Perekayasaan kelembagaan Hasil .1 Kebijakan publik

113 Hampir sama dengan nelayan di Cirebon, nelayan di Indramayu juga merespon positif kebijakan tersebut. Sekitar 30 – 35 nelayan di Indramayu memberikan penilaian ”4” terhadap indikator-indikator kebijakan publik perikanan. Namun secara kumulatif responden yang memberikan penilaian 1 dan 2 di Indramayu lebih besar dibanding Cirebon, yaitu berkisar antara 30 – 40. Gambar 10 Masih adanya persepsi responden yang diekspresikan dengan nilai 1-2, baik untuk Cirebon maupun Indramayu yang relatif besar, umumnya datang dari responden yang mengalami kesulitan mengakses atau mengembalikan pinjaman. 20 40 60 80 100 X31=Program pemberdayaan X32=Skim program pemberdayaan X33=Keberadaan bank mitra P ro sen tase 1=Buruk sekali 2=Buruk 3=Cukup 4=Baik 5=Sangat baik Gambar 10 Persepsi responden terhadap program pemberdayaan di Indramayu

5.3.1.2 Perekayasaan kelembagaan

Kelembagaan dianggap sebagai suatu konvensi atau suatu keteraturan dalam tingkah laku manusia yang menghasilkan suatu tingkat kepastian prediksi predictable dalam hubungan antar manusia. Kelembagaan mungkin perlu otoritas eksternal seperti Negara, untuk menegakkan konvensi dan kebiasaan di atas, karena seseorang dapat saja mempunyai insentif untuk mencuri hak-hak orang lain. Menurut Commons 1934, kelembagaan adalah collective action in restraint, liberation, and expansion of individual action. Kelembagaan adalah kerangka acuan atau hak-hak yang dimiliki individu-individu untuk berperan 114 dalam pranata kehidupan, tetapi juga berarti perilaku dari pranata tersebut. Kelembagaan dapat juga diartikan sekumpulan orang yang mempunyai visi, misi dan tujuan yang sama dalam mencapai tujuan Arifin dan Didik , 2001 Kaitannya dengan perekayasaan kelembagaan perikanan, analisis kelembagaan disini difokuskan untuk mengkaji kelembagaan nelayan yang mampu menaungi dan menjembatani kepentingan serta kerjasama semua pelaku perikanan tangkap, seperti nelayan, kalangan swasta, pemerintah pusat maupun daerah. Secara umum, perekayasaan kelembagaan perikanan di tingkat nelayan di lokasi kajian diarahkan dan dikembangkan melalui program PEMP beserta turunannya. Program PEMP merupakan awal perintisan kelembagaan yang terprogram dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan di Cirebon. Sebagai program yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan dan penggalangan partisipasi masyarakat, serta kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya, PEMP diprediksi mampu menumbuhkan dan menguatkan lembaga ekonomi mikro pada masyarakat nelayan, seperti: Lembaga Keuangan Mikro LKM-Swamitra Mina dan Koperasi LEPP-M3. Sedangkan, lembaga-lembaga lain yang sudah ada sebelum program PEMP adalah Koperasi Unit Desa KUD, Bank Rakyat Indonesia, dan tempat pelelangan ikan TPI, dinilai belum secara signifikan dapat memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan mereka secara berkelanjutan. Indikator yang dikaji dari variable Perekayasaan Kelembagaan ini adalah, organisasikelompok nelayan, koperasi LEPP-M3, dan lembaga keuangan mikro LKM. 1 Kelembagaan nelayan X 11 Salah satu kelemahan praktek usaha nelayan kecil adalah dilakukan secara individual, tradisional, dan bersifat subsisten, sehingga sulit untuk mengembangkan usahanya menjadi lebih besar dan kuat. Oleh karena itu, salah satu upaya yang pernah dicoba di dalam program PEMP antara tahun 2001 sampai dengan 2003 Ditjen KP3K, 2003, adalah mendorong usaha- usaha nelayan penerima bantuan program dilakukan secara berkelompok. 115 Hal ini dilakukan dalam rangka menggalang rasa kebersamaan dalam pemupukan modal, penyerapan teknologi, dan antisipasi dalam mengatasi kebutuhan dan kelayakan modal usaha, efektifitas usaha, dan akses pasar. Modal yang diberikan kepada kelompok berupa pinjaman bergulir antar kelompok dengan besaran sesuai dengan rencana usaha yang diajukan oleh kelompok usaha tersebut. Sesuai dengan perkembangannya, maka kelompok-kelompok usaha tadi diwadahi dalam kelembagaan yang lebih teratur dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum yaitu kelembagaan koperasi. 2 Koperasi LEPP-M3 X 12 . Salah satu kendala lain di samping sifat usaha nelayan seperti disebut pada butir 1, adalah sulitnya usaha nelayan dipercaya oleh pihak luar, seperti perbankan, investor dan pasar. Hal ini disebabkan oleh walaupun lembaga mereka sudah lebih dari sekedar kelompok, namun lembaga tersebut sulit dipertanggungjawabkan keabsahanya secara hukum, yang merupakan salah satu modal kepercayaan bagi pihak luar. Sehingga sejak tahun 2004, program PEMP mendorong kelompok-kelompok atau lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi berbadan hukum yang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat stempat yaitu Koperasi. Karena kelembagaan masyarakat nelayan sebelumnya disebut LEPP-M3 Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Miro Mitra Mina, maka koperasi yang dibentuk tersebut menggunakan nama Koperasi LEPP-M3. 3 Lembaga Keuangan Mikro LKM Swamitra Mina X 13 . Kendala utama dalam usaha nelayan adalah lemahnya akses terhadap sumber permodalan, terutama akses terhadap lembaga-lembaga keuangan resmi seperti perbankan dan sejenisnya. Hal ini terjadi karena ketidak- mampuan nelayan untuk menyiapkan persyaratan yang ditentukan, baik berupa agunan maupun persyaratan administrasi lainnya. Oleh karena itu didorongnya pembentukan LKM yang dapat diakses oleh masyarakat nelayan, adalah salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Namun LKM yang dibentuk adalah LKM yang dikelola secara 116 profesional, taransparan dan mandiri, serta melibatkan lembaga-lembaga keuangan resmi sebagai mitra dan pembina. LKM dipandang sebagai sebuah lembaga keuangan mikro yang sesuai dengan karakteristik masyarakat nelayan yang sederhana dalam segala hal, yang sedapat mungkin menghindari hal-hal atau aturan yang rumit. LKM juga melayani kebutuhan nelayan kecil yang tidak terlalu besar, karena pada umumnya usaha nelayan kecil bahkan tergolong mikro. Sebagaimana disebutkan dalam pembahasan sebelumnya mengenai keberadaan bank mitra, maka LKM dalam program PEMP bekerjasamabermitra dan mendapatkan binaan manajemen dari bank pelaksana atau lembaga keuangan sejenis sebagai mitra. Seperti disebutkan DKP 2007, bahwa sampai saat ini LKM masyarakat nelayan bermitra dengan Bank Bukopin LKM Swamitra Mina, Bank BRI, Bank Papua, Bank Maluku, Bank Syariah Mandiri USP Baetul Qirod, dan PT. Perbankan Nasional Madani BPR Pesisir. Hasil penelitian menunjukan, bahwa secara umum responden di Cirebon memberikan penilaian positif terhadap variabel-variabel perekayasaan kelembagaan. Secara kumulatif, hampir 40-50 responden memberikan penilaian 4-5 skala Likert. Sebaliknya, yang memberikan penilaian 1-2 hanya sekitar 30-35 . Seperti dapat dilihat pada Gambar 11. 117 Gambar 11 Persepsi responden terhadap perekayasaan kelembagaan di Cirebon Tidak jauh berbeda dengan di Cirebon, perekayasaan kelembagaan perikanan tangkap di Indramayu diinisiasi sejak dilaksanakannya program PEMP. Lembaga-lembaga seperti Swamitra Mina dan LEPP-M3 juga tumbuh dengan baik di Indramayu. Lembaga lain yang telah lebih dahulu eksis adalah KUD, Dinas Perikanan dan Kelautan, dan koalisi masyarakat pesisir Indramayu KOMPI. Hasil penilaian responden di Indramayupun tidak jauh berbeda dengan nelayan di Cirebon. Secara kumulatif, sebanyak 45-50 responden di Indramayu memberikan penilaian 4-5. Gambar 12 20 40 60 80 100 X11=Kelembagaan nelayan X12=Koperasi LEPP-M3 X13=LKM Swamitra mina Pr osent ase 1=Buruk sekali 2=Buruk 3=Cukup 4=Baik 5=Sangat baik 118 20 40 60 80 100 X11=Kelembagaan nelayan X12=Koperasi LEPP-M3 X13=LKM Swamitra Mina P ro s en ta se 1=Buruk sekali 2=Buruk 3=Cukup 4=Baik 5=Sangat baik Gambar 12 Persepsi responden terhadap perekayasaan kelembagaan di Indramayu

5.3.1.3 Kemampuan berbisnis individu entrepreunership