usahatani bukan milik sakap sempit berdasarkan ha sil uji statistik berbeda secara nyata pada taraf a = 0,05.
Rendahnya pendapatan pada usahatani bukan milik sakap bukannya disebabkan karena rendahnya produksi, melainkan disebabkan tingginya biaya
bagi hasil yang harus dibayarkan kepada pemilik lahan, seperti dapat dilihat pada Tabel 15 dimana biaya bagi hasil mencapai kurang lebih 60 persen dari total
biaya usahatani.
7.5 Analisis Profitabilitas Usahatani Padi Sawah
Jika dilihat dari hasil analisis RC rasio atas biaya total pada usahatani milik sempit yaitu sebesar 1,97 yang artinya bahwa setiap seratus rupiah biaya
yang dikeluarkan untuk usahatani dapat dibayar dengan penerimaan total sebesar Rp. 197,00. Sedangkan pada usahatani milik luas, rasio penerimaan dengan biaya
total sebesar 2,12 yang artinya bahwa setiap seratus rupiah biaya yang dikeluarkan dapat dibayar dengan penerimaan total sebesar Rp. 212,00. Perbedaan nilai rasio
penerimaan terhadap biaya total pada usahatani milik sempit dengan usahatani milik luas terbukti nyata menurut uji statistik pada taraf nyata a = 0,05. Artinya
bahwa usahatani dengan lahan luas lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani sempit.
Pada usahatani bukan milik sakap sempit, hasil analisis rasio penerimaan terhadap biaya total sebesar 1,36 yang artinya bahwa setiap seratus rupiah biaya
total yang dikeluarkan untuk usahatani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 136,00. Nilai rasio ini lebih besar dari pada yang diperoleh dari usahatani
bukan milik sakap luas yaitu sebesar 1,32 yang artinya bahwa setiap biaya total
yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 132,00. Perbedaan nilai rasio penerimaan terhadap biaya total pada usahatani bukan milik sakap,
dimana nilai RC pada usahatani bukan milik sakap luas, lebih kecil daripada nilai RC rasio pada usahatani bukan milik sakap sempit terbukti berbeda nyata
pada taraf nyata a = 0,05. Artinya bahwa usahatani bukan milik sakap sempit lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani bukan milik sakap luas.
Tetapi pada usahatani milik dengan usahatani bukan milik sakap, usahatani milik jauh lebih menguntungkan. Hal ini disebabkan pada usahatani
milik akan diperoleh pendapatan bersih secara penuh, berbeda pada usahatani bukan milik sakap yang harus membagi pendapatan yang diterima dengan
pemilik lahan, sehingga keuntungan yang diperoleh pun menjadi lebih kecil. Tabel 16. Rasio Penerimaan dan Biaya Usahatani Padi Sawah MT II 20042005,
Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Nilai RC Usahatani Milik
Usahatani Bukan Milik Sakap
Lahan 1 hektar 1,97
1,36 Lahan = 1 hektar
2,12 1,32
t
α =0,05
=1,833 t
hitung
= 3,75 t
hitung
= 15,748
Nilai RC 1 menunjukkan bahwa usahatani padi sawah yang dilakukan di lokasi penelitian masih tergolong layak secara finansial. Secara umum
usahatani padi sawah di daerah penelitian dalam jangka pendek masih dapat memberikan insentif berupa keuntungan, sehingga dapat dikatakan bahwa petani
di daerah penelitian masih menaruh perhatian terhadap usahatani tersebut. Tetapi pada dasarnya pendapatan yang dihasilkan masih bisa ditingkatkan dengan cara
menekan biaya produksi, khususnya dalam penggunaan pupuk kimia dan tenaga kerja luar keluarga.
BAB VIII PEMBAHASAN DAN IMPLIKASINYA
8.1 Pengaruh Luas Lahan Garapan terhadap Optimalisasi Produksi dan
Pendapatan Usahatani
Berdasarkan hasil konversi produksi padi sawah dalam satu hektar pada usahatani milik sempit ternyata memberikan hasil produksi yang lebih besar
dibandingkan dengan usahatani milik luas. Hal ini mungkin disebabkan karena usahatani milik sempit lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga
yang relatif lebih sungguh-sungguh dalam bekerja dibandingkan dengan tenaga kerja luar keluarga.
Usahatani milik sempit umumnya memiliki kondisi permodalan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan usahatani milik luas. Di sisi lain,
usahatani milik sempit memiliki akses terhadap input dan perbankan yang sangat terbatas dibandingkan dengan usahatani milik lahan luas. Dengan demikian,
usahatani milik sempit biasanya lebih hemat dalam penggunaan faktor- faktor produksi lainnya seperti obat pemberantas hama pestisida dan penggunaan
faktor produksi tenaga kerja luar keluarga. Di samping lahan, faktor produksi tenaga kerja dalam keluarga merupakan asset yang dimiliki usahatani milik
sempit, sehingga dalam menjalankan usahatani, petani akan berusaha memaksimumkan produktivitas tenaga kerja, khususnya tenaga kerja dalam
keluarga. Hal ini adalah salah satu upaya yang ditempuh pada usahatani milik sempit dalam meminimumkan biaya yang harus dikeluarkan, mengingat
keterbatasan kemampuan modal yang dimiliki.