Sejarah Lokasi Penelitian GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

akan tetapi, jika tidak sabar menunggu dapat juga menggunakan jasa angkutan becak bermotor dan juga ojek RBT. Jika menggunakan angkutan becak bermotor tidak perlu harus menunggu lama cukup saja menyewa becak yang melintasi jalan pasar VII Tembung Jalan Stasiun. Tarif ongkos yang harus dikeluarkan jika menggunakan angkutan becak bermotor berkisar antara Rp 3000,- sampai dengan Rp 7000,- tergantung jauh dekatnya tujuan penumpang. Akan tetapi, jika menggunakan jasa angkutan ojek RBT untuk masuk ke desa harus mendatangi pangkalan ojek yang berada di simpang pasar VII Tembung simpang jodoh. Untuk tarif ongkos berkisar antara Rp 5000, sampai dengan Rp 10.000,- dan juga disesuaikan dengan jauh dekatnya tujuan. Kodisi jalan yang ditempuh dari Amplas menuju pasar VII Tembung juga sudah beraspal. Tetapi masih saja ada kerusakan di beberapa ruas jalan yang diakibatkan adanya perbaikan parit jalan, penggalian dan perbaikan saluran air PAM, atau perbaikan kabel telepon dan lain-lain. Lebar badan jalan yang dilalui sekitar 7 meter. Perjalanan dari Amplas sampai dengan pasar VII Tembung akan melewati Jalan Menteng VII, Jalan Panglima Denai, Jalan Beringin. Sama halnya ketika mendatangi Desa Sambirejo Timur dari arah Aksara dengan memasuki desa dari Amplas sepanjang perjalanan di sisi kiri dan kanan jalan hanya terlihat perumahan penduduk yang rapat.

2.4. Sejarah Lokasi Penelitian

Desa Sambirejo Timur pada awalnya adalah hutan ilalang yang di buka oleh Belanda pada tahun 1928 untuk dijadikan sebagian lahan perkebunan tembakau yang pada saat itu terkenal dengan sebutan tembakau Deli dan sekarang merupakan perkebunan PTPN 2 Bandar Klippa. Pada saat itu nama Desa Sambirejo Timur Universitas Sumatera Utara adalah Desa Wetan Jati. Nama Wetan jati dinamai oleh para buruh yang bekerja untuk menggarap lahan perkebunan tembakau. Awal nama Wetan Jati diambil dari keadaan alam desa pada saat itu di sepanjang pinggiran perbatasan desa banyak ditumbuhi pohon jati. Secara harfiah wetan mempunyai arti arah terbitnya matahari timur sedangkan jati adalah hutan jati, jika dihubungkan mempunyai arti desa yang ditumbuhi hutan jati dan diterangi oleh sinar matahari. Pada waktu itu pohon jati dimanfaatkan sebagai bangsal atau gudang penyimpanan tembakau. Perkebunan tembakau pada saat itu dikerjakan oleh para kuli kontrak yang dibawa dari Pulau Jawa. Sebelum resmi dikontrak para kuli terlebih dahulu harus menandatangani perjanjian dengan isi berupa ; selama masih jangka waktu kontrak tidak boleh pulang ke kampung halamannya, dan persyaratan jika ingin jadi kuli harus sepasang suami istri dan boleh membawa anak sebanyak tiga orang jika mempunyai anak lebih dari tiga harus ditinggalkan di kampung halaman. Para kuli biasanya dikontrak selama tiga tahun sampai dengan lima tahun masa kontrak. Penggarapan lahan perkebunan yang dibuat oleh pemerintahan Belanda pada masa itu disebut dengan sistem berpindah. Sistem berpindah ini mempunyai cara pengerjaan misalnya untuk menggarap satu lahan perkebunan dikerjakan oleh sepuluh orang kuli kontrak mulai dari pembabatan lahan hingga penanaman menjadi lahan tembakau. Selama penggarapan lahan para kuli harus menetap di pondok sementara yang disediakan oleh Belanda. Setelah satu lahan selesai digarap menjadi perkebunan tembakau para kuli dipindahkan lagi ke lahan berikutnya yang ingin dibabat dan dijadikan lahan perkebunan. Di lahan baru ini para kuli juga telah disediakan pondok yang baru begitu seterusnya. Jika semua lahan perkebunan telah dibabat dan ditanami para kuli ini kembali lagi ke lahan garapan awal. Universitas Sumatera Utara Selama masih pemerintahan Belanda setiap tiga bulan sekali para kuli kontrak mendapatkan hadiah berupa beras, kain dan kebutuhan pokok lainnya yang gunanya untuk menyenangkan hati para kuli pada waktu itu sehingga kuli merasa betah untuk tinggal di perkebunan. Jika kuli mempunyai banyak anak akan mendapatkan beras dan kain lebih banyak lagi. Setelah tampuk pemerintahan kembali ke kesatuan Negara Republik Indonesia pada tahun 1945, seiring dengan kemerdekaan tersebut seluruh bekas perkebunan kolonial Belanda merupakan milik Negara. Perkebunan Bandar Klippa merupakan salah satu peninggalan kolonial Belanda dimana Desa Sambirejo Timur yang pada masa itu masih bernama Desa Wetan Jati merupakan sebagian lahan garapan perkebunan PTPN 2 Bandar Klippa. Akan tetapi, sekitar tahun 1942 pemerintah Jepang masuk dan menjajah Indonesia menggantikan kolonial Belanda. Sehingga pada masa itu pemerintah Indonesia masih disibukkan oleh urusan perang yang mengakibatkan perkebunan PTPN 2 Bandar Klippa terlantar. Melihat situasi yang demikian orang kepercayaan Belanda bekerja sama dengan TNI untuk memanfaatkan kesempatan ini utnuk menguasai lahan perkebunan dengan mengaku kepada kuli bahwa masa pemerintahan Belanda belun habis. Orang kepercayaan Belanda yang menguasai perkebunan pada saat itu dijuluki para kuli dengan sebutan ‘Belanda item’ hitam sementara itu para TNI juga tidak luput dari julukan para kuli dengan sebutan ‘genjer-genjer makin keleler’ yang memberikan gambaran begitu lemahnya perlindungan TNI pada masa itu terhadap kuli yang menggarap perkebunan. Sehingga kata kiasan yang tepat untuk Universitas Sumatera Utara menggambarkan situasi para kuli penggarap lahan perkebunan adalah ‘lepas dari mulut harimau masuk mulut buaya’ 28 Pada masa penguasaan perkebunan oleh ‘Belanda item’ hitam para kuli yang ingin mencari pekerjaan di luar perkebunan harus mempunyai surat izin dari penghulu serta surat izin dari tempat dimana bekerja jika para kuli melanggar akan disiksa dan dipukuli. Melihat kondisi ini akhirnya para kuli penggarap perkebunan akhirnya berontak ‘geger’ mengadakan perlawanan besar-besaran ke pada ‘Belanda item’ hitam para kuli menuntut agar mereka mendapatkan lahan perkebunan sesuai dengan tenaga mereka yang menggarap lahan selama beerpuluh tahun dengan tidak mendapatkan upah. Akhirnya ‘Belanda item’ memberikan pilihan kepada para kuli jika ingin bertani harus meninggalkan wilayah perkebunan dan jika ingin berkebun harus meninggalkan lahan pertanian. Begitulah akhirnya para kuli mendapatkan tanah dan menggarap lahan sesuai dengan kemampuan mereka, para kuli bebas untuk bercocok tanam apa saja sesuai dengan keinginan. Dan kemudian menetap di Desa Sambirejo Timur. Sehingga Desa Sambirejo merupakan tanah yang diperjuangkan oleh para kuli perkebunan. . Ketika pada saat pemerintahan Belanda para kuli telah hidup tanpa kemerdekaan setelah di tangan saudara sendiri ‘Belanda item’ hitam keadaan para kuli lebih terkekang dan memperihatinkan. Dimana mereka diharuskan menggarap lahan dua rante 800 meter satu hari untuk dikerjakan satu orang kuli tanpa mendapat upah dan hadiah apapun. Sedangkan ketika masa pemerintahan kolonial Belanda para kuli hanya diharuskan menggarap satu rante 400 meter dalam satu hari untuk satu orang kuli dan setiap tiga bulan sekali para kuli mendapat hadiah berupa beras dan kain. 28 Kiasan ini diungkapkan oleh salah seorang informan peneliti yang pada masa itu merupakan salah satu kuli kontrak perkebunan PTPN 2 Bandar Klippa. Universitas Sumatera Utara Setelah jaman kemerdekaan pada tahun 1945 Wetan Jati diberikan ke pada seorang penghulu yang sekarang disebut dengan kepala desa yang ditunjuk oleh ‘Belanda item’ hitam untuk memimpin di daerah tersebut. Tiga tahun kemerdekaan Negara Republik Indonesia sekitar tahun 1948 nama desa Wetan Jati diubah para kuli yang telah mempunyai lahan tetap menjadi Desa Sambirejo Timur. Kata sambirejo berawal dari dua kata nyambil dan kerjo. Nama tersebut disesuaikan dengan keadaan para kuli pada waktu itu dimana mereka sambil bekerja juga membuka areal perkampungan sebagai tempat untuk menetap. Nama Desa Sambirejo sendiri masih juga dipakai sampai sekarang. Etnis pendatang mulai masuk ke Desa Sambirejo Timur sekitar tahun 1980-an. Pendatang pertama adalah etnis Mandailing yang berasal dari Kota Medan yaitu sekitar dari daerah Aksara dan Pancing bengkok. Etnis pendatang ini membeli tanah dari penduduk asli yang dulunya merupakan kuli kontrak perkebunan yang telah menetap di Desa Sambirejo Timur.

2.5. Penduduk