Perhitungan Variabel Penggunaan Media IPA secara Keseluruhan

98 { }. Skor terendah yang didapatkan responden yaitu jumlah item dikali skor minimal 23x1, sehingga diperoleh 23. Skor tertinggi yang didapatkan responden yaitu jumlah item dikali skor maksimal 23x4, sehingga diperoleh 92. Luas sebaran skor range adalah selisih skor tertinggi dan terendah 92-23 yaitu 69. Deviasi standar σdiperoleh dari luas sebaran skor range dibagi enam satuan deviasi standar 69:6, sehingga diperolah angka 11,5. Mean teoritis µ diperoleh dari jumlah item dikali nilai tengah skor 23x2,5, sehingga diperoleh angka 57,5. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka didapatkan hasil sebagai berikut: Data maksimal = 92 Data minimal = 23 Luas jarak sebaran = 69 Deviasi standar σ = 11,5 Mean teoritis µ = 57,5 Data tersebut kemudian disubstitusikan ke kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan kategori interval Azwar. Berdasarkan perhitungan tersebut, nilai µ - 1,0σ dan µ + 1,0σ dapat diketahui, selengkapnya sebagai berikut: Tabel 4.39 Kategori Interval Penggunaan Media Pembelajaran IPA Interval Kategori X { } Rendah { } { } Sedang { } Tinggi Berdasarkan substitusi angka pada Tabel 4.39, maka didapat interval penggunaan media pembelajaran IPA. Berikut adalah kategori interval penggunaan media IPA: 99 Tabel 4.40 Kategori Interval Penggunaan media IPA Interval Kategori X Rendah Sedang Tinggi Dengan mean skor 45,88, maka tingkat penggunaan media pembelajaran IPA di SDN Lumbir Kecamatan Lumbir Kabupaten Banyumas masuk dalam kategori rendah.

4.2.3 Hasil Wawancara

Wawancara dilaksanakan guna mendapat informasi secara lisan dan lebih luas mengenai ketersediaan, kondisi, dan penggunaan media IPA oleh guru kelas tinggi. Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur. Wawancara dilakukan kepada kepala sekolah dan perwakilan siswa kelas 4, 5, dan 6 dari masing-masing sekolah dasar. Wawancara kepada kepala sekolah dilaksanakan untuk mengetahui ketersediaan dan kondisi media IPA. Sedangkan wawancara kepada siswa dilaksanakan untuk mengetahui penggunaan media oleh guru kelas. Wawancara dilakukan dengan enam kepala sekolah. Dari kesemuanya memiliki jawaban yang hampir sama dari setiap pertanyaan yang diajukan peneliti. Ketersediaan media IPA di enam sekolah tidak tersedia lengkap enam jenis sesuai dengan yang distandarkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di KabupatenKota. Bantuan media yang diberikan pemerintah tidak semuanya dalam wujud benda, melainkan melalui dana bos damping yang nantinya dibelanjakan untuk membeli media-media pembelajaran. 100 Kondisi media IPA sebagian besar dalam kondisi rusak. Terutama untuk torso dan model tubuh manusia. Sementara KIT IPA dengan kondisi komponen- komponen yang sudah tidak lengkap. Alat optik seperti mikroskop dan lensa masih terbungkus rapi dalam lemari. Tidak ada petugas khusus pemeliharaan media IPA. Tempat penyimpanan media tidak terpusat dalam satu ruangan. Media disimpan di ruang kelas, ruang guru, perpustakaan, dan gudang sekolah. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, ditemukan ketidaksinkronan antara jawaban siswa dengan angket pernyataan yang telah diisi guru, yakni pada indikator relevansi penggunaan media IPA dengan materi pelajaran. Dari indikator tersebut terdapat tujuh item pernyataan yang meliputi: 1 Penggunaan media IPA disesuaikan dengan materi pelajaran IPA; 2 Guru memanfaatkan model kerangka manusia untuk semua materi IPA yang menggunakan model kerangka sebagai media; 3 Guru memanfaatkan model tubuh manusia untuk semua materi IPA yang menggunakan model tubuh sebagai media, 4 Guru memanfaatkan globe untuk semua materi IPA yang menggunakan globe sebagai media; 5 Guru memanfaatkan KIT untuk semua materi IPA yang menggunakan KIT sebagai media; 6 Guru memanfaatkan alat-alat optik untuk semua materi IPA yang menggunakan alat-alat optik sebagai media; dan 7 Guru memanfaatkan poster untuk semua materi IPA yang menggunakan poster sebagai media. Berdasarkan angket pernyataan yang telah diisi oleh guru, sebagian besar guru menyatakan menggunakan media KIT dan alat-alat optik dalam pembelajaran IPA. Hal ini berbeda ketika peneliti melakukan wawancara dengan