Pembahasan Hasil Penelitian ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan rumah sakit. Hasil pengujian hipotesis ini sejalan dengan dugaan awal penelitian bahwa ada pengaruh positif tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan rumah sakit.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengaruh locus of control terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif locus of control terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan. Hal ini didukung hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai probabilitas 008 , = ρ lebih kecil dari nilai apha α =0,05. Artinya semakin locus of control karyawan cenderung internal, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan, sebaliknya jika semakin locus of control karyawan cenderung eksternal, maka semakin lemah hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat McClelland Goleman, 2001:31 yang menyatakan bahwa semakin seseorang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, maka semakin menghasilkan kinerja yang cemerlang. Hasil penelitian juga sejalan dengan analisis yang telah dibuat oleh para pakar dari berbagai bidang yang berbeda terhadap 500 perusahaan menunjukkan bahwa keberhasilan dalam bekerja mereka tergantung dari kemampuannya dalam mengelola emosi Goleman, 2001:33. Dengan demikian faktor yang paling menentukan keberhasilan dalam bekerja adalah seberapa besar seseorang memiliki kecerdasan emosional. Semakin seseorang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, maka semakin memiliki peluang untuk mencapai keberhasilan kerja. Karyawan dengan kecenderungan locus of control internal, secara signifikan memiliki tingkat kinerja yang tinggi Robbins, 2002:42. Fakta menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki locus of control internal akan cenderung untuk tidak menyalahkan orang lain, jika terjadi evaluasi kinerja yang buruk hal itu sebagai akibat dari tindakannya sendiri, tidak mudah terpengaruh, aktif, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, berprestasi, mandiri, mampu mengendalikan hidupnya, dan yakin akan keberhasilan hidupnya. Sedangkan karyawan yang memiliki locus of control eksternal akan cenderung untuk menyalahkan orang lain, dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian semakin locus of control cenderung berorientasi internal, maka akan semakin menguatkan derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan, sebaliknya semakin locus of control cenderung berorientasi eksternal, maka akan semakin melemahkan derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan. Deskripsi kinerja karyawan rumah sakit menunjukkan bahwa sebagian besar termasuk dalam kategori baik 196 orang 67,35. Kinerja tersebut tampak dari kemampuan karyawan untuk mengerti tujuan dari penilaian kinerja yang diadakan di rumah sakit ini. Tujuan tersebut diantaranya adalah pengembangan dan pendayagunaan karyawan, peningkatan mutu dan hasil kerja, mengetahui kelebihan dan kekurangan karyawan John Soeprihanto, 1988:8. Kesadaran karyawan akan tujuan dari penilaian kinerja inilah yang mendorong karyawan untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kinerjanya. Deskripsi tingkat kecerdasan emosional menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan rumah sakit termasuk dalam kategori tinggi 186 orang 63,9. Hal tersebut tampak dari kemampuan penguasaan diri dalam mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri dan kemampuan untuk mengelola emosi sehingga bisa menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Sementara deskripsi locus of control menunjukkan bahwa tingkat locus of control karyawan rumah sakit sebagian besar termasuk dalam kategori internal 241 orang 82,8. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan locus of control karyawan diantaranya adalah faktor usia, semakin bertambahnya usia karyawan, maka semakin berkembang pula tingkat keyakinan dan kepercayaan bahwa dirinya mampu mengendalikan bermacam-macam hal dan kejadian dalam hidupnya. De Charms London dan Exner, 1978:293 berhasil membuktikan keefektifan program pelatihan dan pengalaman bisa meningkatkan locus of control internal. Seseorang yang dibiarkan bekerja sendiri oleh pimpinan, akan muncul sikap tanggung jawab, kepercayaan diri, keberanian dan kemandirian pribadi terhadap tugas-tugasnya. Sedangkan seseorang yang selalu mengandalkan nasib, takdir dan keberuntungan cenderung untuk pesimis. Hasil penilaian kinerja karyawan rumah sakit termasuk dalam kategori tinggi terjadi karena karyawan menyadari tujuan diadakannya penilaian kinerja. Kesadaran akan tujuan inilah yang mendorong karyawan untuk aktif meningkatkan hasil kinerjanya. Di rumah sakit setiap akhir tahun, menjelang kenaikan pangkat, dan kenaikan gaji berkala seluruh karyawan berhak mendapatkan penilaian hasil kinerja oleh kepala bagian masing-masing. Dari hasil penilaian kinerja ini karyawan bisa melanjutkan kerja, naik pangkat, naik gaji berkala, atau putus hubungan kerja. Karyawan rumah sakit sebagian besar memiliki kecerdasan emosional tinggi terjadi karena faktor pengalaman menghadapi berbagai kasus di lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat. Sementara locus of control karyawan termasuk dalam kategori internal terjadi karena sebagian besar karyawan diberi tanggung jawab penuh untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan rumah sakit inilah yang mendorong karyawan memiliki sikap percaya diri, yakin terhadap kemampuannya, giat bekerja, aktif ambil bagian dalam kemajuan rumah sakit, selalu berpikir positif dengan lingkungan kerja, dan keinginan untuk terus berprestasi. Locus of control karyawan yang menunjukkan kondisi demikian secara logis akan meningkatkan derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan rumah sakit. 2. Pengaruh jenis pekerjaan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif jenis pekerjaan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan. Hal ini didukung hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai probabilitas 005 , = ρ lebih kecil dari nilai apha α =0,05. Artinya semakin jenis pekerjaan karyawan cenderung memiliki hak penuh memberikan diagnosis dan terapi kepada pasien, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan, sebaliknya jika semakin jenis pekerjaan karyawan cenderung tidak memiliki hak penuh memberikan diagnosis dan terapi kepada pasien, maka semakin lemah hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan. Karyawan dengan kecenderungan medis, secara signifikan memiliki tingkat kinerja yang tinggi. Undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa tenaga kesehatan dokter dalam melaksanakan kewajibannya harus mematuhi standar profesi dan menghormati hak-hak pasien. Hak-hak pasien diantaranya adalah hak atas informasi, hak untuk memberikan persetujuan atas usulan dan pendapat dokter, hak atas rahasia kedokteran. Hal itu berarti bahwa dokter merupakan tenaga sentral dalam membentuk citra dan kinerja rumah sakit. Sementara tenaga paramedis perawatan bertanggung jawab terhadap pasien sebatas sebagai tenaga pelaksana untuk membantu tugaspekerjaan dokter. Tenaga paramedis nonperawatan bertanggung jawab sebatas sebagai tenaga operator dan menjalankan tugasnya sesuai dengan instruksi dokter. Sedangkan tenaga nonmedis bertanggung jawab terhadap kelancaran pelayanan rumah sakit. Dengan demikian semakin jenis pekerjaan cenderung memiliki hak penuh memberikan diagnosis dan terapi kepada pasien, maka akan semakin menguatkan derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI karyawan, sebaliknya jika semakin jenis pekerjaan tidak memiliki hak penuh memberikan diagnosis dan terapi kepada pasien, maka akan semakin melemahkan derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan. Deskripsi jenis pekerjaan karyawan menunjukkan bahwa karyawan rumah sakit sebagian besar termasuk dalam kategori tenaga nonmedis 149 orang 51,2. Peraturan pemerintah PerMenKes No.2621979 RS tentang perencanaan Sumber Daya Manusia Rumah Sakit mengenai jumlah kebutuhan tenaga kerja untuk rumah sakit tipe C adalah sebagai berikut untuk tenaga medis 20 orang 6; tenaga paramedis perawatan 95 orang 27; tenaga paramedis nonperawatan 96 orang 27 dan tenaga nonmedis 140 orang 40. Hasil penelitian jenis pekerjaan karyawan rumah sakit termasuk dalam kategori nonmedis terjadi karena rumah sakit di dalam menentukan jumlah kebutuhan tenaga kerja menganut standar yang telah ditentukan oleh pemerintah. Menurut peraturan pemerintah rumah sakit dengan tipe C jumlah tenaga nonmedis lebih banyak dibanding dengan tenaga yang lain, karena tenaga nonmedis merupakan tenaga pelaksana harian umum. Rumah Sakit Umum Santa Maria termasuk rumah sakit tipe C. Standar pemerintah untuk rumah sakit tipe C jumlah tempat tidur berkisar antara 100-200 dengan jumlah kebutuhan tenaga kerja bagian medis lebih kecil dibanding dengan tenaga kerja bagian nonmedis. Hal ini disebabkan karena tenaga medisdokter merupakan tenaga ahlitenaga profesional sedangkan tenaga yang lain sebatas sebagai tenaga pelaksana. Untuk menjadi seorang dokter dokter spesialis konsultan, dokter spesialis senior, dokter spesialis, dokter ruangan senior, dan dokter ruangan yunior membutuhkan waktu yang lama untuk belajar, biaya, dan kemampuan. Dokter spesialis konsultan memiliki tingkatan paling tinggi dibanding dengan profesi dokter yang lain. Maka dokter spesialis konsultan dijadikan pimpinan tim dan berhak memberikan diagnosis dan terapi kepada pasien di sebuah rumah sakit. Dokter ini telah dididik dengan baik, diakreditasi penuh dan bertanggungjawab secara total mengelola kesehatan pasien. Semakin tinggi tingkat keahlianprofesi seorang dokter, maka semakin tinggi pula tingkat pengendalian dan penguasaan diri, rasa empati terhadap para penderita dan motivasi untuk berhasil mengatasi segala macam kesulitan. Jenis pekerjaan karyawan yang menunjukkan kondisi demikian secara logis akan meningkatkan derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan rumah sakit. 3. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan. Hal ini didukung hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai probabilitas 023 , = ρ lebih kecil dari nilai apha α =0,05. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sebaliknya jika semakin rendah tingkat pendidikan karyawan, maka semakin lemah hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan. Karyawan dengan kecenderungan berpendidikan tinggi, secara signifikan memiliki tingkat kinerja yang tinggi. Undang-undang no.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional perihal jenjang pendidikan dibedakan menjadi tiga yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan Dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar. Pendidikan Menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar. Pendidikan Tinggi diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademikprofesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, menciptakan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dengan demikian semakin tingkat pendidikan cenderung tinggi, maka akan semakin menguatkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan. Deskripsi tingkat pendidikan karyawan menunjukkan bahwa karyawan sebagian besar termasuk dalam kategori pendidikan menengah 129 orang 44,3. Hasil penelitian tingkat pendidikan karyawan rumah sakit termasuk dalam kategori pendidikan menengah terjadi karena karyawan pendidikan menengah memiliki kemampuan yang cukup untuk menjalin relasiberadaptasi dengan sesama rekan kerja, lingkungan kerja, dan lingkungan sosial masyarakat. Di rumah sakit jenjangtingkat pendidikan menentukan posisi karyawan bekerja. Karyawan dengan pendidikan tinggi menduduki jabatan-jabatan tertentu sebagai kepala unit keperawatan, kepala poliklinik umum, kepala bagian keuangan, kepala bagian personalia, direktur, dll. Karyawan sebagai kepala bagian akan lebih banyak berhadapan dengan berbagai macam pribadi bawahannya yang memiliki karakter berbeda. Maka ia memiliki tingkat pengendalian diri, penguasaan diri, empati, dan motivasi yang tinggi untuk berhasil dibandingkan dengan karyawan lainnya. Tingkat pendidikan karyawan yang menunjukkan kondisi demikian secara logis akan meningkatkan derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan rumah sakit.

BAB VI PENUTUP