Perekayasaan kelembagaan Keragaan pembangunan perikanan tangkap suatu analisis program pemberdayaan nelayan kecil

172 3 berorientasi bisnis, sehingga dituntut perencanaan dan perhitungan yang matang, mandiri, dan dikelola secara profesional, serta penuh tanggung jawab; 4 dikelola secara transparan dan accountable. Dari uraian tersebut, maka sangat beralasan apabila program PEMP sebagai salah satu kebijakan publik di bidang perikanan sudah mulai mendapat tempat di sebagian besar nelayan dan Pemerintah Daerah. Hal ini juga tidak lepas dari upaya sosialisasi program yang terus menerus dan melibatkan seluruh stakeholder , baik Pusat maupun Daerah, baik unsur pelaksana maupun pengawasan, yang kesemuanya itu sudah dilibatkan sejak penyusunan Pedoman Umum pelaksanaan program DKP, 2004. Hal yang masih perlu mendapat perhatian berkaitan dengan masih adanya responden yang masih memberikan tanggapan negatifburuk atau belum bisa menerima yang disebabkan oleh kesulitan mengikuti persyaratan ádalah: Perlu adanya keberpihakan kebijakan kepada nelayan kecil dalam bentuk segmentasipengkelasan tingkat kemampuan ekonomi nelayan sasaran program, sehingga setiap level sasaran diperlakukan sesuai kemampuannya, Adanya pengkelasan status kemampuan nelayan kecil tersebut ke dalam potential passive, potential active , feasible, eligible, dan bankable, dapat dijadikan patokan penentuan skim pembiayaan.

7.2 Perekayasaan kelembagaan

Arifin dan Rachbini 2001, menyebutkan bahwa pengertian kelembagaan mencakup dua demarkasi penting, yaitu konvensi conventions dan atau aturan main rules of the games. Untuk menegakkan konvensi dan aturan diperlukan otoritas eksternal seperti Negara, karena apabila seseorang dapat saja mempunyai insentif untuk mencuri hak-hak orang lain. Selanjutnya dikatakan, bahwa kelembagaan adalah kerangka acuan atau hak-hak yang dimiliki individu untuk berperan dalam pranata kehidupan, tetapi juga berarti perilaku dari pranata tersebut. Setiap perilaku ekonomi juga sering disebut kelembagaan, sehingga setiap yang dinamis, berproses, beraktivitas, yang berupa manajemen, semuanya 173 tercakup dalam ekonomi kelembagaan. Dengan demikian, kelembagaan dianggap sebagai seperangkat aturan main atau tata cara untuk kelangsungan sekumpulan kepentingan a set of working rules of going concerns. Dengan demikian kelembagaan menentukan “bagaimana seseorang atau sekelompok orang harus dan tidak harus mengerjakan sesuatu kewajiban atau tugas, bagaimana mereka boleh mengerjakan sesuatu tanpa intervensi dari orang lain kebolehan atau liberty, bagaimana mereka dapat mampu mengerjakan sesuatu dengan bantuan kekuatan kolektif kemampuan atau hak, dan bagaimana mereka tidak dapat memperoleh kekuatan kolektif untuk mengerjakan sesuatu atas namanya. Dikatakan bahwa kelembagaan itu adalah serangkaian hubungan keteraturan ordered relationships antara beberapa orang yang menentukan hak, kewajiban atau tepatnya kewajiban menghargai hak orang lain, dan tanggung jawab mereka dalam masyarakat atau kelembagaan tersebut. Berkaitan dengan kelembagaan, baik dalam bentuk aturan maupun organisasi, merupakan hal yang selama ini kurang mendapat perhatian dalam pelaksanaan program-program pemerintah. Minimnya keterlibatan patisipasi masyarakat sasaran dalam program pemberdayaan menyebabkan sasaran program menjadi tidak akurat, karena mereka tidak dilibatkan dalam program baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam pengawasan. Sehingga program yang diluncurkan terkesan bukan sebagai aksi kolektif yang harus diusung dan dipertanggungjawabkan bersama melainkan sebagai program yang berdiri sendiri. Keterlibatan stakeholders masih dianggap tabu, sehingga harapan agar program tersebut mendapat respon positif malah terjadi sebaliknya. Kelembagaan nelayan diharapkan mampu mewadahi, menaungi dan menjembatani kepentingan, serta memfasilitasi kerjasama semua pelaku pembangunan perikanan tangkap, seperti nelayan, kalangan swasta, dan kalangan pemerintah baik pusat maupun daerah. Program pemberdayaan yang diteliti ini merupakan rekayasa kelembagaan melalui pengembangan lembaga keuangan mikro. Konsep pengembangan LKM dalam program PEMP didasari bahwa LKM merupakan pihak yang selama ini mampu memberikan dukungan kepada usaha 174 mikro, kecil, dan menengah UMKM khususnya dalam hal sumberdaya finansial pada saat pihak perbankan tidak mampu menjangkaunya ataupun masyarakat tidak mampu memenuhi persyaratan konvensional skema perkreditan bank. LKM mempunyai karakteristik yang ”merakyat”, yaitu sesuai dengan ritme kehidupan ekonomi masyarakat, dengan prosedur sederhana dan mudah. Secara khusus program PEMP membangun LKM Swamitra Mina, sebagai produk kerjasama program dengan PT Bank Bukopin. LKM tersebut adalah hasil rekayasa dari lembaga keuangan konvensional menjadi lembaga keuangan modern, yaitu operasionalisasinya sudah menggunakan manajemen perbankan dengan sistem online atau off line. Mekanisme penyaluran dana kepada masyarakat yang semula menggunakan sistem dana bergulir, direkayasa menjadi dana program yang dihibahkan kepada koperasi masyarakat pesisir koperasi LEPP-M3 sebagai perwakilan masyarakat nelayan, dan merupakan sasaran antara dari program. Namun dana berstatus hibah tersebut wajib disimpan di rekening koperasi di bank pelaksana dengan status sebagai jaminan bagi pinjaman koperasi di Bukopin. Dengan demikian masyarakat tidak meminjam langsung ke perbankan dengan segala persyaratanya, tetapi melalui LKM dengan mekanisme unit simpan pinjam- nya USP koperasi yang dipadu dengan mekanisme perbankan, terutama dalam menguji kelayakan usulan, penilaian agunan, dan manajemen keuangan. Semua rekayasa kelembagaan ini adalah dalam rangka mendidik dan secara pelan-pelan merubah perilaku nelayan yang semula kurang bertanggungjawab menjadi bertanggungjawab, yang semula tidak mengenal manajemen menjadi menggunakan manajemen usaha. Yang pada akhirnya kelak mereka mampu mengakses modal usahanya langsung dari perbankan. Di samping itu mereka juga diharapkan mampu memilih sendiri lembaga pendanaan atau perbankan yang sesuai dengan kemampuan akses mereka. Swamitra Mina juga mendidik para pengelola untuk bekerja secara profesional dan transparan, karena keragaan manajemen Swamitra Mina online dapat diakses oleh siapa saja di layar komputer, sedangkan yang offline dipantau bank mitra dengan ketat dan secara periodik. 175 Dilihat dari sisi hukum, dengan status berbadan hukum, maka Koperasi LEPP-M3 telah memenuhi peraturan perundang-undangan yang mensyaratkan bahwa hanya lembaga perbankan dan koperasi yang berbadan hukum yang diperbolehkan menyerap dana masyarakat dan memberikan pinjaman kepada masyarakat. Variabel-variabel kelembagaan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi lembagaorganisasi nelayan, lembaga kemasyarakatan yaitu Koperasi LEPP-M3 koperasi yang terbentuk dalam rangkaian proses penguatan kelembagaaninstitusionalisasi program PEMP, dan kelembagaan keuangan nelayan yaitu LKM Swamitra Mina dan Unit Simpan Pinjam USP koperasi. Berdasasarkan hasil penelitian Tabel 17, Koperasi LEPP-M3 paling berperan dalam perekayasaan kelembagaan program pemberdayaan., Status LKM di dalam program adalah sebagai salah satu unit usaha koperasi LEPP-M3 di bidang keuangan mikro, sedangkan Swamitra adalah LKM produk Bank Bukopin yang pengelolaannya bekerjasama dengan koperasi. Mekanismenya adalah Bukopin menyediakan pinjaman untuk koperasi dengan bunga tertentu, dan koperasi meminjamkan kepada anggotanya dengan bunga tertentu pula. Keuntungan koperasi dalam bentuk Sisa Hasil Usaha SHU dibagi dengan Bukopin sesuai dengan perjanjian dan aturan yang disepakati oleh kedua belah pihak PEDUM PEMP, 2004. Keuntungan yang dapat dipetik dari kerjasama ini adalah: 1 Koperasi mendapatkan modal untuk pinjaman anggotanya nelayan dengan bunga terjangkau, 2 nelayan bisa mendapatkan pinjaman dengan mekanisme dan persyaratan yang relatif mudah dengan bunga sesuai pasar, 3 “berdasarkan pengalaman”, bagi koperasiLKM dengan keragaan bagus, bank dapat memberikan modal tanpa batas, 4 koperasiLKM mendapatkan manajemen pengelolaan keuangan secara profesional seperti layaknya manajemen perbankan, sehingga mandiri tidak tergantung dan tidak bisa diintervensi pihak luar, 5 sistem pengelolaan keuangan bersifat transfaran dan accountable, terutama bagi yang pengelolaanya sudah menggunakan online system . 176 Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di Kabupaten Cirebon dan Indramayu menganggap bahwa rekayasa kelembagaan tersebut bersifat edukatif, partisipatif, dan dipandang dapat menyelesaikan permasalahan secara berkelanjutan sekitar 40-50 responden baik di Cirebon maupun Indramayu memberikan penilaian baik4-5 skala Likert terhadap perekayasaan kelembagaan. Penerimaan dan penilaian yang baik dari masyarakat nelayan di kedua lokasi penelitian ini bisa dimengerti karena pada kenyataannya program-program pemerintah dalam hal ini DKP manfaatnya sangat dirasakan oleh masyarakat. Dampak positif dari rekayasa kelembagaan berupa pembentukan, penguatan, dan pengembangan kelembagaan, serta kemitraan terhadap keragaan pembangunan perikanan dapat dilihat dari: 1 semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengikuti aturan-aturan dan kesepakatan yang dibuat mengikuti pedoman umum program dan persyaratan-persyaratan lainnya, 2 semakin besarnya pemupukan modal usaha yang dihimpun oleh koperasi. Hal ini digambarkan dengan meningkatnya kepercayaan lembaga perbankan dan lembaga keuangan lainya terhadap koperasi melalui unit usaha Lembaga Keuangan Mikronya, dalam bentuk pemberian tambahan pinjaman modal, 3 semakin banyak masyarakat sasaran di wilayah pesisir yang dapat dijangkau. Bertambahnya kemampuan modal koperasi dan tersedianya skim kredit dengan persyaratan sesuai dengan kondisi nelayan, maka akses masyarakat terhadap modal semakin besar, 4 meningkatnya kepercayaan lembaga lain, seperti perbankan dan investor, 5 bertambah luasnya jaringan usaha. Sebagai contoh, pendapatan peserta program di Indramayu mengalami peningkatan pendapatan 57,32 - 72,46 dari pendapatan sebelumnya. Peserta lembaga-lembaga baru ini juga semakin bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun. Bila pada tahun 2001 hanya menjangkau 172 pemanfaat 57 diantara sektor penangkapan ikan, maka pada tahun 2006 sudah mencapai 986 pemanfaat 495 diantaranya penangkapan ikan. Berkaitan dengan adanya kemungkinan bahwa pemberian kredit atau subsidi secara jangka panjang bisa menyebabkan ovecapitalized yang menyebabkan economic overfishing dimana jumlah armada yang semakin banyak 177 justru menghasilkan produksi perikanan yang semakin sedikit Fauzi, 2005. Di samping itu untuk daerah yang sudah mengalami overfishing hal tersebut akan meningkatkan tekanan kepada daya dukung sumberdaya. Program PEMP sebagai program yang ditujukan untuk mengatasi kebutuhan permodalan nelayan kecil menyediakan rambu-rambu agar usaha perikanan tidak menyebabkan kejenuhan dan merugikan pelaku usaha. Dengan kata lain, bahwa PEMP merupakan instrumen pengendalian perikanan tangkap yang mungkin lebih efektif daripada pengendalian oleh otoritas pengelolaan perikanan. Melalui aturanpersyaratan yang diterapkan oleh LKM dalam bentuk seleksi dan identifikasi usaha yang sedang dan akan dilakukan oleh peminjam dana merupakan konsekuensi yang harus diambil oleh peminjam. Keunggulan khusus dibandingkan dengan rentenir atau pelepas uang adalah, rentenir tidak peduli dengan status sumberdaya ikan, dan hanya tertarik untuk mendapatkan keuntungan semata dari bunga utang dan pembelian ikan dengan harga murah dari nelayan pengutang.

7.3 Kemampuan berbisnis individu entrepreneurship