Analisis pendapatan usahatani padi sawah menurut sistem mina padi dan sistem non mina padi (Kasus di desa Tapos I dan Desa Tapos II, kecamatan Tenjolaya, kabupaten Bogor, Jawa Barat)

(1)

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh :

Gilda Vanessa Tiku

A14103111

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH

MENURUT SISTEM MINA PADI DAN SISTEM NON MINA PADI

(Kasus Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh :

GILDA VANESSA TIKU

A14103111

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(3)

RINGKASAN

GILDA VANESSA TIKU. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi (Kasus Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Di bawah bimbingan RITA NURMALINA.

Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia memicu peningkatan konsumsi dan peningkatan kebutuhan lain selain pangan. Contohnya kebutuhan akan papan yakni pembangunan perumahan, gedung-gedung sekolah, peribadatan, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan lain sebagainya. Hal ini berdampak langsung menggeser fungsi lahan ke non pertanian. Dari hal diatas timbul permasalahan yang serius, di satu sisi kebutuhan akan konsumsi meningkat dan disisi lain lahan pertanian justru berkurang. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, solusi yang ingin ditempuh salah satunya melalui peningkatan fungsi lahan yang masih ada contohnya dengan menerapkan sistem tumpang sari.

Sistem tumpang sari merupakan sistem pertanian dengan menerapkan dua jenis atau lebih komoditi yang diusahakan dalam satu lahan yang sama. Dari berbagai sistem tumpang sari, sistem mina padi merupakan sistem yang dianggap cukup bermanfaat dan aman untuk digunakan bagi petani terutama bagi petani padi sawah yang komoditinya merupakan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia. Selain menguntungkan, sistem mina padi dapat mendukung ketahanan pangan dalam menyumbangkan asupan gizi berupa karbohidrat dan protein hewani sekaligus. Disamping itu dari penelitian sebelumnya terbukti dapat meningkatkan keseimbangan dan perbaikan ekologi sebab hama padi merupakan pakan alami bagi ikan sebagai predator dan kotoran ikan merupakan pupuk alami bagi tanaman padi. Adanya simbiosis mutualisme antara padi dan ikan dapat mendukung ketersediaan pangan dan perbaikan lingkungan sekaligus.

Hanya saja sistem ini masih sulit untuk diadopsi di areal persawahan pada umumnya. Sehingga, sistem ini masih jarang dijumpai dalam pertanian di Indonesia. Kurangnya informasi dan pelatihan tentang sistem ini menyebabkan petani cenderung tidak menerapkannya disawah. Untuk itu, diperlukan penelitian dan penelusuran informasi yang lebih mendalam tentang sistem ini guna meningkatkan ketersediaan pangan khususnya padi sebagai pangan pokok dan ikan sebagai pangan tambahan. Selain itu, diharapkan dapat mengetahui sistem ini menguntungkan atau tidak jika diterapkan di lokasi penelitian. Hal ini diharapkan dapat memberikan informasi guna meningkatkan kesejahteraan petani khususnya petani padi sawah.

Tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah: (1) Mengkaji keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, baik dengan sistem mina padi maupun dengan sistem non mina padi. (2) Menganalisis pendapatan usahatani mina padi dan non mina padi. (3) Menganalisis perbandingan antara pendapatan usahatani dan biaya usahatani sistem mina padi dan sistem non mina padi (R/C). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Juli sampai September 2007. Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dan data primer. Penarikan sampel dilakukan dengan sengaja


(4)

(purposive) dengan menggunakan sistem sampel stratifikasi sederhana (stratified sampling). Populasi petani dibagi menjadi 2 populasi, yaitu berdasarkan sistem minapadi dan non minapadi. Kemudian dari masing-masing populasi tersebut diambil masing-masing 15 responden, sehingga total responden sebanyak 30 orang.

Dari hasil penelitian dapat dikaji bahwa irigasi merupakan faktor yang sangat memiliki peranan penting dalam menentukan luas tanam padi sawah secara umum dan luas penerapan sistem mina padi secara khusus di desa penelitian. Air yang melimpah dan cukup ketersediaannya bagi tanah sangat diperlukan oleh tanaman padi khususnya padi sawah. Lain halnya dengan penerapan sistem mina padi. Sistem ini ternyata tidak hanya memerlukan air yang melimpah atau cukup, namun juga stabil dan konstan ketersediaannya bagi ikan di sawah. Jika ketersediaan air terbatas atau mendadak tidak mengalir di sawah, maka serentak ikan akan mati. Hanya lahan-lahan yang melimpah dan stabil irigasinya yang dapat mengadopsi sistem tumpang sari mina padi ini.

Hasil analisis pendapatan usahatani dapat diketahui bahwa sistem mina padi pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya tidak tunainya lebih besar dari sistem non mina padi jika tidak terserang penyakit. Sedangkan jika terserang penyakit, yang terjadi justru sebaliknya. Dari hasil analisis dengan rata-rata lahan yang sama sistem mina padi menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari sistem non mina padi. Demikian halnya dengan perbandingan pendapatan dan biaya usahatani sistem mina padi lebih besar dari sistem non mina padi. Namun pada saat terserang penyakit, sistem non mina padi justru lebih menguntungkan.

Lahan sawah sistem mina padi umumnya kurang produktif dibanding lahan sawah sistem non mina padi, karena sistem non mina padi didukung oleh volume benih padi yang lebih besar dan penggunaan varietas IR64 yang lebih produktif dibanding varietas Ciherang yang digunakan petani mina padi dan lahan yang umumnya lebih rendah dari lahan mina padi. Meskipun demikian sistem mina padi masih tetap lebih unggul pendapatan kotor maupun pendapatan bersihnya karena dibantu oleh penerimaan dari hasil panen ikan disawah. Sehingga, sistem ini dinilai lebih menguntungkan dan efisien, namun lebih beresiko dibanding sistem non mina padi. Resiko yang dialami pun cenderung tidak terlalu besar, karena jika terserang penyakit pendapatan turun menjadi lebih rendah dari sistem non mina padi namun masih tetap menguntungkan karena nilai perbandingan pendapatan dan biaya (R/C) masih diatas satu.

Dengan berkonsentrasi pada varietas IR64 dan Ciherang, pemerintah dapat meningkatkan kuantitas padi dengan masa tanam yang relatif lebih singkat, sehingga pemerintah dapat meningkatkan pasokan beras dan mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Jika penggunaan bibit ini dibarengi dengan penerapan sistem mina padi sebagai penghasil padi sekaligus ikan, dapat lebih memperkuat ketahanan pangan bagi masyarakat.


(5)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Nama : Gilda Vanessa Tiku

NRP : A14103111

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP 131 685 542

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT SISTEM MINA PADI DAN NON MINA PADI (KASUS DESA TAPOS I DAN DESA TAPOS II, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT)” ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, Januari 2008

Gilda Vanessa Tiku NRP A14103111


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Makassar Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 26 Oktober 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, pasangan Dr. Ferry Rita, M.Hum dan Yetty Batong.

Penulis meyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Inpres Tatura I ,Palu (Provinsi Sulawesi Tengah) yang kemudian dilanjutkan di SLTP Negeri 2 Palu dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya penulis mengenyam pendidikan menengah atas di SMU Kristen Barana, Tana Toraja (Provinsi Sulawesi Selatan) dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2003 penulis diterima pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi diantaranya sebagai anggota Paduan Suara IPB Agria Swara dan Persekutuan Mahasiswa Kristen, Komisi Pelayanan Anak (KPA).


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah Bapa yang telah melimpahkan berkat, rahmat, dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, menganalisis pendapatan usahatani mina padi dan non mina padi, dan menganalisis perbandingan nilai pendapatan dan biaya usahatani untuk sistem mina padi dan sistem non mina padi.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Penulis berusaha mewujudkan kesempurnaan dalam menyajikan skripsi ini. Namun, penulis menyadari bahwa sebagai manusia pasti memiliki kekurangan dan keterbatasan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2008


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah mencurahkan berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) ini dapat diselesaikan.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Mama dan Papa tersayang, Geritz, Gerald dan Gaby. Paman dan Nenekku yang paling galak tapi baik hati, tidak sombong dan gemar menabung, Om Pedi dan Nenek Ga’deng. Om Alex dan keluarga, keluarga besar Buntu Ria dan keluarga besar Rita. Terima kasih telah membesarkan, mendidik dan menyayangiku selama ini.

2. Dr. Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kenyamanan dalam membimbing, arahan, informasi, dukungan dan waktu yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

3. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji utama.

4. Tintin Sarianti, SP selaku wakil dari Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis.

5. Para petani dan aparat desa Tapos I dan Tapos II yang telah bersedia menjadi responden dan memberikan informasi, izin, bantuan dan perhatian selama ini.

6. Teman-temanku AGB 40 yang bersedia menemani pengambilan data dari rumah-ke rumah petani menyisir lokasi kaki Gunung Salak untuk dua desa sekaligus dan membantu sebagai Penerjemah Bahasa Sunda yakni: Tria, Rima (Iboh), Sieska, Ajeng, Arni, Ani Alviah. Terima kasih banyak atas segala bantuan dan pertolongannya.

7. Pramudia Utama Sofyan yang telah bersedia menjadi pembahas seminar dan atas kritik dan sarannya.


(10)

8. Teman seperjuangan Greth, Mya, Uci, Agus, Rika atas kebersamaannya sejak TPB (tingkat satu) dan semoga tali silahturahmi tetap kita jaga. 9. Teman seKKP Aini, Amel, Rica, Eko dan Hendrik. Terima kasih atas kerja

samanya selama didesa.

10. Teman seperjuangan dikelas Andi, Lita, Yeyen, Aswab, Rama, Wira plus Galih dan semua teman-teman AGB angkatan 40 lainnya atas kerja sama dan kebersamaannya selama empat tahun masa kuliah.

11. Teman sekosan Echa, Ani, Nabol, Dina, Ahmed, Sius, Tari, Mega, Joice, Nita, Whelma, Sahat, Dodo, Tigor plus Iwa atas kebersamaan dan bantuannya selama ini, dan semua anak perwira 44 yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

12. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini semoga mendapat balasan yang lebih baik dari Tuhan. Amien


(11)

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh :

Gilda Vanessa Tiku

A14103111

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(12)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH

MENURUT SISTEM MINA PADI DAN SISTEM NON MINA PADI

(Kasus Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh :

GILDA VANESSA TIKU

A14103111

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(13)

RINGKASAN

GILDA VANESSA TIKU. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi (Kasus Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Di bawah bimbingan RITA NURMALINA.

Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia memicu peningkatan konsumsi dan peningkatan kebutuhan lain selain pangan. Contohnya kebutuhan akan papan yakni pembangunan perumahan, gedung-gedung sekolah, peribadatan, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan lain sebagainya. Hal ini berdampak langsung menggeser fungsi lahan ke non pertanian. Dari hal diatas timbul permasalahan yang serius, di satu sisi kebutuhan akan konsumsi meningkat dan disisi lain lahan pertanian justru berkurang. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, solusi yang ingin ditempuh salah satunya melalui peningkatan fungsi lahan yang masih ada contohnya dengan menerapkan sistem tumpang sari.

Sistem tumpang sari merupakan sistem pertanian dengan menerapkan dua jenis atau lebih komoditi yang diusahakan dalam satu lahan yang sama. Dari berbagai sistem tumpang sari, sistem mina padi merupakan sistem yang dianggap cukup bermanfaat dan aman untuk digunakan bagi petani terutama bagi petani padi sawah yang komoditinya merupakan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia. Selain menguntungkan, sistem mina padi dapat mendukung ketahanan pangan dalam menyumbangkan asupan gizi berupa karbohidrat dan protein hewani sekaligus. Disamping itu dari penelitian sebelumnya terbukti dapat meningkatkan keseimbangan dan perbaikan ekologi sebab hama padi merupakan pakan alami bagi ikan sebagai predator dan kotoran ikan merupakan pupuk alami bagi tanaman padi. Adanya simbiosis mutualisme antara padi dan ikan dapat mendukung ketersediaan pangan dan perbaikan lingkungan sekaligus.

Hanya saja sistem ini masih sulit untuk diadopsi di areal persawahan pada umumnya. Sehingga, sistem ini masih jarang dijumpai dalam pertanian di Indonesia. Kurangnya informasi dan pelatihan tentang sistem ini menyebabkan petani cenderung tidak menerapkannya disawah. Untuk itu, diperlukan penelitian dan penelusuran informasi yang lebih mendalam tentang sistem ini guna meningkatkan ketersediaan pangan khususnya padi sebagai pangan pokok dan ikan sebagai pangan tambahan. Selain itu, diharapkan dapat mengetahui sistem ini menguntungkan atau tidak jika diterapkan di lokasi penelitian. Hal ini diharapkan dapat memberikan informasi guna meningkatkan kesejahteraan petani khususnya petani padi sawah.

Tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah: (1) Mengkaji keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, baik dengan sistem mina padi maupun dengan sistem non mina padi. (2) Menganalisis pendapatan usahatani mina padi dan non mina padi. (3) Menganalisis perbandingan antara pendapatan usahatani dan biaya usahatani sistem mina padi dan sistem non mina padi (R/C). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Juli sampai September 2007. Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dan data primer. Penarikan sampel dilakukan dengan sengaja


(14)

(purposive) dengan menggunakan sistem sampel stratifikasi sederhana (stratified sampling). Populasi petani dibagi menjadi 2 populasi, yaitu berdasarkan sistem minapadi dan non minapadi. Kemudian dari masing-masing populasi tersebut diambil masing-masing 15 responden, sehingga total responden sebanyak 30 orang.

Dari hasil penelitian dapat dikaji bahwa irigasi merupakan faktor yang sangat memiliki peranan penting dalam menentukan luas tanam padi sawah secara umum dan luas penerapan sistem mina padi secara khusus di desa penelitian. Air yang melimpah dan cukup ketersediaannya bagi tanah sangat diperlukan oleh tanaman padi khususnya padi sawah. Lain halnya dengan penerapan sistem mina padi. Sistem ini ternyata tidak hanya memerlukan air yang melimpah atau cukup, namun juga stabil dan konstan ketersediaannya bagi ikan di sawah. Jika ketersediaan air terbatas atau mendadak tidak mengalir di sawah, maka serentak ikan akan mati. Hanya lahan-lahan yang melimpah dan stabil irigasinya yang dapat mengadopsi sistem tumpang sari mina padi ini.

Hasil analisis pendapatan usahatani dapat diketahui bahwa sistem mina padi pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya tidak tunainya lebih besar dari sistem non mina padi jika tidak terserang penyakit. Sedangkan jika terserang penyakit, yang terjadi justru sebaliknya. Dari hasil analisis dengan rata-rata lahan yang sama sistem mina padi menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari sistem non mina padi. Demikian halnya dengan perbandingan pendapatan dan biaya usahatani sistem mina padi lebih besar dari sistem non mina padi. Namun pada saat terserang penyakit, sistem non mina padi justru lebih menguntungkan.

Lahan sawah sistem mina padi umumnya kurang produktif dibanding lahan sawah sistem non mina padi, karena sistem non mina padi didukung oleh volume benih padi yang lebih besar dan penggunaan varietas IR64 yang lebih produktif dibanding varietas Ciherang yang digunakan petani mina padi dan lahan yang umumnya lebih rendah dari lahan mina padi. Meskipun demikian sistem mina padi masih tetap lebih unggul pendapatan kotor maupun pendapatan bersihnya karena dibantu oleh penerimaan dari hasil panen ikan disawah. Sehingga, sistem ini dinilai lebih menguntungkan dan efisien, namun lebih beresiko dibanding sistem non mina padi. Resiko yang dialami pun cenderung tidak terlalu besar, karena jika terserang penyakit pendapatan turun menjadi lebih rendah dari sistem non mina padi namun masih tetap menguntungkan karena nilai perbandingan pendapatan dan biaya (R/C) masih diatas satu.

Dengan berkonsentrasi pada varietas IR64 dan Ciherang, pemerintah dapat meningkatkan kuantitas padi dengan masa tanam yang relatif lebih singkat, sehingga pemerintah dapat meningkatkan pasokan beras dan mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Jika penggunaan bibit ini dibarengi dengan penerapan sistem mina padi sebagai penghasil padi sekaligus ikan, dapat lebih memperkuat ketahanan pangan bagi masyarakat.


(15)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Nama : Gilda Vanessa Tiku

NRP : A14103111

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP 131 685 542

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT SISTEM MINA PADI DAN NON MINA PADI (KASUS DESA TAPOS I DAN DESA TAPOS II, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT)” ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, Januari 2008

Gilda Vanessa Tiku NRP A14103111


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Makassar Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 26 Oktober 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, pasangan Dr. Ferry Rita, M.Hum dan Yetty Batong.

Penulis meyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Inpres Tatura I ,Palu (Provinsi Sulawesi Tengah) yang kemudian dilanjutkan di SLTP Negeri 2 Palu dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya penulis mengenyam pendidikan menengah atas di SMU Kristen Barana, Tana Toraja (Provinsi Sulawesi Selatan) dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2003 penulis diterima pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi diantaranya sebagai anggota Paduan Suara IPB Agria Swara dan Persekutuan Mahasiswa Kristen, Komisi Pelayanan Anak (KPA).


(18)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah Bapa yang telah melimpahkan berkat, rahmat, dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, menganalisis pendapatan usahatani mina padi dan non mina padi, dan menganalisis perbandingan nilai pendapatan dan biaya usahatani untuk sistem mina padi dan sistem non mina padi.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Penulis berusaha mewujudkan kesempurnaan dalam menyajikan skripsi ini. Namun, penulis menyadari bahwa sebagai manusia pasti memiliki kekurangan dan keterbatasan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2008


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah mencurahkan berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) ini dapat diselesaikan.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Mama dan Papa tersayang, Geritz, Gerald dan Gaby. Paman dan Nenekku yang paling galak tapi baik hati, tidak sombong dan gemar menabung, Om Pedi dan Nenek Ga’deng. Om Alex dan keluarga, keluarga besar Buntu Ria dan keluarga besar Rita. Terima kasih telah membesarkan, mendidik dan menyayangiku selama ini.

2. Dr. Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kenyamanan dalam membimbing, arahan, informasi, dukungan dan waktu yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

3. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji utama.

4. Tintin Sarianti, SP selaku wakil dari Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis.

5. Para petani dan aparat desa Tapos I dan Tapos II yang telah bersedia menjadi responden dan memberikan informasi, izin, bantuan dan perhatian selama ini.

6. Teman-temanku AGB 40 yang bersedia menemani pengambilan data dari rumah-ke rumah petani menyisir lokasi kaki Gunung Salak untuk dua desa sekaligus dan membantu sebagai Penerjemah Bahasa Sunda yakni: Tria, Rima (Iboh), Sieska, Ajeng, Arni, Ani Alviah. Terima kasih banyak atas segala bantuan dan pertolongannya.

7. Pramudia Utama Sofyan yang telah bersedia menjadi pembahas seminar dan atas kritik dan sarannya.


(20)

8. Teman seperjuangan Greth, Mya, Uci, Agus, Rika atas kebersamaannya sejak TPB (tingkat satu) dan semoga tali silahturahmi tetap kita jaga. 9. Teman seKKP Aini, Amel, Rica, Eko dan Hendrik. Terima kasih atas kerja

samanya selama didesa.

10. Teman seperjuangan dikelas Andi, Lita, Yeyen, Aswab, Rama, Wira plus Galih dan semua teman-teman AGB angkatan 40 lainnya atas kerja sama dan kebersamaannya selama empat tahun masa kuliah.

11. Teman sekosan Echa, Ani, Nabol, Dina, Ahmed, Sius, Tari, Mega, Joice, Nita, Whelma, Sahat, Dodo, Tigor plus Iwa atas kebersamaan dan bantuannya selama ini, dan semua anak perwira 44 yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

12. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini semoga mendapat balasan yang lebih baik dari Tuhan. Amien


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Gambaran Umum Komoditas Padi ... 7

2.2. Mina Padi ... 10

2.2.1. Penggolongan Budi Daya Ikan di Sawah ... 10

2.2.2. Jenis-jenis Padi untuk Mina Padi ... 14

2.2.3. Jenis-jenis Ikan untuk Mina Padi ... 15

2.2.4. Kamalir ... 17

2.3. Usahatani padi ... 19

2.4. Analisis Usahatani ... 22

2.5. Biaya Usahatani ... 23

2.6. Analisis Pendapatan ... 24

2.7. Analisis Profitabilitas ... 26

2.8. Penelitian Terdahulu ... 26

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 29

IV. METODE PENELITIAN ... 32

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan ... 32

4.2. Teknik Pengambilan Contoh dan Metode Pengumpulan Data .. 33

4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 34

4.3.1. Analisis Biaya ... 35

4.3.2. Analisis Pendapatan Usahatani ... 36

4.3.3. Analisis Profitabilitas ... 37

4.4. Definisi Operasional ... 37

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 42

5.1. Keadaan Geografis ... 42

5.2. Pendudukan dan Mata Pencaharian ... 43

5.3. Gambaran Umum Usahatani Padi Sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II ... 45

5.4. Karakteristik Petani Responden ... 50

VI. KERAGAAN SISTEM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA TAPOS I DAN DESA TAPOS II ... 60


(22)

6.1. Keragaan Usahatani ... 60 6.1.1 Persemaian ... 60 6.1.2. Persiapan Lahan ... 61 6.1.3 Penanaman ... 64 6.1.4. Penyulaman ... 65 6.1.5. Penyiangan ... 66 6.1.6. Pemupukan ... 67 6.1.7. Pengairan ... 69 6.1.8. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 73 6.1.9. Pemanenan ... 73 6.1.10. Perawatan Hasil ... 74 6.1.11. Penggilingan ... 76 6.2. Sistem Mina Padi ... 78 6.2.1. Penebaran Benih Ikan ... 80 6.2.2. Pemeliharaan Ikan Bersama Padi ... 82 6.2.3. Kamalir dan Pintu Air ...

6.2.4. Pemanenan Ikan ... 84 84 VII. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 87

7.1. Penggunaan Input ... 7.1.1. Benih Padi ...

87 87 7.1.2. Benih Ikan ... 89 7.1.3. Pupuk ... 90 7.1.4. Pestisida ... 92 7.2. Analisis Biaya Usahatani Padi Sawah ... 93 7.2.1. Biaya Tunai ... 93 7.2.2. Biaya Tidak Tunai ...

7.3. Irigasi ... 107 113 7.4. Analisis Penerimaan Usahatani Padi Sawah ... 115 7.5. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah ... 117 7.6. Analisis Profitabilitas Usahatani Padi Sawah ... 119 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 122 8.1. Kesimpulan ... 122 8.2. Saran ... 125 DAFTAR PUSTAKA ... 127 LAMPIRAN ... 130


(23)

DAFTAR TABEL

No Halaman 1. Keseimbangan Permintaan dan Ketersediaan Beras untuk konsumsi

di Indonesia...1 2. Padat Penebaran Benih Ikan Mas...17 3. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Tapos I dan Tapos II...44 4. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di

Desa Tapos I dan Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten

Bogor...50 5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...53 6. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan

Lahan di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya

Kabupaten Bogor...55 7. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelas Tanah di Desa

Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor...58 8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Sifat Pengusahaan

Padi di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor...59 9. Total Penggunaan Pupuk Kimia di Desa Tapos I dan Tapos II

Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor...90 10. Rata-Rata Penggunaan Pestisida Kimia Usahatani Padi Sawah

menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi...92 11. Rata-Rata Penggunaan Benih Padi Usahatani Padi Sawah menurut

Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi...95 12. Rata-Rata Penggunaan Pupuk Kimia Usahatani Padi Sawah menurut

Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi...97 13. Rata-Rata Biaya Bagi Hasil Usahatani Padi Sawah menurut Sistem

Mina Padi dan Non Mina Padi...105 14. Rata-Rata Penggunaan Benih Padi Usahatani Padi Sawah menurut

Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi...107 15. Rata-Rata Penggunaan Pakan ikan dan Benih Ikan Usahatani Padi

Sawah menurut Sistem Mina Padi...108 16. Rata-Rata Penggunaan Pupuk Kandang Usahatani Padi Sawah

menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi...109 17. Rata-Rata Penggunaan Penyusutan Alat Pertanian dan Perikanan

Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina

Padi...112 18. Rata-Rata Perbandingan Penerimaan Usahatani Padi Sawah menurut


(24)

19. Rata-Rata Perbandingan Pendapatan dan Biaya Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi...120


(25)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1. Tanaman Padi Di Areal Sawah...8 2. Salah Satu Lahan Sawah di Desa Tapos I...12 3. Padi Varietas IR64 yang Sedang ditanam di Sawah...15 4. Tenaga Kerja Ternak dan Tenaga Kerja Pria...20 5. Kerangka Pemikiran Operasional...31 6. Sumber Irigasi untuk Areal Sawah dan Pertanian di Desa Tapos I...45 7. Terasering Areal Persawahan di Desa Tapos II...46 8. Proses Pengolahan Lahan Padi Sawah...61 9. Lahan Sawah yang Baru Selesai di Tanam di Desa Tapos I...64 10. Proses Penyiangan di Desa Tapos I...66 11. Pupuk Kandang yang Siap di Tebar...68 12. Saluran Irigasi di Desa Tapos I...70 13. Proses Pengeringan Gabah di Lapangan Jemur pada Dua Penggilingan

Utama di Desa Tapos I...75 14. Penggilingan di Desa Tapos II dan Tapos I...77 15. Gambar Ikan yang di Pelihara di Sawah...83 16. Ikan Siap Panen dan Pemanenan Ikan Mina Padi di Desa Tapos I...85


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Peta Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor Jawa Barat...130 2. Peta Desa Tapos I Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor ...131 3. Peta Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor...132 4. Hasil Analisis Struktur Pendapatan dan Biaya Usahatani Sistem Mina

Padi di Desa Tapos I dan Tapos II...133 5. Hasil Analisis Struktur Pendapatan dan Biaya Usahatani Sistem

Non Mina Padi di Desa Tapos I dan Tapos II...134 6. Analisis HOK Tenaga Kerja Dalam dan Luar Keluarga Desa

Tapos I dan Tapos II...135 7. Karateristik Petani Responden Berdasarkan Produktivitas, Volume

Bibit, Umur Panen dan Varietas Benih...137 8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Penguasaan

Lahan, Pendidikan, Umur, Pola Tanam, Pengalaman Menanam Padi dan Pupuk yang Digunakan...138 9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Penerimaan...139 10. Analisis Usaha Non Mina Padi Untuk Musim Tanam Awal Tahun

2007...140 11. Analisis Usaha Non Mina Padi Untuk Musim Tanam Rata-Rata...141 12. Analisis Usaha Mina Padi Untuk Musim Tanam Awal Tahun 2007...142 13. Analisis Usaha Mina Padi Untuk Musim Tanam Rata-Rata...143 14. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan,

Status Kepemilikan Lahan, Pengalaman Usahatani, Alasan Mengusahakan Mina Padi dan Pola Tanam...144 15. Beberapa Jenis Rotifera (zooplankton) yang Hidup di Genangan

Sawah...145 16. Beberapa Jenis Crustacea Kecil yang Hidup di Sawah ………...…146 17. Koloni Tubifex tubifex dan Larva serta Kepompong Chironomidae ...147


(27)

18. Beberapa Jenis Gulma Air di Sawah ...………...……….148 19. Gambar Kamalir atau Parit Sawah Tampak Samping ...149 20. Bentuk dan Jenis Kamalir yang Terdapat di Desa Tapos I dan

Tapos II ...150 21. Dokumentasi Penelitian ...151 22. Kuesioner Penelitian ...156


(28)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertambahan jumlah penduduk mendorong meningkatnya kebutuhan manusia yang beraneka ragam, oleh karena itu perlu digalakkan usaha peningkatan produksi beras sebagai bahan makanan pokok. Indonesia sudah merintis usaha peningkatan produksi beras sejak Pelita I sampai saat ini. Hasilnya cukup menggembirakan dengan tercapainya swasembada beras pada tahun 1984 (Supriadiputra dan Setiawan, 2005).

Lahan sawah yang subur sebagai sumber daya lahan utama produksi beras semakin lama semakin berkurang. Hal ini di akibatkan adanya pergeseran fungsi lahan ke fungsi non pertanian. Untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan usaha pendayagunaan lahan yang ada melalui intensifikasi (Supriadiputra dan Setiawan, 2005).

Tabel 1. Keseimbangan Permintaan dan Ketersediaan Beras untuk Konsumsi di Indonesia Tahun 2001- 2004

Tahun Kebutuhan (ton) Produksi tersedia (ton)

Defisit (ton)

2001 32.771.264 30.283.326 2.487.920

2002 33.073.152 30.586.159 2.486.993

2003 33.372.463 30.892.021 2.480.442

2004 33.669.384 31.200.941 2.468.443

Sumber: Statistik Pertanian dan Departemen Pertanian, 2004

Kemudian, beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditi pangan dan ekonomis, tetapi juga merupakan komoditas politik dan keamanan. Beras sebagai makanan pokok tetap mendominasi pola makan orang Indonesia. Hal ini terlihat


(29)

dari tingkat partisipasi konsumsi beras yang tinggi yaitu lebih dari 95 persen. Ketergantungan akan beras ini mengakibatkan tingkat permintaan terhadap beras semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data konsumsi pada Tabel 1 yang dari tahun ketahun semakin meningkat.

Peningkatan produksi beras nasional cukup menggembirakan. Hal ini terlihat pada Tabel 1. Namun, apabila dilihat secara menyeluruh hal itu belum meningkatkan pendapatan para petani. Pemilikan lahan garapan per kapita yang relatif sempit menjadi alasannya. Salah satu jalan keluar yang dapat ditempuh untuk dapat meningkatkan pendapatan petani, yaitu dengan merekayasa lahan pertanian dengan teknologi yang tepat guna. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mengubah strategi pertanian dari sistem monokultur ke arah diversivikasi pertanian, misalnya dengan menerapkan sistem mina padi. Perubahan strategi ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan pendapatan petani. Sistem budi daya ikan di sawah merupakan salah satu sistem yang praktis untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan pada areal pertanaman padi sawah yang sempit.

Manusia memerlukan zat makanan lain untuk meningkatkan kekuatan dan kesehatan tubuhnya selain kebutuhan beras, yaitu protein. Kebutuhan protein dapat dipenuhi oleh sumber protein hewani dan sumber protein nabati. Ikan merupakan salah satu penghasil protein yang sangat baik.

Lahan sawah dimanfaatkan sebagai tempat memelihara ikan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Dengan adanya pemeliharaan ikan di sawah, maka banyak hal positif yang terkandung didalamnya dan mengikutinya. Misalnya, peningkatan pendapatan petani. Dalam hal ini selain mendapatkan padi,


(30)

para petani juga akan memperoleh keuntungan lainnya, yaitu mendapatkan ikan, hama penyakit padi menjadi berkurang, kesuburan tanah meningkat (Supriadiputra dan Setiawan, 2005).

1.2. Perumusan Masalah

Khairuman dan Amri (2002) menyatakan bahwa pemanfaatan sawah sebagai tempat penanaman padi sekaligus sebagai tempat pemeliharaan ikan, dapat diterima karena pemeliharaan kedua komoditas tersebut bersifat komplementer. Artinya, kegiatan ini dapat berjalan sekaligus tanpa mengganggu keberhasilan satu sama lain sehingga pada akhirnya diperoleh hasil yang optimal. Selain memperoleh keberhasilan dari pemanenan padi, petani sekaligus menerima keuntungan dari pemanenan ikan. Kalaupun terjadi kegagalan dalam pemanenan padi, petani ikan tidak perlu berkecil hati karena masih ada hasil pemanenan ikan yang bisa menutupi kerugian bercocok tanam padi di sawah.

Kegiatan pemeliharaan ikan di sawah ternyata sudah dilakukan sejak lama dan kian hari kian berkembang ke arah pengusahaan yang lebih maju. Ada yang mengusahakannya secara sederhana, ada juga yang sudah melakukannya secara intensif. Usaha semacam ini lebih populer dengan sebutan “Inmindi” atau Intensifikasi Mina Padi. Namun demikian, di beberapa daerah lain kegiatan seperti ini tidak banyak dilakukan bahkan tidak populer sama sekali. Hal ini bisa terjadi karena kurang tersebarnya informasi, baik mengenai seluk beluk kegiatan ini maupun manfaatnya (Khairuman dan Amri, 2002).

Pola tumpang sari mina padi sangat baik dan efisien dalam penggunaan lahan, namun sangat jarang ditemukan di Indonesia. Tidak semua petani padi


(31)

sawah mampu melakukannya. Hal ini tentunya membutuhkan pendidikan dan pelatihan tentang teknik budi daya ikan dalam sawah. Sebab selain keuntungan yang ditawarkan oleh sistem ini, ada pula resiko kegagalan yang sewaktu-waktu dapat timbul dari sistem ini.

Direktorat Jendral Perikanan dan Kelautan melalui Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tasikmalaya saat ini sedang bekerja sama memperkenalkan Program Pemerintah yang sudah setahun berjalan yang dilaksanakan di daerah tersebut yakni di Tasikmalaya yaitu program GEMPAR (Gerakan Mina Padi Rakyat). Kebijakan pemerintah ini cukup berhasil bagi 73 petani mina padi di daerah Tasikmalaya dengan memberikan bantuan permodalan bagi setiap petani berdasarkan luas lahan garapan (Barniati, 2007).

Intensifikasi Mina Padi sejauh ini belum pernah diteliti secara ilmiah apakah benar-benar menguntungkan atau tidak bagi para petani padi sawah di Kabupaten Bogor khususnya di Kecamatan Tenjolaya Desa Tapos I dan Desa Tapos II yang merupakan sentra komoditi padi di Bogor (Badan Pusat Statistik Bogor, 2003a). Sebab selain output berupa hasil panen ikan, pola ini pun dibarengi dengan input berupa biaya-biaya berupa benih, pakan, tenaga kerja. Selain itu belum pernah dibuktikan secara nyata bahwa dengan adanya ikan di sawah maka performa ikan mempengaruhi hasil produksi padi atau tidak.

Desa Tapos I dan Tapos II dapat dijadikan lokasi rujukan bagi pemerintah untuk melanjutkan keberhasilan program GEMPAR-nya di daerah lain jika sistem Intensifikasi Mina Padi dinilai layak dan cukup menguntungkan untuk dikembangkan. Diharapkan pula program ini dapat memajukan pertanian di Indonesia.


(32)

Sehubungan dengan hal tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah :

1. Bagaimana keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, baik dengan sistem mina padi maupun dengan sistem non mina padi?

2. Bagaimana pengaruh sistem mina padi terhadap pendapatan usahatani padi sawah?

3. Bagaimana perbandingan antara pendapatan dan biaya pada sistem mina padi dan non mina padi?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengkaji keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, baik dengan sistem mina padi maupun dengan sistem non mina padi.

2. Menganalisis pendapatan usahatani mina padi dan non mina padi.

3. Menganalisis perbandingan antara pendapatan dan biaya usahatani (R/C).

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi beberapa pihak sebagai berikut : 1. Sebagai bahan kajian dalam merumuskan program dan kebijakan di bidang

pertanian dan usaha penyempurnaan sistem pertanian.

2. Sebagai masukan bagi petani agar dapat mengelola usahataninya secara produktif dan efisien.


(33)

3. Sebagai bahan penelitian yang akan datang untuk memperbaiki dan lebih menyempurnakan perkembangan usahatani padi sawah.

4. Sebagai bahan kajian dan informasi tingkat kesejahteraan dan pendidikan petani padi sawah di Kabupaten Bogor.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Komoditas Padi

Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman pangan yang dihasilkan dalam jumlah terbanyak di dunia dan menempati daerah terbesar di wilayah tropika (Sanchez, 1993 dalam Sumiati, 2003).

Siregar (1981) menyatakan bahwa begitu banyak kontroversi mengenai asal usul tanaman padi. Namun berdasarkan beberapa pihak, tanaman padi berasal dari Cina, karena di wilayah tersebut banyak ditemukan jenis-jenis padi liar, terlebih dibagian negara Cina yang berbatasan dengan negara India sebelah utara. Hal ini didasarkan pada teori vavilov yang menyatakan bahwa daerah asal-usul suatu tanaman ditandai dengan terdapatnya pemusatan jenis-jenis tanaman liar tersebut (Manurung, 1998 dalam Sumiati, 2003). Sastra-sastra Cina, menyatakan bahwa tanaman padi telah dibudidayakan oleh kaisar SHEN-MUNG di Cina 5000 tahun sebelum Masehi. Jenis-jenis padi liar inilah yang memelopori, mendahului dan menjadi saudara dari tanaman padi yang kita kenal sekarang yaitu tanaman padi tergolong Oryza sativa L. dan yang dibudidayakan oleh umat manusia diseluruh dunia penanam padi.

Tumbuhan padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Gramineae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Panjang ruas tidak sama. Ruas yang terpendek terdapat pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya


(35)

adalah lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas.

Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan percabangan di mana cabang yang terpendek menjadi apa yang disebutkan ligulae (lidah) daun, dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak. Dimana daun pelepah itu menjadi ligulae dan daun kelopak terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan embel-embel mana disebutkan auricle. Warna dari ligulae dan auricle kadang-kadang hijau dan kadang-kadang ungu dan dengan demikin auricle itu dapat dipergunakan sebagai determinatie identitas suatu varietas.

Gambar 1. Tanaman Padi di Areal Sawah

Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman-tanamannya anak-beranak. Demikianlah misalnya jika bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat singkat telah dapat membentuk satu dapuran, dimana terdapat 20-30 atau lebih anakan/tunas-tunas baru (Siregar, 1981).

Tanaman padi pada umumnya merupakan tanaman semusim dengan empat fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan pemasakan. Secara garis besar, tanaman padi terbagi kedalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif, dimana bagian vegetatif terdiri dari akar,


(36)

batang, daun dan bagian generatif terdiri dari malai yang terdiri dari bulir-bulir, daun dan bunga.

Tanaman padi memerlukan unsur hara, air dan energi. Unsur hara merupakan unsur pelengkap dari komposisi asam nukleit, hormon dan enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam merombak fotosintesis atau respirasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Air diperoleh tanaman padi dari dalam tanah dan energi diperoleh dari hasil fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari.

Surono (2001) menyatakan bahwa sebagai salah satu Tim Pengkaji Kebijakan Perberasan Nasional produksi padi pada prinsipnya tergantung pada dua variabel, yaitu luas panen/tanam dan hasil per hektar (produktivitas). Musim panen raya berlangsung dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei. Diperkirakan luas panen pada periode tersebut mencapat 55,5 persen. Panen berikutnya (disebut panen gadu) antara bulan Juni-September mengambil porsi sebanyak 30 persen, sisanya disebut musim paceklik berlangsung antara bulan Oktober-Januari tahun berikutnya. Pola produksi ini juga mengikuti pola panen, curah hujan dan proses pertumbuhan tanaman. Pola tanaman seperti itu akan terus berlangsung sampai sekarang maupun masa mendatang.

Budaya konsumsi beras cukup sulit untuk dihilangkan dari masyarakat Indonesia. Alasan yang sangat mendasar ialah karena telah menjadi kebiasaan masyarakat. Jika belum mengkonsumsi beras, maka belum dikatakan makan oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Selain itu, makan nasi merupakan budaya yang telah mengakar sejak zaman nenek moyangnya dahulu.

Beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditi pangan dan ekonomis, tetapi juga merupakan komoditas politik dan keamanan. Betapa pentingnya beras


(37)

dalam perekonomian Indonesia dan negara-negara asia serta berbagai belahan dunia menginspirasi FAO untuk menjadikan tahun 2004 sebagai tahun beras sedunia. Program ini bertujuan untuk menuntaskan kelaparan dinegara-negara miskin dan berkembang yang penduduknya sangat tergantung konsumsinya pada komoditi beras.

2.2. Mina Padi

Sistem Mina Padi ialah sistem pemeliharaan ikan yang dilakukan bersama padi di sawah (Afrianto dan Liviawaty, 1998). Usaha semacam ini lebih populer dengan sebutan “Inmindi” atau Intensifikasi Mina Padi. Umumnya sistem ini hanya digunakan untuk memelihara ikan yang berukuran kecil (fingerling) atau menumbuhkan benih ikan yang akan dijual sebagai ikan konsumsi. Ikan mas dan jenis karper lainnya merupakan jenis ikan yang paling baik dipelihara di sawah, karena ikan tersebut dapat tumbuh dengan baik meskipun di air yang dangkal, serta lebih tahan terhadap panas matahari (Suharti, 2003).

2.2.1. Penggolongan Budi Daya Ikan di Sawah

Djiwakusumah (1980) menyatakan bahwa sawah merupakan tempat yang baik untuk memelihara ikan, khususnya ikan mas, karena disawah terdapat jasad-jasad hewani dan nabati yang langsung dimanfaatkan oleh ikan. Pemeliharaan ikan bersama dengan padi ternyata dapat menaikkan produksi padi, karena ekskresi ikan dapat memupuk kesuburan tanah dan demikian pula sisa-sisa makanan tambahan yang diberikan kepada ikan, umumnya dedak, dapat bertindak sebagai pupuk. Di beberapa daerah di Indonesia khususnya di Jawa Barat,


(38)

pemeliharaan ikan di sawah sudah lama dilakukan. Jenis budi daya ikan di sawah dikenal tiga macam yakni sebagai penyelang, pengganti palawija, dan tumpang sari mina padi. Budi daya ikan di sawah pada dasarnya sama, perbedaannya hanya pada saat penanaman, lama penanaman, serta kepadatan penebaran benih ikan. Di Desa Tapos I dan Desa Tapos II terdapat ketiga sistem ini.

Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa belakangan ini di daerah Parahyangan atau Jawa Barat muncul variasi lain yang populer dengan istilah parlabek. Dalam praktiknya parlabek dilakukan tidak hanya terkait antara ikan dan tanaman padi tetapi dengan memadukan tiga komoditas sekaligus, yaitu pemeliharaan ikan, padi, dan pemeliharaan ternak unggas. Sehingga saat ini budi daya ikan di sawah semakin beragam yakni :

(1) Penyelang

Penyelang adalah usaha pemeliharaan ikan di sawah sebelum penanaman padi. Waktunya tidak terlalu lama, sekitar 3-4 minggu, menunggu padi di persemaian sampai siap untuk ditanam di sawah. Umumnya kegiatan penyelang lebih cocok dan banyak dilakukan pada saat musim hujan atau awal masuk musim hujan, saat petani sudah menyemai benih padi di persemaian. Interval waktu menunggu padi di persemaian sampai mencapai ukuran siap tanam inilah yang dimanfaatkan untuk pemeliharaan ikan. Selanjutnya, setelah dipelihara beberapa minggu, pemanenan ikan dilakukan bertepatan dengan pengolahan tanah sawah menjelang pertanaman padi baru.


(39)

Gambar 2. Salah Satu Lahan Sawah di Desa Tapos I

Pada Gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa lahan tersebut telah bersih atau telah selesai diolah dan sedang digenangi sambil memelihara benih ikan. Pada latar belakang gambar juga tampak garis hijau terang yang merupakan lahan persemaian untuk lahan ini nantinya.

(2) Palawija

Palawija adalah usaha pemeliharaan ikan disawah yang dilakukan setelah padi dipanen dan sawah belum segera digunakan untuk penanaman padi. Umumnya, pemeliharaan sistem palawija dilakukan setelah selesai panen padi pada musim kemarau. Sambil menunggu datangnya musim hujan sebagai awal musim tanam berikutnya, sawah dimanfaatkan untuk pemeliharaan ikan. Dengan begitu, pemeliharaan ikan sistem palawija ini dapat dilakukan lebih lama daripada sistem penyelang, yaitu bisa berkisar 2-3 bulan, dari selesai panen padi pada musim hujan berikutnya. Pemeliharaan sistem palawija lebih cocok dilakukan pada lokasi yang suplai airnya tersedia sepanjang tahun.


(40)

(3) Mina Padi

Mina padi biasa juga disebut tumpang sari. Istilah mina padi berasal dari bahasa Sansekerta yaitu mina (yang berarti ikan). Mina padi dapat diartikan sebagai sistem pemeliharaan ikan di sawah yang dilakukan bersamaan dengan penanaman atau pemeliharaan padi. Batas masa pemeliharaan ikan pada sistem mina padi berkisar 45-65 hari. Batas masa pemeliharaan ikan ini terkait erat dengan umur padi. Dalam praktiknya, waktu pemanenan ikan disesuaikan dengan tujuan penanaman ikan, untuk pendederan atau pembesaran.

(4) Parlabek

Parlabek sebenarnya merupakan variasi pemeliharaan ikan di sawah dari sistem mina padi. Parlabek merupakan singkatan dari bahasa sunda (Jawa Barat), par dari kata pare atau padi, la dari kata lauk atau ikan, dan bek dari kata bebek atau itik. Jadi, parlabek adalah pemeliharaan ikan sistem mina padi yang dikombinasikan denga pemeliharaan bebek atau itik dalam satu unit persawahan. Itik dalam sistem parlabek dilepas dan bebas berkeliaran di sawah mina padi dan dapat dikandangkan disekitar sawah atau halaman rumah atau pekarangan.

Oka, Swastika dan Sudana (1992) mengemukakan bahwa usahatani sistem mina padi dapat mengurangi pemakaian insektisida maupun tumbuhnya rumput. Hal ini terjadi karena terciptanya hubungan yang harmonis antara padi, ikan, air, dan tanah. Sehingga tercapai kondisi keseimbangan ekologis yang baik, dengan demikian serangan hama dan rumput menjadi berkurang.

Fagi, Permana dan Syamsiah (1991) mengemukakan bahwa dengan mina padi, penggunaan pupuk akan lebih rendah dari pemupukan padi tanpa perlakuan


(41)

ikan. Rendahnya pemakaian pupuk oleh petani karena adanya korelasi ekologis antara penanaman ikan dengan peningkatan kesuburan tanah, karena kotoran-kotoran ikan dan makanan yang tidak termakan akan menjadi pupuk bagi tanah dan air secara alami.

2.2.2. Jenis-jenis Padi untuk Mina Padi

Menurut Supriadiputra dan Setiawan (2005), padi yang akan ditanam sebaiknya dipilih yang cocok dengan lahan mina padi. Varietas padi itu harus memenuhi kriteria berikut :

- Tahan genangan pada awal pertumbuhan - Ketinggian tanaman sedang

- Perakaran dalam

Karena sawah merupakan lahan yang terendam, maka tanaman padi yang ditanam sebaiknya mempunyai perakaran yang dalam dan kuat agar tidak mudah roboh.

- Cepat beranak

Kurang lebih 7 hari setelah penanaman padi, areal akan digenang air. Untuk menghindari keterlambatan pertumbuhan tunas akibat genangan tadi, sebaiknya dipilih tanaman padi yang cepat bertunas banyak.

- Batang kuat dan tidak mudah rebah

Karena banyak air disekitar perakaran, maka kemungkinan air yang diserap tanaman lebih banyak. Akibatnya, batang tanaman padi menjadi lemah. Untuk mencegah masalah itu, sebaiknya padi yang ditanam mempunyai batang yang kuat dan tidak mudah rebah.


(42)

- Tahan hama dan penyakit

Semua tanaman yang akan ditanam harus mempunyai sifat tahan terhadap hama penyakit.

- Produksi tinggi - Daun tegak

Untuk memperbanyak sinar matahari yang dapat diterima oleh permukaan daun, sehingga diharapkan hasil fotosintesis besar dan hasil padi tentunya akan meningkat.

- Rasanya enak sehingga disukai masyarakat

Gambar 3. Padi Varietas IR64 yang Sedang di Tanam di Sawah Dengan menilik sifat-sifat yang dikehendaki dalam sistem mina padi, maka tanaman padi yang dianjurkan untuk ditanam pada areal mina padi antara lain IR 64, Ciliwung, Citanduy, Dodokan, Cisadane.

2.2.3. Jenis-jenis Ikan untuk Mina Padi

Menurut Supriadiputra dan Setiawan (2005), agar mendapatkan hasil yang tinggi, ikan yang akan ditebarkan sebaiknya memenuhi persyaratan berikut :


(43)

Hal ini untuk menghindari hewan pemangsa sebab warna yang mencolok akan menarik perhatian hewan pemangsa. Sebaiknya dihindari warna merah dan kuning keemasan. Paling baik adalah warna gelap.

- Tahan hidup di air dangkal dan panas

Ketinggian air pada sistem mina padi biasanya sekitar 20-30 cm dan bersuhu tinggi. Oleh karena itu, harus dicari jenis ikan yang tahan terhadap dua kondisi tersebut agar pertumbuhan ikan tidak terganggu.

- Dipilih dari induk unggul dan sehat

Apabila ikan yang ditebar berasal dari induk yang unggul dan sehat, maka diharapkan pertumbuhannya akan baik. Induk yang unggul dan sehat untuk ikan mas, misalnya, yaitu yang berasal dari strain majalaya.

- Disukai oleh masyarakat dan mempunyai harga jual yang memuaskan Selain ikan mas dan tawes, jenis ikan lain yang juga baik dibudidayakan dengan sistem ini yaitu ikan tambakan, mujair, nila, dan nilem.

Menurut Khairuman dan Amri (2002) waktu penebaran benih ikan di sawah dataran rendah berbeda dengan penebaran di sawah dataran sedang. Di sawah dataran rendah, ikan ditebarkan 5-7 hari setelah tanaman padi, sedangkan di sawah dataran sedang ikan ditebar 10-12 hari setelah tanam padi. Hal ini disebabkan kecepatan pertumbuhan padi di sawah dataran sedang relatif lebih lambat. Jika ikan ditebar lebih awal, resiko kemungkinan merusak tanaman padi lebih besar.

Padat penebaran benih ikan disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan. Ukuran padat penebaran ikan mas yang disarankan untuk ditebar di sawah tercantum di Tabel 2. Untuk ikan jenis lainnya dapat memakai patokan tersebut.


(44)

Cara penebaran benih, pada prinsipnya sama dengan cara penebaran yang dilakukan pada sistem penyelang dan palawija, yaitu melalui proses aklimatisasi atau adaptasi terlebih dahulu.

Tabel 2. Padat Penebaran Benih Ikan Mas

Golongan Benih Ukuran (cm) Berat (g / ekor)

Padat Penebaran (ekor / ha) Kebul (larva stadia akhir)

Putihan Belo Ngaramo Ngaduaramo Nelu

0,5 - 1,0 1,0 - 3,0 3,0 - 5,0 5,0 - 8,0 8,0 - 10,0

10,0

- 0,5 - 1,0 3,0 - 5,0 8,0 - 10,0 15,0 - 20,0 20,0 - 25,0

10 - 12 liter 10.000 - 12.500 5.000 - 10.000 3.000 - 5.000 2.500 - 3.000 2.000 - 2.500 Sumber : Suryapermana, dkk. 1994.

2.2.4. Kamalir

Menurut Khairuman dan Amri (2002), dalam budi daya sawah sistem usahatani mina padi terdapat perbedaan bentuk sawah dengan sistem non mina padi. Pada sistem mina padi, sawahnya terdapat kamalir atau caren yang merupakan saluran yang dibuat dibagian paling dalam petakan sawah. Ada juga kamalir yang dibuat membelah bagian tengah sawah tegak lurus sejajar sisi lebar pematang.

Di sawah yang dijadikan tempat pemeliharaan ikan, kamalir dibutuhkan sekali. Fungsi utama kamalir dalam pemeliharaan ikan bersama padi di sawah sebagai berikut:

1. Melindungi ikan dari kekeringan. Dengan adanya kamalir, sekalipun bagian tengah sawah sudah kering, ikan akan bertahan dikamalir dengan sisa air yang masih tertinggal di kamalir.


(45)

2. Melindungi ikan dari hama. Kamalir yang memiliki kedalaman memadai akan menjadi tempat berlindung yang aman bagi ikan dari serangan hama, seperti sero atau linsang dan ular.

3. Memudahkan proses pemanenan. Saat panen, sawah disurutkan sampai tinggal sedikit sehingga ikan akan berkumpul di kamalir yang masih menyisakan air macak-macak. Ikan yang sudah berkumpul di kamalir akan mudah dipanen.

4. Tempat memberi makan ikan. Kamalir menjadi tempat memberi makan ikan yang baik karena terletak dibagian pinggiran sawah, sehingga pemberian pakan akan efektif.

5. Memudahkan mobiltas ikan. Kamalir merupakan tempat ikan bergerak secara leluasa dan dengan mudah bisa berpindah-pindah ke seluruh petakan sawah.

Kamalir umumnya dibuat dengan lebar 40-45 cm, tinggi 25-30 cm, dan panjangnya tergantung dari panjang atau lebar petakan sawah. Berdasarkan hasil penelitian, luas kamalir yang optimum adalah 2-4% dari luas petakan sawah. Produksi padi di sawah tidak akan berkurang walaupun penggunaan lahan sawah untuk tanaman padi menurun karena digunakan untuk kamalir. Berkurangnya penggunaan lahan sawah diimbangi dengan tingginya produksi padi yang ditanam dibarisan pinggir. Menurut Jangkaru (2002), konstruksi kamalir cukup bervariasi antara lain keliling, silang dan salib.


(46)

2.3. Usahatani Padi

Usahatani menurut Soekartawi (1986) adalah organisasi yang pelaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial baik yang terikat geneologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Menurut Soeharjo dan Patong (1973) usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping motif mencari keuntungan.

Pada dasarnya usahatani padi memiliki dua faktor yang akan mempengaruhi proses produksi, yaitu faktor internal penggunaan lahan, tenaga kerja dan modal serta faktor-faktor eksternal yang meliputi faktor produksi yang tidak dapat dikontrol oleh petani seperti iklim, cuaca, perubahan harga dan sebagainya.

(1) Tanah

Tanah memiliki beberapa sifat antara lain : (1) luas relatif tetap atau dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindahkan, dan (3) dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Dalam usahatani, lahan didefinisikan sebagai tempat produksi dan tempat tinggal keluarga petani. Tingkat kesuburan dan luas lahan mempunyai pengaruh yang nyata dalam peningkatan produksi padi.

Besarnya luas lahan usahatani mempengaruhi petani dalam menerapkan cara-cara berproduksi. Luas lahan usahatani yang relatif kecil membuat petani sukar mengusahakan cabang usaha yang bermacam-macam, karena ia tidak dapat memilih kombinasi-kombinasi cabang usaha yang paling menguntungkan.


(47)

(2) Tenaga Kerja

Dalam ilmu ekonomi, tenaga kerja didefinisikan sebagai sumber daya manusia untuk melakukan usaha menghasilkan atau memproduksi barang atau jasa. Angkatan kerja (labour force) ialah bagian dari penduduk yang sanggup menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dalam usahatani primitif, alam memegang peranan utama sebagai penghasil produksi, akan tetapi dengan berkembangnya usahatani, alam dan tenaga kerja menjadi sangat berperan dalam proses produksi usahatani. Adapun sifat pekerjaan dalam usahatani adalah: (1) Pekerjaan dalam usahatani sifatnya tidak kontinu, banyak dan lamanya waktu kerja tergantung dari jenis tanaman, waktu dan musim, (2) Dalam usahatani tidak terdapat spesialis pekerjaan, sehingga seorang petani harus mengetahui tahap pekerjaan dari awal sampai akhir hingga memperoleh produksi, dan (3) Dalam usahatani terdapat ikatan yang erat antar pekerjaan yang diupah dengan petani sebagai pelaksana.

Gambar 4. Tenaga Kerja Ternak dan Tenaga Kerja Pria Sumber: FAO (Food and Agriculture Organization), 2005


(48)

Jenis tenaga kerja dalam usahatani meliputi tenaga kerja manusia, ternak dan mesin. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja pria biasanya dapat mengerjakan seluruh pekerjaan. Tenaga kerja wanita umumnya digunakan untuk menanam, memelihara tanaman/menyiang dan panen, sedangkan tenaga kerja anak-anak digunakan untuk menolong pekerjaan pria dan wanita. Beberapa pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia, digantikan dengan tenaga mesin dan hewan. Kemampuan kerja dari masing-masing tenaga kerja ini diperhitungkan dengan setara kerja pria atau Hari Orang Kerja (HOK).

Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan luar keluarga petani. Tenaga luar keluarga dapat diperoleh dengan cara upahan, dimana upah pekerja pria, wanita dan anak-anak berbeda. Pembayaran upah dapat harian atau mingguan ataupun setelah usai pekerjaan, atau bahkan borongan. Tenaga upahan ini ada juga yang dibayar dengan natura atau hasil panen. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya tidak diperhitungkan karena sulit dalam pengukuran penggunaannya, biasanya tenaga kerja ini lebih banyak digunakan pada petani yang menggarap lahan sempit.

(3) Modal

Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru, yaitu berupa produksi pertanian.

Menurut Hernanto dalam Handayani (2006) dalam usahatani modal meliputi tanah, bangunan-bangunan (gudang, kandang, lantai jemur, pabrik dan


(49)

lain-lain), alat-alat pertanian (traktor, luku, garu, spayer, cangkul, parang, sabit dan lain-lain), tanaman, ternak, sarana produksi (bibit, benih ikan, pupuk, obat-obatan) dan uang tunai.

Modal menurut sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Modal tetap (fixed capital) yang diartikan sebagai modal yang tidak habis pada satu periode produksi atau dapat digunakan berkali-kali dalam proses satu kali produksi, modal tetap ini meliputi tanah dan bangunan, dan (2) Modal bergerak (working capital), yaitu jenis modal yang habis atau dianggap terpakai habis dalam satu periode proses produksi. Modal bergerak ini meliputi alat-alat pertanian, bibit, pupuk, obat-obatan dan uang tunai.

2.4. Analisis usahatani

Analisis usahatani bertujuan untuk melihat keberadaan suatu aktivitas usahatani. Usahatani dapat dikatakan berhasil dari segi finansial, apabila usahatani tersebut telah dapat menunjukkan hal-hal sebagai berikut (Kurniati, 1995 dalam Hartono, 2000):

(1) Usahatani tersebut menghasilkan penerimaan yang dapat menutupi semua biaya atau pengeluaran.

(2) Usahatani tersebut dapat menghasilkan penerimaan tambahan untuk membayar bunga modal yang dipakai, baik modal sendiri maupun modal yang dipinjam.

(3) Usahatani tersebut dapat memberikan balas jasa pengelolaan yang wajar kepada petani itu sendiri.


(50)

(4) Usahatani tetap produktif pada akhir tahun, seperti halnya pada awal tahun produksi.

Dalam melakukan analisis usahatani harus mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dan nilai produksi yang akan dicapai selama umur proyek, yang keduanya dapat dihitung dari usahatani tersebut.

Menurut Pandia dkk, 1986 dalam Nugroho, 2001 ditinjau dari segi bisnis, petani/pengusaha akan dapat menikmati hasil usahanya jika memiliki :

a. Kemampuan berproduksi

b. Kemampuan memasarkan produknya

c. Kemampuan mengelola usahataninya secara efisien

2.5. Biaya Usahatani

Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi semula fisik, kemudian diberi nilai rupiah (Hernanto, 1988 dalam Handayani, 2006). Sedangkan menurut Soekartawi, et.al. (1986) menyebutkan bahwa biaya atau pengeluaran usahatani adalah semua nilai masuk yang habis dipakai atau dikeluarkan di dalam proses produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.

Menurut Daniel (2004), dalam usahatani dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan/diperhitungkan. Biaya tunai atau biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan bawon panen juga termasuk biaya iuran pemakaian air dan irigasi, pembayaran zakat dan lain-lain.


(51)

Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selain itu, biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung nilai penyusutan dari penggunaan suatu peralatan.

Budi daya ikan di sawah merupakan suatu kegiatan pertanian yang memadukan budi daya ikan dengan budi daya padi di sawah. Diharapkan dengan sistem ini dapat meningkatkan pendapatan para petani karena banyak hal yang menguntungkan dalam kegiatan ini.

Komponen biaya yang digunakan untuk pemeliharaan ikan di sawah relatif murah, sebab biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan lahan, pengairan dan pengolahan tanah sudah termasuk ke dalam biaya penanaman padi (Supriadiputra dan Setiawan, 2000). Lahan dan air yang digunakan untuk memelihara ikan sama dengan lahan yang digunakan untuk menanam padi. Demikian pula biaya pengolahan tanah sudah termasuk ke dalam biaya pengolahan tanah untuk menanam padi.

Menurut Afrianto dan Liviawati (1998), sistem perikanan terpadu dapat memperkecil resiko kehilangan sumber penghasilan, karena dari sistem ini tidak mengandalkan pada satu sumber saja, sehingga kegagalan salah satu jenis usaha dapat ditopang oleh keberlangsungan usaha yang lainnya.

2.6. Analisis Pendapatan

Pendapatan usahatani merupakan selisih biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh (Tjakrawiralaksana, 1983). Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal kerja keluarga yang


(52)

dipakai dan pengelolaan yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Bentuk dan jumlah pendapatan memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Pendapatan ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan kewajiban-kewajiban. Dengan demikian pendapatan yang diterima petani akan dialokasikan pada berbagai kebutuhan.

Soeharjo dan Patong (1977) juga menyebutkan bahwa analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi dimana ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usahatani, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu kegiatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani sendiri sangat bermanfaat bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan dari usahataninya.

Bagi seorang petani, analisis pendapatan membantunya untuk mengukur apakah usahataninya pada saat itu menguntungkan atau tidak menguntungkan. Usahatani dikatakan sukses apabila pendapatan yang diperoleh memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut.

b. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan (termasuk pembayaran sewa tanah atau pembayaran dana depresi modal).

c. Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah.


(53)

Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua informasi, yaitu informasi keadaan seluruh penerimaan dan informasi seluruh pengeluaran selama waktu yang telah ditetapkan (Soekartawi, 1986).

2.7. Analisis Profitabilitas

Keberhasilan dari suatu usahatani selain diukur dengan nilai mutlak (analisis pendapatan), juga diukur dari analisis efisiensinya (Soeharjo dan Patong, 1977). Salah satu ukuran efisiensinya adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio). Dalam analisis R/C akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai R/C rasio, menunjukkan semakin besar keuntungan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Sehingga dengan perolehan nilai R/C rasio yang semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan pun semakin baik.

2.8. Penelitian Terdahulu

Menurut hasil penelitian Setiawan (1994) sistem budi daya ikan di sawah merupakan alternatif usaha yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Persentase peningkatan tersebut lebih besar dari persentase tambahan biaya. Pola tanam budi daya ikan di sawah yang optimal adalah dengan mengusahakan penyelang ikan ditambah dengan sistem mina padi baik musim tanam 1 maupun musim tanam 2. Pola tanam tersebut cukup menguntungkan bila dibanding pola tanam yang lain di daerah penelitian.


(54)

Berdasarkan hasil penelitian Sari (2007), yang berjudul ‘Analisis Dampak Kenaikan Harga Beras Terhadap Pola Konsumsi Beras Rumah Tangga di Cipinang Jakarta Timur’ didapat hasil bahwa terjadi perubahan pada masyarakat Indonesia khususnya diJakarta terhadap komoditi beras pada saat terjadi kenaikan harga pada perubahan jenis beras dan perubahan frekuensi pembelian terutama pada masyarakat Kelas Menengah dan Kelas Bawah. Bagi Kelas Atas tidak terjadi perubahan jenis beras dan frekuensi pembelian. Sedangkan bagi Kelas Menengah cenderung menurunkan kualitas beras agar pengeluaran untuk makanan khususnya beras tetap sama seperti harga beras naik. Responden pada kelas ini mengkonsumsi beras dengan kualitas sedang yakni jenis Sentra, Ramos, Rojolele dan Cianjur. Kelas Menengah cenderung untuk mengurangi frekuensi pembelian beras karena khawatir harga beras akan semakin meningkat sehingga pembelian dilakukan dalam jumlah besar agar dapat mencukupi kebutuhan dalam sebulan.

Berdasarkan penelitian tersebut, masyarakat Kelas Bawah juga menurunkan kualitas jenis berasnya menjadi kualitas yang rendah dan murah karena keterbatasan ekonomi yakni jenis IR64. Untuk kelas ini pun terjadi perubahan frekuensi pembelian setelah harga naik dan pembelian beras dalam sebulan menjadi lebih sering bahkan sebagian responden bahkan setiap hari. Hal ini karena dengan pendapatan yang rendah dan tidak menentu,sehingga mereka hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan beras untuk satu hari saja.

Dari penelitian tersebut terdapat gambaran kecil pola konsumsi sebagian masyarakat Indonesia akan komoditi beras pada saat sedang mahal sekalipun, masyarakat akan selalu berusaha mengkonsumsi beras karena sangat tergantung pada komoditi ini. Terutama bagi rakyat miskin dan yang berada pada kelas


(55)

menengah yang berupaya sekeras mungkin agar dapat mengkonsumsi beras sekalipun dengan kualitas yang rendah. IR64 adalah salah satu dari jenis beras kualitas rendah yang merupakan alternatif pilihan terakhir bagi sebagian besar masyarakat miskin. Untuk itu pemerintah dapat membenahi permasalahan beras dari kuantitas terlebih dahulu, kemudian ke arah kualitas. Dengan mengetahui prioritas utama tersebut, pemerintah dapat memperkuat kebijakan untuk komoditi beras sebagai pangan utama dari rakyat Indonesia agar ketahanan pangan dapat terjaga.

Dalam Barniati (2007), sistem mina padi yang dilakukan didaerah Tasikmalaya tersebut menggunakan benih padi varietas IR64 dan Bagendit. Varietas benih jenis ini dianggap dapat disandingkan dengan ikan mas disawah dengan baik. Sedangkan menurut Djiwakusumah (1980), pemeliharaan ikan mas dapat dilakukan dibeberapa tempat yakni di kolam (tradisional maupun intensif), di sawah dan didalam keramba. Namun diantara beberapa alternatif tersebut sawah merupakan tempat terbaik bagi ikan jenis mas karena di sawah terdapat jasad-jasad hewani dan nabati yang langsung dimanfaatkan oleh ikan khususnya ikan mas sebagai pemakan segala (omnivor) dan pemakan jasad dasar (bottom feeder).

Menurut Handayani (2006), benih padi yang digunakan pada Kecamatan Leuwiliang adalah varietas Ciherang dan IR64. Namun petani responden 100 persen menggunakan varietas IR64 karena menurut petani umurnya relatif rendah dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit bila dibandingkan varietas lokal.


(56)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Usahatani padi sawah merupakan kegiatan di bidang pertanian yang mengorganisasikan alam, tenaga kerja, modal dan manajemen, yang ditujukan untuk produksi padi. Keempat unsur, yaitu lahan yang mewakili untuk alam, tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, modal yang beraneka ragam jenisnya serta unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani, saling terkait satu sama lain karena kedudukannya dalam usahatani sama pentingnya sehingga keempat unsur tersebut tidak dapat dipisahkan (Handayani, 2006).

Lahan merupakan modal utama dalam usahatani padi sawah selain tenaga kerja dalam menopang kehidupannya. Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian menjadi semakin berkurang. Berkurangnya lahan pertanian menyebabkan jumlah usahatani sempit bertambah.

Sempitnya lahan yang seringkali dimiliki oleh petani dan tuntutan keadaan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, membuat petani harus mencari peluang lain untuk meningkatkan pendapatan. Akhirnya, muncul satu peluang usaha baru, yaitu memanfaatkan sawah selain untuk penanaman padi sekaligus juga untuk pemeliharaan ikan.

Pemanfaatan sawah sebagai tempat penanaman padi sekaligus sebagai tempat pemeliharaan ikan, dapat diterima karena pemeliharaan kedua komoditas tersebut bersifat komplementer. Artinya, kegiatan ini dapat berjalan sekaligus tanpa mengganggu keberhasilan satu sama lain sehingga pada akhirnya diperoleh


(57)

hasil yang optimal. Selain memperoleh keberhasilan dari pemanenan padi, petani sekaligus menangguk keuntungan dari pemanenan ikan. Kalau pun terjadi kegagalan dalam pemanenan padi, petani ikan tidak perlu berkecil hati karena masih ada hasil pemanenan ikan yang bisa menutupi kerugian bercocok tanam padi di sawah.

Untuk itu, dalam penelitian ini hendak dikaji lebih jauh, petani yang hanya berkonsentrasi di satu komoditi saja yakni petani padi sawah yang tidak menggunakan sistem mina padi apakah lebih menguntungkan dibanding mina padi atau sebaliknya. Selain dari segi pendapatan, ingin diketahui pula hasil produktifitas padi sawah sistem mina padi. Sistem ini lebih produktif atau tidak hasil padinya dibandingkan sistem non mina padi. Sebab selain sistem mina padi dinilai menguntungkan, namun tetap saja beresiko jika tidak dibarengi dengan informasi seputar budi daya mina padi.

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis pendapatan dan profitabilitas pada usahatani padi sawah dengan mengambil sampel petani yang telah distratifikasi berdasarkan sistem penanaman mina padi dan non mina padi. Dari masing-masing populasi tersebut akan dianalisis tingkat pendapatan dan profitabilitas usahataninya untuk melihat sejauh mana pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi sawah yang dilakukan berdasarkan sistem mina padi atau non mina padi.


(58)

Latar Belakang :

- Pertambahan jumlah penduduk

Peningkatan Konsumsi

Pergeseran fungsi

lahan ke non pertanian

Berkurangnya lahan pertanian

Peningkatan fungsi lahan melalui Tumpang Sari

Tumpang Sari sistem Mina Padi

Analisis Pendapatan dan Biaya Usahatani Sistem Mina

Padi dan Non Mina Padi


(59)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dilaksanakan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Tenjolaya berada pada kawasan Bogor bagian barat. Kecamatan Tenjolaya dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tenjolaya dulunya merupakan bagian dari Kecamatan Ciampea yang merupakan lumbung padi bagi Kabupaten Bogor merupakan penyumbang padi dengan desa-desa penghasil padi terbanyak untuk tiap desa.

Pemilihan Desa Tapos I dan Desa Tapos II sebagai lokasi penelitian karena desa ini merupakan dua desa di Kecamatan Tenjolaya yang pertaniannya relatif maju namun masih terdapat petani yang relatif kurang maju. Dengan demikian, kondisi di desa ini diasumsikan dapat mewakili berbagai kondisi yang terjadi di lapang.

Desa Tapos I dan Tapos II dahulu merupakan bagian dari 19 desa di Kecamatan Ciampea yang merupakan kecamatan sentra padi terbesar di Kabupaten Bogor. Desa Tapos I dan Tapos II adalah desa penghasil padi terbesar diantara 19 desa-desa yang ada di Kecamatan Ciampea (Badan Pusat Statistik Bogor, 2003a). Namun pada tahun 2004, pemerintah mencanangkan program pemekaran daerah dan Kabupaten Bogor yang semula terdiri dari 35 Kecamatan, dimekarkan menjadi 40 Kecamatan. Kecamatan Ciampea di pecah menjadi dua kecamatan yakni menjadi Kecamatan Ciampea yang terdiri dari 13 desa dan


(60)

Kecamatan Tenjolaya yang terdiri dari 6 desa. Hingga penelitian ini dilaksanakan, Kecamatan Tenjolaya masih berumur 3 tahun sejak tahun 2004.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II karena pada kedua desa ini ditemukan petani yang menggunakan sistem mina padi. Untuk itu, ingin dibandingkan pendapatannya dengan petani padi sawah yang tidak menggunakan sistem mina padi yang terdapat di dua desa ini.

Dahulu, dua desa ini merupakan satu desa yang dipecah yakni Desa Tapos yang dipecah menjadi Desa Tapos I dan Desa Tapos II. Diharapkan dengan menyatukan data kedua desa ini, faktor bias dapat dihindari. Penelitian lapangan dilaksanakan pada awal bulan Juli hingga awal bulan September 2007.

4.2. Teknik Pengambilan Contoh dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian dua tahap. Tahap pertama yaitu dalam pencarian data sekunder serta literatur dan tahap kedua yaitu pengambilan data primer melalui proses turun lapang, pengolahan dan analisis data perbandingan.

Unit-unit contoh dalam penelitian ini adalah petani padi sawah. Pemilihan petani responden dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan menggunakan sistem sampel stratifkasi sederhana (stratified sampling). Populasi petani dibagi menjadi 2 populasi, yaitu berdasarkan sistem minapadi dan non minapadi. Kemudian dari masing-masing populasi tersebut diambil masing-masing 15 responden, sehingga total responden sebanyak 30 orang.

Data untuk penelitian ini dikumpulkan dari tingkat petani (tingkat primer) dan data sekunder, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung terhadap responden


(61)

(petani padi sawah) yang telah dipilih sebelumnya dengan menggunakan kuesioner.

Data primer yang dikumpulkan berupa data biaya yang meliputi biaya tunai dan biaya tidak tunai, produksi dan penerimaan dalam usahatani padi sawah dalam satu kali produksi, hasil produksi fisik dan nilai produksi dari usahatani padi serta data penggunaan input usahatani seperti benih, pupuk kimia dan pupuk kandang, obat pemberantas hama/pestisida dan tenaga kerja. Wawancara dilakukan pada seluruh responden secara satu-persatu, dan mengadakan pengamatan secara langsung keadaan usahatani yang dimiliki responden.

Sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi atau dinas serta media cetak yang berkaitan dengan masalah penelitian seperti Badan Pusat Statistik Jakarta, Badan Pusat Statistik Bogor, Kantor Kelurahan/Desa, Litbang, Kompas, Media Indonesia, informasi dan hasil penelitian serta tulisan yang berkaitan dengan penelitian.

4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Pengolahan dan analisis data disesuaikan dengan data yang tersedia dan tujuan yang hendak dicapai. Analisis yang dilakukan adalah analisis perbandingan biaya dan pendapatan (R/C rasio). Data yang diperoleh diolah dan disederhanakan dengan bantuan kalkulator dan komputer dengan menggunakan Microsoft Excel serta disajikan dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif.

Penelitian ini membandingkan keadaan usahatani padi sawah menurut sistem mina padi dan sistem non mina padi dengan data usahatani pada musim


(62)

tanam pertama (Januari-April) 2007. Pada saat itu terjadi serangan hama secara serentak yang disebut hama merah yang menyerang areal sawah di Desa Tapos I dan Tapos II. Ciri-ciri tanaman yang terkena penyakit hama merah yakni daun padi menjadi berwarna merah, batang padi hijau kemerahan, penularannya cepat, disinyalir lewat air, menyerang serentak hanya untuk tanaman padi. Selain itu, dengan mempertimbangkan data yang di dapat lebih akurat karena petani lebih mengingat data yang baru saja terjadi, sehingga faktor bias dapat dihindari.

4.3.1. Analisis Biaya

Analisis ini digunakan untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi sawah berdasarkan sistem mina padi dan sistem non mina padi. Dalam analisis ini, biaya dibedakan jadi dua, yaitu Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai.

Biaya Tunai meliputi biaya benih padi, benih ikan, pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida kimia, sewa alat pertanian (semprotan yang disewa), tenaga kerja luar keluarga (sistem upahan dan bawon), tenaga kerja ternak, tenaga kerja mesin, biaya bagi hasil (sistem sakap), pajak lahan (petani milik) dan sewa lahan (sistem sewa).

Biaya Tidak Tunai meliputi biaya benih padi dan ikan yang dibuat sendiri, tenaga kerja ternak yang dimiliki sendiri dan tidak disewa di tempat lain, penyusutan alat pertanian, pupuk kandang, pakan ikan (dedak), penyusutan alat perikanan dan tenaga kerja dalam keluarga.


(63)

4.3.2. Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh sistem mina padi terhadap pendapatan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Analisis pendapatan usahatani padi ini hanya dilakukan pada satu musim tanam, yaitu musim tanam pertama (Januari- April) 2007.

Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran kotor usahatani, yang dapat dilihat dari persamaan dibawah ini:

P = TP - ( Bt + Btt ) Keterangan:

P = Pendapatan bersih usahatani (Rp)

TP = Total Penerimaan usahatani (Nilai Produksi) (Rp) Bt = Biaya Tunai (Rp)

Btt = Biaya Tidak Tunai (Rp)

Penerimaan sering disebut pendapatan kotor usahatani (gross farm income) dapat didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani ini juga merupakan hasil kali jumlah fisik produk dengan harga jual di tingkat petani. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan).


(64)

4.3.3. Analisis Profitabilitas

Untuk mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan dari suatu usahatani, dapat menggunakan analisis rasio pendapatan dan biaya (R/C rasio). Rasio pendapatan dan biaya merupakan perbandingan antara total penerimaan yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi. Analisis pendapatan dibagi menjadi dua yakni analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Semakin besar nilai R/C rasio, yaitu R/C≥1 maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Perhitungan R/C dapat dirumuskan sebagai berikut:

TP

R/C = (atas biaya total) BT

TP

R/C = (atas biaya tunai) Bt

BT = Bt + Btt Dimana:

TP = Total Penerimaan usahatani (Nilai Produksi) (Rp) BT = Biaya Total (Rp)

Bt = Biaya Tunai (Rp) Btt = Biaya Tidak Tunai (Rp)

4.4. Definisi Operasional

Untuk mengukur variabel-variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, maka masing-masing variabel tersebut diberi batasan atau


(1)

C. Penggunaan Tenaga Kerja (dalam satu musim tanam) Jumlah Tenaga Kerja (JK)

Dalam Keluar ga Luar Keluar ga Periode

L P A L P A Mes in Kerb au Jam kerja/h ari Tot al har i Upah (Rp/J K) Natu ra 1. Persemai an 2. Persiapa n lahan 3. Penanam an 4. Penyula man 5. Penyiang an 6. Pemupu kan 7. Pemeliha raan/ Pengaira n 8. Pengend alian Hama & Penyakit 9. Pemanen an (pemotonga n Dan


(2)

perontokkan )

10.Perawata n hasil (Pengeri ngan)

11.Penggili ngan (biaya angkut)

1. Cara memperoleh tenaga kerja luar keluarga

:……… …….

2. Sistem pembayaran

:……… ……..

3. Bentuk hubungan kerja

:……… ……..

4. Benih ikan pada saat kapan

:……… ……..

5. Ikan dipanen pada saat kapan (periode)

:……… ……..


(3)

D.Pengeluaran dan Biaya lain-lain

1. Pajak Usaha (siapa yang menanggungnya) :... 2. Biaya penggilingan :

a. Natura perbandingan :...(90%-10%, dll) b. Transpor :...

c. Kuli Panggul :...

E. Peralatan yang Digunakan dalam Usahatani Padi Sawah Jenis

Peralatan

Jumlah (Buah)

Tahun Pembelian

Harga Beli (Rp)

Masa Pakai (Tahun)

Penggunaan untuk ustan

Padi

1. Cangkul 2. Kored 3. Parang 4. Arit 5. Alat semprot 6. Jaring

7. Bajak 8. Garpu 9. Linggis 10. ... 11...

F. Hasil Produksi

1. Umur Panen : ………...(±100 hari) 2. Total Produksi : ………...

3. Alokasi Produksi :

a. Dijual : ………..

b. Dikonsumsi : ………..

c. Dibuat sebagai bibit : ……….. d. Diberikan Kepada orang lain : ……….. e. Untuk membayar sakap : ... f. Untuk membayar tenaga kerja :... g. Untuk disimpan :...


(4)

G. Penerimaan Usahatani

1. Penjualan gabah : ... 2. Harga Jual gabah : ... 3. Nilai penjualan gabah : ... 4. Lainnya : ...

Biaya penjualan

No Uraian Satuan Jumlah Harga

(Rp/Satuan) Sistem Pembayaran Jarak (km) Penentuan

harga Transportasi TK ket

1 2 3 4 5 Penjualan Gabah a. Pasar… b. Pasar… Penjualan Ikan a. Pasar .... Penjualan Dedak a.jual pada :... Penjualan sekam dari ayam a.jual pada :... Penjualan .... a.Pasar ...

H. Penerimaan Mina Padi

1. Umur Panen ikan :...(20-40 hari) 2. Total Panen ikan :...ekor/gelas

3. Harga ikan per satuan :Rp... 4. Alokasi Produksi :

a. Dijual : ………..

b. Dikonsumsi : ………..

c. Diberikan Kepada orang lain : ……….. d. Dipelihara dikolam : ...

I. Penerimaan Lain Selain Mina Padi dan Non Mina padi 1. Jerami :...

2. Dedak :...Karung harga per karung :Rp... 3. Sekam dari ayam :...Karung harga per karung :Rp... 4. lainnya :Rp...


(5)

J. Biaya diperhitungkan dan biaya tidak diperhitungkan

1. Biaya tenaga kerja keluarga :... 2. Benih buat sendiri :... 3. Alat pertanian yang dibuat sendiri/diberi oleh orang :... ... 4. Lain-lain:... K. Permasalahan Budidaya Padi Sawah

1. Masalah Pengadaan Input :... ... ... 2. Masalah Teknik Budidaya :... ... ... 3. Masalah pasca panen :... ... ... 4. Masalah Pemasaran :... ... ... ... 5. Masalah Permodalan :... ... ... L. Harapan Terhadap Usahatani Padi Sawah Ke depan

... ... ... ... ...


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

3 187 177

Analisis Komparasi Distribusi Pendapatan Usahatani Jeruk Dan Usahatani Kopi Di Kabupaten Karo ( Studi Kasus : Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo )

6 56 84

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Sistem Irigasi Dengan Padi Sawah Sistem Tadah Hujan (Studi Kasus : Desa Bakaran Batu Dan Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang)

1 53 152

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Sistem Irigasi Dengan Padi Sawah Sistem Tadah Hujan (Studi kasus : Desa Bakaran Batu dan Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang).

14 80 152

Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Dengan Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

14 121 99

Analisis Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Jenis Saluran Irigasi (Studi Kasus: Desa Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun)

8 82 59

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Antara Petani Pengguna Pompa Air Dan Petani Pengguna Irigasi Pada Lahan Irigas) Di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Desa Sidoarjo II Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang)

2 36 140

Analisis Usahatani Padi Pestisida Dan Non Pestisida Di Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 20 112

Analisis Profitabilitas dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

4 42 110

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH SISTEM TABELA DAN SISTEM TAPIN DI DESA PEBUAR KECAMATAN JEBUS KABUPATEN BANGKA BARAT SKRIPSI

0 0 16