dibayar dari 15 bagian dari total produksi padi yang dipanen dan itu sudah termasuk biaya makan, minum, rokok dan lainnya.
6.2 Sistem Bagi Hasil
Pengertian bagi hasil atau yang lebih dikenal dengan istilah maro yang terdapat di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor adalah
penyerahan seme ntara hak atas tanah kepada orang lain untuk diusahakan dengan perjanjian tertentu yang terikat dengan tradisi yang berlaku. Perjanjian tersebut
terutama menyangkut masalah pembagian beban sarana produksi dan tenaga kerja yang selanjutnya mempengaruhi sistem bagi hasil panen antara petani bukan milik
sakap dan pemilik lahan. Dengan demikian, dalam sistem bagi hasil ini pemilik lahan ikut menanggung resiko bila mengalami kegagalan.
Kontrak bagi hasil pada petani sakap di Desa Karacak tidak mengikuti kaidah pasar persaingan sempurna. Petani yang berhasil memperoleh kesempatan
untuk menggarap lahan milik orang lain adalah terbatas pada kelompok tertentu yang biasanya memiliki hubungan keluarga, kerabat atau kenalan dekat yang telah
dipercaya. Motivasi utama dari pemilik lahan di Desa Karacak untuk menyakapkan lahan yang dimilikinya kepada petani sakap umumnya hanya
didasari oleh keinginan untuk membantu memberikan sumber mata pencaharian kepada keluarga, kerabat ataupun kenalan dekatnya. Lahan yang disakapkan
kepada petani sakap ini terus dilakukan, baik pada musim kemarau ataupun musim penghujan.
Petani sakap tidak memiliki kekuatan dalam memilih lahan dan besarnya luas lahan yang akan digarapnya. Letak lahan maupun luas lahan yang akan
digarap tergantung pada keinginan pemilik lahan. Sebagai tambahan, pada umumnya petani sakap memiliki kondisi finansia l yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan pemilik lahan. Sistem bagi hasil yang dilakukan antara petani dengan status bukan milik
sakap dengan petani yang memiliki lahan yang digarap oleh petani sakap di Desa Karacak adalah sistem bagi hasil maro. Dalam sistem maro ini, hasil panen
yang diperoleh setelah dikurangi dengan bawon upah memanen hasil dalam bentuk gabah, dibagi dua secara proporsional antara petani pemilik lahan dengan
petani sakap. Pemilik lahan ikut menanggung beban sebesar 100 persen pada sarana produksi benih, pupuk dan pengairan sedangkan biaya obat-obatan, faktor
produksi tenaga kerja dan biaya penyewaan traktor semuanya merupakan tanggungan petani sakap. Biaya-biaya sarana produksi dan berbagai iuran
umumnya ditanggung oleh pemilik lahan terlebih dahulu. Ketika panen, barulah petani sakap membayar hutang yaitu biaya yang merupakan bagiannya tanpa
dikenakan bunga. Pengetahuan umum tentang berusahatani padi telah diketahui oleh seluruh
petani, mengingat usahatani padi merupakan usaha turun temurun yang dilakukan di desa ini. Pengetahuan-pengetahuan baru mereka dapatkan dari Penyuluh
Pertanian Lapangan PPL setempat atau dari sesama petani yang lebih dahulu mengetahui. Keputusan-keputusan dalam proses usahatani seperti jumlah
penggunaan sarana produksi dan cara-cara yang dilakukan dalam persemaian, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan serta pengendalian hama
dan penyakit umumnya berada pada petani sakap. Dengan demikian, keputusan
penerapan teknologi usahatani padi selama proses produksi berada pada petani sakap.
6.3 Sistem Upah Borongan