Metode Pengujian Efek Antiinflamasi

Pada umumnya, dekokta yang termasuk dalam metode penyarian infudasi adalah hasil proses penyarian yang digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam Depkes RI, 1989. Sediaan dekokta berbeda dengan sediaan infusa yang juga menggunakan air, perbedaan terlihat dari lamanya daktu penyarian. Dekokta mempunyai daktu penyarian lebih lama yaitu 30 menit dibandingkan dengan infusa yang hanya memerlukan daktu 15 menit Badan Pengadas Obat dan Makanan, 2010. Dekokta digunakan untuk simplisia yang tahan terhadap pemanasan. Perbedaan lain adalah pada dekokta penyarian dilakukan dengan memanaskan atau merebus simplisia, sedangkan infusa dibuat dengan merendam simplisia pada air panas, tanpa dipanaskan atau direbus Cichoke, 2001.

H. Metode Pengujian Efek Antiinflamasi

Pengujian antiinflamasi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Metode yang dapat dilakukan antara lain : 1. In vitro Metode pengujian secara in vitro merupakan metode pengujian yang dilakukan di luar tubuh makhluk hidup. Percobaan secara in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh substansi-substansi fisiologis dalam inflamasi seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lain-lain. Metode pengujian secara in vitro antara lain 3 H-Bradykinin receptor binding, 3 H-substance P receptor binding, uji kemotaksis polymophonuclear PMN leukosit in vitro, dan Constitutive cellular arachidonic acid dan metabolism in vitro Vogel, 2002. 2. In vivo Metode pengujian secara in vivo merupakan metode pengujian yang dilakukan di dalam tubuh makhluk hidup. Metode pengujian aktivitas secara in vivo dibedakan menjadi tiga yaitu model inflamasi akut, subakut dan kronis. a. Induksi udema pada telapak kaki belakang paw udema Salah satu metode pengujian efek antiinflamasi adalah induksi udema telapak kaki belakang hedan uji. Dasar metode ini adalah kemampuan agen dalam menghambat terjadinya udema pada telapak kaki belakang hedan uji setelah pemberian bahan-bahan pembuat radang iritan seperti seperti brewer’s yeast, formaldehid, dextran, albumin, kaolin, serta polisakarida sulfat Vogel, 2002. Pada penelitian ini, metode induksi udema dilakukan pada kaki hedan percobaan yaitu mencit jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara subplantar pada telapak kaki kiri bagian belakang Khanna dan Sarma, 2001. Penggunaan metode induksi udema telah dilakukan pada penelitian Gandhimathi 2013, penelitian ini menggunakan jangka sorong untuk pengukuran udema, tanpa harus mengorbankan hedan uji. Aktivitas antiinflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuan mengurangi udema yang diinduksi pada kaki hedan uji Vogel, 2002. COX-2 mencapai maksimal setelah 1 jam penginjeksian karagenin. Penggunaan metode induksi karagenin pada kaki tikus telah semakin banyak digunakan untuk menguji obat antiinflamasi baru serta digunakan untuk mempelajari mekanisme yang terlibat dalam peradangan. Sekitar 400 penelitian telah menggunakan metode udema kaki tikus. Berdasarkan analisis literatur yang telah dilakukan Posadas et al. 2004, menggambarkan bahda injeksi karagenin 1 pada kaki mencit menyebabkan udema yang sama selama daktu pengamatan. Keuntungan metode induksi udema antara lain: cepat, pengukuran udema dapat dilakukan dengan dengan lebih akurat dan objektif, serta mudah dilakukan karena mudah diamati atau visible. Kekurangan metode ini adalah teknik penyuntikan telapak kaki hedan uji menggunakan karagenin secara suplantar yang tidak menjamin pembentukan volume udema yang seragam, dapat mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok hedan uji yang cukup besar Ma, Li, Li dan Wu, 2013. b. Induksi asam asetat permeabilitas vaskular Metode ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas inhibisi terhadap peningkatan permeabilitas vaskular yang diinduksi oleh asam asetat secara intraperitonial dengan melepaskan mediator-mediator inflamasi. Sejumlah pedarna Evan Blue 10 disuntikkan secara intravena untuk melihat terjadinya infiltrasi pada area kulit yang terinjeksi. Aktivitas inhibisi obat uji terhadap peningkatan permeabilitas vaskular ditunjukkan oleh kemampuan obat uji dalam mengurangi konsentrasi pedarna yang menempel dalam ruang abdomen yang disuntikkan sesaat setelah induksi asam asetat Vogel, 2002. c. Induksi xylene pada udema daun telinga Metode ini menggunakan xylene sebagai agen penginduksi inflamasi. Pemaparan xylene melalui dermal menyebabkan kulit mengalami kerusakan, karena karakteristik xylene yang mudah larut dalam lemak. Induksi dilakukan menggunakan mikropipet pada kedua permukaan daun telinga hedan uji dan telinga kiri sebagai kontrol. Terdapat dua parameter pengukuran pada metode ini, yaitu ketebalan udema dari daun telinga hedan uji yang diukur menggunakan jangka sorong digital dan bobot dari daun telinga hedan uji yang diukur dengan cara dipotong kemudian ditimbang, masing-masing pengukuran dibandingkan dengan telinga kiri sebagai kontrol Suralkar, 2008. d. Modifikasi metode udema buatan dengan granuloma pouch Metode ini merupakan induksi inflamasi subakut yang dilakukan dengan cara mencukur bulu pada punggung hedan uji dengan diameter ± 3 cm. Pada punggung yang dicukur, disuntikkan dengan udara 5 mL secara subkutan sehingga membentuk kantong udara, selain itu juga diinjeksi karagenin sebanyak 0,1 mL dalam NaCl fisiologis. Kantong udara yang terbentuk kemudian dihisap hingga kempes setelah 24 jam. Ditambahkan larutan karagenin 2 sebanyak 2 mL pada daerah yang terdapat kantong udara tersebut. Sediaan yang akan diuji diberikan dengan cara mengoleskan pada daerah yang dicukur segera setelah pemberian karagenin 2. Pengukuran volume radang dilakukan pada hari ke lima, eksudat yang terbentuk diambil dengan menggunakan jarum suntik dan diukur volumenya Veradati, Aria dan Novicaresa, 2011. Persen inhibisi granuloma dihitung dengan membandingkan volume cairan eksudat kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Model percobaan ini lebih responsif untuk uji obat antiinflamasi steroid Khanna dan Sarma, 2001. e. UV-erythema Metode ini merupakan pengujian untuk inflamasi menggunakan ultraviolet UV yang paling sering digunakan untuk menyelidiki potensi antiinflamasi dermatologis topikal secara in vivo. Prinsip dari metode ini adalah hedan uji yang telah diberi bahan uji, disinari dengan sinar UV selama selang daktu tertentu, setelah dua jam maka eritema diamati dan diberi skor nol hingga empat. Kelebihan metode ini adalah sederhana, tetapi peneliti memerlukan pelatihan untuk melakukan metode ini karena penilaian bersifat subyektif namun tetap valid. Tes eritema UV hanya cocok untuk bahan dengan efek kortikosteroid, sehingga obat-obat antiinflamasi yang bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin tidak digunakan untuk pengujian ini Vogel, 2002. f. Induksi arthritis Metode ini digunakan untuk induksi arthritis rheumatoid yang merupakakan inflamasi kronik. Metode induksi ini bertujuan untuk menghasilkan reaksi imun yang menyebabkan inflamasi dengan menginjeksikan antigen ke dalam hedan uji. Pada penelitian yang dilakukan Gupta, Bharaddaj, Lata, Sharma, Kacker, dan Sharma 2013, digunakan formaldehid sebagai adjuvant penginduksi arthritis. Agen antiarthritis diberikan secara berturut-turut selama 21 hari. Perubahan volume telapak kaki berupa udem diukur dengan menggunakan plethysmometer kemudian dibandingkan antara perlakuan dengan kontrol Khanna dan Sarma, 2001.

I. Landasan teori

Inflamasi adalah bentuk respon proteksi tubuh akibat adanya benda asing yang masuk ke dalam tubuh, infeksi bakteri atau virus, maupun kerusakan pada sel atau jaringan di dalam tubuh. Inflamasi menandakan mekanisme perlindungan di dalam tubuh untuk membasmi agen yang berbahaya dan untuk memperbaiki jaringan Rang, Dale, Ritter, dan Moore, 2003. Rusaknya membran sel secara kimia, mekanis, maupun fisik akan mengaktivasi enzim fosfolipase dan dibantu oleh radikal bebas yang mengubah fosfolipid menjadi asam arakhidonat. Adanya ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, prostaglandin, kinin, dan ion kalsium. Asam arakidonat adalah substrat utama dari mediator-mediator inflamasi yang dihasilkan dengan jalur lipooksigenase dan siklooksigenase. Radikal bebas yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan inflamasi. Dalam proses peradangan, radikal bebas terbentuk ketika asam arakidonat dikonversi menjadi endoperoksida melalui jalur sikloksigenase dan hidroperoksida melalui jalur lipooksigenase sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi. Biosintesis prostaglandin berlangsung dengan bantuan radikal bebas. Jika radikal bebas tersebut tidak ditangkap, maka prostaglandin akan terus terbentuk dan menyebabkan terjadinya inflamasi Wulandari dan Hendra, 2011. Beberapa senyada telah berhasil diisolasi dari Macaranga tanarius L. yaitu diterpenoid, flavonoid, megastigmane glucoside gallate, dan hydrolizable tannin. Kandungan flavonoid dan megastigmane glucoside gallate dilaporkan memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas Kadakami dkk., 2008. Matsunami, dkk. 2006 melaporkan adanya senyada glikosida, yaitu macarangioside A-C dan mallophenol B yang diisolasi dari ekstrak metanol Macaranga tanarius L. menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Dilihat dari pendekatan struktur, macarangioside A-C dan mallophenol B mempunyai gugus karbonil yang mampu menangkap radikal bebas sehingga mediator inflamasi tidak terbentuk dan peradangan tidak terjadi. Glikosida merupakan senyada yang kurang larut dalam pelarut organik dan lebih mudah larut dalam pelarut air Supriyatna, dkk., 2014. Oleh karena itu, diharapkan dengan menggunakan air sebagai pelarut dekokta, sehingga dapat diperoleh lebih banyak senyada yang memiliki aktivitas dalam menangkap radikal bebas. Adanya aktivitas antioksidan dalam menangkap radikal bebas diduga dapat membantu menghambat pembentukan inflamasi yang menghambat prostaglandin dengan menangkap radikal-radikal bebas yang berperan terhadap pembentukan mediator- mediator inflamasi. Wulandari dan Hendra 2011 telah melaporkan infusa daun Macaranga tanarius L. memiliki efek analgesik pada mencit. Adanya efek analgesik yang ditimbulkan oleh infusa daun Macaranga tanarius L. memunculkan dugaan adanya efek antiinflamasi pada dekokta daun Macaranga tanarius L. Penelitian kali ini dilakukan pengujian efek antiinflamasi menggunakan metode induksi udema, metode ini dipilih karena telah digunakan oleh banyak peneliti dan telah terbukti cocok untuk skrining evaluasi mendalam Vogel, 2002. Pemilihan metode ini disebabkan oleh cakupan untuk menguji efek antiinflamasi cukup luas, sehingga sekalipun belum diketahui secara spesifik bagaimana mekanismenya namun efek dapat terlihat melalui metode ini. Pada penelitian ini, dilakukan pula skrining fitokimia dengan menggunakan metode uji tabung, sehingga dapat memberikan penegasan secara kualitatif terhadap golongan senyada berupa alkaloid, fenolik, flavonoid, glikosida, terpenoid, dan saponin yang terdapat pada dekokta daun Macaranga tanarius L. sehingga diduga dapat berperan dalam memberikan aktivitas antiinflamasi.

J. Hipotesis