(17)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara

Lampiran 2 Transkip Wawancara dengan Kepala Sekolah MTs Negeri 3 Jakarta

Lampiran 3 Transkip Wawancara dengan Wakasek Kesiswaan SMTs Negeri 3 Jakarta

Lampiran 4 Transkip Wawancara dengan Guru BK Kelas VII MTs Negeri 3 Jakarta

Lampiran 5 Transkip Wawancara dengan Guru BK Kelas VIII MTs Negeri 3 Jakarta

Lampiran 6 Transkip Wawancara dengan Guru BK Kelas IX MTs Negeri 3 Jakarta

Lampiran 7 Transkip Wawancara dengan Siswa (1) MTs Negeri 3 Jakarta

Lampiran 8 Transkip Wawancara dengan Siswa (2) MTs Negeri 3 Jakarta

Lampiran 9 Transkip Wawancara dengan Siswa (3) MTs Negeri 3 Jakarta

Lampiran 10 Pedoman Observasi

Lampiran 11 Hasil Observasi Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja

Lampiran 12 Peraturan dan Tata Tertib MTs Negeri 3 Jakarta

Lampiran 13 Program Tahunan Osis MTs Negeri 3 Jakarta Tahun Pelajaran 2015/2016

Lampiran 14 Daftar Pembina, Pelatih dan Jadwal Kegiatan Pengembangan Diri Perjenjang Kelas MTs Negeri 3 Jakarta Tahun Pelajaran 2015/2016


(18)

xiii

Lampiran 15 Jadwal Penyambutan Siswa MTs Negeri 3 Jakarta Tahun Pelajaran 2015/2016

Lampiran 16 Catatan Kejadian Siswa Kelas VIII

Lampiran 17 Dokumentasi Penelitian

Lampiran 18 Transkip Wawancara dengan Guru MTs Negeri 3 Jakarta

Lampiran 19 Transkip Wawancara dengan Keamanan/Satpam MTs Negeri 3 Jakarta

Lampiran 20 Transkip Wawancara dengan petugas kebersihan (OB) MTs Negeri 3 Jakarta


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan ini, manusia sejak awal hingga sekarang selalu mengalami perubahan, baik perubahan jasmaniah maupun rohaniah, baik perubahan positif maupun negatif. Perubahan ini terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perubahan yang paling menonjol dalam kehidupan adalah perubahan fisik yang dialami oleh manusia berawal dari masa bayi, masa balita, masa remaja, masa awal dewasa, masa usia pertengahan dan masa tua. Dari adanya beberapa tahapan dalam kehidupan manusia masa remaja merupakan masa yang paling penting karena masa remaja merupakan bagian dari komunitas yang paling rentan dalam menerima perubahan-perubahan dan masa remaja adalah masa memasuki fase pencarian jati diri. Dalam pencarian jati dirinya mereka mengekspresikannya dengan berbagai cara dan gaya. Selalu ingin tampil beda dan mencari perhatian orang lain. Hal ini di perjelas oleh Stanley Hall seorang bapak pelopor psikologi dalam Agoes Dariyo perkembangan remaja dianggap sebagai masa topan badai dan stres (storm and stress), karena mereka memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri.1

Pengaruh kompleksitas kehidupan ini sudah tampak pada berbagai fenomena remaja yang perlu memperoleh perhatian pendidikan. Fenomena yang tampak akhir-akhir ini antara lain perkelahian antarpelajar, penyalahgunaan obat dan alkohol, reaksi emosional yang berlebihan, dan berbagai prilaku yang mengarah pada tindak kriminal.Remaja berkecenderungan bersikap bebas bertindak dan seringkali berbuat hal-hal negatif, sehingga banyak menimbulkan tindakan amoral atau lebih dikenal dengan kenakalan remaja.Kenakalan remaja bukan hanya merupakan perbuatan anak yang melawan hukum semata, tetapi juga termasuk perbuatan yang melanggar norma masyarakat. Perbuatan remaja yang melawan hukum

1


(20)

dan anti sosial pada dasarnya tidak disukai oleh masyarakat sehingga kenakalan ni disebut sebagai salah satu problem sosial.

Pada dasarnya problem sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral, oleh karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak.Keresahan dan perasaan terancam tersebut pasti terjadi sebab kenakalan-kenakalan yang dilakukan anak remaja pada umumnya berupa ancaman terhadap hak milik orang lain yang berupa benda seperti pencurian, penipuan dan penggelapan. Berupa ancaman keselamatan jiwa orang lain, seperti pembunuhan dan penganiayaan yang menimbulkan meninggalnya orang lain dan perbuatan-perbutan ringan lainnya, seperti pertengkaran sesama anak, minum-minuman keras, begadang/berkeliaran sampai larut malam.2

Akhir-akhir ini kenakalan remaja semakin tidak terkendali, banyaknya peserta didik (usia remaja) yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah dan semakin banyaknya remaja dan pelajar yang terlibat dalam tindakan kriminalitas dan semakin memperparah keadaan remaja saat ini bahkan peserta didik (usia remaja) cenderung terlalu bebas dalam bersikap dan bertindak yang mengarah pada perilaku menyimpang.Salah satu contoh fenomena yang terjadi adalah tertangkapnya belasan pelajar SMK di Kota Tangerang dan diamankan polisi karena terlibat tawuran. Dari tangan para pelajar, polisi mengamankan beberapa senjata tajam. Sepanjang Januari-Oktober 2013, komisi nasional perlindungan anak (Komnas Anak) mencatat 229 kasus tawuran pelajar tingkat SMP dan SMA yang mengakibatkan 19 siswa meninggal dunia. Jumlah ini meningkat 44% di banding tahun lalu yang hanya 128 kasus.

Selain tawuran contoh fenomena kenakalan remaja lainnya adalah maraknya penyalahgunaan narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan bahwa 50-60% pengguna narkoba di indonesia adalah kalangan pelajar dan mahasiswa. Padahal penggunaan narkoba telah dilarang

2


(21)

3

penggunaannya sejak lama kecuali digunakan untuk pengobatan atau kesehatan.3

Sampai sekarang tahun 2015 Badan Narkotika Nasional memperkirakan jumlah pengguna narkoba di indonesia mencapai 5,1 juta orang jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah.Prilaku seks bebas juga menjadi masalah yang menyumbang angka terbesar dalam kasus kenalakan remaja. Banyak survei yang menunjukan bahwa lebih dari 40% remaja indonesia pernah melakukan hubungan seks. Seks bebas seakan sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan remaja. hal ini menjadi bukti bahwa belum maksimalnya peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja.

Dengan banyaknya fenomena-fenomena mengenai kenakalan remaja, pada penanggulangan kenakalan remaja maka masyarakat dan pemerintah dipaksa untuk melakukan tindak-tindak preventif, represif dan penanggulangan secara kuratif. Tindakan-tindakan preventif yang dilakukan antara lain berupa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, perbaikan lingkungan, yaitu daerah kampung-kampung miskin, mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka, menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja, membangun badan kesejahteraan anak-anak.

Salah tindakan preventif atau tindakan pencegahan yang harus dilakukan dalam menanggulangi kenakalan remaja adalah anjuran untuk berakhlaq mulia dan lemah lembut sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al-Imran ayat 159:

3

Eka Lidwina, “Dampak Pertumbuhan Penduduk terhadap peningkatan Kenakalan

remaja”, http://www.kompasiana.com/lidwinaeka/dampak-pertumbuhan-penduduk-terhadap-peningkatan-kenakalan-remaja_54f38329745513972b6c7986)


(22)

Artinya : “Maka disebabkan rahmat dan Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras, tentulah mereka

menjauhkan diri dari sekelilingmu”. (Qs. Al-Imran : 159).

Selanjutnya Tindak-tindak represif diantaranya adalah aparat keamanan/penegak hukum perlu ditingkatkan kewibawaannya, sarana dan prasarana (termasuk personil) perlu ditingkatkan.

Tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan anak delinkuen antara lain berupa menghilangkan semua sebab-musabab timbulnya kejahatan remaja, baik yang berupa familial, sosial ekonomis dan melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat/asuh dan memberikan fasilita yang diperlukan bagi perkebangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja, memindahkan anak-anak nakal kesekolah yang lebih baik, atau ke tengah lingkungan sosial yang baik, memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan berdisiplin, memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan, untuk membiasakan diri bekerja, belajar dan melakukan rekreasi sehat dengan disiplin tinggi.Selain penanggulangan kenakalan remaja secara preventif, represif dan kuratif, sekolah juga sangat berperan dan berpengaruh bagi perkembangan anak. Agar tidak terjadi perilaku menyimpang pada anak remaja, sekolah harus melakukan upaya secara maksimal untuk meminimalisir adanya perilaku menyimpang pada peserta didik. Peserta didik harus berpartisipasi dalam kegiatan sekolah seperti mengikuti jam KBM, dan kegiatan luar sekolah di luar jam pelajaran seperti mengikuti ekstrakulikuler yang terdiri dari ekstrakulikuler olah raga, pramuka, seni musik, drama, keterampilan-keterampilan, dan lain-lain yang diikuti oleh peserta didik maka kenakalan pada siswa akan dapat ditanggulangi.

Sekolah dalam menanggulagi kenakalan mempunyai peranan yang sangat berarti dalam membentuk karakter peserta didik, karena dalam keseharianya siswa banyak menghabiskan waktu di lingkungan sekolah dan juga dapat menentukan berhasil atau tidaknya peserta didik dalam pengembangan pembelajaran khusunya dalam praktik sehari-hari. Seperti penjelasan diatas bahwa masa peralihan ini sangatlah didominasi oleh berbagai problem


(23)

5

kenakalan. Maka, sekolah didalamnya ikut berperan aktif, khusunya dalam masalah kenakalan siswa.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Achmad bahri dan riska setya ningsih bahwa orang tua dan bimbingan konseling disekolah juga mempunyai peran penting dalam menanggulangi kenakalan remaja.

MTs Negeri 3 merupakan salah satu Madrasah Tsanawiyah yang berada di daerah Jakarta selatan. Meskipun sekolah tersebut bernuansa islami dan agamis bahkan termasuk sekolah yang disiplin dalam menaati peraturan, namun masih adanya siswa yang melanggar tata tertib sekolah, serta masih adanya kebiasaan siswa merokok, membolos, berkelahi, telat masuk kelas, bully, dan resisten atau geng. Hal ini sesuai dengan keterangan guru bimbingan konseling dan beberapa siswa (6 orang).

Kenakalan remaja di MTsN 3 Jakarta lebih mendominasi pada siswa kelas VIII hal ini disebabkan pada jenjang kelas tersebut termasuk dalam masa eksistensi dan pencarian jati diri. Hal itu pun dibuktikan dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti.

Kenakalan yang terjadi di MTsN 3 jakarta termasuk kedalam kenakalan ringan karena hanya sebatas pada kenakalan dalam melanggar tata tertib sekolah. Namun sekecil atau seringan apapun bentuk kenakalan harus diatasi atau ditanggulangi secara tuntas.

Selain adanya tindakan kenakalan remaja, sekolah juga mempunyai peran aktif dalam menanggulangi kenakalan tersebut diantaranya semua siswa wajib menaati semua tata tertib sekolah dan memberi sanksi yang tegas bagi pelanggar atau pelaku kenakalan.

Berdasarkan keterangan di atas maka penulis tertatik untuk mengkaji

Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja (Studi kasus MTs Negeri 3 Jakarta)”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas beberapa masalah dapat di identifikasi antara lain :


(24)

1. Masih adanya peserta didik (usia remaja) yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah

2. Adanya perilaku menyimpang yang terjadi disekolah diantaranya membolos, berkelahi, telat masuk kelas, bully, resisten atau geng.

3. Peserta didik (usia remaja) cenderung terlalu bebas dalam bersikap dan bertindak yang mengarah pada perilaku menyimpang

4. Belum maksimalnya peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penelitian ini akan dibatasi pada masalah belum maksimalnya peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan Pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana peran MTs Negeri 3 Jakarta dalam menanggulangi kenakalan remaja”.

Untuk memperoleh data yang rinci dan lengkap guna menjawab pertanyaan di atas pada kesempatan ini dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa sajakah bentuk-bentuk kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta?

2. Apa sajakah faktor-faktor penyebab kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta?

3. Bagaimanakah tindakan pencegahan (preventif) yang dilakukan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta?

4. Bagaimanakah tindakan pemberian sanksi (represif) yang dilakukan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta?


(25)

7

5. Bagaimanakah penanggulangan (kuratif) yang dilakukan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta? 6. Apa sajakah kendala sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja

di MTs Negeri 3 Jakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta.

Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh gambaran bentuk-bentuk kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta

2. Untuk memperoleh gambaran faktor-faktor penyebab kenakalan remaja di MTs Negeri 3 Jakarta

3. Untuk memperoleh gambaran tindakan pencegahan (preventif) yang dilakukanMTs Negeri 3 Jakarta dalam menanggulangi kenakalan remaja

4. Untuk memperoleh gambaran tindakan pemberian sanksi (represif) yang dilakukan MTs Negeri 3 Jakarta dalam menanggulangi kenakalan remaja

5. Untuk memperoleh gambaran penanggulangan (kuratif) yang dilakukan MTs Negeri 3 Jakarta dalam menanggulangi kenakalan remaja

6. Untuk memperoleh gambaran kendala MTs Negeri 3 Jakarta dalam menanggulangi kenakalan remaja

F. Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dibidang ilmu psikologi khusunya psikologi perkembangan, psikologi pendidikan, dan psikologi sosial yang berkaitan dengan peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di sekolah.


(26)

2. Secara praktis a. Bagi Pemerintah

Sebagai informasi untuk pihak pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan dan membuat undang-undang guna mencegah penyimpangan perilaku serta melakukan upaya untuk penanggulangan khususnya kenakalan remaja.

b. Bagi sekolah

Sebagai bahan pertimbangan penyusunan kebijakan penanganan pelanggaran tata tertib sekolah dan mekanisme penanganan penyimpangan perilaku secara khusus kenakalan remaja yang dapat mempengaruhi siswa-siswa lain.

c. Bagi guru

Informasi tentang peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja yang dapat menjadi dasar dan bahan pertimbangan dalam pencegahan perilaku kenakalan remaja.

d. Bagi orang tua

Sebagai informasi untuk orang tua dalam menanggulangi kenakalan remaja dan diharapkan mampu melakukan pencegahan agar tidak terjadi perilaku yang menyimpang pada anak.

e. Bagi Akademisi

Memahami lebih mendalam mengenai peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan alternatif referensi bagi penelitian selanjutnya.


(27)

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Peran Sekolah

1. Pengertian Sekolah

Everett Reimer mendefinisikan bahwa “sekolah sebagai lembaga yang

menghendaki kehadiran penuh kelompok-kelompok umur tertentu dalam ruang-ruang kelas yang dipimpin oleh guru-guru untuk mempelajari kurikulum yang bertingkat.

Selanjutnya Hadari Nawawi memandang sekolah itu sebagai organisasi kerja, atau sebagai wadah kerjasama sekelompok orang dalam bidang pendidikan untuk mencapai tujuan.

Ensiklopedia Indonesia menyebutkan sekolah adalah tempat peserta didik mendapat pelajaran yang diberikan oleh guru, jika mungkin guru yang berijazah. Pelajaran hendaknya diberikan secara pedagogis dan diktatik. Tujuannya untuk mempersiapkan peserta didik menurut bakat dan kecakapannya masing-masing agar mampu berdiri sendiri didalam masyarakat.1

Menurut Wahjosum sekolah merupakan tempat bergabung atau sekumpulan orang-orang sebagai sumber daya manusia dalam kumpulan kerjasama masingmasing mempunyai hubungan atau keterkaitan dalam kerjasama untuk mencapai tujuan. Wahjosum menjelaskan bahwa sekolah sebagai organisasi dimana menjadi tempat untuk menerima dan memberi pelajaran, terhadap orang atau sekelompok orang yang melakukan kerjasama.

Sekolah juga merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan yang utuh. Sekolah terdiri dari beberapa komponen-komponen (input, proses dan output) yang saling berkaitan satu sama lain sehingga sekolah dapat dikatakan sebagai suatu sistem. Sebagai

1


(28)

institusi pendidikan formal, sekolah dituntut menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan akademis tertentu, keterampilan, sikap dan mental, serta kepribadian lainnya sehingga menjadikan hidup seseorang menjadi lebih terarah.2

Sedangkan dalam perkembangannya sekolah merupakan lembaga pendidikan modern yang berperan sebagai media dalam membantu keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pendidikan. Dalam konteks ini sekolah diharapkan dapat menyediakan layanan pendidikan yang tidak dapat dilakukan oleh keluarga dan masyarakat.3

Selain sebagai lembaga pendidikan sekolah merupakan media sosialisasi yang lebih luas dari keluarga. Sekolah mempunyai potensi yang pengaruhnya cukup besar dalam pembentukan sikap dan perlaku seorang anak, serta mempersiapkannya untuk penguasaan peranan-peranan baru dikemudian hari dikala anak atau orang tidak lagi menggantungkan hidupnya pada orang tua atau keluarganya.4

Dari definisi diatas jelas bahwa sekolah itu adalah lembaga organisasi yang melakukan kegiatan kependidikan tertentu yang melibatkan sejumlah orang (guru dan murid yang harus bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan).

Sedangkan Menurut Bruce J. Cohen yang diterjemahkan oleh Sahat

Simamore “Peran adalah suatu prilaku yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang yang menduduki status tertentu”.

Menurut bahasa, “Peran adalah sesuatu yang jadi bagian atau yang

memegang pembinaan yang terurama dari suatu hal atau peristiwa”.

2Mar Atul Latifah, dan Abdul Syani ”Peran Guru Sekolah dalam Mencegah Terjadinya Tawuran di Kalangan Pelajar”, Jurnal Sociologie, Vol. I, h. 246.

3

Suryadi, Manajemen Mutu Berbasis Sekolah, (Jakarta: PT Sarana Panca Karya Nusa,

2009), h. 13.

4

Dwi Narwoko, dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 95.


(29)

11

Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranannya.5

2. Pengertian Peran Sekolah

Mengenai peran sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, Hurlock mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (siswa), baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun cara berperilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga dan guru subtitusi orang tua. Ada beberapa alasan mengapa sekolah memainkan peranan yang berarti bagi perkembangan kepribadian anak, yaitu (a) siswa harus hadir di sekolah, (b) sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan masa perkembangan

“konsep dirinya”, (c) anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah, (d) sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses, dan (e) sekolah memberikan kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuannya secara realistik.6

Menurut Syamsu yusuf dalam jurnal Havighurs menjelaskan sekolah mempunyai peran atau tanggung jawab penting dalam

membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya”.

Sehubungan dengan hal ini, sekolah seyogyanya berupaya untuk menciptakan iklim yang kondusif atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa (yang berusia remaja) untuk mencapai perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan remaja itu menyangkut aspek-aspek kematangan dalam berinteraksi sosial, kematangan personal,

5

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 212.

6

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja


(30)

kematangan dalam mencapai filsafat hidup, dan kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.7

3. Perwujudan Peran Sekolah

Peran sekolah menurut Suwarno adalah sebagai berikut: a. Memberikan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan

Di samping bertugas untuk mengembangkan pribadi peserta didik secara menyeluruh, fungsi sekolah yang lebih penting sebenarnya adalah menyampaikan pengetahuan dan melaksanakan pendidikan kecerdasan. Fungsi sekolah dalam pendidikan intelektual dapat disamakan dengan fungsi keluarga dalam pendidikan moral.8 b. Spesialisasi

Di antara ciri makin meningkatnya kemajuan masyarakat ialah makin bertambahnya deferensiasi dalam tugas kemasyarakatan dan lembaga sosial yang melaksanakan tugas tersebut. Sekolah mempunyai fungsi sebagai lembaga sosial yang spesialisnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.9

c. Efisiensi

Terdapatnya sekolah sebagai lembaga sosial yang berspesialisasi dibidang pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat menjadi lebih efisien, sebab:

1) Seumpama tidak ada sekolah, dan pekerjaan mendidik hanya harus dipikul oleh keluarga, maka hal ini akan lebih tidak efisien, karena orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya, serta banyak orang tua tidak mampu melaksanakan pendidikan dimaksud.

2) Karena pendidikan sekolah dilaksanakan dalam program yang tertentu dan sistematis.

7

Titin, dkk. “Peraan Sekolah sebagai Agen Sosialisasi dalam Pembentukan Kepribadian

Akhlaq Mulia Siswa SMA”, h. 3.

8

H. Ramayulis, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), h. 251.

9


(31)

13

3) Di sekolah dapat dididik sejumlah anak secara sekaligus. d. Sosialisasi

Sekolah mempunyai peranan penting didalam proses sosialisasi, yaitu proses membantu perkembangan individu menjadi mkhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi dengan baik dimasyarakat. Sebab bagaimanapun pada akhirnya dia berada dimasyarakat.10

e. Konservasi dan Transmisi Kurtural

Fungsi lain dari sekolah adalah menjaga warisan budaya yang hidup didalam masyarakat dengan jalan menyampaikan kebudayaan tadi (transmisi kurtural) kepada generasi muda, dalam hal ini tentunya adalah peserta didik.

f. Transisi dari rumah ke masyarakat

Ketika berada ditengah keluarga, kehidupan anak serba menggantungkan diri kepada orang tua, maka memasuki sekolah dimana ia mendapat kesempatan untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab sebagai persiapan sebelum ke masyarakat.11

Selain peran, sekolah juga memiliki fungsi berdasarkan hasil studi Delors yang menyatakanfungsi sekolah adalah sebagai berikut:

1. Memberi layanan kepada peserta didik agar mampu memperoleh pengetahuan atau kompetensi akademik yang dibutuhkan dalam kehidupan.

2. Memberi layanan kepada peserta didik agar mampu mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan (life skills)

3. Memberi layanan kepada peserta didik agar mampu hidup bersama ataupun bekerja sama dengan orang lain.

10

Ibid., h. 252. 11


(32)

4. Memberi layanan kepada peserta didik agar mampu mewujudkan visi, misi dan tujuan pribadinya dalam mengaktualisasikan dirinya sendiri.12

Selain fungsi sekolah menurut studi Delors, sekolah harus mampu menghasilkan SDM yang berkualitas dan berdaya adaptabilitas tinggi. Sekolah harus menghadapai gejolak globalisasi yang memberi penetrasi terhdap kebutuhan untuk mengkreasi model-model dan proses-proses bagi pencapaian kecerdasan global (global agility), keefektifan, dan kekompetitipan.13

Menurut Prof. Dr. Sudarwan Danim, sekolah mempunyai fungsi sebagai lembaga reproduksi, penyadaran, dan mediasi secara simultan. Fungsi reproduksi atau fungsi progresif ini merujuk pada eksistensi sekolah sebagai pembaharu atau pengubah kondisi masyarakat kekinian ke sosok yang lebih maju. Selain itu, sekolah berperan sebagai wahana pengembangan reproduksi, serta desiminasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Fungsi penyadaran atau konservatif bermakna bahwa sekolah bertanggung jawab untuk mempertahankan nilai-nilai budaya masyarakat dan membentuk kesetiaan diri sebagai manusia. Lembaga pendidikan, sebagai instrumen penyadaran, memiliki makna bahwa sekolah berfungsi membangun kesadaran untuk tetap berada pada tataran sopan santun, beradab, dan bermoral (hal-hal universal yang menjadi tugas semua orang). Sedangkan fungsi mediasi bertujuan untuk menjembatani antara fungsi konservatif dan progresif. Hal-hal yang termasuk dalam kerangka fungsi mediasi adalah kehadiran institusi pendidikan sebagai wahana sosialisasi, pembawa bendera moralitas, wahana proses pemanusiaan dan kemanusiaan, serta pembinaan idealisme sebagai manusia terpelajar.14

12

Suryadi, Manajemen Mutu Berbasis Sekolah, (Jakarta: PT Sarana Panca Karya Nusa,

2009), h. 13.

13

Sudarwa Danim, Pengantar Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 165.

14

Jamal Ma’mur Asmani, Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah, (Jogjakarta: Bukubiru, 2012), h. 168.


(33)

15

4. Peran Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja

Pada sekolah dan pendidikan, remaja-remaja menuntut program-program pendidikan yang futuristik, inspiratif, dan motivatif. Mereka membutuhkan berbagai kegiatan positif untuk mengasah minat dan bakat terpendamnya. Jangan sampai remaja dibiarkan keluyuran tanpa ada kegiatan positif, karena itu akan menjerumuskan mereka pada hal-hal negatif. Memberikan berbagai kegiatan positif menjadi kunci untuk menghindarkan mereka dari kenakalan remaja.

Kedisiplinan perlu digalakkan mendeteksi, mengindetifikasi, mencari solusi, dan memberi sanksi bagi remaja yang melanggar. Sekolah harus bertindak keras, namun juga mampu mengayomi anak-anak didiknya yang masih remaja. upaya ini tentu saja membutuhkan kejelian, ketelitian, dan ketekunan secra konsisten, mengingat kenakalan remaja semakin memprihatinkan.15

Disinilah pentingnya kerja sama antara dunia pendidikan dengan seluruh elemen bangsa ini (mulai dari aparat penegak hukum, birokrasi, media massa baik cetak maupun elektronik, organisasi sosial keagamaan, tokoh masyarakat, dan tentunya keluarga) untuk melindungi remaja di Indonesia dari berbagai penyimpangan. Upaya ini bertujuan untuk membekali mereka dengan berbagai keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi dalam menyongsong masa depan.

Dalam konteks organisasi pendidikan, disekolah remaja seharusnya dapat berperan sebagai motor perubahan untuk mengantisipasi tantangan globalisasi yang terus bergerak dinamis dan progresif.16

Menurut havighurs sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya. Sehubungan dengan hal ini, sekolah seyogianya berupaya untuk menciptakan iklim yang kondusif atau kondisi yang

15

Ibid., h. 258. 16


(34)

dapat memfasilitasi siswa (yang berusia remaja) untuk mencapai perkembangannya.17

Selain peran sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja, berikut kiat-kiat sukses lembaga pendidikan untuk menanggulangi kenakalan remaja di sekolah.

a. Keteladanan

Keteladanan yang baik dari kepala sekolah, guru, dan semua personel sekolah adalah suatu keniscayaan dalam upaya pembangunan moral yang baik. Remaja adalah dunia imitasi sehingga apa yang dilihat dan disaksikan secara langsung olehnya akan mempunyai efek yang besar terhadap perilakunya. Ia akan berusaha meniru secara bertahap-tahap apa yang ia lihat dari orang-orang disekitarnya.

b. Pendekatan agama yang mencerahkan

Agama adalah elemen penting yang mempunyai kekuatan mengubah. Namun tidak semua materi agama tidak membawa perubahan. Hanya materi agama yang membawa pencerahan saja yang mampu merubah perilaku seseorang. Pendekatan agama yang menitik beratkan kepada penghayatan, penyadaran, dan pergerakanlah yang mampu membangkitakn semangat perubahan ke arah yang lebih baik.18

c. Optimalisasi pendidikan moral dan budi pekerti

Pendidikan agama akan mantap dengan optimalisasi pendidikan moral dan budi pekerti. Pendidikan moral dan budi pekerti ini juga menjadi tujuan pendidikan agama. Namun, budi pekerti ini bisa melibatkan aspek yang lebih luas, misalna peraturan pemerintah dan hukum adat. Agama yng dikombinasikan dengan peraturan pemerintah dan hukum adat

17

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2010), h. 95. 18Jamal Ma’mur,


(35)

17

akan menjadi kekuatan dasyat dalam melakukan perubahan struktural dan kultural.

d. Pendekatan psikologi yang humanis dan persuasif

Kenakalan remaja seyogianya ditangani dengan menggunakan pendekatan psikologi, bukannya pendekatan militeristiik, karena salah-salah malah memperpanjang masalah. Pendekatan psikologi dilakukan secara humanis dan persuasif yang menyentuh problem personal remaja dan bertujuan memberikan solusi terbaik dari berbagai masalah aktual yang dihadapi remaja.19

e. Bimbingan dan konseling

Disekolah, ada staf khusus yang menangani kenakalan anak dan memberikan motivasi belajar yang tinggi. Staf itu adalah bimbingan dan konseling. Seyogianya, personel bimbingan dan konseling ini dapat memaksimalkan tugasnya dalam melakukan penyuluhan, pengarahan, dan bimbingan secara intensif. Pembaruan demi pembaruan juga perlu dilakukan agar pendekatannya bisa menarik produktif, sehingga bisa mengantisipasi setiap persoalan yang berkembang pada masa sekarang dan akan datang.

f. Tata tertib sekolah

Tata tertib sekolah adalah keniscayaan. Namun, tata tertib ini harus dibuat untuk ditegakkan secara disiplin dan konsisten. Menurut Prof. Drs. Agoes Soejanto, adanya peraturan-peraturan itu tiada lain untuk menjamin kehidupan yang tertib dan tenang, sehingga kelangsungan hidup sosial itu dapat dicapai.20

g. Komdis (komisi disiplin)

19Jamal Ma’mur,

op.cit., h. 180. 20Jamal Ma’mur,


(36)

Komdis adalah komisi yang bertugas untuk menegakkan kedisiplinan anak didik, sehingga mereka terbiasa dengan budaya disiplin dalam hidup. Kedisiplinan dalam hal apapun (waktu, pakaian, sopan, santun, dan moral) memiliki peran sangat penting dalam pembentukan karakter siswa.

h. Kerja sama sekolah, orang tua dan lingkungan

Sebuah sekolah tidak akan pernah bisa melakukan proses pembelajaran dengan baik tanpa bantuan dari pihak-pihak lain, sebab berbagai persoalan siap mendera, muali dari keanekaragaman karakter dan pribadi siswa, kurikulum pendidikan yang berganti-ganti, hingga kenakalan remaja. Oleh sebab itu, kerja sama antara pihak sekolah dengan dengan orang tua dan masyarakat (termasuk aparat kepolisian) merupakan hal yang sangat penting agar terwujud perbaikan moralitas dan mentalitas anak didik secara sinergi.21

i. Pembekalan aspek hukum

Pembekalan aspek hukum formal juga perlu diagendakan terkait upaya-upaya penanggulangan. Pembekalan aspek hukum ini patut untuk disampaikan dalam upaya memproteksi remaja agar tidak melakukan segala tindakan melanggar hukum sehingga remaja bisa melindungi dirinya sendiri. Paling tidak, para remaja akan berpikir dua kali sebelum melakukan tindakan melanggar hukum.

j. Menciptakan ruang kelas dan lingkungan sekolah yang menyenangkan

Ruang kelas dan sekolah yang ideal haruslah didesain secara kreatif dan dinamis, sehingga membuat anak didik betah berlama-lama di dalam kelas. Mengingat remaja banyak menghabiskan waktunya dilingkungan ini. Konservatisme akan

21Jamal Ma’mur,


(37)

19

membawa kebosanan, termasuk kebosanan di kelas yang pada gilirannya dapat menurunkan semangat belajar siswa.22

B. Remaja dan Kenakalan Remaja 1. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere) (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh”

atau “tumbuh menjadi dewasa.”23

Perkembangan lebih lanjut istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock, 1991) yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memesuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak asfek efektif, lebih atau kurang dari usia pubertas.24

Bila ditinjau dari segi perkembangan biologis, yang di maksud remaja adalah mereka yang berusia 12 sampai dengan 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang bulan) yang pertama.

Remaja ditahap operasi formal dapat mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dengan tantangan dimasa mendatang dan membuat rencana untuk masa depan. Mereka juga sudah mampu berpikir secara sistematik, mampu berpikir dalam kerangka apa yang mungkin terjadi, bukan hanya apa yang terjadi.25

Menurut Papilia dan Olds dalam Yudrik Jahja, masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa pada

22

Jamal Ma’mur, op.cit., h. 193. 23

Elizabeth B. Hurlock. Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1953), h. 206.

24

Muhammad Ali, dkk. Psikologi Remaja, (Bandung: Bumi Aksara, 2011), h. 9.

25

Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Remaja Rosdakarya,


(38)

umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.26

Selain itu remaja adalah fase peralihan antara masa kanak-kanak dan masa tumbuh dewasa, baik secara fisik, akal, kejiwaan, sosial, dan emosional. Pandangan ini diperkuat oleh teori Piaget, “Secara Psikologis masa remaja adalah usia saat individu berintergrasi dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.27

Masa remaja juga dikenal dengan masa perkembangan menuju kematangan jasmani, seksualitas, pikiran dan emosional.28

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa.29

Hurlock dalam bukunya yang berjudul psikologi perkembangan menyebutkan ciri- ciri remaja yaitu sebagai berikut:

a. Masa remaja dianggap sebagai periode penting

Pada periode remaja baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetap penting. Ada periode yang penting karena akibat perkembangan fisik dan psikologis yang kedua-duanya sama-sama penting. Terutama pada awal masa remaja, perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya 15 perkembangan mental yang cepat pula dapat menimbulkan perlunya penyesuaian dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. 30

b. Masa remaja dianggap sebagai periode peralihan

26

Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 220.

27

Jamal Ma’mur Asmani, Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah, (Jogjakarta: Bukubiru, 2012), h. 38.

28

Abdul Rojak, dan Wahdi Sayuti, Remaja dan Bahaya Narkoba, (Jakarta: Prenada, 2006),

h. 3. 29

Hendrianti Agustian, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h.28.

30


(39)

21

Bila anak-anak beralih dari masa anak-anak ke masa dewasa, anak-anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Osterrieth mengatakan bahwa struktur psikis anak remaja berasal dari masa kanak-kanak dan banyak ciri yang umumnya dianggap sebagai ciri khas masa remaja sudah ada pada akhir masa kanak-kanak. Perubahan fisik yang terjadi selama tahun awal masa remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu dan mengakibatkan diadakannya penilaian kembali penyesuaian nilai-nilai yang telah bergeser, pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan bukan orang dewasa.31

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja ketika perubahan fisik terjadi deng an pesat perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Ada empat perubahan yang sama yang hampir bersifat universal, yaitu:

1) Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.

2) Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesatkan menimbulkan masalah baru.

3) Dengan berubahnya minat dan pola perilaku maka nilai-nilai juga berubah, apa yang dianggap pada masa kanak-kanak penting setelah hampir dewasa tidak penting lagi.

4) Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan, mereka menginginkan untuk menuntut kebebasan tetapi mereka sering takut dan meragukan

31


(40)

kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.32

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi, baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu:

1) Sepanjang masa kanak-kanak masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam menghadapi masalah.

2) Karena para remaja merasa diri mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan.33

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja penyesuaian diri pada kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dngan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya. Seperti yang

dijelaskan oleh Erickson: “ Identitas diri yang dicari remaja

berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa

peranannya dalam masyarakat”.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulakan ketakutan

Seperti ditunjukkan oleh majeres menunjukkan “Banyak

anggapan popular tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya banyak diantaranya yang bersifat negatif. Anggapan budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak menyebabkan orang dewasa yang harus

32

Ibid.,

33


(41)

23

membimbing dan mengawasi kehidupan remaja, bersikap simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.34

g. Masa remaja sebagai usia yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kahidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini menyebabkan meningginya emsoi yang merupakan ciri dari awal masa remaja, semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, oleh karena itu remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa.35

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tumbuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.

Selain perubahan yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula terhadap lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru, teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini

34

Ibid.,

35


(42)

merupakan reaksi terhadap pertumbuhan remaja. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik didalam mapun diluar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan sosiologisnya. Untuk memenuhhi kebutuhan tersebut remaja memperluas lingkungan sosialnya diluar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain.

Anak-anak yang berusia 12 atau 13 tahun sampai dengan 19 tahun sedang berada dalam pertumbuhan yang mengalami masa remaja. masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan dikalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang barat sebagai periode strum and drang. Sebabnya karena mereka mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku dikalangan masyarakat dengan kata lain kenakalan remaja.36

3. Pengertian Kenakalan Remaja

Istilah baku tentang kenakalan remaja dalam konsep psikologi adalah Juvenile delinquency. Secara etimologis dapat dijabarkan bahwa

Juvenile berarti anak, sedangkan delinquency berarti kejahatan. Dengan

demikian, pengertian secara etimologis adalah kejahatan anak. Jika menyangkut subjek/pelaku, maka Juvenile delinquency menjadi anak penjahat atau anak jahat.

Delinquency itu selalu mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak dibawah usia 22 tahun.37

36

Zulkifli L, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 63.

37


(43)

25

Dr. Fuad Hasan dalam Simanjuntak mengatakan bahwa:

delinquency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak

remaja yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan.38

Pengertian secara etimologis telah mengalami pergeseran, akan tetapi hanya menyangkut aktifitasnya, yakni istilah kejahatan (delinquency) menjadi kenakalan. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian subyek/pelakunya pun mengalami pergeseran. Ada beberapa ahli dalam bidangJuvenile delinquency memberikan definisi diantaranya psikolog Drs. Bimo Walgito merumuskan arti selengkap nya dari

Juvenile delinquency” yakni: Tiap perbuatan yang bila dilakukan oleh

orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja. Menurut Drs. B. Simanjuntak, S.H. dalam Sudarsono pengertian

Juvenil delinquency” ialah: Suatu perbuatan itu disebut delinquent

apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup, suatu perbuatan yang anti sosial dimana didalamnya terkandung unsur-unsur anti normatif. 39

Istilah yang sering terdengar dan lazim dipergunakan dalam media massa adalah kenakalan remaja atau sering juga dipergunakan istilah kejahatan anak.istilah kenakalan remaja sering disalah tafsirkan dengan kenakalan yang tertuang dalam pasal 489 KUHP.40

M. Gold dan J. Petronio dalam sarlito menyatakan kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa kena hukuman.41

38

B. Simanjuntak, Latar Belakang Kenakalan Remaja, (Bandung: Alumni, 1979), h. 59.

39

Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 5. 40

Paulus Hadisuprapto, Delinquensi Anak, (Malang: Bayumedia Publihsing, 2008), h.15.

41


(44)

Kartono, ilmuwan sosiologi dalam jurnal Tangkudung

“Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah

juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”.42

Sedangkan istilah kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial (misalnya bersikap berlebihan di sekolah) sampai pelanggaran status (seperti melarikan diri) hingga tindak kriminal (misalnya pencurian).43

Kenakalan remaja merupakan suatu tindakan yang disebabkan oleh faktor sosial. Penyebab sosiologis memiliki pengertian bahwa kenakalan remaja adalah sebuah tindakan yang tidak timbul sendiri dalam diri individu tetapi ada faktor eksternal yang menyebabkan remaja jatuh dalam perbuatan tersebut.44

Berdasarkan pengertian diatas, dalam pengertian yang lebih luas

juvenile delinquency atau kenakalan remaja ialah

perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.

4. Jenis-Jenis Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu menurut aspek hukum dan menurut bentuknya.

a. Menurut aspek hukum

42

J.P.M Tangkudung, ”Peranan Komunikasi Keluarga dalam Mencegah Kenakalan Remaja

di Kelurahan Malalayang I Kecamatan Malalayang”, Journal Vol 3, 2014.

43

John W. Santrock, Adolescence, (Jakarta: Erlangga, 2003). h. 519. 44

Mariam Sondakh, “Peranan Komunikasi Keluarga dalam Mengatasi Kenakalan Remaja


(45)

27

Singgih D. Gumarso meninjau kenakalan remaja ini dari segi hukum, yang kemudian digolongkan dalam dua kelompok dengan norma-norma hukum.

1) Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial, serta tidak disebutkan dalam undang-undang, sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum.

2) Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai undang-undang dan hukum yang berlaku sama seperti perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.45

b. Menurut Bentuknya

Menurut bentuknya, Sunarwati S. Membagi kenakalan remaja kedalam iga tingkatan, yaitu:

1) Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit, dan sebagainya.

2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin atau mencuri, dan sebagainya.

3) Kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan, dan lain-lain.46

5. Faktor-faktor Terjadinya Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency) E. Simanjuntak menyebutkan sebab-sebab terjadinya kenakalan remaja sebagai berikut:

a. Faktor Intern

1) Cacat keturunan yang bersifat biologis-psikis

2) Pembawaan yang negatf, yang mengarah pada perbuatan akal 3) Ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan pokok dengan

keinginan. Hal ini menimbulkan frustasi dan ketegangan.

45

Jamal Ma’mur Asmani, Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah, (Jogjakarta : Bukubiru, 2012), h. 97.

46


(46)

4) Lemahnya kontrol diri serta presepsi sosial

5) Ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan baik dan kreatif.

6) Tidak ada kegemaran, tidak memiliki hobbi yang sehat. b. Faktor Ekstern

1) Rasa cinta dari orang tua dan lingkungan

2) Pendidikan yang kurang menanamkan bertingkah laku sesuai dengan alam sekitar yang diharapkan orang tua, sekolah, dan masyarakat.

3) Menurunkan wibawa orang tua, guru, dan pemimpin masyarakat. Hal ini rat hubungannya dengan ketiadaan tokoh identifikasi. 4) Pengawasan yang kurang efektif dalam pembinaan yang

berpengaruh dalam dominan afektif, konasi, konisi dari orang tua, masyarakat dan guru.

5) Kurang penghargaan terhadap remaja dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat. Hal ini erat hubungannya dengan ketiadaan dialog antara ketiga lingkungan pendidikan.

6) Kurangnya sarana penyalur waktu senggang. Hal ini berhubungan dengan ketidakpahaman pejabat yang berwenang mendirikan taman rekreasi.

7) Ketidaktahuan keluarga dalam menangani masalah remaja, baik dalam segi pendekatan sosiologik, psikologik maupun pedagogik.47

Santrock dalam bukunya Adelescence menjelaskan sebab-sebab terjadinya kenakalan remaja diantaranya:

1. Kontrol diri

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal mengembangkan kontrol yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan.

47

Aat Syafaat, dkk. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan


(47)

29

Kebanyakan orang muda telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka.48

2. Proses Keluarga

Walaupun telah ada sejarah yang panjang dalam upaya mendefinisikan faktor keluarga yang berperan serta dalam terjadinya kenakalan, namun yang menjadi fokus akhir-akhir ini adalah dukungan keluarga dan praktek manajemen keluarga. Terganggunya atau ketiadaan penerapan pemberian dukungan keluarga dan praktek manajemen oleh orang tua secara konsisten berhubungan dengan tingkah laku antisosial oleh anak-anak dan remaja. Dukungan seperti keluarga dan praktek manajemen seperti ini meliputi pengawasan keberadaan remaja, menerapkan disiplin yang efekti bagi tingkah laku antisosial, menerapkan keterampilan pemecahan masalah yang efektif, dan mendukung berkembangnya keterampilan proposial.49

3. Kelas Sosial/Komunitas

Walaupun kini kenakalan remaja tidak lagi terbatas hanya sebagai masalah kelas sosial yang lebih rendah dibandingkan dimasa sebelumnya, beberapa ciri kebudayaan kelas sosial yang lebih rendah cenderung memicu terjadinya kenakalan. Norma yang berlaku diantara teman-teman sebaya dan geng dari kelas sosial yang lebih rendah adalah anti sosial dan berlawanan dengan tujuan dan norma masyarakat secara meluas.

48

John W. Santrock, Adolescence, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 523. 49


(48)

Komunitas juga berperan serta dalam munculnya kenakalan. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas yang tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang dilakukan aktifitas kriminal dan memperolah hasil atau penghargaan atas aktifitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering kali ditandai dengan kamiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dam lingkungan yang terorganisir adalah faktor-faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan.50

6. Teori-teori Faktor Penyebab Kenakalan Remaja a. Teori Biologi

Tingkah laku atau delinquen pada anak-anak dan remaja dapat muncul karena faktor fisiologis dan struktur jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung:

1) Melalui atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, atau melalui kombinasi gen dapat juga disebabkan oleh tidak adanya gen tertentu, yang semuanya bisa memunculkan penyimpangan tingkah laku, dan anak-anak menjadi delinkuan secara potensial

2) Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal), sehingga membuahkan tingkah laku delinkuen. 3) Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah

tertentu yang menimbulakan tingkah laku delinquen atau sisiopatik.51

b. Teori Psikogenis

Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku delinquen anak-anak dan remaja dari aspek psokologis atau isi kejiwaan.

50

Ibid., h. 525.

51


(49)

31

Antara lain faktor inteligensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, intrenalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial, kecenderungan psikopatologis dan lain-lain.

Argumen sentral teori ini ialah sebagai berikut : delinkuen

merupakan “bentuk penyesuaian” atau “kompensasi dari masalah

psikologis dan konflik batin dalam stimuli eksternal/atau sosial dan pola-pola hidup keluarga yang patologis. 90% dari jumlah anak delinkuen berasal dari keluarga berantakan (broken home).52

c. Teori Sosiogenis

Para sosiolog berpendapat penyebab tingakh laku delinquen pada anak-anak remaja ini adalah murni sosiologis atau sosial psokologis sifatnya. Misalnya seperti pengaruh struktur sosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial atau oleh internalisasi simbolis yang keliru. Maka faktor-faktor kultural dan sosial itu sangat mempengaruhi, bahkan mendominasi struktur lembaga-lembaga sosial dan peranan sosial setiap individu di tenan masyarakat, status kelompoknya partisipasi sosial dan pendefinisian diri atau konsep dirinya.

Healy dan Bronner banyak mendalami sebab-sebab sosiogenis kemunculan delinkuen anak. Sarjana ilmu sosial dari universitas chicago ini sangat terkesan oleh kekuatan kultural dan disorganisasi sosial dikota-kota yang berkembang pesat, dan membuahkan banyak tingkah laku delinkuen pada anak-anak remaja serta pola kriminal pada orang dewasa. Mereka menyatakan, frekeunsi delinkuensi anak remaja itu lebih tinggi dari frekuensi kejahatan orang dewasa dikota-kota besar. 53

d. Teori Subkultur Delinquensi

52

Ibid.,

53


(50)

Tiga teori yang terdahulu (biologis, psikogenis dan sosiogenis) sangat popupler sampai tahun 1950-an. Sejak 1950 ke atas banyak perhatian pada aktifitas-aktifitas gang yang terorganisir dengan subkultur-subkulturnya. Adapun sebabnya adalah:

1) Bertambahnya dengan cepat jumlah kejahatan, dan meningaktnya kualitas kekerasan serta kekejaman yang dilakukan oleh anak-anak remaja yang memiliki subkultur delinquen.

2) Meningkatnya jumlah kriminalitas mengakibatkan sangat besarnya kerugian dan kerusakan secara universal, terutama terdapat di negara-negara industri yang sudah maju, disebabkan oleh meluasnya kejahatan anak-anak remaja.

“Kultur” atau “kebudayaan” dalam hal ini menyangkut suatu

kumpulan nilai dan norma yang menuntut bentuk tingkah laku respnsif sendiri yang khas pada anggota-anggota kelompok.

Sedang istilah “sub” mengindikasikan bahwa bentuk “budaya” tadi

bisa muncul di tengah suatu sistem yang lebih inklusif sifatnya. Menurut teori subkultural ini, sumber juvenile delinquency ialah: sifat-sifat suatu struktur sosial dengan pola budaya yang khas dari lingkungan familial, tetangga dan masyarakat yang dialami oleh para remaja delinkuen tersebut.54

7. Penanggulangan Kenakalan Remaja

Pada penanggulangan kenakalan remaja maka masyarakat dan pemerintah dipaksa untuk melakukan tindak-tindak penanggulangan preventif, penanggulangan represif dan penanggulangan secara kuratif.

a. Tindakan preventif

Tindakan preventif adalah usaha pencegahan terhadap masalah kenakalan remaja disini diartikan: segala daya upaya untuk

54


(51)

33

mencegah terjadinya kenakalan remaja, mempersempit ruang geraknya, mengurangi dan memperkecil pengaruhnya terhadap orang lain ataupun terhadap aspek-aspek kehidupan yang lain.55 Tindakan preventif ini merupakan pencegahan terhadap perilaku penyimpang. Pada dasarnya tindakan preventif ini merupakan suatu pencegahan sebelum seseorang melakukan perbuatan menyimpang. Tindakan preventif yang dilakukan antara lain berupa:

1. Meningkatkan kesejahteraan keluarga

2. Perbaikan lingkungan, yaitu daerah slum, kampung-kampung miskin.

3. Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka.

4. Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja. 5. Membangun badan kesejahteraan anak-anak.

6. Mengadakan panti asuhan.

7. Mengadakan lembaga repormatif untuk memberikan latihan korektif, pengoreksian dan asistensi untuk hidup mandiri dan susila kepada anak-anak dan para remaja yang membutuhkan.

8. Membuat badan supervisi dan pengontrol terhadap kegiatan anak delinkuen, disertai proram yang korektif.

9. Mengadakan pengadilan anak.

10.Menyusun undang-undang untuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh anak dan remaja.

11.Mendirikan sekolah untuk anak miskin.

55

Pola Penanggulangan Kenakalan Remaja di Indonesia (Jakarta: Badan Koordinasi


(52)

12.Mengadakan rumah tahanan khusus anak dan remaja. 13.Mengadakan diskusi kelompok dan bimbingan kelompok

untuk membangun kontak manusiawi diantara para remaja delinkuen dengan masyarakat luar. Diskusi tersebut akan sangat bermanfaat bagi pemahaman kita mengenai jenis kesulitan dan gangguan pada diri remaja.

14.Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan kreatifitas para remaja delinkuen dan yang nondelinkuen. Misalnya latihan vokasional, latihan hidup bermasyarakat, latihan persiapan untuk bertransmigrasi, dan lain-lain.56

Tindakan preventif yang dapat dilakukakn sekolah dalam mencegah kenakalan remaja diantaranya:

a. Pembentukan pramuka sekolah

b. Membentuk badan dan club/latihan-latihan olah raga di luar jam sekolah.

c. Badan keamanan lalu lintas (BBKL) dan patroli keamanan sekolah (PKS)

d. Mengadakan rekreasi/darmawisata dan study tour.57

Tindakan hukuman bagi anak remaja delinkuen antara lain berupa : menghukum mereka sesuai dengan perbuatannya, sehingga dianggap adil, dan bisa menggugah berfungsinya hati nurani sendiri untuk hidup susila dan mandiri.

b. Tindakan Represif

Tindakan represif ini berupa pemberian sanksi atau hukuman ketika seseorang melakukan pelanggaran. Tindakan represif pada dasarnya merupakan pencegahan setelah terjadi pelanggaran. Tindakan represif yang dilakukan diantaranya:

56

Aat Syafaat, dkk. Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan

Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo, 2008), h. 141. 57


(53)

35

1) Aparat keamanan/penegak hukum perlu ditingkatkan kewibawaanya.

2) Sarana dan prasarana (termasuk personil) kamtibnas perlu ditingkatkan.

3) Untuk mengatasi perkelahian massal, cukuplah personil aparat keamanan diperlengkapi dengan tongkat karet/pentungan. Penggunaan senjata api sebaiknya dihindari, sebab yang dihadapi adalah remaja, anak sekolah/anak didik, bukan kriminal ataupun kaum pesuruh. 4) Mereka yang tertangkap hendaknya diperlakukan bukan

sebagai kriminal ataupun sebagai pesuruh, tetapi sebagai

anak nakal yang perlu “hukuman” atas perilaku

menyimpangnya itu. Selanjutnya mereka diberi terapi edukatif.

5) Dalam menghadapi perkelahian massal ini hendaknya petugas tetap berkepala dingin, cukup pengendalian diri, tidak bertindak agresif dan emosional.

6) Diupayakan pada meraka yang tertangkap dapat dilakukan pemeriksaan awal yang membedakan mana yang

berkepribadian antisosial yang merupakan “biang kerok”

dan mana yang hanya ikut-ikutan. Untuk maksud ini banuan psikolog/psikiater diperlukan penilaiannya. Perbedaan ini perlu guna tindakan selanjutnya dalam upaya terapi dan pemantauan.58

7) Selama mereka dalam tahanan, hendaknya petugas mampu menahan diri untuk tidak melakukan tindakan kekerasan/pukulan dan hal-hal lain yang tidak manusiawi. Sebab, bila hal ini dilakukan dapat mengakibatkan “rasa

dendam” atau ’mental breakdown” pada remaja/anak

jalanan.

58


(54)

c. Tindakan kuratif

Setelah usaha-usaha yang lain dilaksanakan, maka dilaksanakan tindakan pembinaan khusus untuk memecahkan dan menanggulangi problem juvenile delinquency.

Tindakan kuratif yang dilakukan antara lain berupa:

1) Menghilangkan semua sebab-musabab timbulnya kejahatan remaja, baik yang berupa familial, sosial ekonomis dan kultural.

2) Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat/asuh dan memberikan fasilita yang diperlukan bagi perkebangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja.

3) Memindahkan anak-anak nakal kesekolah yang lebih baik, atau ke tengah lingkungan sosial yang baik.

4) Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan berdisiplin.

5) Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan, untuk membiasakan diri bekerja, belajar dan melakukan rekreasi sehat dengan disiplin tinggi

6) Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan vokalsional untuk mempersiapkan anak remaja delinkuen itu bagi pasaran kerja dan hidup ditengah masyarakat.

7) Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan perogram kegiatan pembangunan.

8) Mendirikan klinik psikologis untuk meringengan dan memecahkan konflik emosional dan gangguan kejiwaan.59

59

Jamal Ma’mur Asmani, Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah, (Jogjakarta : Bukubiru, 2012), h. 204.


(55)

37

C. Kerangka Berpikir

Sekolah adalah lembaga organisasi yang melakukan kegiatan kependidikan tertentu yang melibatkan sejumlah orang (guru dan murid yang harus bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan). Peserta didik (usia remaja) terkadang melakukan kenakalan-kenakalan disekolah. Kenakalan remaja merupakan perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama. Kenakalan remaja tersebut dapat digolongkan berdasarkan bentuknya kedalam tiga tingkatandiantaranya, kenakalan ringan, kenakalan sedang dan kenakalan berat/khusus. Kenakalan remaja bisa terjadi karena dua faktor, yaitu internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi lemahnya kontrol diri serta presepsi sosial, ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan baik dan kreatif, dan tidak ada kegemaran, tidak memiliki hobbi yang sehat. Sedangkan faktor eksternal meliputi pendidikan yang kurang menanamkan bertingkah laku sesuai dengan alam sekitar yang diharapkan orang tua, sekolah, dan masyarakat dan menurunkan wibawa orang tua, guru, dan pemimpin masyarakat. Selain faktor terjadinya kenakalan remaja, kenakalan remaja pun bisa ditanggulanggi oleh beberapa tindakan diantaranya: memberi tindakan preventif yang merupakan tindak pencegahan sebelum siswa melakukan kenakalan remaja, lalu tindakan represif yaitu pemberian sanksi atau hukuman ketika siswa melakukan pelanggaran. Tindakan represif pada dasarnya merupakan pencegahan setelah terjadi pelanggaran. Yang terakhir tindakan kuratif yaitu tindakan pembinaan khusus untuk memecahkan dan menanggulangi kenakalan remaja.

Dalam penanggulangan kenakalan remaja, sekolah selain sebagai pemberi layanan kepada peserta didik agar mampu memperoleh pengetahuan atau kompetensi akademik yang dibutuhkan dalam kehidupan, sekolah juga mempunyai peran dalam penanganan kenakalan remaja diantaranya sebagai instrumen penyadaran, memiliki makna bahwa sekolah berfungsi membangun kesadaran untuk tetap berada pada tataran sopan santun, beradab, dan bermoral (hal-hal universal yang menjadi tugas semua orang.


(56)

Berdasarkan keterangan diatas, penulis merumuskan bagan kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Sekolah

Penanggulangan Kenakalan remaja

Kenakalan Berat/Khusus Kenakalan Sedang

Kenakalan Ringan

Faktor Eksternal Faktor Internal

Tindakan Kuratif Tindakan Represif

Tindakan Preventif

1. Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka.

1. Memindahkan anak-anak nakal kesekolah yang lebih baik, atau ke tengah lingkungan sosial yang baik.

2. Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur danberdisiplin.

1. Aparat keamanan/ penegak hukum perlu ditingkatkan kewibawaanya.

2. Sarana dan prasarana (termasuk personil) kamtibnas perlu ditingkatkan


(57)

39

D. Penelitian yang Relevan

Hasil-hasil penelitian yang relevan mengenai peran sekolah dalam menanggulagi kenakalan remaja adalah sebagai berikut:

1. Penelitian Ade Mulyani dengan judul “Peran guru bimbingan dan konseling dalam penanggulangan kenakalan siswa di SMU Purnama

Jakarta (2005)”. Metode yang digunakan kualitatif-kuantitatif dan hasil

penelitian yang diungkapkan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara peran guru bimbingan dan konseling dengan penanggulangan kenakalan siswa. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang penanggulangan kenakalan remaja sedangkan perbedaanya adalah penelitian ini meneliti tentang peran guru bimbingan dan konseling dalam penanggulangan kenakalan siswa dan ruang lingkup penelitian di jejang SMU.

2. Penelitian Fitriah dengan judul ” Peran guru agama dalam pembinaan

akhlakul mahmudah sebagai upaya penanggulangan kenakalan remaja

(2005). Metode yang digunakan kualitatif-kuantitatif dan hasil penelitian yang diungkapkan dari penelitian ini adalah dalam penanggulanagn kenakalan remaja, guru juga berperan aktif sehingga kenakalan yang terjadi dapat ditangani dan ditanggulangi. Persamaan dengan peneltian ini adalah sama-sama meneliti tentang penanggulangan kenakalan remaja sedangkan perbedaan terletak pada lokasi penelitian dan peran guru agama dalam pembinaan akhlakul mahmudah sebagai upaya penanggulangan kenakalan remaja.

3. Penelitian Siti Choiriyah dengan judul “Peran Orang tua dalam menanggulangi kenakalan remaja di RT 002 RW 02 Kalisari Pasar

Rebo Jakarta Timur” (2013). Metode yang digunakan adalah penlelitian

survey dan hasil penelitian yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah orang tua sangat berperan penting dalam menanggulangi kenakalan remaja dalam hal ini dapat dilihat dari cara orangtua memberikan perhatian dan pengawasan yang cukup terhadap anaknya, karena pada umumnya orang tua mereka selalu dan sering memberikan


(58)

perhatian, kasih sayang, memberikan pendidikan agama baik dengan cara keteladanan, nasehat dan sebagainya. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang penanggulangan kenakalan remaja sedangkan perbedaan terletak pada lokasi penelitian yang terletak di Pasar rebi Jakarta timur dan peran orang tua dalam menanggulangi kenakalan remaja.

4. Penelitian Arif Budi Mulyono dengan judul ” Peran aktif guru PAI

dalam menanggulangi kenakalan siswa” (2008). Metode yang digunakan

adalah metode kualitatif dan hasil penelitian ini adalah guru PAI dalam menanggulangi kenakalan siswa yang ada di SMA 8 Semarang mempunyai beberapa peran aktif artinya guru PAI berperan penting dalam menanggulangi kenakalan siswa. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang penanggulangan kenakalan remaja sedangkan perbedaan terletak pada peran aktif guru PAI dan jenjang penelitian, dalam penelitian ini jenjang yang digunakan adalah jenjang SMA yaitu SMAN 8 Semarang.

5. Penelitian Andi Junaedi dengan judul ” Peran penyuluh agama dalam mengatasi kenakalan remaja (Studi kasus remaja masjid Al-Mu’alla

RW. 08 di desa Ciheulang Tonggoh Cibadak Sukabumi)” (2006).

Metoge yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan hasil penelitian ini adalah Peranan penyuluhan agama dalam mengatasi kenakalan remaja pada remaja Masjid Al-Mu’alla, mempunyai pengaruh cukup besar terhadap perkembangan mental remaja yang mengikutinya. Hal ini dapat dilihat dari adanya respon yang baik dari remaja dan adanya perubahan mental dan sikap para remaja. persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tetntang penanggulangan kenakalan remaja sedangkan perbedaan terletak pada lokasi penelitian yang berlokasi di desa Ciheulang Tonggoh Cibadak Sukabumi dan peran penyuluh agama dalam mengatasi kenakalan remaja


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

BIODATA

Nenda Muslihah, Lahir Karawang 19 Oktober 1994. Lahir dari pasangan Bapak Mahdi Fahrudin dan Ibu Hayati sebagai anak kedua dari 3 bersaudara. Bertenpat tinggal di dusun Rangdu desa rangsu mulya RT/RW 004/011, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat

Penulis menempuh pendidikan di TK Nurul Hidayah Bekasi, SDN Rangdumulya 1, MTs Darul Huda Pedes, SMA Negeri 3 Karawang, dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama kuliah penulis pernah aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Federasi Olahraga (FORSA) bidang bulutangkis.

Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha, penulis teah berhasil menyelesaikan pengerjaan skripsi ini. Semoga dengan penulisan tugas akhir skripsi ini mampu memberikan kontribusi positif bagi dunia pendidikan.


Dokumen yang terkait

Peran kepala sekolah sebagai motivator dalam di MTs N 20 Jakarta

0 7 120

Peranan remaja pengajian Majlis Taklim Darussaadah dalam upaya menanggulangi kenakalan remaja

3 11 98

PERAN UNITBINMAS (UNIT PEMBINAAN MASYARAKAT) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA PELAJAR Peran Unit BINMAS (Unit Pembinaan Masyarakat) Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja Pelajar (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar).

3 5 19

PENDAHULUAN Peran Unit BINMAS (Unit Pembinaan Masyarakat) Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja Pelajar (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar).

2 4 8

PERAN UNITBINMAS (UNIT PEMBINAAN MASYARAKAT) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA PELAJAR Peran Unit BINMAS (Unit Pembinaan Masyarakat) Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja Pelajar (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar).

0 1 11

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja Di Desa Kedunglengkong, Simo, Boyolali.

0 1 15

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja Di Desa Kedunglengkong, Simo, Boyolali.

0 2 12

PERAN KELUARGA DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA DI DESA GAYAMAN MOJOANYAR- MOJOKERTO

0 3 7

PERAN ORGANISASI REMAJA MASJID AL-AYYUBI DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA KELURAHAN KAUMAN KIDUL, SIDOREJO, SALATIGA SKRIPSI

0 8 185

PERAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA (Studi Deskripstif di SMP PGRI Sumbang)

0 0 18