VI. PEMBAHASAN UMUM
Protein bioaktif dari akar dan biji paria ular yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan hasil eksplorasi penapisan protein dari bagian tanaman
tiga species Cucurbitaceae yaitu bligo, kemarongan dan paria ular. Dari hasil eksplorasi protein bioaktif pada akar, buah dan biji tiga spesies tersebut akar dan
biji paria ular menghasilkan protein dengan rendemen paling tinggi yaitu 1.68 dan 3.62 . Uji aktivitas dengan BSLT pada akar dan biji paria ular menghasilkan
LC
50
39 µgml dan 53 µgml. Dengan tingginya rendemen dan aktivitas protein yang dihasilkan akar dan biji paria ular, maka kedua bagian tanaman dari paria
ular tersebut dapat dikembangkan sebagai sumber produksi protein bioaktif. Produksi protein bioaktif dari akar dan biji paria ular dapat dilakukan secara
konvensional dengan mengekstrak langsung dari tanaman lapang. Tetapi untuk mendapatkan biji paria ular terdapat berbagai kendala antara lain diperlukan
waktu lama untuk menunggu tanaman berbuah dan pemasakan buah. Selain itu biji yang dihasilkan pada setiap buah relatif sedikit, dan ekstraksi protein dari biji
cukup sulit karena harus memisahkan kulit biji yang keras. Sedangkan untuk mendapatkan akar juga perlu waktu yang lama, karena pada tanaman muda akar
sangat sedikit. Untuk itu dicari metode untuk mendapatkan protein dalam jumlah besar dan waktu singkat melalui teknik kultur jaringan.
Didalam kultur jaringan eksplan ditumbuhkan dalam medium yang mengandung unsur hara makro, unsur hara mikro, vitamin dan asam amino serta
ZPT. Keuntungan teknik kultur jaringan adalah dapat menghasilkan tanaman dalam jumlah besar dengan waktu singkat, tidak tergantung pada iklim dan
lingkungan dapat dikontrol. Pada penelitian ini dipilih kultur akar rambut yang diinduksi dengan bantuan Agrobacterium rhizogenes yang mampu mentransfer
sebagian materi genetiknya T-DNA ke genom tanaman. Keunggulan kultur akar rambut adalah akar dapat tumbuh dan berkembang
tanpa pemberian ZPT, karena terintegrasinya T-DNA dalam genom sel. Oleh karenanya dapat menurunkan biaya produksi, dan mempunyai kestabilan genetik
tinggi, sehingga pertumbuhan kultur juga lebih stabil. Keunggulan lainnya kultur dalam kondisi aseptik tidak terkontaminasi, mudah penanganannya, tidak
terpengaruh faktor lingkungan yang berfluktuasi, pertumbuhannya cepat sehingga memungkinkan untuk menghasilkan sejumlah besar biomasa dalam waktu singkat
Savary dan Flores, 1994. Induksi akar rambut dilakukan pada eksplan benih paria ular yang
dikecambahkan, kemudian diinfeksi dengan isolat A. rhizogenes strain ATCC 15834. Dari hasil induksi akar rambut diperoleh 6 klon yaitu THR1, THR2,
THR3, THR4, THR6 dan THR8 yang dapat tumbuh dan berkembang dengan stabil pada medium tanpa ZPT. Konfirmasi transformasi pada DNA klon THR2
dengan amplifikasi PCR menggunakan primer rolB1 dan rolB2 menunjukkan terdeteksinya gen rolB 780 bp pada elektroforesis. Hal tersebut menunjukkan
terintegrasinya TL-DNA A. rhizogenes pada genom sel akar rambut. Induksi akar rambut pada paria ular telah dilakukan oleh Savary dan Flores
1994 pada spesies T. kirilowii dengan A. rhizogenes ATCC strain 15834 untuk mendapatkan asam brionolat. Sukma 2002 melakukan induksi akar rambut pada
spesies T. cucumerina dengan A. rhizogenes LBA 9457 untuk mendapatkan protein anti-jamur.
Hasil seleksi terhadap 6 klon akar rambut dipilih klon THR2 dan THR8 yang menghasilkan protein dengan rendemen dan aktivitas paling tinggi.
Pertumbuhan klon THR2 sangat cepat, pada berat inokulum 0.15 g- 0.30 g, dalam 20 ml media MS0 cair dengan botol kultur bervolume 250 ml, pada hari ke-21
diperoleh pertambahan bobot biomasa antara 24-64 kali. Kemungkinan dengan jumlah media lebih banyak dan volume tempat kultur lebih besar, pertambahan
bobot akan semakin meningkat. Kultur akar rambut T. kirilowii dengan inokulum 2g dalam medium 1000 ml
dapat menghasilkan biomasa 200g atau 100 kali berat inokulum Savary dan Flores 1994. Pertumbuhan akar rambut Cucurbita pepo dengan berat inokulum
25-30mg dalam 50 ml medium MS0 cair pada hari ke 10 menghasilkan biomasa 5000-6000mg atau 200 kali berat inokulum di Toppi et al. 1997.
Ekstraksi protein pada akar rambut klon THR2 menghasilkan rendemen 0.83, rendemen tersebut cukup tinggi dibanding dengan protein buah paria ular
0.05, tetapi masih lebih rendah dari protein akar 1.62. Tetapi pada uji BSL dari protein akar rambut diperoleh LC50 5.76 ugml jauh lebih tinggi dibanding
LC50 akar in vivo 39 ugml.
Fraksinasi protein secara khromatografi filtrasi gel meningkatkan aktivitasnya, pada uji BSL fraksi protein THR2-3 mempunyai LC
50
sebesar 0.92 µgml sedangkan sebelum fraksinasi LC
50
dari protein klon THR2 adalah 5.76 µgml. Fraksi protein akar rambut THR2 yang dikarakterisasi dengan
elektroforesis SDS-PAGE menunjukkan BM yang diinginkan yaitu berkisar 16- 30 kDa.
Fraksi protein THR2-3 juga sangat efektif dalam menghambat proliferasi galur sel human erythroleukemia K-562 dan sel human servic carcinoma Hela,
dibanding fraksi protein akar dari lapang. Pada penghambatan proliferasi sel HeLa, IC
50
dari protein akar rambut 8-11 µgml, sedangkan IC
50
protein asal tanaman lapang 84-106 µgml. Demikian pula pada penghambatan proliferasi sel
K-562 dari protein asal tanaman lapang IC
50
45-91 µgml, dan IC
50
dari protein asal akar rambut 4-12 µgml.
Dengan demikian dalam penelitian ini akar rambut yang diperoleh dapat dijadikan alternatif untuk memproduksi protein bioaktif yang dapat menghambat
proliferasi sel kanker. Karena dari akar rambut dapat dihasilkan protein seperti yang diproduksi oleh tanaman asal dengan kesamaan berat molekul yang sama,
walaupun dimungkinkan adanya perbedaan karakter lainnya. Selain itu akar rambut yang diperoleh mempunyai beberapa keunggulan antara lain
pertumbuhannya cepat, penanganannya mudah, rendemen dan aktivitas protein yang dihasilkan tinggi. Protein bioaktif pada paria ular dengan BM 29 kDa, dan
dapat menghambat proliferasi galur sel kanker adalah merupakan informasi baru. Protein bioaktif asal species Cucurbitaceae yang dihasilkan dalam penelitian
ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai suplemen untuk menunjang pengobatan kanker. Selanjutnya dapat dilakukan uji preklinik secara in vivo yang
meliputi uji khasiat serta keamanannya sehingga dapat ditingkatkan sebagai obat herbal terstandar. Dan dalam jangka panjang dapat dilakukan uji klinik untuk
menghasilkan sediaan fitofarmaka sebagai obat anti-kanker alternatif.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN