LATAR BELAKANG MASALAH PROSPEK PEREKONOMIAN

P ERKEMBANGAN P EREKONOMIAN D AERAH J AWA T ENGAH T RIWULAN I-2009 29 BOKS BOKS BOKS BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN 0 KELEBIHAN PENELITIAN DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN 0 KELEBIHAN PENELITIAN DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN 0 KELEBIHAN PENELITIAN DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN 0 KELEBIHAN MUATAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH MUATAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH MUATAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH MUATAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH Sektor transportasi merupakan sektor vital dalam perekonomian kaitannya dengan arus distribusi barang. Gangguan di sektor transportasi akan berdampak pada kelancaran arus distribusi barang, yang ujungnya akan menyebabkan kenaikan harga- harga barang karena dorongan biaya cost push inflation. Di sisi lain persoalan di sektor transportasi dengan segala kompleksitasnya adalah fenomena yang nampak dan telah menjadi bagian dari keseharian masyarakat. Jalan yang rusak, pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas oleh pengguna jalan, muatan barang yang melebihi batas dan persoalan-persoalan lainnya adalah wajah sehari-hari sektor transportasi kita. Belum lagi pungutan-pungutan tidak resmi jalan yang banyak dikeluhkan oleh sebagian kalangan, telah menjadi sebab ekonomi biaya tinggi high-cost economy yang ujungnya adalah inefisiensi ekonomi. Di sinilah arti pentingnya penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia Semarang tentang “Dampak Penerapan Kebijakan 0 kelebihan Muatan terhadap Perekonomian Jawa Tengah”. Penelitian ini dilaksanakan secara berkolaborasi dengan Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi LSKE Fakultas Ekonomi UNDIP.

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Rencana penerapan kebijakan 0 kelebihan muatan di Jawa Tengah menimbulkan perdebatan di antara pelaku di sektor transportasi. Dari satu sisi kebijakan ini bertujuan untuk menata lalu lintas khususnya muatan barang dan aspek yang terkait dengannya sesuai dengan ketentuan yang mengaturnya. Namun di sisi lain kebijakan ini ditentang, karena muatan lebih selama ini telah menjadi bagian dalam berlalu lintas dengan mempertimbangkan aspek biaya. Oleh karena itu kebijakan 0 kelebihan muatan ditentang karena kekhawatiran dampak ekonomi yang ditimbulkannya, baik dampak biaya maupun kesejahteraan bagi kelompok rumah tangga. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom berkaitan dengan kewenangan di bidang pengendalian muatan angkutan barang di Jembatan Timbang, maka Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2001 menindaklanjuti dengan menerbitkan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2001 tentang Tertib Pemanfaatan Jalan dan Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang. Penerbitan Perda ini atas dasar pertimbangan bahwa pada saat itu pelanggatan kelebihan muatan tidak dapat dikendalikan secara terarah dan diindikasikan sebagai penyebab kerusakan jalan. P ERKEMBANGAN P EREKONOMIAN D AERAH J AWA T ENGAH T RIWULAN I-2009 30 Dalam perjalanannya, pelaksanaan Perda No. 42001 tersebut tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pada tahun 2006 Direktorat Jenderal Perhubungan Darat memfasilitasi untuk melakukan rapat teknis Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang di Jalan pada tanggal 26 April 2006 di Bandung dan tanggal 19 Maret 2008 di Solo, yang diikuti oleh Dinas PerhubunganLLAJ se Lampung, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Rapat teknis itu menghasilkan pentahapan pengendalian kelebihan muatan hingga 0, dengan disertai sosialisasi dan evaluasi pelaksanaannya dalam setiap kurun waktu tertentu. Proses pelaksanaan pentahapan telah dilakukan mulai tanggal 1 Agustus-30 September 2008, berupa tahap penindakan pelanggatan 30 dengan penilangan, pembongkaran dan pengembalian ke tempat asal. Selanjutnya mulai 1 Oktober-31 Desember 2008 akan dilaksanakan penindakan pelanggaran 20, dan mulai 1 Januari 2009 akan dilaksanakan penindakan 0 dengan toleransi deviasi kelebihan muatan maksimal 5. Berdasarkan evaluasi terhadap hasil pentahapan yang telah dilaksanakan, muncullah beberapa hal yang mengemuka, antara lain: 1. Secara normatif, sesuai dengan amanat UU bahwa kelebihan muatan angkutan barang adalah melanggar UU No. 14 1992 tentang LLAJ Pasal 7 ayat 2, dan PP No. 431993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Pasal 11. Ketentuan tersebu bertujuan untuk melindungi pengguna jalan dari risiko kecelakaan, serta melindungi dan menjaga jalan agar umur efektif tercapai, sehingga pelanggaran kelebihan muatan harus dilakukan penindakan secara tegas. 2. Secara ekonomi dalam skala mikro, kelebihan muatan angkutan barang oleh pelaku bisnis angkutan barang dianggap sebagai suatu efisiensi dalam manajemen mata rantai distribusi barang supply chain management, karena dapat menghemat biaya operasional kendaraan meski dengan konsekuensi mempercepat kerusakan kendaraan dan juga jalan raya. 3. Pelaksanaan kebijakan o kelebihan muatan akan membawa dampak yang memungkinkan dapat merugikan banyak pihak, antara lain: a. Operator angkutan barang, karena peningkatan biaya operasional kendaraan. b. Pemerintah, karena terjadi peningkatan volume penggunaan BBM. c. Masyarakat, karena dapat menyebabkan peningkatan harga barang secara agregat sehingga memicu terjadinya inflasi, peningkatan volume lalu lintas angkutan barang di jalan, dan peningkatan waktu perjalanan karena peningkatan kepadatan lalu lintas. Berdasarkan sudut pandang tersebut, banyak pihak yang berpandangan mengenai faktor penyebab utama kerusakan jalan, apakah karena kelebihan muatan kendaraan angkutan barang, konstruksi jalan yang tidak sesuai dengan seharusnya, P ERKEMBANGAN P EREKONOMIAN D AERAH J AWA T ENGAH T RIWULAN I-2009 31 ataukah desain jalan yang tidak memperhatikan drainase mengingat Indonesia merupakan daerah tropis yang memiliki tingkat kelembaban tanah tinggi.

2. TUJUAN PENELITIAN