Kesetaraan dalam Etika dan Tanggung Jawab
C. Kesetaraan dalam Etika dan Tanggung Jawab
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki hak-hak dan kewajiban yang berkenaan dengan tanggung jawab pribadinya sebagai bagian dari komunitas masyarakat. Hak-hak dan kewajiban tersebut, meskipun tidak tertulis semuanya dalam undang-undang, namun sudah menjadi ketentuan umum bahwa jika hak-hak tersebut diabaikan, maka akan terjadi disharmonisasi dalam diri manusia itu sendiri dengan masyarakatnya. Laki-laki dan perempuan sama-sama membutuhkan kehidupan dalam komunitas masyarakat. Masyarakat sendiri merupakan tempat berkumpulnya manusia yang di dalamnya terdapat sistem hubungan, aturan serta pola-pola hubungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Ibnu Khaldun yang mengatakan bahwa adanya masyarakat yang bercirikan demikian ini merupakan suatu keharusan, karena menurut wataknya, manusia adalah
makhluk sosial. 142
Ibn Khaldun, Filsafat Islam tentang Sejarah, terj. M. Hashem dari judul asli Society and History , (Bandung: Mizan, 1986), h. 15.
Ada sekian banyak ayat-ayat al-Qur`ân yang berbicara tentang tanggung jawab individu dan sosial yang semuanya mengarah kepada tuntutan dan tuntutan yang sama antar laki-laki dan perempuan. Sebagaimana, ayat-ayat yang berbicara tentang tauhid, ayat-ayat yang berkenaan dengan akhlak khitabnya juga untuk umum
dengan kata-kata ﻡ ﺩ ﹶﺍ ﻰ ﺑِﻨ , ﺱﺎ ﻨﻟﺍ , ﻮﺍ ﻣﻨ ﹶﺍ ﻦ ِﺬﻳ ﹶﺍﱠﻟ atau jamak mudzakkar (laki-laki) yang
di dalamnya mencakup perempuan. Ayat-ayat tersebut antara lain:
Q.s. Al-Nisâ`/ 4: 1
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Q.s. Âli Imrân/ 3: 103
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Q.s. al-Hujurât/ 49: 10 dan 12
Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (10) Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (12)
Rasulullah Saw. juga menjelaskan sebagian dari hak-hak yang harus dilakukan oleh seorang muslim dengan muslim lainnya, beliau bersabda:
Hak seorang muslim dengan muslin lainnya ada enam perkara: 1. apabila kamu bertemu dengannya, sampaikanlah salam, 2. apabila dia mengundangmu, penuhilah undangannya, 3. apabila dia minta nasehatmu, berilah nasehat kepadanya, 4. apabila dia bersin lalu mengucapkan tahmid, berilah doa (yarhamukallah), 5. apabila dia sakit, jenguklah dia, 6. apabila dia mati, antarkanlah jenazahnya.
Dan sabdanya yang lain:
Orang muslim sejati ialah seseorang yang mana kaum muslimin merasa aman
dari (bahaya) ucapannya dan tangannya. (Riwayat Bukhari)
143 Muslim, Shahîh Muslim Kitab al-Salâm, No. 4023, Bukhari, Shahih al-Bukhâri Kitab al- Janâiz , No. 1164, al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmîdzî Kitab al-Adâb, No. 2661 (CD Kutub al-Tis'ah)
Tuntutan dalam nash-nash al-Qur`ân dan hadis tentang hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan dalam masyarakat tidak dibedakan, meskipun secara literal tuntutan itu memakai kata-kata yang mengandung arti laki-laki. Kedua jenis ini dituntut untuk berbuat baik dalam perilaku mereka, baik secara agama maupun adat istiadat setempat.
Kahidupan di dunia ini merupakan ujian yang menuntut hasil maksimal dari apa yang dikerjakan. Kadang-kadang laki-laki lebih unggul dari perempuan dan tidak
jarang pula justru perempuan lebih unggul dari pada laki-laki. Penilaian hasil amal perbuatan manusia, menurut Al-Qur`ân, ada di tangan Allah, Rasul-Nya dan orang- orang mukmin, sebagaimana firman-Nya dalam Q.s. Al-Taubah/ 9: 105
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang- orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan".
Sifat kelelakian dan keperempuanan dalam Islam tidak berpengaruh sama sekali dalam siapa yang didahulukan dan yang diakhirkan. Demikian pula, siapa yang lebih berpotensi mendapatkan pahala atau siksa. Semuanya tergantung amal
perbuatannya. 144 Rasulullah menegaskan bahwa perempuan adalah "saudara kandung laki-laki" dan semuanya akan mendapat tempat tertinggi di sisi Allah Swt. jika
mereka bertakwa kepada-Nya. Dalam Q.s. al-Ahzâb/ 33: 35, Allah Swt. menjelaskan
Al-Ghazali, Huqûq…, h. 133.
secara lengkap sifat laki-laki dan perempuan yang memiliki nilai terbaik di sisi-Nya, sebagaimana dalam Q.s. al-Ahzâb/ 33: 35
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, yang mukmin, yang tetap dalam ketaatannya, yang benar, yang sabar, yang khusyu', yang bersedekah, yang berpuasa, yang memelihara kehormatannya, yang banyak menyebut nama Allah, maka Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
Imam al-Syathibi menjelaskan dalam bukunya al-Muwâfaqât bahwa setiap manusia mempunyai tanggung jawab masing-masing, baik laki-laki maupun perempuan, untuk menjaga lima perkara yang merupakan prinsip-prinsip penerapan hukum dalam kaitannya berinteraksi dengan dirinya selaku hamba Allah dan lingkungannya. Lima perkara tersebut adalah:
1. Menjaga Agama ( ﻳﻦ ِّﺪﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ )
2. Menjaga diri ( ِﺲ ﹾﻔ ﻨﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ )
3. Menjaga akal ( ِﻞ ﻌﹾﻘ ﹾﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ )
4. Menjaga keturunan ( ِﻞ ﺴ ﻨﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ )
5. Menjaga harta benda 145 ( ِﻝﺎ ﻤ ﹾﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ )
Semua hukum yang ada dalam agama Islam ini bermuara pada lima aspek di atas ini. Berikut ini kami uraikan satu persatu untuk memperjelas maksud masing-masing.
145 Abû Ishâq al-Syathibi, Al-Muwâfaqât fi Ushûl al-Syar ī 'ah, (Mesir: Maktabah al-Tijariyyah al-Kubro, tth), Jilid II, h. 10.
1. Menjaga Agama Islam ( ﻳِﻦ ِّﺪﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ )
Setiap muslim, laki-laki dan perempuan, wajib meyakini kebenaran Islam. Dia memiliki tanggung jawab untuk mematuhi ajaran-ajaran agama, baik itu perintah maupun larangan dan mempertahankan serta membelanya dari semua musuh yang ingin menghancurkan Islam, baik secara terang-terangan maupun sembunyi- sembunyi.
Kata ﻳﻦ ِّﺪﻟﺍ yang menunjuk pada arti agama berasal dari akar kata ﻦ ِﺪﻳ ﻳ - ﹶﻥﺍ ﺩ
yang ternyata memiliki arti yang sangat kompleks, yang menarik untuk dikaji bahwa kata ini memiliki beberapa arti yang berlawanan, yaitu: Pertama, menjadi rendah atau hina sekaligus menjadi mulia, Kedua, taat sekaligus durhaka, Ketiga, memberi pinjaman sekaligus meminjam, Keempat, memaksa sekaligus membiarkan, dan juga
beberapa arti lainnya. 146 Hal ini menunjukkan bahwa dalam agama mengatur segala persoalan yang berkenaan dengan manusia dan hubungannya dengan Allah Swt,
sebagai penciptanya. Dengan menjalankan agamanya secara lurus, manusia dapat menjadi mulia. Sebaliknya ketika dia tidak mengindahkan aturan-aturannya, maka dia akan menjadi hina. Imam Ashfahâni mendefinisikan kata al-Din secara termenologis sebagai berikut:
Kata al-Din itu seperti kata al-Millah (agama) tetapi kata al-Din sering diucapkan untuk ungkapan ketaatan dan keteguhan dalam menjalankan
syariat. 147
146 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir: Kamus 'Arab – Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progesif, 1997), h. 437.
147 Al-Asfahâni, Mu'jam Mufradât…, h. 177.
Kaitannya seorang muslim dengan penegakan ajaran agamanya sangat dipengaruhi oleh kadar kesungguhannya dalam menjalankan perintah-perintah Allah Swt. karena itu, Allah Swt. mengungkapkan agama dalam arti penegakan dan pembelaan terhadap-Nya, tidak menggunakan term al-Dīn tetapi sabîlillah (jalan Allah), sebagaimana yang disebutkan dalam Q.s. al-Anfâl/ 8; 72 yang berbunyi:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (pada orang muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi). Dan terhadap orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.
Imam al-Shabuni menafsirkan ayat ِﷲﺍ ِﻞ ِﺒﻴ ﺳ ﻰ ِﻓ ﻢ ِﻬ ِﺴ ﹸﻔ ﹶﺍﻧ ﻭ ﻢ ِﻬ ﻮِﻟﺍ ﹶﺎﻣ ِﺑ ﺍ ﻭ ﺪ ﻫﺎ ﺟ ﻭ
dengan ungkapannya: yakni berjihadlah melawan para musuh dengan harta dan jiwa
untuk memuliakan agama Allah. Dengan demikian kata ِﷲﺍ ِﻞ ِﺒﻴ ـﺳ diartikan sebagai
ِﷲﺍ ِﻞ ِﺒﻴ ﺳ yang terulang sebanyak
agama Allah. 148 Setelah diteliti hampir semua kata
71 kali dalam al-Qur`ân maknanya agama Allah. Ini menunjukkan suatu kesimpulan bahwa jika Allah ingin mengungkapkan agama dalam arti ajaran-ajaran dan syariat- syariat yang harus dipatuhi dan dilaksanakan, maka Allah menggunakan kata al-Dīn.
148 Ali Al-Shabûni, Shafwah al-Tafâs ī r, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1996), Jilid I, h. 478
Sementara jika Allah Ingin mengungkapkan agama dalam arti sesuatu yang patut dibela dan ditegakkan, maka Allah menggunakan kata sabîlillâh.
Menurut al-Syathibi, menjaga agama ini mencakup beberapa hal, antara lain: meyakini rukun iman, mengucapkan syahâdatain, shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya. Secara husus hal-hal yang berkaitan dengan hukum akan diuraikan dalam sub bab berikutnya. Ulama Hanafiyah menambahkan kewajiban berjihad termasuk
dalam ketegori ini meskipun musuh kita bukan orang-orang kafir tetapi mereka memerangi kita, maka kita tetap berkewajiban untuk berjihad. 149
2. Menjaga diri ( ِﺲ ﹾﻔ ﻨﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ ) Laki-laki dan perempuan juga dituntut untuk menjaga dirinya dari segala sesuatu yang mencelakakannya. Imam Syathibi memasukkan segala sesuatu yang
berkaitan dengan adat sebagai bagian dari menjaga diri. 150
Kata ﺲ ﹾﻔ ﻨـﻟﺍ (al-nafs) dapat berarti jiwa atau ruh dan dapat berarti juga raga
seseorang sebagaimana firman Allah: Q.s. Al-Nisâ`/ 4: 1
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah mencipatakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Al-Syathibī, Al-Muwâfaqât…, Jilid II, h. 9.
Al-Syathibī, Al-Muwâfaqât…, Jilid II, h. 10.
Kata ﺲ ﻨﻟﹾﻔ ﺍ dalam ayat ini, menurut al-Fayyumi dalam al-Mishbâh al-Munīr,
jika yang dimaksuh itu ruh maka ruh ini milik seorang wanita, tetapi jika yang dimaksud itu al-syakhsh (raga seseorang), maka yang dimaksud adalah orang laki-
ﺲ ﹾﻔ ﻨﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ di sini adalah menjaga diri, jiwa
laki. 151 Sementara yang dimaksud dalam
dan raga. Kesehatan jiwa dan raga merupakan hal yang sangat penting dan keduanya
juga sangat berkaitan erat. Jiwa adalah sumber kehidupan dan di situlah akal menempati tempatnya. Orang yang sehat mentalnya akan sempurna jika fisiknya
sehat. Sebagaimana pepatah 'Arab menyatakan:
Akal yang sehat terletak dalam fisik yang sehat. Ada sekian banyak ayat al-Qur`ân yang menganjurkan agar kita dapat
menjaga diri dari hal-hal yang dapat merusak mental dan fisik kita. Antara lain: Q.s. Al-Baqarah/ 2: 195
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Surat Al-Nisâ`/ 4: 9
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
Ahmad al-Fayyumi al-Muqri, Al-Mishbâh al-Munir: Mu'jam 'Arabi, (Bairut: Maktabah Lubnan, 1987), h. 236.
Al-Syathibi menjelaskan bahwa yang termasuk penjagaan diri antara lain: makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan mu'âmalah (interaksi sosial). 152
3. Menjaga akal ( ِﻞ ﻌﹾﻘ ﹾﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ )
Menjaga akal sangat erat kaitannya dengan menjaga diri. Apabila seseorang ingin bahagia hidupnya, maka akal harus diasah dengan ilmu pengetahuan. Karena
itu, Rasulullah Saw. menyatakan bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap orang Islam.
Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam 153 .
Kaitannya dengan ِﺲ ﹾﻔ ﻨـﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ , sebagaimana yang diuraikan sebelumnya,
bahwa orang yang sehat fisiknya akan memberi pengaruh positif pada perkembangan akalnya dan akal bisa bekerja dengan baik jika mentalnya tidak sakit. Dalam al-
Qur`ân, Allah menyebutkan kata yang diambil dari kata kerja ﻞـﻘﻌﻳ – ﻞـﻘﻋ ini
sebanyak 49 kali. 48 kali dengan bentuk mudhari' (kata kerja yang mengandung arti sedang terjadi dan akan terjadi) dan satu kali dengan bentuk madhi (kata kerja bentuk
lampau). 154 Kata yang diambil dari fi'il mudhari' ini berfaidah li al-tajaddud (untuk senantiasa diperbaruhi). Jadi orang yang akalnya sehat dituntut untuk senantiasa
mengasah akalnya untuk memikirkan sesuatu yang tidak menyimpang dari ketentuan yang sudah digariskan dalam al-Qur`ân. Bahkan dalam hal-hal tertentu Allah menganjurkan, antara lain:
152 Al-Syathibī, Al-Muwâfaqât…, Jilid II, h. 10. 153 Abû 'Abdllah Muhammad Al-Qurthubi, Al-Jâmi' li Ahkâm al-Qur`ân, (Kairo: Dar al-
Kutub al-'Arabi, 1967), jilid 8, h. 295 154 Abd al-Bâqi, al-Mu'jam al-Mufahrâs…, h. 575.
a. memikirkan kehidupan dan kematian (Q.s. Al-Baqarah/ 2: 73)
Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti
b. memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah (Q.s. Al-Baqarah/ 2: 242)
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum- Nya) supaya kamu memahaminya.
c. memikirkan apa yang terkandung dalam al-Qur`ân (Q.s. Al-Anbiyâ`/ 21: 10)
Sungguh telah Kami turunkan kepada kalian semua suatu kitab yang di dalamnya (berisi) tentang sebab-sebab kemuliaan bagimu, apakah kamu tidak meimikirkannya.
d. memikirkan perumpamaan-perumpamaan yang diungkapkan dalam al- Qur`ân (Q.s. al-'Ankabût/ 29: 43),
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.
Karena keutamaan yang sangat besar bagi orang-orang yang berakal ini, maka Islam menjadikan ( ِﻞ ﻌﹾﻘ ﹾﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ ) sebagai salah satu satu prinsip yang harus dijaga dan dipergunakan dengan baik. Manakala ada sesuatu perbuatan yang merusak akal, maka Islam melarangnya, seperti: minuman keras dan mengkonsumsi narkoba.
4. Menjaga keturunan ( ِﻞ ﺴ ﻨﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ )
Allah Swt. sangat tegas dalam mensyariatkan masalah keturunan ini. Bahkan ketika Nabi mengadopsi seorang anak (Zaid bin Harisah), lalu para sahabat menisbatkan anak tersebut kepada Nabi (Zaid bin Muhammad), Allah menegur mereka dengan firman-Nya dalam Q.s. al-Ahzâb/ 33: 5
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak- bapak mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Karena itu, hal-hal yang menimbulkan efek-efek negatif yang memungkinkan terjadinya perzinaan dilarang dalam Islam, antara lain dengan cara:
a. menahan pandangan kepada lawan jenis yang bukan mahram (Q.s. al-Nûr/ 24: 30),
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."
b. memasuki rumah tanpa izin pemiliknya (Q.s. al-Nûr/ 24: 27),
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu masuk rumah-rumah yang bukan rumahmu sehingga kamu minta izin dan mengucapkan salam kepada tuan rumahnya. Hal itu lebih baik bagi kamu supaya kamu ingat (kepada Allah).
c. larangan secara tegas untuk mendekati zina, (Q.s. al-Isrâ`/ 17: 32)
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
Sebaliknya, hal-hal yang berkaitan dengan kelestarian keturunan yang baik, Islam sangat memberi perhatian, seperti: bagaimana mencari istri yang shalihah,
bagaimana mendidik keluarga, dan bagaimana mendidik anak-anak yang shalih dan shalihah dan lain-lain.
5. Menjaga harta benda ( ِﻝﺎ ﻤ ﹾﻟﺍ ﹸﻆ ﹾﻔ ِﺣ )
Harta benda adalah amanah Allah yang harus dijaga dan dibelanjakan sesuai dengan semestinya. Allah menyebutkan kata ﹾﻝﺎ ـ� ﹾﻟﺍ dalam al-Qur`ân dengan bermacam-macam derivasinya ini sebanyak 88 kali. Kebanyakan dari ayat-ayat tersebut mengandung hukum tentang bagaimana cara menyalurkan harta dengan baik dan ancaman-ancaman bagi orang-orang yang tidak mempergunakan harta dengan tujuan yang baik dan mulia.
Islam mewajibkan kepada setiap pemeluknya agar menjaga diri jangan sampai mengambil harta orang lain (Qs. Al-Nisâ`/ 4: 29)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Harta sepatutnya dibelanjakan untuk kepentingan nafkah diri, keluarga, kerabat dan para fakir miskin, sebagaimana disebutkan dalam Q.s. al-Baqarah/ 2: 177
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang- orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Sebagai rasa syukur seorang hamba kepada Allah yang telah memberikan harta yang melimpah, maka ia diwajibkan menunaikan zakat dari sebagian hartanya untuk mensucikannya (Q.s. Al-Taubah/ 9: 103)
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(103)
Orang-orang yang mampu menjaga dan menyalurkan hartanya ini, tidak ada lain balasannya kecuali syurga (Q.s. Al-Taubah/ 9: 111),
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah
dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.
Sebaliknya, mereka yang terlalu sibuk mengurusi hartanya sehingga melalaikan kewajibannya sebagai hamba yang harus mengabdi kepada Allah, maka mereka termasuk orang-orang yang merugi dan menjadi penduduk neraka (Q.s. Al- Munâfiqûn/ 63: 9)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
Inilah tanggung jawab seorang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, keduanya dibebani dengan perintah dan larangan yang sama. Demikian pula menyangkut etika yang harus dipatuhi dalam berinteraksi dengan sesama manusia: harus saling menghormati, mengasihi, dan tolong-menolong dalam kebaikan. Seandainya semua ajaran Rasulullah Saw. itu diterapkan secara maksimal seperti satu bangunan, yang satu menguatkan yang lain, maka tentu tidak ada orang kaya yang mati karena kesombongannya dan kezalimannya pada fakir miskin dan orang miskin Inilah tanggung jawab seorang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, keduanya dibebani dengan perintah dan larangan yang sama. Demikian pula menyangkut etika yang harus dipatuhi dalam berinteraksi dengan sesama manusia: harus saling menghormati, mengasihi, dan tolong-menolong dalam kebaikan. Seandainya semua ajaran Rasulullah Saw. itu diterapkan secara maksimal seperti satu bangunan, yang satu menguatkan yang lain, maka tentu tidak ada orang kaya yang mati karena kesombongannya dan kezalimannya pada fakir miskin dan orang miskin