2.8 Studi Terdahulu
Pendapatan yang diterima seorang petani dalam satu musim tanamsatu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan
seorang petani yang mengusahakan pada luasan lahan yang sama dari musim ke musim menerima pendapatan yang berbeda-beda juga dari tahun ke tahun.
Berbagai faktor mempengaruhi pendapatan petani, namun ada beberapa faktor yang tidak dapat diubah, yaitu iklim dan jenis tanah. Kemampuan petani untuk
mempengaruhi iklim dan jenis tanah sangat terbatas. Sedangkan luas lahan, efisiensi kerja dan efisiesi produksi masih ada dalam batas kemampuan petani
untuk mengubahnya Soeharjo dan Patong, 1977. Berdasarkan hasil
penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani adalah luas skala usaha, tingkat produksi, pilihan kombinasi
cabang usaha, intensitas pengusahaan pertanaman dan efisiensi tenaga kerja. Sedangkan untuk mengukur tingkat produksi dipakai ukuran produktivitas per
hektar dan indeks pertanaman Hernanto, 1988. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Ramdhani 1998 dalam Nugroho 2001 mengenai faktor- faktor yang
mempengaruhi pendapatan usahatani pada petani markisa di Kecamatan Lembang Jaya, Sumatera Utara terdiri dari faktor internal yang meliputi luas lahan, umur
tanaman, tenaga kerja, usia petani dan pendidikan formal dan faktor eksternal meliputi kebijaksanaan pemeritah mengenai pengembangan usahatani.
Suatu penelitian di Jawa ditemukan bahwa petani penyakap sulit untuk mengadopsi inovasi teknologi pupuk dan pestisida karena keuntungan yang
diperoleh akibat pemupukan sangat kecil. Keuntungan yang kecil ini terutama pada sistem bagi hasil yang memaksa penyakap membayar semua input dan
menyerahkan separuh hasil panen kepada pemilik lahan, sehingga penyakap yang menggunakan pupuk kehilangan setengah dari keuntungan investasinya Siahaan,
1977 dalam Porajouw, 1990. Perbedaan dalam adopsi teknologi produksi pertanian khususnya pupuk
dan pestisida antara status penguasaan lahan di suatu daerah di Minahasa menunjukkan bahwa petani pemilik berada pada tingkat yang paling tinggi yaitu
sebesar 430 kilogram per hektar dan petani penyakap sebesar 295 kilogram per hektar. Tetapi untuk tenaga kerja, petani penyakap berada pada tingkat
penggunaan yang paling tinggi yaitu sebesar 123 hari orang kerja HOK dan penggunaan terendah pada petani pemilik yaitu sebesar 108 HOK per hektar.
Demikian juga dengan modal yang digunakan tertinggi adalah pada petani penyakap lalu diikuti oleh petani penyewa dan petani pemilik Raturandang, 1987
dalam Susilowati, 1992. Hasil penelitian Porajouw 1990, dalam tesis yang berjudul ” Status
Kepenguasaan Lahan dan Alokasi Sumberdaya pada Usahatani Padi Sawah di Kecama tan Tompaso Kabupaten Minahasa” diperoleh hasil bahwa petani
penyakap lebih efisien dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi usahatani padi sawah dibandingkan dengan petani pemilik. Lebih efisiennya petani
penyakap disebabkan alokasi tenaga kerja yang lebih tinggi daripada petani pemilik. Selain itu pula, efisiensi ekonomis tertinggi diperoleh petani penyakap
dibandingkan petani pemilik-penggarap. Sedangkan hasil analisis faktor- faktor produksi usahatani jagung di Kabupaten Minahasa Susilowati, 1992
menunjukkan bahwa usahatani jagung baik petani pemilik maupun petani penyakap tidak efisien. Pada usahatani kacang tanah dan ubi kayu, perbedaan
luasan lahan yang diusahakan baik pada petani pemilik-penggarap maupun petani penyakap tidak berpengaruh nyata pada produksi, sedangkan hasil analisis
efisiensi faktor- faktor produksi, baik pada petani pemilik-penggarap maupun petani penggarap belum efisien.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andri, 2002 yaitu “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Input Rendah di
Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Jawa Barat” diperoleh hasil bahwa biaya yang dikeluarkan oleh petani yang menggarap lahan milik orang lain jauh
lebih besar dibandingkan dengan petani yang menggarap lahan milik sendiri. Dan penerimaan petani pemilik-penggarap lebih besar dari pada petani penyakap
sehingga pendapatan bersih yang diperoleh petani pemilik-penggarap pun lebih besar. Meskipun demikian, usahatani yang dilakukan oleh petani di Kecamatan
Tempuran masih menguntungkan. Penelitian serupa dilakukan oleh Sumiati, 2003 di Desa Cisalak, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, hasil produksi padi yang
diusahakan oleh petani penyakap lebih besar dibandingkan petani yang menggarap lahan sendiri. Meskipun jika dilihat dari segi biaya, petani penyakap
jauh mengeluarkan biaya tunai yang lebih besar dari pada petani yang menggarap lahan sendiri. Tetapi berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa usahatani yang
dilakukan oleh petani penyakap masih cukup menguntungkan yang dibuktikan dengan nilai RC rasio yang lebih besar dari satu.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN