1 Aparat keamananpenegak hukum perlu ditingkatkan kewibawaanya.
2 Sarana dan prasarana termasuk personil kamtibnas perlu ditingkatkan.
3 Untuk mengatasi perkelahian massal, cukuplah personil aparat
keamanan diperlengkapi
dengan tongkat
karetpentungan. Penggunaan
senjata api
sebaiknya dihindari, sebab yang dihadapi adalah remaja, anak
sekolahanak didik, bukan kriminal ataupun kaum pesuruh. 4 Mereka yang tertangkap hendaknya diperlakukan bukan
sebagai kriminal ataupun sebagai pesuruh, tetapi sebagai anak nakal yang perlu “hukuman” atas perilaku
menyimpangnya itu. Selanjutnya mereka diberi terapi edukatif.
5 Dalam menghadapi perkelahian massal ini hendaknya petugas tetap berkepala dingin, cukup pengendalian diri,
tidak bertindak agresif dan emosional. 6 Diupayakan pada meraka yang tertangkap dapat dilakukan
pemeriksaan awal
yang membedakan
mana yang
berkepribadian antisosial yang merupakan “biang kerok” dan mana yang hanya ikut-ikutan. Untuk maksud ini banuan
psikologpsikiater diperlukan penilaiannya. Perbedaan ini perlu guna tindakan selanjutnya dalam upaya terapi dan
pemantauan.
58
7 Selama mereka dalam tahanan, hendaknya petugas mampu menahan
diri untuk
tidak melakukan
tindakan kekerasanpukulan dan hal-hal lain yang tidak manusiawi.
Sebab, bila hal ini dilakukan dapat mengakibatkan “rasa
dendam” atau ’mental breakdown” pada remajaanak jalanan.
58
Aat Syafaat, dkk. op.cit., h. 143
c. Tindakan kuratif Setelah usaha-usaha yang lain dilaksanakan, maka
dilaksanakan tindakan pembinaan khusus untuk memecahkan dan menanggulangi problem juvenile delinquency.
Tindakan kuratif yang dilakukan antara lain berupa: 1 Menghilangkan semua sebab-musabab timbulnya kejahatan
remaja, baik yang berupa familial, sosial ekonomis dan kultural.
2 Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkatasuh dan memberikan fasilita yang
diperlukan bagi perkebangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja.
3 Memindahkan anak-anak nakal kesekolah yang lebih baik, atau ke tengah lingkungan sosial yang baik.
4 Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan berdisiplin.
5 Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan, untuk membiasakan diri bekerja, belajar dan melakukan rekreasi
sehat dengan disiplin tinggi 6 Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program
latihan vokalsional untuk mempersiapkan anak remaja delinkuen itu bagi pasaran kerja dan hidup ditengah
masyarakat. 7 Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan perogram
kegiatan pembangunan. 8 Mendirikan klinik psikologis untuk meringengan dan
memecahkan konflik emosional dan gangguan kejiwaan.
59
59
Jamal Ma’mur Asmani, Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah, Jogjakarta : Bukubiru, 2012, h. 204.
C. Kerangka Berpikir
Sekolah adalah lembaga organisasi yang melakukan kegiatan kependidikan tertentu yang melibatkan sejumlah orang guru dan murid yang
harus bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Peserta didik usia remaja terkadang melakukan kenakalan-kenakalan disekolah. Kenakalan remaja
merupakan perbuatankejahatanpelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-
norma agama. Kenakalan remaja tersebut dapat digolongkan berdasarkan bentuknya kedalam tiga tingkatandiantaranya, kenakalan ringan, kenakalan
sedang dan kenakalan beratkhusus. Kenakalan remaja bisa terjadi karena dua faktor, yaitu internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi lemahnya
kontrol diri serta presepsi sosial, ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan baik dan kreatif, dan tidak ada kegemaran, tidak
memiliki hobbi yang sehat. Sedangkan faktor eksternal meliputi pendidikan yang kurang menanamkan bertingkah laku sesuai dengan alam sekitar yang
diharapkan orang tua, sekolah, dan masyarakat dan menurunkan wibawa orang tua, guru, dan pemimpin masyarakat. Selain faktor terjadinya kenakalan
remaja, kenakalan remaja pun bisa ditanggulanggi oleh beberapa tindakan diantaranya: memberi tindakan preventif yang merupakan tindak pencegahan
sebelum siswa melakukan kenakalan remaja, lalu tindakan represif yaitu pemberian sanksi atau hukuman ketika siswa melakukan pelanggaran.
Tindakan represif pada dasarnya merupakan pencegahan setelah terjadi pelanggaran. Yang terakhir tindakan kuratif yaitu tindakan pembinaan khusus
untuk memecahkan dan menanggulangi kenakalan remaja. Dalam penanggulangan kenakalan remaja, sekolah selain sebagai
pemberi layanan kepada peserta didik agar mampu memperoleh pengetahuan atau kompetensi akademik yang dibutuhkan dalam kehidupan, sekolah juga
mempunyai peran dalam penanganan kenakalan remaja diantaranya sebagai instrumen penyadaran, memiliki makna bahwa sekolah berfungsi membangun
kesadaran untuk tetap berada pada tataran sopan santun, beradab, dan bermoral
hal-hal universal yang menjadi tugas semua orang.
Berdasarkan keterangan diatas, penulis merumuskan bagan kerangka berpikir sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Sekolah
Penanggulangan Kenakalan remaja
Kenakalan BeratKhusus Kenakalan Sedang
Kenakalan Ringan
Faktor Eksternal Faktor Internal
Tindakan Kuratif Tindakan Represif
Tindakan Preventif
1. Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk
memperbaiki tingkah laku dan membantu remaja dari kesulitan
mereka. 1. Memindahkan anak-anak nakal
kesekolah yang lebih baik, atau ke tengah lingkungan sosial
yang baik. 2. Memberikan latihan bagi para
remaja untuk hidup teratur danberdisiplin.
1. Aparat keamanan penegak hukum perlu ditingkatkan
kewibawaanya. 2. Sarana dan prasarana termasuk
personil kamtibnas perlu ditingkatkan
D. Penelitian yang Relevan
Hasil-hasil penelitian yang relevan mengenai peran sekolah dalam
menanggulagi kenakalan remaja adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Ade Mulyani dengan judul “Peran guru bimbingan dan
konseling dalam penanggulangan kenakalan siswa di SMU Purnama Jakarta
2005”. Metode yang digunakan kualitatif-kuantitatif dan hasil penelitian yang diungkapkan dari penelitian ini adalah ada hubungan
antara peran guru bimbingan dan konseling dengan penanggulangan kenakalan siswa. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama
meneliti tentang penanggulangan kenakalan remaja sedangkan perbedaanya adalah penelitian ini meneliti tentang peran guru
bimbingan dan konseling dalam penanggulangan kenakalan siswa dan ruang lingkup penelitian di jejang SMU.
2. Penelitian Fitriah dengan judul ” Peran guru agama dalam pembinaan
akhlakul mahmudah sebagai upaya penanggulangan kenakalan remaja ”
2005. Metode yang digunakan kualitatif-kuantitatif dan hasil penelitian yang diungkapkan dari penelitian ini adalah dalam penanggulanagn
kenakalan remaja, guru juga berperan aktif sehingga kenakalan yang terjadi dapat ditangani dan ditanggulangi. Persamaan dengan peneltian
ini adalah sama-sama meneliti tentang penanggulangan kenakalan remaja sedangkan perbedaan terletak pada lokasi penelitian dan peran
guru agama dalam pembinaan akhlakul mahmudah sebagai upaya penanggulangan kenakalan remaja.
3. Penelitian Siti Choiriyah dengan judul “Peran Orang tua dalam
menanggulangi kenakalan remaja di RT 002 RW 02 Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur
” 2013. Metode yang digunakan adalah penlelitian survey dan hasil penelitian yang diungkapkan dalam penelitian ini
adalah orang tua sangat berperan penting dalam menanggulangi kenakalan remaja dalam hal ini dapat dilihat dari cara orangtua
memberikan perhatian dan pengawasan yang cukup terhadap anaknya, karena pada umumnya orang tua mereka selalu dan sering memberikan
perhatian, kasih sayang, memberikan pendidikan agama baik dengan cara keteladanan, nasehat dan sebagainya. Persamaan dalam penelitian
ini adalah sama-sama meneliti tentang penanggulangan kenakalan remaja sedangkan perbedaan terletak pada lokasi penelitian yang
terletak di Pasar rebi Jakarta timur dan peran orang tua dalam menanggulangi kenakalan remaja.
4. Penelitian Arif Budi Mulyono dengan judul ” Peran aktif guru PAI
dalam menanggulangi kenakalan siswa” 2008. Metode yang digunakan
adalah metode kualitatif dan hasil penelitian ini adalah guru PAI dalam menanggulangi kenakalan siswa yang ada di SMA 8 Semarang
mempunyai beberapa peran aktif artinya guru PAI berperan penting dalam menanggulangi kenakalan siswa. Persamaan dengan penelitian ini
adalah sama-sama meneliti tentang penanggulangan kenakalan remaja sedangkan perbedaan terletak pada peran aktif guru PAI dan jenjang
penelitian, dalam penelitian ini jenjang yang digunakan adalah jenjang SMA yaitu SMAN 8 Semarang.
5. Penelitian Andi Junaedi dengan judul ” Peran penyuluh agama dalam
mengatasi kenakalan remaja Studi kasus remaja masjid Al- Mu’alla
RW. 08 di desa Ciheulang Tonggoh Cibadak Sukabumi” 2006. Metoge yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan hasil
penelitian ini adalah Peranan penyuluhan agama dalam mengatasi kenakalan remaja pada remaja Masjid Al-
Mu’alla, mempunyai pengaruh cukup besar terhadap perkembangan mental remaja yang mengikutinya.
Hal ini dapat dilihat dari adanya respon yang baik dari remaja dan adanya perubahan mental dan sikap para remaja. persamaan dengan
penelitian ini adalah sama-sama meneliti tetntang penanggulangan kenakalan remaja sedangkan perbedaan terletak pada lokasi penelitian
yang berlokasi di desa Ciheulang Tonggoh Cibadak Sukabumi dan peran penyuluh agama dalam mengatasi kenakalan remaja