Pembentukan KPK Komisi Penanggulangan Kemiskinan

45 Sejalan dengan alur pikir penyusunan model Gerdutaskin di daerah pantai, peluang pemanfaatan sumberdaya perikanan melalui pemberdayaan keluarga miskin di daerah pantai yang telah disusun oleh Kantor Menko Kesra dan Taskin dapat diwujudkan dalam bentuk program khusus dengan model pengembangan yang tepat dan terpadu. Model pemberdayaan keluarga miskin di daerah pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil merupakan suatu model pilot proyek pengembangan komoditas terpadu dan efisien dari hulu hingga hilir mencakup kegiatan penangkapan ikan, usaha pembudidayaan ikan budidaya tambak dan budidaya laut, usaha pembenihan ikan, penegelolaan hasil sampai pada kegiatan pemasaran. Beberapa pokok kegiatan untuk mewujudkan model tersebut adalah sebagai berikut: 1 Inventarisasi dan identifikasi potensi untuk kawasan pengembangan; 2 Penyusunan masterplan model pengembangan; 3 Menetapkan RUTR untuk pengembangan komoditas perikanan; 4 Pembinaan supervisi dan bimbingan, penyediaan tenaga pendamping, koordinasi antar instansi terkait, penyelenggaraan pelatihan, dan pemantapan kelembagaan sosial-ekonomi masyarakat; 5 Pengembangan prasarana; 6 Pemberdayaan usaha melalui pemberian paket bantuan; 7 Rehabilitasi lingkungan dan sumberdaya; 8 Penyediaan Kredit Taskin dan; 9 Monitoring dan evaluasi.

2.3.2.2 Pembentukan KPK Komisi Penanggulangan Kemiskinan

Sebagai upaya Pemerintah dalam mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di Indonesia, pada tanggal 7 Desember 2001, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Keppres Nomor 124 Tahun 2001 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan KPK yang disempurnakan lagi dengan Keppres No. 8 dan No. 34 Tahun 2002 untuk memperlancar tugas dan fungsi 46 KPK tersebut. Komite ini berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden Sumodiningrat, 2003. Strategi pemberdayaan masyarakat KPK adalah meningkatkan produktivitas masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatannya dan mengurangi beban pengeluaran konsumsi kelompok miskin. Peningkatan produktivitas dilakukan melalui pengembangan dan pemberdayaan usaha masyarakat terutama UMKM yang meliputi penajaman program, pendanaan dan pendampingan. Pendampingan adalah kegiatan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya masyarakat dan kelembagaannya sebagai pemanfaat program, agar pendanaan yang disalurkan dapat terserap dan termanfaatkan dengan baik. Sedangkan pengurangan beban pengeluaran masyarakat miskin dilakukan melalui penajaman alokasi APBN, yaitu melalui Bantuan Langsung Masyarakat BLM dengan melakukan tiga pemberdayaan, yaitu pada usahanya berupa bantuan permodalan dan pendampingan, pada manusianya yaitu berkaitan dengan pendidikan, pelatihan dan peningkatan kesehatan; dan sarana-prasarananyalingkungannya yang mendukung usaha atau kegiatan produktif masyarakat miskin. Selain itu penajaman APBN juga dilakukan melalui Bantuan Operasional Pembangunan BOP kepada departemenLPNDinstansi terkait untuk melakukan pembinaan teknis terhadap lembaga-lembaga di Tingkat Daerah, Pembinaan teknis yang diterapkan meliputi pembinaan kepada manusianya, usahanya, kelembagaannya, monitoring evaluasi dan pengendaliannya. Hambatan-hambatan yang perlu mendapat perhatian dalam pemberdayaan UMKM di antaranya adalah keterbatasan sumberdaya finansial, badan hukum dan manajemen yang konvensional, sehingga sektor ini sulit tersentuh oleh pelayanan lembaga keuangan formal bank. Upaya pemerintah untuk membantu UMKM misalnya dengan menghubungkan dengan pengusaha besar untuk bermitra belum cukup efektif mengatasi masalah mengingat jumlahnya yang banyak dan tersebar di seluruh Indonesia. Untuk mengatasi hambatan ini, pendekatan yang perlu dilakukan adalah penyediaan jasa keuangan mikro micro finance. Selama ini Lembaga Keuangan Mikro LKM merupakan lembaga yang mampu memenuhi kebutuhan modal karena mampu menyesuaikan dengan karakteristik UMKM yang cenderung 47 dianggap tidak bankable oleh sektor perbankan komersial. LKM mampu memberikan pelayanan kredit dalam skala besar tanpa jaminan, tanpa aturan yang ketat, dan dengan cara itu pula mampu untuk menutup seluruh biaya yang mereka keluarkan. Selain itu LKM dapat juga menjadi perpanjangan tangan dari lembaga keuangan formal, sebelum dana untuk pelayanan keuangan mikro itu tersalur kepada kelompok swadaya masyarakat atau usaha mikro tersebut. Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro LKM sendiri memuat 3 tiga elemen kunci versi dari Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia. Pertama, menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan yang relevan dengan kebutuhan riil masyarakat yang dilayani. Kedua, melayani kelompok masyarakat berpenghasilan rendah masyarakat miskin menjadi pihak beneficiaries utama. Ketiga , menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel, agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat miskin yang membutuhkan pelayanan. Berbagai fenomena di atas menyebabkan LKM menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat bawah karena memang mempunyai karakteristik yang “merakyat”. Yaitu sesuai dengan ritme kehidupan sehari-hari dan menggunakan prosedur yang sederhana, tidak sarat aturan dan cepat. Jadi adalah tepat dan wajar apabila untuk masa sekarang LKM mendapatkan perhatian yang serius dalam rangka pemulihan ekonomi karena LKM mendukung sustainability dan pengembangan UMKM yang telah terbukti mampu menjadi pilar dasar perekonomian Indonesia. Dalam rangka perkuatan perekonomian nasional, penyediaan jasa keuangan mikro diharapkan mampu mencakup dua sisi yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan, yaitu mampu untuk melayani kebutuhan nasabahnya baca: masyarakat miskin dan pada sisi lain mampu untuk mengembangkan dirinya sebagai lembaga keuangan mikro yang bonafid. Kemampuan untuk melayani nasabah menuntut juga kemampuan si nasabah untuk dapat mengelola keuangan agar dapat dioptimalkan demi pengembangan skala usahanya. Selama ini keengganan dari pihak perbankan bank komersial dalam menyalurkan kreditnya kepada usaha kecil karena adanya anggapan bahwa 48 kelompok atau individu yang mempunyai predikat sebagai masyarakat miskin sangatlah tidak bankable di mata perbankan. Hal itu dikarenakan pihak perbankan memandang, bahwa pelayanan terhadap masyarakat miskin akan menyebabkan biaya tinggi dan penuh resiko. Tingginya biaya disebabkan oleh skala kredit yang terlalu kecil untuk bank komersial, tidak mampu memberikan agunan, pendapatan yang menjadi jaminan pengembalian juga rendah, dan kenyataan bahwa jarak lembaga keuangan dengan mereka sedemikian jauh. Pihak perbankan cenderung untuk melayani golongan ekonomi atas, karena golongan ini dipandang lebih prospektif, lebih dekat, dan lebih mudah. Oleh karena itu keberadaan lembaga keuangan mikro diharapkan mampu untuk mencakup dua profile, antara institusi sosial yang berpihak kepada masyarakat miskin tanpa memandang bankable atau tidak, dan institusi komersial yang memperhatikan efisiensi serta efektivitas dalam penyaluran dana keuangannya. Meski berperan sebagai institusi sosial, tetapi LKM dapat menjadi institusi komersial melalui cara minimasi biaya transaksi, dan peran dari kelompok swadaya masyarakat KSM dalam mengkoordinir anggotanya. Karena kedekatan dengan pihak nasabah dan fleksibilitas aturan, maka biaya-biaya dapat berkurang. Kemudian peran dari KSM-organisasi yang terdiri dari orang-orang sesuai strata ekonominya yang diharapkan mampu menekan anggotanya dalam mengamankan kreditnya, atau mensubstitusi collateral. Mekanisme penyaluran itu membutuhkan keberadaan seorang pendamping. Pendamping merupakan faktor kunci agar receiving mechanism berjalan. Pendamping memberi bantuan dan fasilitas non keuangan untuk sektor mikro seperti memfasilitasi adanya penyusunan rencana usaha, pencatatan dan pembukuan keuangan kelompok, serta pemupukan modal. Agar proses pendampingan berkelanjutan, maka diperlukan biaya pendampingan. Biaya itu dapat diambilkan dari beberapa alternatif, misalnya dari pengembalian kredit yang berasal dari kegiatan LKM itu sendiri, atau berasal dari sisa laba BUMN yang merupakan hasil kerjasama dengan pemerintah. Dengan terbitnya kebijakan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah, khususnya KabupatenKota lebih mempunyai ruang yang luas untuk mengelola 49 rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi dan aspirasi masyarakatnya. Seiring dengan hal ini, penanggulangan kemiskinan juga harus dilakukan pada tingkat daerah terkecil, namun fungsi dasar pemerintah daerah tetap sebagai fasilitator, regulator, serta motivator. Artinya pemerintah daerah mempunyai peran yang sangat sentral karena lebih mengerti dan memahami potensi, tantangan, kekuatan dan kelemahan daerah masing-masing. Pelibatan unsur-unsur lain di luar daerah juga tetap menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi karena apabila pemerintah daerah mengabaikan hal ini, maka kegagalan pembangunan Indonesia selama masa orde lama dan baru akan terulang kembali. Terkait dengan KPK Daerah dalam rangka penanggulangan kemiskinan khususnya untuk masyarakat miskin produktif, maka pemberdayaan dan pengembangan UMKM menjadi prioritas utama. Konsekuensinya pemberdayaan dan pengembangan LKM sesuai dengan aspek lokalitas dan karakteristik UMKM menjadi salah satu syarat dasar. Pertanyaannya, bagaimana keterkaitan di antara keduanya? LKM di tingkat daerah dengan segala fleksibilitasnya dalam menyalurkan kredit mikro untuk sektor UMKM daerah dapat dijadikan mitra bagi perbankan umum yang menganut prinsip kehati-hatian, untuk menjangkau sektor UMKM yang selama ini dianggap tidak bankable. Kemitraan kerja ini dapat melalui dua saluran. Pertama, LKM bertindak hanya sebagai penyalur dan pendamping bagi pengusaha UMKM yang mendapat kucuran kredit dari perbankan. Fungsi executing tetap dipegang oleh perbankan. Kedua, LKM berfungsi sebagai penyalur dan pemutus kredit kredit, dan bank bertindak sebagai pengucur kredit perbankan mengucurkan kredit kepada LKM untuk kemudian disalurkan kepada sektor UMKM. Pengembangan kemitraan kerja ini, harus didukung oleh unsur-unsur daerah yang lain, seperti dunia usaha dalam bentuk penciptaan kemitraan di bidang produksi, manajemen dan pemasaran, lembaga litbang dan perguruan tinggi sebagai pemantau, evaluasi dan penyempurnaan suatu kebijakan, serta pemerintah daerah dalam bentuk penciptaan kondisi makro dan mikro di tingkat daerah yang menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan usaha. Sementara itu, peran pendampingan juga LKM dapat dijalankan oleh LSM. 50

2.3.2.3 Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP 1 Tinjauan umum program PEMP