bangunan dan tukang cuci pencuci pakaian. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang informan yaitu Ibu Wagiem 53 tahun yang bekerja sebagai tukang cuci :
“ owalah non... sekarang apa-apa mahal.. belum apa- apa, duitnya dah ntek...,Tapi dekat bulan puasa ini, ibu
mau buat kenduri seratus hari untuk cucu ibu…”
Dari kutipan wawancara peneliti di atas terlihat begitupun sekarang kebutuhan hidup serba mahal, tapi jika urusan pesta nyunatkan khitanan,
ngawinkan pernikahan, dan kenduri slametan harus dapat dilaksanakan. Berdasarkan uraian di atas peneliti merasa tertarik untuk menelusuri dan
mengkaji lebih dalam mengapa mereka gemar mengadakan pesta dan slametan. Apakah merupakan pengaruh gaya hidup kota, atau ciri khas buruh atau masyarakat
yang berada di pinggiran kota ataupun tradisi salah satu etnis mayoritas yang berada di desa ini.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian dan penjelasan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengapa masyarakat pinggiran khususnya para buruh di
Desa Sambirejo Timur sangat gemar mengadakan pesta dan slametan. Lebih lanjut penelitian ini arahnya diperjelas dengan pertanyaaan sebagai
berikut : 1. Apa konsep pesta menurut para buruh dan mengapa dibedakan dengan
slametan pada masyarakat Desa Sambirejo Timur ? 2. Jenis pesta dan slametan apa saja yang sering diadakan di Desa Sambirejo
Timur. 3. Mengapa harus mengundang keyboard atau jenis hiburan lain pada saat pesta?
Universitas Sumatera Utara
4. Darimanakah para buruh mendapat sumber keuangan, jika ingin mengadakan pesta dan slametan ?
5. Apakah ada unsur tolong menolong pada penduduk atau buruh jika ingin mengadakan pesta dan slametan.
1.3. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Sei tuan, Kabupaten Deli Serdang. Alasan peneliti memilih Desa Sambirejo Timur
sebagai daerah penelitan karena fenomena kehidupan buruh seperti yang diuraikan di atas dapat ditemui di desa ini.
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menggambarkan kehidupan masyarakat pinggiran dan sisi lain dari kehidupan buruh yang berada di
Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Adanya pendeskripsian yang lengkap tentang kegemaran buruh dalam
mengadakan pesta dan slametan diharapkan bermanfaat menambah tulisan ilmiah mengenai kehidupan buruh kasar di pinggiran perkotaan, selain itu diharapkan untuk
memperoleh kesimpulan yang baik dan berguna.
1.5. TINJAUAN PUSTAKA
Tulisan ini akan mengacu kepada defenisi kebudayaan yang dimaksudkan oleh Spradley 1997:xix bahwa kebudayaan merupakan sistem
pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui proses belajar yang mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus untuk
Universitas Sumatera Utara
menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka. Budaya itu ada di dalam pikiran manusia.
Spradley juga mengatakan bahwa setiap masyarakat memiliki sistem yang unik dalam mempersepsikan dan mengorganisaikan fenomena material, seperti
benda-benda, kejadian, perilaku dan emosi. Para aliran antropologi kognitif melihat fenomena tersebut diorganisaikan dalam pikiran mind manusia.
Untuk memahami dan menggambarkan tindakan yang diorganisasikan dalam pikiran “mind” manusia, peneliti akan “mengorek” isi pikiran buruhpenduduk
setempat tentang pesta dan slametan menurut konsep buruh dan penduduk setempat. Dalam hal menjelaskan pikiran konsep buruh tentang pesta dan slametan, peneliti
akan melihat aktifitas-aktifitas buruhpenduduk pada saat mengadakan pesta dan slametan. Salah satu cara untuk menjelaskan apa konsep pesta dan slametan yang
dimaksudkan oleh buruh dan penduduk setempat, peneliti akan mencari folk taxonomy untuk menjelaskannya.
Pesta adalah sebuah acara sosial yang dimaksudkan terutama sebagai perayaan dan rekreasi. Pesta dapat bersifat keagamaan atau berkaitan dengan
musim, atau tingkat yang lebih terbatas, berkaitan dengan acara-acara pribadi dan keluarga untuk memperingati atau merayakan suatu peristiwa khusus dalam
kehidupan yang bersangkutan. Pesta merupakan kesempatan untuk berbagai interaksi sosial, tergantung pada pesertanya dan pemahaman mereka tentang prilaku
yang dianggap layak untuk acara tersebut.
7
Dalam Kamus Bahasa Indonesia 1984:747 pesta adalah perayaan, perjamuan makan dan minum, bersukaria dan sebagainya. Mengacu pada dua konsep
tersebut pesta yang dilakukan penduduk atau buruh yang berada di Desa Sambirejo
7
http:id.wikipedia.orgwikipesta
Universitas Sumatera Utara
Timur, apakah merupakan pesta yang bersifat keagamaan atau pun hanya perjamuan makan dan minum dan bersukaria saja.
Untuk memperjelas masalah peneliti menggunakan konsep tentang peralihan, karena semua upacara tersebut merupakan upacara peralihan. Menurut
Koentjaraningrat 1985:91-92 pada masa peralihan antara satu tingkat kehidupan ke tingkat kehidupan berikutnya, biasanya diadakan pesta dan upacara. Pesta dan upacara
ini merupakan kesadaran bahwa setiap tahap baru dalam daur hidup menyebabkan masuknya seseorang di dalam lingkungan sosial yang baru dan lebih luas, bahkan
ada kebudayaan yang menganggap bahwa pada masa peralihan merupakan saat-saat yang penuh bahaya baik nyata maupun ghaib sehingga dibuatlah upacara masa kritis
crisis rites dan upacara peralihan rites de passage.
8
Salah satu teori mengenai ritus didefenisikan oleh Van Gennep dalam Lumban Gaol, 2000:8-9 bahwa ritus sebagai rite de passage merupakan kegiatan
atau tindakan yang mengiringi setiap perubahan tempat, keadaan, status sosial dan umur. Semua ritus tersebut ditandai dengan tiga fase, yaitu : fase pemisahan, fase
peralihan, fase penyatuan. Pada tahap pemisahan terjadi pemisahan antara alam sakral dan profan, pada tahap peralihan subjek ritual mengalami situasi keragu-raguan yang
dihadapkan pada dirinya sendiri. Pada tahap penyatuan, subjek ritual dipersatukan kembali ke dalam masyarakat dengan nilai-nilai baru yang diperoleh semasa tahap
peralihan. Selanjutnya Van Gennep dalam Koentjaraningrat, 1987:75 menyatakan ritus dan upacara sepanjang tahap-tahap pertumbuhan atau lingkaran hidup individu
8
Koenjtaraningrat 1985:92 juga menuliskan bahwa tidak semua kebudayaan menganggap semua masa peralihan sama pentingnya, mungkin dalam satu kebudayaan tertentu penyapihan dianggap
sebagai sesuatu yang gawat tetapi dalam masyarakat lain tidak. Dalam berbagai kebudayaan ada anggapan bahwa pada masa peralihan merupakan masa-masa yang kritis yang penuh dengan bahaya
baik ghaib maupun nyata sehingga upacara peralihan dibuat untuk menolak bahaya ghaib. Selain untuk menolak bahaya upacara peralihan juga mempunyai fungsi untuk memberitahukan kepada
khalayak ramai mengenai perubahan tingkat hidup yang telah dicapai.
Universitas Sumatera Utara
life cycle rite merupakan rangkaian ritus dan upacara yang paling penting dan mungkin paling tua dalam masyarakat dan kebudayaan manusia.
Van Gennep dalam Koenjaraningrat, 1987:75 menyatakan semua ritus dan upacara itu dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu : 1 perpisahan, atau
separation, 2 peralihan, atau marge, 3 integrasi kembali, atau agreation. Berdasarkan data etnografi Van Gennep yang menunjukkkan bahwa ritus
perpisahan sering berkaitan dengan ritus peralihan sedangkan upacara integrasi dan pengukuhan lebih sering berdiri sendiri lepas dari kedua macam ritus tersebut.
Koentjaraningrat 1987:77 membedakan dengan seksama antar dua macam upacara religi tersebut, yaitu : 1 yang bersifat perpisahan menjadi satu dengan yang
bersifat peralihan disebut dengan ritus, dan 2 yang bersifat integrasi dan pengukuhan disebut upacara.
Keesing 1992:257 juga menyatakan ritual dan upacara merupakan pola prilaku penuh hiasan dan diulang-ulang pada umat manusia. Kebanyakan perilaku
kolektif yang dipolakan oleh budaya sering hanya diartikan sebagai upacara keagamaan, yaitu prilaku penuh hiasan yang dipandang sebagai keramat.
9
Menurut Clifford Geertz 1981:36 slametan merupakan pemusatan permohonan do’a dalam bentuk pengorganisasian serta meringkas ide umum
abangan tentang tata “pola hidup” masyarakat Jawa. Dimana slametan cenderung dilaksanakan oleh pandangan dunia Jawa, terutama ketika situasi kehidupan
mengalami titik-titik rawan sehingga dengan slametan mengharapkan kekacauan
9
Keramat sacred berhubungan dengan kekuatan-kekuatan tertinggi atau yang melebihi kekuatan manusia yang terdapat di dalam alam semesta memiliki arti atau suasana keagamaan yang khas
keesing, 1992:257.
Universitas Sumatera Utara
yang tidak manusiawi oleh gangguan mahluk halus lekas hilang, menjadi tenang, dan tentram.
10
mengatur interaksi itu. Dengan adanya kontinuitas serta dengan adanya rasa identitas yang mempersatukan semua anggota tadi.
Hal tersebut dipertegas oleh Geertz 1981:17 ketika ia menanyakan mengapa orang Jawa menyelenggarakan slametan, kepada seorang tukang batu, orang
tersebut meberikan dua alasan ; “bila anda mengadakan slametan tak seorang pun merasa dirinya dibedakan dari orang lain, dan dengan demikian mereka tidak mau
berpisah, lagi pula slametan menjaga anda dari roh-roh halus dan dengan begitu tidak akan mengganggu anda”.
Di samping mencermati konsep buruh tentang pesta, peneliti juga ingin melihat dan memahami perkumpulan-perkumpulan yang diikuti oleh buruh yang ada
di Desa Sambirejo Timur. Beberapa bentuk perkumpulan tersebut misalnya arisan dan paguyuban. Menurut Koentjaraningrat 1981:154 suatu kelompok atau group juga
merupakan suatu masyarakat karena memenuhi syarat-syaratnya dengan adanya sistem interaksi antar para anggota dengan adanya adat istiadat serta sistem norma
yang
11
Berbicara mengenai pesta dan slametan tentunya ada orang yang datang tamu yang diundang untuk menghadiri pesta dan slametan tersebut dan akan
10
Slametan merupakan upacara dasar yang inti di sebagian masyarakat Mojokuto dimana pandangan dunia paling menonjol pada beberapa peristiwa lain, seperti pesta perkawinan, slametan
itu boleh jadi sangat singkat, tertutup oleh berbagai tidak memperhatikan dengan teliti semuanya itu akan luput dari pengamatan, pada peristiwa lain lagi – kematian, misalnya kedaruratan situasi bisa
menyebabkan seluruh bagian upacara slametan ditiadakan sama sekali karena semua hampir upacara abangan ini dalam artian tertentu merupakan variasi dari tema yang menjadi dasar ini. Maka
pengertian tentang makna slametan bagi mereka yang mengadakan akan membawa serta pemahaman terhadap banyak segi pandangan dunia abangan dan akan merupakan kunci bagi
penafsiran upacara mereka yang lebih kompleks.
11
Disamping ke tiga ciri tersebut suatu kesatuan manusia yang disebut kelompok juga mempunyai ciri tambahan yaitu organisasi dan sistem pimpinan dan selalu tampak kesatuan dari individu-
individu pada masa-masa yang secara berulang berkumpul dan kemudian bubar lagi Koenjtraningrat,1981:154.
Universitas Sumatera Utara
memberikan sesuatu pada saat menghadiri pesta dan slametan yang akan dihadirinya. Dalam hal ini telah terjadi proses memberi dan menerima antara yang diundang
dengan orang yang menyelenggarakan pesta. William A. Havilland 1988:51 menjelaskan bahwa memberi dan
menerima berbagai barang merupakan suatu bentuk jaminan sosial atau asuransi, misalnya sebuah keluarga membantu orang lain apabila mampu dan dapat berharap
akan menerima sesuatu dari orang-orang lain pada waktu ia . Malinowski juga menjelaskan bahwa dalam pertukaran barter dalam
masyarakat tradisional juga ada nilai yang dipertukarkan. Sistem tukar menukar kewajiban dan lapangan kehidupan masyarakat baik penukaran tenaga dan benda
dalam lapangan produksi dan ekonomi baik sistem penukaran kewajiban pada waktu upacara-upacara keagamaan, merupakan daya pengikat dan daya gerak dari
masyarakat Koenjtraningrat, 1972:165.
12
Menurut Maus, sistem tukar menukar ini merupakan suatu sistem yang menyeluruh total system dimana setiap unsur dari kedudukan atau harta milik
terlibat di dalamnya dan berlaku bagi setiap anggota masyarakat yang bersangkutan. Dalam sistem tukar menukar ini setiap pemberian harus dikembalikan dalam suatu
cara khusus yang menghasilkan suatu lingkaran kegiatan yang tidak ada habis- habisnya dari generasi ke generasi berikutnya. Nilai dari pengembalian barang yang
telah diterima harus dapat mengimbangi nilai barang yang telah diterima karena
12
Penelitian lapangan ini dilakukan oleh Malinowski di kepulauan Trobriand di sebelah tenggara Papua Nugini. Pokok pelukisannya adalah suatu sistem perdagangan antara penduduk kepulauan
Trobriand dengan penduduk kepulauan sekitarnya. Benda-benda yang diperdagangkan dengan jalan tukar menukar barter berupa berbagai macam bahan makanan, barang kerajinan, dan dan alat-alat
perikanan, perkebunan dan rumah tangga. Di samping itu pada tiap transaksi diadakan tukar menukar dua macam benda perhiasan yang di anggap mempunyai nilai yang sangat tinggi yaitu kalung-
kalung kerang sulava, yang beredar kesatu arah yang mengikuti arah jarum jam dan gelang-gelang kerang mwali yang beredar kearah yang berlawanan . sistem perdagangan tersebut disebut sistem
kula Koenjtraningrat, 1980:164. Sistem menyumbang untuk menimbulkan kewajiban membalas itu merupakan suatu prinsip dari kehidupan masyarakat kecil yang oleh Malinowski disebut prinsif
timbal balik principle of recirocity Koentjaraningrat, 1972:165.
Universitas Sumatera Utara
bersamaan dengan pemberian tersebut adalah nilai kehormatan dari kelompok yang bersangkutan Mauss, 1992:xix.
13
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kulitatif
Saling tukar menukar pemberian prestasi yang biasanya terwujud dari hasil tukar menukar pemberian hadiah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1
Pengembalian benda sesuai dengan adat-istiadat yang berlaku, kalau pemberian imbalan dikembalikan pada saat yang sama maka namanya barter, 2
pengembalian pemberian hadiah yang diterima tidak berupa barang yang sama dengan yang diterima tetapi dengan benda yang berbeda yang memiliki nilai
sedikit lebih tinggi dari pada hadiah yang telah diterima setidak-tidaknya sama dengan itu, 3 benda-benda pemberian yang diterima tidak dilihat sebagai benda
dan nilai harfiahnya tetapi sebagai “ mana“ atau kekuatan ghaib yang oleh Mauss digolongkan ke dalam suatu kategori dinamakannya prestasi Mauss dalam
Suparlan,1992:xx. Apa yang dikemukan oleh Mauss tentang resiprositas ataupun sistem tukar
menukar merupakan suatu sistem menyeluruh total system, peneliti ingin melihat sistem tersebut berlaku di Desa Sambirejo Timur.
1.6. METODE PENELITIAN