4. Uji Aktivitas Protein
Uji aktivitas protein dengan uji kematian larva udang brine shrimp lethality test
menggunakan larva Artemia salina mengikuti metode Meyer 1982. Dari uji kematian larva udang dapat diketahui konsentrasi ekstrak yang dapat membunuh
setengah dari hewan uji LC
50
dari masing-masing protein. Semakin kecil nilai LC
50
aktivitas protein semakin tinggi karena konsentrasi protein yang diperlukan untuk membunuh hewan coba semakin sedikit. Pada Tabel 5 terlihat bahwa nilai
LC
50
dari seluruh fraksi protein lebih kecil dibanding LC
50
dari ekstrak protein sebelum fraksinasi, diduga semakin murni protein aktivitasnya semakin tinggi.
Pada bligo aktivitas protein paling tinggi sebelum fraksinasi berturut-turut adalah 41 µgml dari protein biji, 44 µgml dari protein buah, dan 50 µgml dari
protein akar. Tetapi setelah fraksinasi aktivitas tertinggi 24 µgml diperoleh dari fraksi protein biji BS1, diikuti fraksi protein akar BR2 dan fraksi protein buah
BF3 masing-masing 36 µgml dan 39 µgml. Pada kemarongan LC
50
dari protein sebelum fraksinasi berturut-turut 34 µgml dari protein akar, 40 µgml dari protein buah muda dan aktivitas teren-
dah 51 µgml dari protein buah tua. Sedangkan pada fraksi protein aktivitas tertinggi 23 µgml dari fraksi protein akar CR2, sedangkan LC
50
fraksi protein buah tua CMF3 27 µgml lebih aktif dari fraksi protein buah muda CYF3 dengan
LC
50
32µgml. Tabel 5. Aktivitas Protein dan fraksinya dari buah, biji, akar 3 spesies Cucurbita-
ceae pada uji kematian larva udang. Spesies
Organklon LC
50
ppm Fraksi LC
50
ppm B. hispida
Thunb. Cogn bligo.
Buah Biji
Akar 44
41 50
BF3 BS1
BR2 39
24 36
C. grandis L. Voigh
kemarongan. Buah muda
Buah tua Akar
40 51
34 CYF3
CMF3 CR2
32 27
23
T. cucumirena L. var
anguina L. Haines
paria ular. Buah
Biji Akar
27 39
53 TF2
TS3 TR3
21 19
25
Pada paria ular aktivitas protein sebelum fraksinasi tertinggi didapat dari protein buah dengan LC
50
27 µgml, kemudian protein biji dengan LC
50
39 µgml dan terendah dari protein akar LC
50
53 µgml. Tetapi setelah fraksinasi
aktivitasnya berbeda, aktivitas tertinggi dari fraksi protein biji TS3 dengan LC
50
19 µgml, diikuti fraksi protein buah TF2 dan fraksi protein akar TR3 dengan LC
50
masing-masing 21 µgml dan 25 µgml. Hasil uji aktivitas ini sesuai dengan penelitian di Toppi et al. 1996 protein dari biji, akar, dan daun Luffa cylindrica
L. Roem mempunyai aktivitas yang berbeda terhadap translasi lisat retikulosit kelinci, aktivitas protein biji juga lebih tinggi dibanding protein akar dan daun.
5. Karakterisasi Protein Pada SDS-PAGE molekul yang bermuatan akan bergerak dalam medan
listrik dengan laju yang dipengaruhi oleh ukuran dan muatannya. Keberhasilan elektroforesis dicapai antara lain dengan penggunaan matrik yang tepat, dimana
tidak terjadi konveksi dan tidak bereaksi dengan sampel atau menghambat pergerakannya, akibat terjadinya ikatan antara sampel dengan matrik. Penggunaan
matrik poliakrilamid secara kimiawi bersifat inert tidak bereaksi dengan protein atau menghambat pergerakannya, karena tidak terjadi ikatan antara protein dengan
poliakrilamid Scopes, 1994. Gel poliakrilamid terbentuk karena polimerisasi akrilamid dan agen “cross
lingking ” metilen bis-akrilamid, APS serta TEMED yang berfungsi sebagai katalis
terutama pada awal polimerisasi. APS mengeluarkan radikal bebas yang diikat oleh molekul akrilamid sehingga terbentuk akrilamid aktif. Selanjutnya akrilamid
aktif bereaksi dengan molekul akrilamid lain, demikian seterusnya sehingga dihasilkan suatu rantai polimer yang panjang. Larutan dari rantai polimer belum
membentuk gel, sehingga diperlukan metilen bisakrilamid sebagai agen cross lingking
. Polimerisasi menyebabkan terbentuknya jala dari rantai-rantai akrilamid, dengan pori yang ditentukan oleh jumlah akrilamid yang digunakan perunit
volume medium reaksi, dan derajat cross lingkage Jason dan Ryden, 1998. Sampel yang dianalisa dicampur dengan bufer sampel yang mengandung
SDS, â-merkaptoetanol, dan gliserol. SDS merupakan anionic detergent, bersama â
-merkaptoetanol dan pemanasan menyebabkan terurainya struktur tiga dimensi protein menjadi konfigurasi random coil. Hal ini disebabkan lepasnya ikatan
disulfida yang selanjutnya tereduksi menjadi gugus-gugus sulfhidril. SDS membentuk kompleks dengan protein dan kompleks ini bermuatan negatif karena
gugus-gugus anion dari SDS. Kompleks SDS-protein yang lebih besar mempunyai mobilitas lebih kecil dibanding kompleks yang lebih kecil.
Sedangkan gliserol berfungsi agar sampel mempunyai dentitas lebih besar dibanding bufer pada sumuran, sehingga sampel yang dimasukkan kedalam
sumur sampel akan sampai kedasar sumuran Wheelwright, 1991. Berat molekul protein dihitung berdasarkan jarak tempuh sampel dalam
separating gel dikalibrasikan dengan kurva standar protein marker standar LMW
yang terdiri dari lisosim 14 kDa, tirosin 20 kDa, karbonik anhidrase 30 kDa, ovalbumin 45 kDa dan albumin 66 kDa.
Pada gambar 10 disajikan hasil elektroforesis SDS-PAGE dari protein asal bligo, dimana fraksi protein buah BF3 mempunyai satu pita pada 28.5 kDa. Fraksi
protein biji BS1 mempunyai dua pita salah satu pita pada 17 kDa dan pita lainnya pada 29 kDa. Fraksi protein akar BR2 mempunyai satu pita pada 27.5 kDa sama
dengan BM protein penginaktivasi ribosom RIP Trichokirin dari biji Trichosanthes
27 kDa, mendekati BM â-kirilowin 27.5 kDa Dong et al. 1994. Hasil elektroforesis SDS-PAGE dari protein asal kemarongan fraksi protein
buah muda CYF3 dan buah tua CMF3 keduanya menunjukkan pita tebal pada 22 kDa, dan pita tipis pada 19 kDa gambar 11. Sedangkan fraksi protein
akar CR2 mempunyai dua pita tebal pada 41 kDa dan 17 kDa dan satu pita tipis pada 31 kDa. BM ini sama dengan momordin yang ditemukan Endo et al. 1988
yaitu 31 kDa. Gambar 10. Hasil elektroforeis SDS-PAGE dari fraksi protein buah,
biji dan akar
bligo.
Pada paria ular gambar 12 hasil elerktoforesis SDS-PAGE dari fraksi protein buah TF2 mempunyai dua pita yaitu satu pita lebih tipis pada 17 kDa dan
pita lainnya lebih tebal pada 28 kDa. Berat molekul 28 kDa tersebut sama dengan BM protein anti virus dari akar Bougainvillea spectabilis Balasaraswati et al.
1998. Sedangkan fraksi protein akar TR3 mempunyai dua pita pada 19 kDa dan 1. standar LMW,
2. fraksi protein buah BF3
28.5 kDa 3. fraksi protein biji
BS1
29 kDa, salah satunya sama dengan BM protein anti virus dari daun Phytolaca americana
PAP Pokeweed antiviral Protein 29 kDa, mendekati BM protein penginaktivasi ribosom dari biji paria Momordica charantia yaitu momordin-a
dan momordin-b 29.4 kDa Minami et al.1992. Kemudian pada fraksi protein biji TS3 terdapat dua pita yaitu 16 dan 22 kDa, sama dengan BM protein buah muda
dan buah tua kemarongan 22 kDa. Dari hasil elektroforesis beberapa fraksi mempunyai lebih dari satu pita
protein, hal ini bisa disebabkan protein belum terpisah dengan baik, masih tercampur dengan protein lain dengan BM berbeda. Protein dengan dua pita ada
kemungkinan terdiri dari dua rantai protein dengan BM berbeda, seperti Ebulin 1 pada SDS-PAGE menunjukkan pita pada 26 dan 30 kDa Girbes, 1993.
Pada penelitian ini ditemukan kemiripan BM dari bagian tanaman yang berlainan spesiesnya, seperti fraksi protein biji paria ular dengan fraksi protein
buah muda dan buah tua kemarongan. Menurut Stirpe et al. 1992 protein dengan kemiripan struktur yang sangat tinggi dan diduga mempunyai kesamaan
fungsi dihasilkan oleh tanaman yang berbeda.
Gambar 11. Hasil elektroforeis SDS-PAGE dari fraksi protein buah muda,
buah tua dan akar
kemarongan.
1. standar LMW, 2. fraksi protein buah muda
CYF3 19 dan 22 kDa.
3. fraksi protein buah tua CMF3
19 dan 22 kDa
1. standar LMW, 2. fraksi protein buah
TF2 17 dan 28 kDa
3. fraksi protein akar TR3
Gambar 12. Hasil elektroforeis SDS-PAGE dari fraksi protein buah, biji dan akar paria ular.
Faktor lain dalam keberhasilan elektroforesis adalah penggunaan bufer yang tepat, karena berfungsi mempertahankan pH di dalam piranti GE dan di dalam
gel, serta sebagai elektrolit pembawa aliran listrik. Bufer yang tepat adalah tidak berinteraksi dengan protein yang dipisahkan, konsentrasi bufer, pH dan
kekuatan ion bufer harus sesuai sehingga protein tidak terdenaturasi Jason dan Ryden, 1998.
E. KESIMPULAN