Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004

pasangan presiden dan wakil presiden yang mereka usung. Peraturan bagi partai yang dapat mengusung calon presiden dan wakil presiden juga ditetapkan sesuai dengan standard besaran yang telah ditentukan.

2.3. Pemilihan Umum Malaysia Tahun 2004

Setelah 22 tahun memegang tampuk kekuasaan, Mahathir Mohammad menanggalkan jabatannya sebagai Perdana Menteri Malaysia. Abdullah Ahmad Badawi, yang jauh sebelumnya memang telah dipersiapkan, menggantikan posisinya. Angin suksesi politik ini, sebenarnya telah dihembuskan Mahathir kurang lebih satu tahun belakangan. Ia menyatakan akan lengser, sebagai konsekuensi dari dinamisitas dan sirkulasi politik Malaysia ke depan. Karena rentang waktu 22 tahun sebenarnya relatif sangat lama untuk jabatan sebuah pimpinan. Pertanyaan mendasar tentang masa depan politik negeri jiran ini adalah: ke mana dan bagaimanakah Malaysia pasca-Mahathir dan di tangan kekuasaan Badawi? Bahkan pemerintah Indonesia, sangat berkepentingan dengan jawaban pertanyaan ini, mengingat pola hubungan politik yang akan terjalin di masa depan, sebagai sebuah negera tetangga. Sebelumnya, perlu diingat bahwa di percaturan politik Malaysia, jabatan deputi perdana Menteri, yang sebelumnya diduduki Badawi, adalah yang paling strategis. Sebab dari kursi inilah, calon perdana menteri Malaysia selanjutnya direngkuh. Karenanya, tak heran jika pasca-kenaikan Badawi, rumor politik yang santer menggulir adalah seputar sosok calon deputi yang akan dipilih Badawi untuk menemaninya. Badawi memiliki hak prerogatif untuk menentukan sendiri satu dari tiga calon, yang kesemuanya adalah wakil presiden UMNO. Najib Tun Universitas Sumatera Utara Razak, Menteri Pertahanan sekaligus putera tertua mendiang mantan perdana menteri kedua Malaysia, disebut-sebut sebagai calon terkuat, dibandingkan dengan dua calon yang lain, Muhyidin Yassin dan Muhammad Taib. Namun demikian, peristiwa kelam yang salah satunya menimpa karier politik Anwar Ibrahim, sedikit banyak memberikan pelajaran kepada rakyat Malaysia, betapa sosok deputi perdana menteri sangat terikat dan termonitor. Demikian strategisnya jabatan ini, hingga tekanan politik kerap menerpa sang tokoh. Lihat saja bagaimana Anwar Ibrahim dipecat, di tengah kepastian yang kuat bahwa ia merupakan sosok perdana menteri Malaysia terbaik setelah Mahathir. Ini merupakan bukti betapa iklim politik di Malaysia relatif keras, dan celah-celah ke arah otoritarianisme terbuka lebar. Bertolak dari sini, sosok Badawi kemudian menjadi signifikan untuk disorot. Pria kalem ini dikenal sebagai sosok politisi yang tidak banyak mengumbar pernyataan politik. Apalagi pernyataan keras dan kontroversial seperti yang kerap dilontarkan pendahulunya, Mahathir. Di samping itu, dalam percaturan politik Malaysia, Badawi dikenal “bersih”. Tak ada kasus hitam yang pernah ditorehkannya dalam konstelasi politik Malaysia selama ini. Baik itu yang menyangkut skandal suap, korupsi, dan yang lainnya seputar masalah finansial. Makanya, ia dijuluki Mr. Clean and Nice Guy. http:www.sinarharapan.co.idberita031105opi02.html: Muhammad Ja’far Namun demikian, di mata politik Mahathir, Badawi pernah melakukan dosa politik di masa silam. Yaitu ketika ia membuat kesalahan dengan berafiliasi pada kubu Tengku Razaleigh Hamzah pada 1987, yang saat itu berseberangan dengan kubu Mahathir di kepemimpinan UMNO. Namun untungnya, ketika Razaleigh membelot dan mendirikan partai baru, Semangat ’46, Badawi tetap Universitas Sumatera Utara bertahan di UMNO. Sebuah penebusan dosa politik? Mungkin saja, sehingga Mahathir terpikat untuk tetap mempercayainya. Tapi, tak menutup kemungkinan ini merupakan strategi politik lihai “lompat pagar” pria yang dikenal bijak ini. Inilah Badawi, pendiam dan tenang, tapi kerap bergeliat lincah dan membingungkan. Dibandingkan dengan Mahathir, secara personal, Badawi boleh dikata bertolak belakang. Ia pendiam, tenang, tak pernah berkomentar dan bersikap kontroversial, dan terlihat sangat hati-hati serta penuh perhitungan. Ini berbanding terbalik dengan Mr. M, pendahulunya. Karenanya, kenaikan Badawi, oleh banyak kalangan dikaitkan dengan kemungkinan perubahan citra dan warna politik Malaysia di masa depan. Benarkah demikian? Secara personal, Badawi memang berbeda dengan Mahathir. Namun demikian, besar kemungkinan ini hanya akan memberikan perubahan politik Malaysia pada tataran retorika belaka. Adapun secara politis, perubahan kebijakan dan arah politik yang ditempuhnya tampaknya tidak akan terlalu signifikan. Artinya, ia akan tetap mengikuti alur politik-ekonomi yang telah dirintis dan dipersiapkan Mahathir. Apalagi, hampir dalam waktu satu tahun, Mahathir menggembleng Badawi sebagai calon penggantinya. Tentu banyak kesepakatan “tak tertulis” yang tercapai antarkeduanya, seputar masa depan wajah politik Malaysia. Kemungkinan terjadinya perubahan skenario politik secara radikal dan dramatis juga ada. Terutama mengingat dua pertimbangan: pertama, dalam banyak penilaian pengamat, apabila Badawi melakukan kesalahan dalam memilih deputinya, maka itu akan mempengaruhi soliditas internal UMNO. Dan jika Universitas Sumatera Utara UMNO diterpa konflik internal, tentu ini akan mempengaruhi percaturan dan konstelasi politik Malaysia secara umum. Kedua, dengan melongok pada masa lalu karier politik Badawi, bukan tidak mungkin ia akan melakukan “lompatan politik” seperti yang pernah dilakukannya sebelumnya. Ini artinya, bukan tidak mungkin ia akan berani menyimpang dari kesepakatan-kesepakatan “tak tertulisnya” dengan Mahathir. Walaupun, harus tetap disadari bahwa Mahathir adalah seorang politisi kawakan dan berpengalaman. Bahkan tak jarang pemerintahannya diidentikkan dengan kekuatan politik yang pernah dibangun Soeharto. Sehingga semua kemungkinan, tentu telah diantisipasi dan diperhitungkannya. Ia tidak akan mengorbankan apa yang telah dirintisnya dengan susah payah. Jadi kesimpulannya, beberapa kemungkinan politik Malaysia masa yang akan datang tersebut, menyisakan sederet konsekuensi-konsekuensi logis tertentu pula. Di sisi lain, tekanan hukum yang diajukan berbagai kalangan beberapa saat setelah Mahathir turun takhta, juga patut jadi pertimbangan. Disebutkan bahwa tak kurang dari 15 tuduhan diajukan kepada Mahathir plus gugatan resmi dari kongres, tepat dua jam setelah ia lengser. Terutama tuduhan menyangkut penyalahgunaan kekuasaan. Salah satunya adalah dari Partai Keadilan Rakyat, yang dikomandoi oleh istri rival politik Mahathir, Anwar Ibrahim, Wan Azizah Wan Ismail. http:www.geocities.comppi_usmartikel . htm: Warjio, MA. Semua ini, langsung atau tidak, akan mempengaruhi konstelasi politik Malaysia di masa depan. Karenanya, ini menjadi tantangan tersendiri bagi Badawi. Apalagi, napas politik Anwar Ibrahim dan kalangan oposisi lainnya, masih harus diperhitungkan. Bukan tidak mungkin, dengan mengacu pada sosok Universitas Sumatera Utara Badawi, mereka akan mengajukan sederet tawaran kerja sama dan bargaining politik. Tentunya, dengan beberapa kompensasi dan konsekeunsi politik pula. Maka, pekerjaan rumah yang diwariskan Mahathir pada Badawi, akan benar-benar menjadi tantangan menguji kemampuan politik lelaki yang selama ini dikenal tak banyak bicara ini. Malaysia merupakan Negara berdaulat yang menganut sistem multi partai, atau sistem banyak partai. Sistem ini diikuti dengan aturan dimana partai politik yang mendapatkan suara terbanyak di Parlemen Dewan Rakyat dan Dewan Undangan Negeri kemudian dapat merumuskan kebijakan atau Undang-Undang Kerajaan Persekutuan atau Negeri. Pada tanggal 2 Maret 2004, Parlemen nasional dan semua Dewan Undangan Negeri kecuali Sarawak dibubarkan oleh Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Mohammad. Hal ini kemudian mengakibatkan Pemilihan umum Malaysia dilaksanakan sembilan bulan lebih awal dari jadwal yang semestinya berlangsung. http:www.geocities.comppi_usmartikel . htm: Warjio, MA. Kompetisi politik yang berlangsung kemudian, yaitu pada pemilihan umum segera berlangsung dengan dibubarkannya parlemen oleh perdana menteri Malaysia, karena menurut aturan yang ada pada negara tersebut, pemilihan umum dilaksanakan 60 hari setelah Parlemen dibubarkan. Pemilihan umum ini masih diwarnai oleh Partai-partai lama yang ada dimalaysia, walupun paradigma dan kondisi politik yang terjadi di malaysia pra pemilihan umum yang dilaksnakan pada tahun 2004 tersebut agak berbeda dari biasanya, yang dilakukan lebih awal karena adanya tekanan-tekanan terkhadap pemerintahan malaysia yang dianggap semakin jauh dari harapan masyarakat malaysia. Universitas Sumatera Utara Untuk memudahkan pelaksanaan pemilihan umum yang dilaksanakan oleh Malaysia, maka beberapa undang-undang dan peraturan kemudian dibuat, selain dari pada undang-undang maupun peraturan yang telah ada. Adapun undang- undang yang telah dibuat adalah sebagai berikut : 1. Perlembagaan Persekutuan 2. Perlembagaan Negeri 3. Akta Pilihan Raya, 1958 Akta 19 4. Akta Kesalahan Pilihan Raya, 1954 Akta 5 5. Peraturan-Peraturan Penjalanan Pilihan Raya Pilihan Raya, 1981 6. Peraturan-Peraturan Pendaftaran Pemilih Pilihan Raya, 2002 7. Peraturan-Peraturan Mengundi Melalui Pos Pilihan Raya, 2003 http:www.spr.gov.myindexpolitik.htm Semua undang-undang dan peraturan-peraturan ini berkaitan secara langsung dengan proses Pilihan Raya. Walau bagaimanapun terdapat juga beberapa undang-undang yang meskipun tidak mempunyai kaitan secara langsung dengan proses pilihan raya, tetap[i memiliki peranan dalam kelancaran pelaksanaan pilihan raya. Akta-akta tersebut adalah Akta Polis 1962; Akta Hasutan 1970; Akta Rahsia Rasmi 1972; dan Akta Keselamatan Dalam Negeri 1960. Dalam pelaksanaan Pilihan Raya Malaysia tahun 2004 juga telah melibatkan beberapa undang-undang dan peraturan peraturan pilihan raya yang baru yang diperkenalkan pertama kalinya pada pilihan raya malaysia tahun 2004. undang-undang dan peraturan-peraturan tersebut adalah : Universitas Sumatera Utara 1. Akta Kesalahan Pilihan Raya 1954 Seksyen 4A, 14 1, 19 1, 24a 1, 24A 2, 24B 3, 24B 4, 24B 7, 24B 8, 24B 9, 26 1 b, 26 1 d, 26 1 e, 26 1 e, 26 1 g, 26A1 2 3, 26B, 27B-27H, 35A, 36A, 36B. 2. Peraturan-peraturan Pilihan Raya Penjalanan Pilihan Raya 1981 Peraturan 4 4 c, 4 4 d, 48, 5 1, 6 2, 6 5 dan 7 2, 7 4, 9 1,