Aktifitas Perempuan di Sektor Domestik dan Publik (Q.s. Al-Ahzâb/ 33: 33)

2. Aktifitas Perempuan di Sektor Domestik dan Publik (Q.s. Al-Ahzâb/ 33: 33)

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan

membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Perbedaan Qirâ`ât:

Imam Nâfi', 'Âshim, dan Abû Ja'far membaca lafaz ﹶﻥﺮﹶﻗﻭ dengan cara mem- fathah -kan huruf qaf-nya, yakni ﹶﻥﺮﹶﻗﻭ , sementara tujuh imam lainnya membacanya

dengan cara mengkasrahkan huruf qaf-nya, yakni 207

Implikasi Makna

Kata ﹶﻥﺮﹶﻗ sama dengan kata ﺭﺍﺮﻘﺘـﺳﺍ yang artinya menetap, kata ini berasal

ﺮﹶﻘﻳ – ﺮﹶﻗ . kata ﹶﻥﺮـَِﻗ adalah gubahan dari kata ﹶﻥﺭﺮـَﹾﻗِﺍ . huruf ra yang

dari fiil 208

pertama dihilangkan karena berat diucapkan, lalu fathah-nya dipindah ke huruf qaf yang sudah berharakat, maka jadilah 209

Adapun ﹶﻥﺮِِﻗ berasal dari kata ﺮِﻘﻳ – ﺮﹶﻗﻭ dan masdarnya ﺭﺎﹶﻗﻭ yang artinya

tenang, berwibawa dan terhormat. ﹶﻥﺮـِﻗِ merupakan fiil amar yang mufrad-nya ﺮـِِﻗ

seperti kata ﺪـِِﻋ . Asalnya ﹶﻥﺮـِﻗﻭِِﺍ . Huruf Waw dibuang karena jatuh di antara dua

kasrah . Lalu huruf alif tidak dibutuhkan karena huruf qaf berharakat, maka menjadi

207 Ibn al-Jazari, Al-Nasyr fi al-Qir â t al-'Asyr , Bairut: Dâr al-Fikr, tth), jilid 2, h. 348 208 Munawir, Kamus al-Munawir, h. 1105. lihat juga Al-Raghib Al-Ashfahani, Mu'jam

Mufrad â t Alf â zh al-Qur' â n, (Bairut: Dâr al-Fikr, tth), h. 412 209 Muhammad al-Habsy, al-Qirâ` â t al-Mutaw â tirah wa Atsaruha fi al-Rasm al-Qur`ân wa al-Ahk â m al-Syarī'ah , (Bairut: Dâr al-Fikr, 1999), h. 295

ﹶﻥﺮِﻗ . atau ﹶﻥﺮِﻗ juga bisa berasal dari kata ﺮِِﻘﻳ – ﺮﹶﻗ masdar nya ﺮَﹸﻗ atau ﹲﺓﺮـﹸﻗ yang

artinya sejuk, memutuskan, senang. 210 Kata ini fiil amar jamak muannats-nya

Huruf ra yang pertama dihilangkan, lalu kasrah dipindahkan ke huruf qaf, dan Alif dihilangkan karena tidak diperlukan lagi, maka menjadi ﹶﻥﺮِِﻗ .

Dengan demikian, jika ﹶﻥﺮﹶﻗ ini berasal dari kata ﺮَﹶﻘﻳ – ﺮﹶﻗ atau ﺮِﻘﻳ – ﺮﹶﻗ , maka makna ayat ﻦﹸﻜِﺗﻮﻴﺑ ﻲِﻓ ﹶﻥﺮﹶﻗ ﻭ ialah:

1. Hendaklah kalian (kaum perempuan) menetap di rumahmu; atau

2. Hendaklah kalian (kaum perempuan) merasa senang di rumahmu;

3. Hendaklah kalian (kaum perempuan) dapat menentukan (kebijakan) di rumahmu (dalam urusan rumah tanggamu).

Dan jika ﹶﻥﺮَِﻗ berasal dari kata ﺮِﻘﻳ – ﺮﹶﻗﻭ , maka makna ayat tersebut ialah:

dan hendaklah kalian (kaum perempuan) tinggal di rumahmu dengan terhormat dan penuh kewibawaan. 211

Implikasi terhadap Relasi Gender

Ayat ini ditujukan kepada para istri Rasulullah Saw. mereka sebagai Ummahât al-Mu'inīn patut menjadi suri teladan bagi seluruh kaum muslimah lainnya.

Aturan-aturan yang diberlakukan dalam runutan ayat ini sangat ketat sesuai dengan kedudukan mereka yang sangat terhormat. Bahkan Allah mengancam mereka, barangsiapa di antara mereka yang melakukan perbuatan keji secara terang-terangan, Allah akan melipatgandakan siksanya dua kali lipat dibandingkan dengan perempuan kaum muslimah umumnya (Al-Ahzâb/ 33: 30). Demikian pula, yang taat di antara mereka akan mendapat pahala dua kali lipat.

210 Munawir, Kamus al-Munawir.., h. 1105 211 Qurash Shihab, Tafsīr al-Misb â h , (Jakarta: Lentera Hati, 2003), jilid II, h. 263

Para ulama salaf memandang bahwa ayat ini wajib dilakukan dan dilaksanakan oleh semua kaum muslimah. 212 Sedangkan ulama kontemporer

memandang ini merupakan kekhususan bagi para istri Nabi Saw. saja. Dan bagi kaum muslimah hukumnya sunnah untuk dilakukan. 213

Muhammad Bitaji, mewakili ulama kontemporer, dalam Makânah al-Mar`ah fî al-Qur`ân al-Karîm wa al-Sunnah al-Shahîhah, mengatakan:

Teks ayat di atas dan ayat sebelumnya (al-Ahzâb/28-33) ditujukan khusus bagi istri-istri Nabi. Di dalamnya terungkap dua panggilan yang ditujukan

untuk mereka, yakni: ﱯﻨﻟﺍ ﺀﺎﺴﻧ ﺎﻳ dan ﺖﻴﺒﻟﺍ ﻞﻫﺃ serta ungkapan-ungkapan yang memang tertuju bagi mereka, seperti: ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ ﻦﻣ ﺪﺣﺄﻛ ﱳﺴﻟ , ﺏﺍﺬﻌﻟﺍ ﺎﳍ ﻒﻋﺎﻀﻳ ﲔﻔﻌﺿ dan ﲔﺗﺮـﻣ ﺎـﻫﺮﺟﺃ ﺎـﺆﻧ . Tidak diragukan lagi bahwa tidak mungkin

pernyataan-pernyataan ini ditujukan untuk selain para istri Nabi…. Berbeda dengan panggilan dan taklif (beban hukum) yang ditujukan untuk semua muslimah, termasuk para istri Nabi, anak-anak perempuan beliau dan kaum perempuan mukmin semua, Allah secara tegas mengungkapkan perintah-Nya dengan menyebutkan mereka secara terperinci, sebagaimana firman-Nya: ﹾﻥﹶﺃ ﻰـﻧﺩﹶﺃ ﻚِﻟﹶﺫ ﻦِﻬِﺒﻴِﺑﺎﹶﻠﺟ ﻦِﻣ ﻦِﻬﻴﹶﻠﻋ ﲔِﻧﺪﻳ ﲔِﻨِﻣﺆﻤﹾﻟﺍ ِﺀﺎﺴِﻧﻭ ﻚِﺗﺎﻨﺑﻭ ﻚِﺟﺍﻭﺯﹶﺄِﻟ ﹾﻞﹸﻗ ﻲِﺒﻨﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃﺎﻳ

Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.

(Al-Ahzâb/ 33: 59). 214 Pernyataan Bitaji ini ada benarnya bahwa memang ayat ini ditujukan khusus

untuk para istri Nabi Saw. Namun, apa yang dilakukan oleh keluarga Nabi

212 Al-Qurthûbi, al-J â mi' … , jilid 14, h. 178 dan Abû Bakar Muhammad ibn al-'Arabi, Ahk â m al-Qur`ân, (Bairut: Dâr Ihya al-Kutub, 1958), jilid 3, h. 1523 213 Al-Habsy, al-Qirâ` â t… , h. 259

Muhammad Bitaji, Makânah al-Mar`ah fî al-Qur`ân al-Karîm wa al-Sunnah al-Shahîhah, (Kairo: Darussalam, 2000), h. 255-256

Sementara jika perintah ini diberlakukan bagi kaum muslimah, maka tujuannya adalah agar mereka lebih menjaga kehormatan dirinya. Ini sesuai dengan maksud qirâ`ah yang dibaca dengan cara mengkasrahkan huruf qaf-nya ﹶﻥﺮِِِِِِِِِِﻗ . Ketika

mereka melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslimah, yakni menutup aurat dengan sempurna, tidak berhias secara mencolok dan keluar rumah karena memang

ada keperluan yang harus ditunaikan, maka tidak ada halangan bagi mereka untuk melakukannya. Dalam hal ini, busana sangat berpengaruh pada kehormatan dan kewibawaan perempuan di hadapan lawan jenisnya. Apalagi jika keluarnya perempuan dari rumahnya itu bertujuan untuk kepentingan keluarga maupun masyarakat, tentu hal itu sangat dihargai oleh Agama.

Sayyidah 'Aisyah ra. adalah salah seorang istri Rasulullah Saw. yang paling dicintainya setelah Khadijah ra. Beliau dapat dijadikan contoh bahwa apa yang dilakukannya dengan keluar rumah merupakan hal yang dibenarkan. Setidaknya ada dua peristiwa yang terjadi pada diri beliau, yakni:

Pertama, Ketika 'Usmân ibn Affân dikepung oleh orang-orang yang ingin membunuhnya, sedangkan dia ingin menunaikan haji, Marwan ibn Hakam berusaha mencegahnya. Dia berkata kepada 'Aisyah: "Wahai Ummul Mukminîn, sebaiknya anda di sini saja dan suruhlah orang-orang tersebut menyingkir dari 'Utsmân.

Sungguh perdamaian antara manusia lebih baik dari pada haji anda." 215

215 Ibn al-'Arabi, Ahk â m.…, jilid 3, h. 1524

Bujukan Marwan ternyata berhasil dan beliau membatalkan haji dan berusaha mendamaikan mereka tetapi usaha beliau sia-sia karena mereka buru-buru membunuh 'Utsmân sebelum didamaikannya.

Kedua, Ketika keluar dalam peristiwa perang onta, tujuan utama 'Aisyah juga ingin mendamaikan kedua belah pihak yang berseteru. Namun ketegangan antara dua belah pihak sudah memuncak dan masing-masing sudah mengambil posisinya untuk

berperang. Sehingga langkah yang ingin dilakukan Ummul Mu'minîn kembali gagal. Bahkan beliau terjebak dalam peperangan tersebut. 216

Khithâb atau perintah mendamaikan yang bersengketa merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan manusia tanpa pandang jenis kelamin, laki-laki atau perempuan. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh 'Aisyah adalah tindakan yang dibenarkan. Beliau mengambil inisiatif untuk mendamaikan itu adalah ijtihâd sendiri untuk meredam konflik yang berlarut-larut antara kaum Muslimin. Setiap mujtahid akan mendapatkan pahala sesuai dengan upayanya dalam memecahkan hukum, meskipun ijtihâd-nya salah, asalkan ijtihâd itu ditetapkan atas dasar kemaslahatan manusia.

Adapun qirâ`ah ﹶﻥﺮــﹶﻗ memberi pemahaman bahwa perempuan harus

senantiasa tinggal di rumah, memberi kenyamanan dalam keluarga dan menjadi penyejuk mata bagi suaminya, terutama ketika suaminya datang dirundung

masalah. 217 Dia juga harus memberikan keputusan terbaik dalam kehidupan rumah

tangganya. Lebih lanjut Al-Qurthûbi berkata bahwa qirâ`ah ﹶﻥﺮﹶﻗ lebih menekankan

perempuan untuk berada di rumah kecuali ada keperluan yang sangat mendesak. Kata

216 Ibn al-'Arabi, Ahk â m…, jilid 3, h. 1524 217 Al-Qurthûbi mengutip pendapat 'Ali ibn Sulaiman dalam al-J â mi … , jilid 14, h. 179 216 Ibn al-'Arabi, Ahk â m…, jilid 3, h. 1524 217 Al-Qurthûbi mengutip pendapat 'Ali ibn Sulaiman dalam al-J â mi … , jilid 14, h. 179

Namun demikian, Rasulullah Saw. mengerti bahwa istri-istrinya tidak mungkin terus-menerus di rumah mereka, maka meskipun ada firman Allah demikian, beliau memberi izin mereka keluar rumah kalau ada yang diperlukan. Sebagaimana sabdanya:

Sesungguhnya Allah mengizinkan kalian keluar (rumah) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kalian.

Persoalannya adalah dalam batas-batas mana seorang perempuan boleh keluar rumah. Bolehkah mereka bekerja? Menanggapi pertanyaan ini, Quraish Shihab mengutip Muhammad Quthb menyatakan bahwa ayat itu bukan berarti setiap perempuan tidak boleh bekerja, melainkan, ia tetap diperbolehkan bekerja tetapi itu

bukan tuntutan Islam. 220 Pada prinsipnya al-Qur`ân tidak melarang perempuan untuk bekerja. Anjuran

untuk tinggal di rumah bertujuan untuk melindungi kaum perempuan dari gangguan laki-laki jahil. Jadi, hal itu mungkin lebih pada persoalan tindakan pencegahan daripada prinsip. Di sisi lain, prinsipnya justru al-Qur`ân melengkapi perempuan dengan hak untuk bekerja, baik dalam arti mengerjakan amal shaleh maupun mencari

nafkah untuk kepentingan diri dan keluarganya, 221 sebagaimana dinyatakan dalam al- Qur`ân:

218 Al-Qurthûbi, al-J â mi'… , jilid 14, h. 179 219 Hadis ini shahih diriwayatkan oleh al-Bukhari, Lihat al-Qashthâllânî, Irsyâd….., jilid 1, h.

237 220 Dikutip oleh Qurash Shihab, al-Misb â h.. , jilid 11, h. 267 221 Ashghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, Terj. Agus Nuryatno, (Yogyakarta: LKiS,

2003), h. 265

Bagi laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Dengan demikian, sebenarnya tidak ada penghalang yang menjadikan perempuan itu dilarang keluar rumah kecuali tujuannya untuk bermaksiat. Di samping itu, Allah Swt. dalam surat Âli 'Imrân/ 3: 104 dan 110 menuntut manusia, baik laki- laki maupun perempuan, untuk mengemban tugas amar makruf nahi mungkar. Apabila perempuan itu hanya mempunyai fungsi domestik semata, maka bagaimana mungkin ia dapat melaksanakan tugas mulia ini?