107
yang besar tadi. Dan pada pembangunan yang baru seminggu berjalan tersebut, maka di cari lagi pekerja baru untuk menempati posisi yang kosong.
Jadi, roker meroker pekerja adalah hak pemborong. Seperti yang terjadi di lokasi penelitian saya, pekerja yang dikerahkan
selalu berubah-ubah. Ini disebabkan karena proyek yang dipegang pemborong sedang banyak, sehingga harus ada perekrutan pekerja baru, pemindahan pekerja,
dan juga pemecatan pekerja. Menurut bang Andi selaku pemborongnya, tukang harus lah ahli dalam segala bidang. Kalau ia kurang paham, maka ia akan
dipindahkan ke pekerjaan yang ia kuasai, kalau pekerjaan tersebut terbatas, maka mau tidak mau harus di putuskan hubungan kerjanya. Untuk pemutusan hubungan
kerja biasanya dilakukan dengan cara yang baik-baik oleh bang Andi, jangan sampai terjadi perkelahian ataupun penuntutan di lain hari. Dan hal ini sering
dialami oleh bang Andi. Karena pekerja yang kurang berkualitas dan tidak bagus sifatnya, akan merugikan pemborong.
3.3.1. Tukang Dan Kenek Seharusnya Sepaket
Posisi tukang dan kenek memang sepaket dalam bekerja. Tukang yang bekerja membangun, kenek membantu tukang dalam memenuhi kebutuhannya,
mereka lebih sering sebut kenek sebagai pelayan. Dalam bekerja di lapangan, ada pola-pola hubungan yang secara tersirat terlihat diantara kepala tukang, tukang,
dan kenek. Kepala Tukang adalah pemegang kuasa tertinggi di lapangan. Dalam kasus pemborong pribadi, kepala tukang adalah pemborong itu sendiri, tetapi jika
sudah memasuki tahap perusahaan, kepala tukang ditunjuk oleh pihak perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
108
Kepala tukang berhak menyuruh siapa pun ketika bekerja. Dan tukang juga mengerjakan apa yang perlu di kerjakan, tetapi posisi tukang dibawah kepala
tukang. Dan tukang memiliki pelayan yang disebut dengan kenek yang membantu mereka ketika bekerja. Misalkan mengocok semen, mengantarkan semen,
mencangkol tanah, dan lain-lain. Inti nya membantu tukang ketika bekerja. Ada nya pola stratifikasi di dalam pekerjaan bangunan, tak jarang
menimbulkan konflik-konflik kecil yang terjadi di lapangan. Menurut amatan lek Bagus selama berpuluh-puluh tahun ia bekerja bangunan, biasanya yang sering
terjadi cekcok adalah antara tukang dan kenek. Karena tukang berhak menyuruh kenek, mungkin ada yang merasa gak enak, palak, atau apa ketika di suruh-suruh
atau di perintah. Terkadang karena persoalan sepele dapat menimbulkan cekcok. Misalnya, karena gak mau di suruh, melawan saja, masuk kuping kiri keluar
kuping kanan, atau tukang yang kerjanya ngebossy dan lain sebagainya. Maka, untuk menghindari cekcok tersebut, lek Bagus menyerahkan wewenang tersebut
ke tukang, untuk memilih siapa yang cocok menjadi kenek nya. Karena menurut Lek Bagus, tukang dan kenek itu satu, kalau tidak cocok payah. Biasanya tukang
sudah ada kenek nya masing-masing, pemborong tidak bisa asal saja mencocokkan tukang mana sama kenek mana, karena yang merasa kenyamanan
itu ada berada diantara dua orang tersebut. Maka dari itu lek Bagus melimpahkan wewenang tersebut ke tukang masing-masing. Tetapi ada juga kenek yang merasa
oke-oke saja, tukang mana pun ia bersedia untuk melayani. Seperti yang saya temui di lapangan. Tukang dan kenek merupakan dua orang yang baru kenal dan
disatuin sebagai tukang dan kenek. Tak berapa lama kemudian mereka cekcok,
Universitas Sumatera Utara
109
sehingga pemborong mengambil inisiatif untuk memindahkan salah satu nya ke proyek yang lain. Ini merupakan wujud dari tidak diterapkannya pelimpahan
wewenang kepada tukang untuk mencari keneknya sendiri, sehingga sering terjadi ketidak cocokan dan keributan.
Pola-pola hubungan, dan batu-batu kerikil kecil ini yang menggambarkan adanya hukum informal yang bekerja pada sektor buruh bangunan. Para tukang
juga memiliki hak untuk menyarankan ke pemborong, pekerja mana yang cocok untuk diajak bekerja. Karena antar sesama pekerja ketika di lapangan kan juga
memantau mengenai kinerja masing-masing mereka. Dan para tukang ini juga tidak selamanya bekerja dengan satu pemborong saja, terkadang mereka juga
menjadi pekerja pada pemborong-pemborong lainnya. Maka dari proyek lain tersebut, dia akan bertemu dengan pekerja-pekerja baru, dan melihat kualitas para
pekerja disana, sehingga tukang lah yang memahami situasi di lapangan, jadi terkadang menurut penuturan Lek Bagus, ia meminta saran kepada tukang untuk
siapa yang cocok diajak bekerja. Tetapi cekcok antar tukang dan kenek ini hanyakah batu-batu kerikil yang terjadi saat di lapangan, ini bukan malah
membuat pemutusan kerja, ataupun pemecatan pada anggota. Karena dalam hubungan sehari-hari pun, apalagi dengan orang yang setiap hari kita temui, pasti
ada cekcok-cekcok sedikit. Menurut bang Pincuk perbedaan kerja tukang dengan kenek diibaratkan
“guru dan murid” di ruang kelas. Dimana walaupun sesama pekerja bangunan, tetapi kenek masih sangat perlu untuk diajari mengenai teknik pengerjaan
bangunan. Kata bang Pincuk, selaku kepala tukang sendiri di kerjaannya saat ini,
Universitas Sumatera Utara
110
ia mengatakan bahwa kita harus pandai memilih anggota. Harus orang-orang yang cerda
s. Karena kalau seperti “paku di tokok dulu baru ke dalam” itu payah. Maksud istilah bang Pincuk itu adalah, kita harus pandai memilih anggota pekeja.
Walaupun belum berpengalaman banyak, tetapi harus punya modal cekatan, inisiatif, dan otak yang gak bebal, artinya mau diajari. Karena terkadang, ada
kenek yang bandal dan susah untuk diajari. Di dalam bekerja, posisi tukang itu lebih dominan dibandingkan kenek.
Tukang berhak untuk memarahi kenek dan mengajarinya sedangkan kenek tidak berhak. Kenek harus mendengarkan arahan tukang, karena kenek dianggap belum
memiliki pengalaman yang banyak di bandingkan tukang, dan masih perlu untuk diajari. Tetapi kenek berhak untuk sekedar memberikan masukan, jika ada
kekeliruan yang dilakukan oleh tukang, tetapi tetap aja posisi tukang lebih mendominasi dibandingkan kenek. Tetapi kata bang Pincuk, hal itu bukan
membuat suasana yang keruh atau permusuhan, dan bukan membuat kenek jadi mogok kerja, bukan, tetapi itu malahan bagus, menjadi bahan evaluasi pekerja
untuk megambil ilmu dan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Beberapa alasan tersebut lah yang membuat pemborong paham untuk
menerapkan aturan bahwa tukang lebih baik bekerja pada kenek yang biasa bekerjasama dengannya, ibarat kata tukang dan kenek sebaiknya sepaket dalam
bekerja.
Universitas Sumatera Utara
111
3.4. Menjaga Loyalitas dan Semangat Pekerja