suatu pemeriksaan dan perawatan kesehatan terus menerus. Namun demikian hal ini perlu diikuti dengan peningkatan sistem operasional rumah sakit yang mendukung dengan
sumber daya manusia yang berkualifikasi standar. Berdasarkan kondisi lapangan dapat diketahui bahwa pasar mempersepsikan
Puskesmas Ngaliyan sebagai pesaing Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo, meskipun sebenarnya secara teknis Puskesmas Ngaliyan adalah salah satu mata rantai pelayanan
kesehatan yang tergabung dalam sistem rujukan kesehatan milik pemerintah. Sedangkan bila ditinjau secara teknis pesaing langsung untuk Rumah Sakit Umum Tugurejo hingga
saat ini di Kota Semarang wilayah bagian barat belum ada yang setara. Sedangkan untuk keseluruhan wilayah Kota Semarang, maka yang menjadi pesaing RSUD Tugurejo
adalah Rumah Sakit Dr. Karyadi, Rumah Sakit Pantiwiloso, dan Rumah Sakit Kendal.
1.1.2 Permasalahan Kesehatan
Setiap pembangunan pasti terdapat permasalahan yang dihadapi, demikian pula dengan bidang kesehatan di Indonesia. Pada umumnya permasalahan kesehatan di
Indonesia dapat dibagi menjadi empat pokok bahasan Rachmat, 2004: 75-78, yaitu: 1.
Masalah Derajat Kesehatan dan Faktor Penentu Derajat Kesehatan Secara garis besar dapat dikatakan bahwa selama kurang lebih 30 tahun terakhir
derajat kesehatan telah menunjukan perbaikan yang cukup berarti walaupun masih terdapat disparitas yang tajam baik antar wilayah maupun antar kelompok penduduk
dengan karakteristik tertentu. Proyeksi Umur Harapan Hidup UHH selama periode waktu 2000-2006 akan meningkat menjadi rata-rata 68,2 tahun.
2. Masalah Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan
Paradigma manajemen kesehatan yang tadinya bersifat sangat sentralistik sangat berbeda dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, dimana Undang-Undang ini secara praktis mencabut sebagian besar kewenangan eksklusif pemerintah pusat untuk merumuskan kebijakan
kesehatan dan kebijakan sosial lainnya. Hal ini berarti terbukanya peluang yang sangat besar bagi setiap daerah untuk mengembangkan kebijakan kesehatan yang
lebih mampu merespon kebutuhan yang khas di wilayahnya. Desentralisasi juga memberi kesempatan bagi Kabupaten Kota untuk mengoreksi
berbagai standar pelayanan kesehatan yang selama ini berlaku sama untuk Indonesia. Termasuk di dalam pengertian standar pelayanan kesehatan ini adalah standar tenaga
kerja untuk setiap jenis fasilitas kesehatan yang ada dan standar paket pelayanan untuk masalah kesehatan tertentu. Pada saat yang bersamaan, melalui desentralisasi
kewenangan dalam penentuan kebijakan dan perencanaan kesehatan ini diharapkan dapat terselenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih rasional, efektif,
dan efisien sehingga terjamin kesinambungan. Isu pokok perumusan kebijakan dan manajemen pelayanan kesehatan adalah
keberadaan, kapasitas, serta kesiapan institusi terkait di daerah. Institusi tersebut harus mampu membuat perencanaan operasional serta mengembangkan berbagai
inisiatif baru yang selaras dengan visi segenap komponen bangsa mengenai Indonesia Sehat 2010. Keadaan di lapangan menunjukan adanya variasi kemampuan, kemauan,
dan kesiapan daerah di dalam perumusan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan daerah. Selain itu, kevakuman peraturan pelaksanaan Otonomi Daerah
telah menghambat gerak langkah pihak terkait di daerah dalam perumusan dan manajemen pelayanan kesehatan.
3. Masalah Kemitraan dalam Pembangunan Kesehatan
Isu pokok pembangunan kesehatan di era otonomi daerah adalah bagaimana pemerintah daerah dapat memobilisasi sumberdaya potensial di wilayah kerjanya
untuk membiayai, merencanakan, menyelenggarakan, dan menilai akuntabilitas pembangunan kesehatan masyarakat. Pembangunan kesehatan memerlukan peran
aktif banyak pihak, termasuk di dalamnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemerintah Daerah, Dinas Daerah, LSM, ikatan profesi, perguruan tinggi atau swasta,
pengguna pelayanan kesehatan, serta masyarakat luas. Kemitraan menjadi penting karena ruang lingkup pembangunan kesehatan
merambah keluar domain Pemerintah Daerah. Banyak sekali faktor penentu yang bekerja secara tidak langsung namun saling berinteraksi mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat. Sebagai faktor resiko, berbagai faktor penentu itu dapat muncul pada berbagai jenjang sosial, baik di tingkat individu, rumah tangga, atau
masyarakat. Pembangunan kesehatan di suatu wilayah sebaiknya menerapkan strategi
intervensi yang berbeda untuk setiap jenjang sosial. Pemerintah daerah memerlukan kemitraan dengan berbagai pihak dalam perumusan kebijakan dan perencanaan,
pelaksanaan, pembiayaan, dan penilaian akuntabilitas pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Kemitraan ini diharapkan dapat lebih menjamin pemerataan,
meningkatkan cakupan dan kualitas, meningkatkan efisiensi, meningkatkan akses, dan meningkatkan akuntabilitas pembangunan kesehatan.
4. Masalah Advokasi, Mobilisasi Sumberdaya, Dukungan Sosial, Pelayanan, dan
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Kesehatan Faktor kemiskinan, kebodohan, ketersediaan sumberdaya alam, kualitas
lingkungan hidup serta adat terbukti berperan sebagai penyebab mendasar dari seluruh peristiwa kematian yang diawali oleh buruknya kesehatan. Pemerintah daerah
harus melakukan advokasi yang gencar ke berbagai pihak terkait di daerahnya untuk memobilisasi sumberdaya potensial, membangun dukungan sosial serta membangun
kemampuan dalam upaya mengatasi berbagai penyebab buruknya kesehatan. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi hal tersebut adalah kurangnya pelayanan oleh
rumah sakit. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa perkembangan kota, baik dari
penduduk maupun aktivitasnya akan berpengaruh pada peningkatan kebutuhan, yang salah satunya adalah kebutuhan akan kesehatan. Demikian halnya dengan Kota
Semarang, yang dalam hal ini kebutuhan kesehatan penduduknya dilayani oleh keberadaan rumah sakit. Perkembangan rumah sakit dipengaruhi oleh pelayanan terhadap
pasiennya. Pada umumnya, rumah sakit dengan kondisi peralatan dan pendanaan yang menunjang akan dapat memberikan pelayanan yang baik.
1.1.3 Perkembangan Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Tugurejo Semarang