Perceraian sebelum berhubungan seksual dan pemberian pesangon setelah bercerai (Q.s. Al-Baqarah/ 2 : 236)
2. Perceraian sebelum berhubungan seksual dan pemberian pesangon setelah bercerai (Q.s. Al-Baqarah/ 2 : 236)
Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.
Perbedaan Qirâ`ât:
Pada kalimat ﻦﻫﻮﺴــﻤﺗ ﻢــﹶﻟ ﺎــﻣ , Imam Hamzah, al-Kisâ`î dan Khalaf membacanya dengan cara mendlomahkan huruf ta-nya dan memanjangkan mimnya,
yaitu; ﻦﻫﻮـﺳﺎﻤﺗ ﻢـﹶﻟ ﺎﻣ . para ulama Qurrâ` lainnya mebacanya dengan ﻢـﹶﻟ ﺎـﻣ
Imam Nâfi', Ibn Katsîr, Abû 'Amr, Ibn 'Amir melalui periwayatan Hisyam,
'Âshim melalui periwayatan Syu'bah, dan Ya'qûb membaca:
287 Dalam Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa batas gugatan cerai yang diajukan istri dapat dikAbûlkan hakim, adalah jika suaminya pergi meninggalkan keluarganya selama dua tahun
berturut-turut (KHI: Pasal 116, ayat b). Meski demikian, Agama tidak mensyaratkan batasan hukumannya secara pasti. Jadi kalau misalnya, dalam masa satu tahun berturut-turut suami meninggalkan istrinya dan istri menggugat cerai, maka hakim dapat mempertimbangkan dan memutuskan cerai.
288 Al-Habsy, Al-Sy â mil … , h. 176 dan lihat juga Muhammad Sya'roni Ahmadi, Faidl al- As'ani 'Al â Hirz al-Am â ni wa Wajh al-Tah â ni Lī al-Syathibi , (Kudus, 1976), jilid 3, h. 19
ﻩﺭﺪﹶﻗ ِﺮِﺘﹾﻘﻤﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋﻭ ﻩﺭﺪﹶﻗ ِﻊِﺳﻮﻤﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﻦﻫﻮﻌﺘﻣﻭ Memberi tanda baca sukun pada huruf dal dua lafaz ﻩﺭﺪﹶﻗ . Sementara ulama Qurrâ`
lainnya membacanya dengan memfathahkannya yakni 289 ﻩﺭﺪﹶﻗ
Implikasi Makna:
Kata ﺲـﻤﹾﻟﹶﺍ ini sama seperti kata ﺲـﻤﻠﱠﻟﺍ yang artinya menyentuh, yakni
mengetahui dan merasakan sesuatu dengan indera peraba. Kata ini memiliki makna kiasan yang berarti bersetubuh, sebagaimana ucapan Maryam yang diabadikan dalam
al-Qur`ân surat Āli 'Imrân/ 3: 47 yang berbunyi ﺮﺸﺑ ﻰِﻨﺴﺴﻤﻳ ﻢﹶﻟﻭ ﺪﹶﻟﻭ ﻰِﻟ ﹸﻥﻮﹸﻜﻳ ﻰﻧﹶﺍ dan Thâha/ 20: 20 dengan redaksi ghulâm pengganti walad. Kata ﻰِﻨﺴـﺴﻤﻳ ﻢـﹶﻟﻭ merupakan kiasan bahwa dia belum pernah disetubuhi. Kata ﺲﻣ juga dapat dijadikan kiasan untuk orang yang terkena penyakit gila seperti yang terdapat dalam surat al- Baqarah/ 2: 275 dan juga kiasan untuk orang yang tersentuh atau tertimpa
kemalangan dan bencana seperti yang terdapat dalam surat al-Baqarah/ 2: 214. 290
Kata ﻦﻫﻮﺴـﻤﺗ , dalam bentuk relasi gender ini, ditemukan dalam al-Qur`ân
sebanyak tiga kali. Di antaranya dua di dalam surat al-Baqarah/ 2, yakni ayat 276 dan
277, serta di surat al-Ahzâb/ 33 ayat 49. Ketiganya dapat dibaca ﻦﻫﻮ ﺴـﻤﺗ dan ﻦﻫﻮﺳﺎﻤﺗ . yang pertama dalam bentuk tsulatsi mujarrad (kata tanpa tambahan) yang
menunjukkan arti kamu menyentuhnya atau kamu menyetubuhinya, dan yang kedua yaitu dalam bentuk tsulâtsi mazīd ruba'i (ada tambahan satu huruf) yang berfaidah musyârokah yang menunjukkan arti saling melakukan secara timbal-balik.
Adapun qirâ`ah dengan sukun pada lafaz ﻩﺭﺪﹶﻗ mengikuti bentuk masdar yang biasa dipakai, mengikuti wazan ﻼﻌﻓ , seperti lafaz ﺪﻋﻭ . Sementara qirâ`ah ﻩﺭﺪـﹶﻗ ,
289 Ibn al-Jazari, Taqrīb al-Nasyr …, h. 97 dan Habsy, al-Sy â mil … , h. 179 290 Al-Asfahâni, Mu'jam Mufrad â t… , h. 487 289 Ibn al-Jazari, Taqrīb al-Nasyr …, h. 97 dan Habsy, al-Sy â mil … , h. 179 290 Al-Asfahâni, Mu'jam Mufrad â t… , h. 487
291 Kebanyakan ulama nahwu, seperti al-Farra, al-Kisâ`î, dan Abû Zaid,
menyatakan bahwa keduanya adalah dua bentuk kata yang artinya sama, 292 namun dalam penelitian Muhammad al-Habsy, dua kata ini berbeda. Qirâ`ah yang
menggunakan sukun menunjukkan pada arti ﺔـﻟﱰﻣ
(kedudukan, posisi, derajat dan
pangkat). Sedangkan qirâ`ah yang menggunakan fathah menunjukkan arti ﺔـﻗﺎﻃ
(kemampuan, kekuatan, energi, atau kapasitas). 293
Sementara al-Ashfahâni menjelaskan bahwa kata ﺭﺪــﹶﻗ ialah kata yang menjelaskan kadar banyak atau kuantitas sesuatu sedangkan ﺭﺪﹶﻗ adalah sesuatu yang
dinilai layak dengan keadaanya. 294
Implikasi terhadap Relasi Gender
Dalam ayat ini, ada dua permasalahan yang akan dikupas satu persatu. Pertama, masalah yang berkaitan dengan kata ﻦﻫﻮﺴﻤﺗ - ﻦﻫﻮﺳﺎﻤﺗ dan masalah kedua adalah yang berkaiatan dengan kata ﻩﺭﺪﹶﻗ-ﻩﺭﺪﹶﻗ .
Ayat ini turun berkenaan dengan salah seorang golongan Anshar yang menikahi seorang perempuan dari Bani Hanîfah. Ketika akad, dia belum menyebutkan mahar, lalu dia menceraikan perempuan tersebut sebelum menyentuhnya. Maka turunlah ayat ini ( ﺔﻳﻻﺍ ... ﻢﺘﹾﻘﱠﻠﹶﻃ ﹾﻥِﺇ ﻢ ﹸﻜﻴﹶﻠﻋ ﺡﺎﻨﺟ ﺎﹶﻟ ). Kemudian
291 Ibn Manzûr, Lis â n al-'Arab , (Bairut: Dar al-Fikr, tth), jilid 5, h. 76 292 Al-Qurthûbi, al-J â mi' … , jilid 3, h. 203 293 Al-Habsy, al-Qirâ `â t… , h. 288 294 Al-Asfahâni, Mu'jam Mufrad â t… ,
h. 409-410
Nabi Muhammad berkata kepadanya "Berikanlah mut'ah kepadanya walau dengan penutup kepalamu ( 295
Ayat ini memperbolehkan seseorang untuk menceraikan istrinya sebelum ia menyentuhnya karena alasan yang dapat dibenarkan. Kata menyentuh ( ﺲﳌﺍ ), dalam ayat ini menurut Ibn 'Abbâs berarti nikah (jimak). Penafsiran ini disepakati oleh semua ulama. Lalu mengapa ada bentuk qirâ`ât yang berbeda, apakah di dalamnya
terdapat hikmahnya?
Kata ﺲـﻣ yang menggunakan bentuk tsulatsi mujarrad yang khithab-nya
ditujukan kepada laki-laki mengandung makna bahwa masalah jimak biasanya laki- laki lebih aktif memulainya dari pada perempuan, apalagi di saat sebelum akad keduanya belum pernah berkenalan. Dengan kata lain, pernikahan mereka terjadi karena perjodohan pihak ketiga.
Kata ﺱﺎــﻣ yang menggunakan bentuk tsulatsi mazid yang berfaidah
musyârokah (kerja sama timbal balik) ini menunjukkan bahwa jimak itu adakalanya karena inisiatif dari keduanya (suami-istri). Keduanya saling membutuhkan dan saling ingin memberikan kebahagiaan. Jimak adalah suatu bentuk penyatuan jasmani yang diharapkan dapat memberikan dampak penyatuan rohani. Konsep mawaddah yang terdapat dalam pernikahan adalah salah satu bentuk penyatuan rohani, di mana seseorang ingin memberikan apa yang diinginkan oleh pasangannya tanpa diminta terlebih dahulu. Dia berusaha memberikan kebaikan kepada pasangannya dan tidak menghendaki keburukan menimpanya. Begitupun apa yang dikehendaki
pasangannya. 296
295 Al-Shâbuni, Shofwah al-Tafs ī r (Bairut: Dar al-Fikr, 1996), jilid 1, h. 135 296 Quraish Shihab, Perempuan:dari Cinta sampai Seks, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 139
Dengan demikian, baik pasangan itu melakukannya atas inisiatif suami atau kesepakatan keduanya, jimak atau bersetubuh yang dilakukan sesudah akad itu diperbolehkan, bahkan Rasulullah Saw. mengangapnya sebagai ibadah. Beliau membandingkan jika pelampiasannya dilakukan kepada orang yang bukan pasangannya, ia berdosa, maka jika hal itu dilakukan kepada yang sudah dihalalkan dengan tali pernikahan, maka berarti ia mendapatkan pahala.
Di dalam al-Qur`ân kata yang berasal dari derivasi ﺲـﻣ
yang berkaiatan dengan relasi gender ada tujuh ayat. Tiga ayat yang berkaitan dengan perempuan yang dinikahi, tetapi belum pernah digauli, yakni dalam surat al-Baqarah/ 2: 236- 237 dan Al-Ahzâb/ 33 33. Dalam tiga ayat ini, Allah memperbolehkan dengan dua
qirâ`ât ﻦﻫﻮﺴﻤﺗ atau ﻦﻫﻮﺳﺎﻤﺗ . dan dua ayat terdapat dalam surat al-Mujâdilah/ 58:
3 dan 4. dua ayat ini, tidak terdapat perbedaan qirâ`ât. Semuanya menggunakan lafaz ﺎﺳﺎﻤﺘﻳ . Sedangkan dua ayat terdapat dalam surat Maryam/ 19: 20 dan Âli 'Imrân/ 3: