Manajemen Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung

(1)

MANAJEMEN RISIKO BAHAN BAKU

PRODUK KARANGAN BUNGA

DI PASAR BUNGA WASTUKENCANA BANDUNG

SKRIPSI

MARKHAMAH H34086053

DEPARTEMEN AGRIBISNIS


(2)

RINGKASAN

MARKHAMAH. Manajemen Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan HARMINI).

Kesejahteraan masyarakat yang meningkat diikuti oleh meningkatnya pendapatan dan gaya hidup menuju ke alam (green living movement) mengakibatkan perkembangan pola konsumsi masyarakat yang tidak terpaku lagi pada pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan sudah menuntut suasana lingkungan nyaman, sehat, dan menarik (keindahan/estetika) serta kebutuhan saling menghargai antar individu. Produk karangan bunga difungsikan sebagai ucapan dalam berbagai acara atau perayaan, juga sebagai simbol penghargaan antar individu. Pasar Bunga Wastukencana merupakan salah satu pusat perdagangan tanaman hias, bunga potong dan produk-produk bunga lainnya terbesar di Kota Bandung. Karakteristik penjualan produk karangan bunga, terlihat pada jumlah permintaan yang tidak menentu, latar belakang konsumen tertentu, serta bahan baku utama yang bersifat perishable dan adanya sistem perjanjian pengiriman bahan baku yang bersifat tetap (abodemen). Studi kasus dilakukan padaFloristX yang memiliki permasalahan berupa risiko dalam usaha penjualan produk karangan bunga. Dari beberapa karakteristik di atas, risiko yang dihadapi oleh FloristX, salah satunya adalah risiko bahan baku. Penggunaan bahan baku yang ideal adalah sebesar 100 ikat setiap periode pengiriman, namun dalam kenyataanya penggunaan bahan baku bisa lebih kecil atau lebih besar dari jumlah pasokan bahan baku, yang mengakibatkan pemakaian bahan baku tidak menentu, sehingga dapat menimbulkan kerugian yang menyebabkan adanya fluktuasi pendapatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi risiko yang terdapat pada usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana (2) Menganalisis probabilitas dan dampak risiko bahan baku (3) Menyusun alternatif strategi pada usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana dalam mengantisipasi risiko yang terjadi. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwaFloristX merupakan salah satu florist yang sudah lama bergelut dalam usaha penjualan produk karangan bunga sejak Pasar Bunga Wastukencana berdiri. Waktu pengumpulan data dimulai pada bulan Juli sampai Agustus 2010.

Pengukuran risiko terbagi menjadi dua, yaitu pengukuran yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran yang bersifat kuantitas dilakukan dengan menggunakan Metode Nilai Standar (Z-score) dan Value at Risk. Sedangkan pengukuran yang bersifat kualitatif dilakukan dengan menggunakan Metode Aproksimasi, yaitu dengan menggunakanExpert Opinion.

Indikasi adanya risiko bahan baku pada usaha penjualan produk karangan bunga dapat dilihat dengan adanya fluktuasi penggunaan bahan baku setiap periode pengiriman barang (abodemen) yang dialami Florist X. Risiko tersebut mengakibatkan pemakaian bahan baku tidak menentu, sehingga menimbulkan kerugian. Pada saat permintaan menurun, pasokan bahan baku berlebih hingga tidak terpakai karena menjadi busuk. Sedangkan pada saat permintaan meningkat,


(3)

mengalami kekurangan bahan baku, hingga harus mencari pasokan lain di luar abodemen yang harganya dua kali lipat dari harga normal. Risiko lainnya adalah sistem quality control yang kurang baik dari petani pemasok bahan baku, sehingga menyebabkan pasokan bahan baku tidak 100 persen berkualitas baik dan memenuhi standar. Selain itu, belum adanya penanganan yang tepat terhadap bahan baku oleh Florist X, sehingga apabila terjadi penumpukkan bahan baku, akan mengakibatkan banyaknya bakteri pembusukan yang dapat menyebar ke bahan baku yang baru, sehingga dapat mengakibatkan pembusukkan massal. Dari hasil pengukuran risiko dengan menggunakan Z-score dan Value at Risk, nilai probabilitas penggunaan bahan baku yang lebih kecil dari 80 ikat dan lebih besar dari 120 ikat pada Florist X adalah 52,6 persen, sedangkan nilai Value at Risk yang diperoleh sebesar Rp 200.220,515. Dalam peta risiko, risiko bahan baku terdapat pada kuadran I.

Strategi penanganan risiko yang dilakukan terbagi menjadu dua, yaitu: preventif dan mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk sumber risiko yang berada pada kuadran I dan II. Strategi mitigasi diakukan untuk sumber risiko yang berada pada kuadran I dan III. Penganganan preventif bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Penanganan preventif yang dilakukan berupa memperbaiki sistem pasokan bahan baku (abodemen). Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan peramalan terhadap penjualan periode berikutnya. Identifikasi kebutuhan bahan baku pada periode-periode mendatang dapat diketahui dengan menghubungkan data penjualan selama satu tahun yang lalu dengan data penggunaan bahan bakunya, kemudian menganalisis penyebab dari naik turunnya permintaan. Secara historis, Florist X dapat melakukan peramalan penjualan untuk periode-periode berikutnya, kemudian diturunkan dalam kebutuhan bahan baku untuk periode berikutnya, sehingga pemesanan bahan baku dapat diantisipasi. Strategi selanjutnya adalah melakukan penanganan yang baik dan tepat dalam menjaga kesegaran dan kualitas bahan baku. Selain itu, mengembangkan sumber daya manusia serta memasang dan memperbaiki fasilitas fisik.

Sedangkan penanganan mitigasi bertujuan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh sumber-sumber risiko. Penanganan mitigasi yang dilakukan berupa melakukan kerjasama dengan florist-florist yang lain dalam mengatasi kelebihan bahan baku, melakukan penggabungan dengan beberapa florist dalam pemesanan bahan baku pada pemasok bahan baku, melakukan diversifikasi usaha, diantaranya dengan menciptakan unit usaha sendiri yang melakukan penjualan bunga secara eceran dan juga bentuk buket, dan penggunaan bunga dari kertas sebagai pengganti sementara untuk bunga potong apabila terjadi kelangkaan pada bunga potong. Selain itu, melakukan kontrak dengan Koppas Bunga Wastukencana dalam hal bantuan pinjaman modal, meningkatkan tanggungjawab kerja dan ketampilan melaluibriefing danjobdeskyang jelas, dan pada saat pemesanan, konsumen membayar uang muka sebesar 30-50 persen dari harga produk, hal ini untuk memperkecil risiko piutang tak tertagih.

Alternatif strategi penanganan risiko bahan baku adalahprevent at source. Permasalahan karyawan, jobdesk dan pemasaran yang belum maksimal dengan


(4)

MANAJEMEN RISIKO BAHAN BAKU

PRODUK KARANGAN BUNGA

DI PASAR BUNGA WASTUKENCANA BANDUNG

MARKHAMAH H34086053

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(5)

Judul Skripsi : Manajemen Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung

Nama : Markhamah

NIM : H34086053

Disetujui, Pembimbing

Ir. Harmini, MSi. NIP. 19600921 198703 2 002

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(6)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Illahi Rabbi atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat risiko bahan baku dan alternatif strategi penanganan risiko usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

Bogor, Nopember 2010 Markhamah


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Manajemen Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2010

Markhamah H34086053


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Indramayu, Jawa Barat pada tanggal 08 Januari 1987 sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan Bapak Suwardi, M.Pd. dan Ibu Tati Hartati.

Penulis memulai pendidikan dasarnya pada tahun 1993 di SD Negeri Karanganyar VI Indramayu dan lulus pada tahun 1999. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan penulis pada tahun 2002 di SLTP Negeri 1 Kandanghaur, Indramayu. Tahun 2005 penulis menyelesaikan Pendidikan Menengah Atas di SMU Negeri 6 Cirebon dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur reguler pada Program Keahlian Manajemen Agribisnis, Direktorat Program Diploma III dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 pula penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Direktorat Program Sarjana Ekstensi, Institut Pertanian Bogor melalui jalur reguler.


(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Ir. Harmini, MSi. Selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan, waktu serta kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

2. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberi do’a, kasih sayang, dukungan moral dan materiil untuk ananda tercinta.

3. Pihak Pasar Bunga Wastukencana dan Puspa Indah Forist atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.

4. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan V atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaan dan ketulusan dari sebuah persahabatan.

Bogor, Oktober 2010 Markhamah


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL. ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Agribisnis Florikultura ... 11

2.2 Karakteristik Komoditas Flotikultura ... 13

2.3 Produk Karangan Bunga ... 13

2.4 Definisi dan Peran Florist ... 15

2.5 Hasil Penelitian Terdahulu ... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN... 22

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 22

3.1.1 Definisi dan Konsep Risiko ... 22

3.1.2 Sumber Risiko ... 23

3.1.3 Sikap Individu Terhadap Risiko... 25

3.1.4 Manajemen Risiko... 29

3.1.5 Proses Pengelolaan Risiko ... 29

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 34

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 37

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 37

4.3 Metode Pengolahan Data... 38

4.3.1 Analisis Deskriptif... 38

4.3.2 Pengukuran Risiko... 39

4.3.3 Pemetaan Risiko ... 42


(11)

V. GAMBARAN UMUM... 49

5.1 Pasar Bunga Wastukencana ... 49

5.2 KarakteristikFloristX ... 49

5.3 Produk Karangan Bunga... 50

5.4 Kegiatan Penjualan Produk Karangan Bunga... 54

5.4.1 Penyediaan Bahan Baku ... 54

5.4.2 Dekorasi (Proses produksi) ... 55

5.4.3 Pemasaran ... 55

VI. ANALISIS RISIKO BAHAN BAKU PRODUK KARANGAN BUNGA ... 56

6.1 Identifikasi Sumber Risiko ... 56

6.1.1 Unit Produksi... 56

6.1.2 Unit Pemasaran (Penjualan)... 57

6.1.3 Unit Pasar... 58

6.1.4 Unit Sumber Daya Manusia ... 58

6.1.5 Unit Keuangan... 59

6.2 Analisis Kuantitatif Risiko Bahan Baku... 62

6.2.1 Analisis Probabilitas Risiko Bahan Baku ... 63

6.2.2 Analisis Dampak Risiko Bahan Baku... 67

6.3 Pemetaan Risiko Bahan Baku... 70

6.4 Strategi Penanganan Risiko ... 71

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

7.1 Kesimpulan ... 84

7.2 Saran... ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(12)

iii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Tahun 2007-2008 (Milyar Rupiah) ... 1 2. Data Pedagang Tanaman Hias dan Kelembagaan Kelompok Tani

di Kota Bandung Tahun 2008 ... 5 3. Pemanfaatan Jenis Bunga Potong dalam Berbagai Kegiatan ... 14 4. Daftar Penelitian Terdahulu... 21 5. Jenis, Kualifikasi, dan Pemakaian Bahan Baku Produk Karangan

Bunga padaFloristX ... 51 6. Data Penggunaan Bahan Baku Setiap Periode Abodemen

PadaFloristX Periode Juni-Juli 2010 (ikat) ... 64 7. Hasil Analisis Probabilitas Risiko pada Usaha Penjualan Produk

Karangan BungaFloristX Periode Juni-Juli 2010 ... 66 8. Dampak Risiko Bahan Baku pada Florist X

Periode Juni-Juli 2010 ... 69 9. Data Penjualan dan Pemakaian Bahan Baku Florist X


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Grafik Pendapatan Usaha Penjualan Produk Karangan Bunga

padaFloristX di PWB Periode Juni-Juli 2010... 7

2. Hubungan Fungsi Kepuasan dengan Pendapatan ... 26

3. Hubungan Fungsi Kepuasan, Pendapatan, dan Ukuran Tingkat Kepuasan ... 27

4. HubunganRiskdanReturn... 28

5. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan... 30

6. Alur Kerangka Pemikiran Operasional... 36

7. Diagram Pemetaan Risiko ... 44

8. Peta Preventif Risiko ... 45

9. Peta Mitigasi Risiko ... 46

10. Alternatif Strategi Menghadapi Risiko... 48

11. Struktur OrganisasiFloristX... 50

12. Peta Hasil Identifikasi Risiko... 61

13. Hasil Pemetaan Risiko... 71

14. Strategi Preventif Risiko... 77

15. Strategi Mitigasi Risiko ... 80


(14)

v DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Pendapatan Usaha Penjualan Produk Karangan Bunga Pada Floristdi PBW per Periode Pengiriman Barang dari Bulan Juni

Sampai Bulan Juli 2010 ... 91 2. Peta Lokasi Pasar Bunga Wastukencana ... 92 3. Gambar Aktivitas di Pasar Bunga Wastukencana... 93


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hortikultura merupakan salah satu sektor agribisnis yang banyak memberikan kontribusi bagi pendapatan nasional Indonesia. Kontribusi komoditas hortikultura tercermin dalam Produk Domestik Bruto (PDB) yang menjadi salah satu indikator ekonomi makro bagi pendapatan nasional. Kontribusi komoditas hortikultura terhadap pembentukan PDB memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat, pada tahun 2007 total nilai PDB sebesar 76.795 milyar rupiah dan mengalami peningkatan sebesar 4,55 persen pada tahun 2008 yakni sebesar 80.292 milyar rupiah. Peningkatan persentase PDB tersebut disebabkan oleh meningkatnya produksi di berbagai sentra produksi dan kawasan hortikultura, meningkatnya luas areal produksi dan areal panen, serta meningkatnya nilai ekonomi dan nilai tambah produk hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya1. Peranan Komoditas Hortikultura dalam meningkatkan PDB Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Tahun 2007-2008 (Milyar Rp)

No Komoditas

Hortikultura

Tahun Perkembangan

(%)

2007 2008

1 Buah-buahan 42.362 42.660 4,02

2 Sayuran 25.587 27.423 7,18

3 Tanaman Hias 4.741 6.091 28,48

4 Biofarmaka 4.105 4.118 0,32

Total 76.795 80.292 4,55

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura www.sinartani.com (21 Mei 2010) (diolah)

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa komoditas hortikultura meliputi buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka. Masing-masing dari komoditas hortikultura mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2008. Dari


(16)

2 data tersebut terlihat bahwa komoditas hortikultura yang mengalami peningkatan cukup tajam adalah komoditas tanaman hias atau florikultura, nilai PDB florikultura mengalami peningkatan sebesar 1.350 milyar rupiah atau sekitar 28,48 persen. Sedangkan peningkatan nilai PDB terendah untuk komoditas hortikultura yaitu biofarmaka sebesar 13 milyar rupiah atau sekitar 0,32 persen.

Florikultura merupakan salah satu subsektor yang memiliki potensi sebagai pusat pertumbuhan baru sektor pertanian. Selain itu florikultura di Indonesia menjadi salah satu industri yang sedang dikembangkan dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani, memperluas lapangan pekerjaan, pariwisata serta menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman. Menurut Saragih (2001), Agribisnis florikultura adalah keseluruhan kegiatan bisnis yang terkait dengan bunga-bungaan dan terdapat tiga alasan yang mendukung perkembangan florikultura di Indonesia yaitu: (1) Potensi keragaman jenis tanaman hias yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (2) Potensi pasar produk tanaman hias baik domestik maupun ekspor, dan (3) Potensi ketersediaan lahan bagi pengembangan tanaman hias di Indonesia yang masih cukup luas.

Perkembangan florikultura di Indonesia telah dimulai pada akhir 1980-an ketika para petani dapat memenuhi kebutuhan primernya dari usaha tanaman hias. Pengusahaan bunga dan tanaman hias ternyata mampu mengubah pola usahatani dari sekedar hobi menjadi usaha komersial yang prospektif. Seiring dengan pertumbuhan perekonomian, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan pemukiman dan industri pariwisata maka area produksi tanaman hias pun semakin meningkat walaupun dengan persen peningkatan yang rendah. Pada tahun 1993 area produksi tanaman hias tercatat mencapai 1.823 hektar dan pada tahun 1995 menjadi 1.996 hektar, atau meningkat satu persen per tahun. Menurut Asosiasi Bunga Indonesia (Asbindo), Agribisnis florikultura termasuk tangguh melalui masa krisis ekonomi dan moneter di Indonesia pada tahun 1997-19982.

Produksi tanaman hias di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2006 sampai tahun 2007 sebesar 179.374.218 tangkai, hal ini membuktikan bahwa potensi Indonesia terhadap Agribisnis florikultura sangat besar.

2

Binaukm. 2010. Peluang usaha bunga potong bisnis buat ukm. http://binaukm.com. [23 Nopember 2010]


(17)

Berikut perkembangan produksi tanaman hias di Indonesia periode 2003-2007 pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi Tanaman Hias di Indonesia Periode 2003-2007

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura

www.hortikultura.go.id (23 Nopember 2010) Ket :1) Satuan Produksi dalam Batang

2

) Satuan Produksi dalam Kg 3

) Satuan Produksi dalam pohon

Kota Bandung adalah salah satu kota yang akan dijadikan sebagai Kawasan Percontohan Agribisnis Perkotaan (Dispertan Kota Bandung 2008) yang diharapkan pada masa yang akan datang mampu menjadi suatu Kawasan Pengembangan Tanaman Hias yang representatif, sehingga mampu meningkatkan produksi, kualitas, dan pendapatan bagi masyarakat di Kota Bandung. Harapannya adalah mampu memiliki fasilitas pengembangan tanaman hias yang lengkap seperti sentra penjualan yang dilengkapi dengan adanya jasa konsultasi, pelatihan dan pendidikan, ruang pameran, klinik tanaman hias, Jasa dekorasi, landscaping, jasa pembuatan taman dan pusat informasi tanaman hias yang dikelola oleh petani.

Kota Bandung merupakan ibu kota propinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah 16.729,65 hektar dengan jumlah penduduk mencapai 2.339.928 jiwa (BPS Kota Bandung 2007) dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 16.524 jiwa per km2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bandung mengalami

No Komoditas Produksi (tangkai)

2003 2004 2005 2006 2007

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Anggrek Anthurium Anyelir Gerbera(Herbras) Gladiol Heliconia Krisan Mawar Sedap Malam 6.904.109 1.263.770 2.391.113 3.071.903 7.114.382 681.920 27.406.464 50.766.656 16.139.563 8.027.720 1.285.061 1.566.931 3.411.126 16.686.134 804.580 27.683.449 61.540.963 37.516.879 7.902.403 2.615.999 2.216.123 4.065.057 14.512.619 1.131.568 47.465.794 60.719.517 32.611.284 10.903.444 2.017.534 1.781.046 4.874.098 11.195.483 1.390.117 63.716.256 40.394.027 30.373.679 9.484.393 2.198.990 1.901.509 4.931.441 11.271.385 1.427.048 66.979.260 59.492.699 21.687.493 JUMLAH 115.739.880 158.522.843 173.240.364 166.645.684 179.374.218 10

11 12

Dracaena1) Melati2) Palem3)

2.553.020 15.740.955 668.154 1.082.596 29.313.103 530.325 1.131.621 22.552.537 751.505 905.039 24.795.996 986.340 2.041.962 15.775.751 1.171.768


(18)

4 peningkatan 77,15 pada tahun 2003 menjadi 78,09 pada tahun 2007. Salah satu komponen penentu IPM tersebut adalah daya beli, yang dapat digunakan untuk meninjau tingkat kesejahteraan masyarakat juga tingkat pemerataan kesejahteraannya. Sedangkan nilai indeks daya beli masyarakat Kota Bandung tahun 2005 sebesar 63,84 poin atau setara dengan 574.120 rupiah. Angka daya beli ini sedikit lebih tinggi dari angka daya beli Propinsi Jawa Barat.

Menurut Dinas Pertanian Kota Bandung, salah satu strategi yang tepat dalam pengembangan pertanian di Kota Bandung ialah dengan mengembangkan pertanian perkotaan melalui pemilihan komoditas pertanian unggulan yang memiliki produktivitas tinggi, mempunyai nilai ekonomis tinggi, memiliki peluang pasar terbuka dan berdaya saing, salah satunya adalah komoditas florikultura.

Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang diikuti oleh peningkatan pendapatan dan gaya hidup menuju ke alam (green living movement), menciptakan perkembangan pola konsumsi masyarakat yang tidak terpaku lagi pada pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan sudah menuntut suasana lingkungan nyaman, sehat, dan menarik (keindahan/estetika) serta kebutuhan saling menghargai antar individu3. Di kota-kota besar seperti Bandung, persepsi masyarakat terhadap produk bunga semakin positif, sehingga penggunaan produk bunga khususnya bunga potong tidak hanya terbatas untuk sekedar hiasan, tetapi dapat difungsikan sebagai ucapan dalam bentuk karangan bunga (ucapan selamat dan bela sungkawa).

Selain itu, produk bunga juga dapat digunakan sebagai bahan dekorasi dalam berbagai acara, seperti pesta pernikahan, khitanan, peresmian gedung, ulang tahun, dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi bunga di kota-kota besar semakin meningkat, prospek usaha rangkaian bunga cukup cerah bila dikelola secara intensif dan komersial. Hal tersebut selaras dengan meningkatnya PDB tanaman hias pada tahun 2008 (Tabel 1), oleh karena itu pemerintah perlu memperhatikan komoditas florikultura tersebut.

3

Asbindo. 2009. Bunga dan Pernak-pernik Bisnis Politiknya. http://saribincang.wordpress.com [Mei 2010]


(19)

Salah satu produk bunga potong yang memiliki nilai tambah adalah produk karangan bunga. Produk karangan bunga difungsikan sebagai perwakilan ucapan atau penyampaian isi hati si pengirim kepada si penerima. Produk karangan bunga biasanya dijual oleh toko bunga (florist) dengan merubah bentuk bunga potong segar menjadi sebuah bentuk karangan disertai dengan tulisan pada papan bunga. Pada perkembangan selanjutnya dalam usaha dan budidaya produk-produk florikultura, mampu meningkatkan pendapatan petani sehingga berpengaruh besar terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga petani. Selain itu dapat memberikan dampak positif yang lebih luas yaitu terciptanya Kawasan Agrowisata. Banyaknya kegiatan-kegiatan resmi seperti pernikahan membutuhkan berbagai produk-produk bunga, sehingga pasokan produk bunga cukup tinggi. Industri tanaman hias yang juga dikembangkan adalah pelayanan jasa konsultasi pembuatan taman/landscaping, penataan dekorasi ruangan, rental tanaman, produk-produk karangan dan rangkaian bunga, pelatihan perbanyakan tanaman dengan penerapan teknologi kultur jaringan, dan toko-toko bunga (florist).

Menurut data dari Dinas Pertanian Kota Bandung (2008), total jumlah petani dan pedagang masih sekitar 512 orang dengan total luas areal usaha tanaman hias 9,14 hektar, masih memiliki potensi pengembangan areal sekitar 16 hektar. Omzet penjualan tanaman hias dan produk-produk bunga lainnya di Kota Bandung berkisar 1.972.450.000 rupiah per bulan atau setara dengan 23.669.400.000 rupiah per tahun.

Selain itu, keragaan tanaman hias Kota Bandung tersebar di seluruh wilayah Kota Bandung. Tanaman Anggrek berada di Kecamatan Ujungberung, Kiaracondong, Cibeunying Kaler, Cibeunying Kidul, dan Buah Batu. Produksi tanaman hias daun berada di Kecamatan Rancasari, Arcamanik, dan Sukasari. Sedangkan sentra produksi tanaman Sedap Malam berada di Kecamatan Gedebage, Ujungberung, dan Kiaracondong. Selain itu kawasan sentra perdagangan tanaman hias yang ada di wilayah Kota Bandung berada di Kecamatan Bandung Wetan, Regol, Cibeunying Kaler, Sukasari, Wastukencana serta beberapa titik jalur utama jalan-jalan di Kota Bandung. Pada Tabel 3 dapat


(20)

6 menunjukkan data pedagang tanaman hias dan kelembagaan kelompok tani di Kota Bandung tahun 2008 beserta luas lahan usahanya.

Tabel 3. Jumlah Pedagang Tanaman Hias dan Jumlah Kelompok Tani di Kota Bandung Tahun 2008

No Kecamatan Jumlah Kelompok Tani Jumlah Petani/ Pedagang Luas Lahan Usaha (m2)

Keterangan

1 Arcamanik 1 4 1.950 Kelompok Tani Kebon Cisaranten

2 Bandung

Wetan 2 88 4.385,5

Kelompok Pedagang Tanaman Hias dan Bunga Potong Taman

Cibeunying danPasar Bunga Wastukencana

3 Buahbatu 1 9 1.049 Kelompok Tani Pertiwi

4 Cibeunying

Kaler 1 10 1.045

Kelompok Tani Anggrek Bozongkenong

5 Cibeunying

Kidul 1 15 1.045

Kelompok Pedagang Tanaman Hias Puspa Yudha

6 Cibiru 3 12 3.203

Kelompok Tani Mandiri, Pemuda Tani Jamur Manglayang, dan Sabila Lestari

7 Gedebage 1 10 10.000 Kelompok Tani Gotong Royong 8 Kiaracondong 1 10 1.122 Kelompok Tani Javanica 9 Lengkong 1 10 1.622 Perkumpulan Pedagang tanaman

Hias Turangga

10 Rancasari 1 25 6.125 Kelompok Tani Kembang Rancasari

11 Regol 1 43 1.670 Kelompok Pedagang Bunga dan Tanaman Hias Tegalega 12 Ujungberung 3 23 2.896 Kelompok Tani Cattleya, Mitra

Asri, dan Paci 07

Sumber : Dinas Pertanian Kota Bandung (2008)

Pasar Bunga Wastukencana merupakan salah satu pusat perdagangan tanaman hias, bunga potong dan produk-produk bunga lainnya di Kota Bandung. Produk karangan bunga merupakan produk yang paling banyak diperjual-belikan dan menjadi produk unggulan bagi Pasar Bunga Wastukencana. Pasar Bunga Wastukencana memiliki 30 toko bunga (florist)yang melakukan usaha penjualan produk karangan bunga yang memiliki karakteristik usaha yang sama (homogen) dan sudah menjadi ikon di Kota Bandung sebagai tempat penjualan produk karangan bunga terlengkap, seperti produk bunga papan ucapan (krans, standing flower stik bahagia, stik sukses, stik duka cita). Pada Tabel 3 disebutkan bahwa Pasar Bunga Wastukencana merupakan salah satu pasar bunga terbesar di Kota Bandung yang mempunyai jumlah pedagang dan petani yang banyak. Pasar


(21)

Bunga Wastukencana dapat dijadikan sampel untuk menganalisis bagaimana gambaran risiko dari usaha penjualan produk karangan bunga di Kota Bandung.

1.2 Perumusan Masalah

Pasar Bunga Wastukencana merupakan pasar bunga terbesar di Kota Bandung yang berdiri sejak tahun 1950 dalam usaha penjualan produk karangan bunga. Pasar Bunga Wastukencana memiliki 28 kios bunga (florist) yang memiliki kesamaan dalam usahanya yaitu dari jenis dan bentuk produk yang dijual, harga produk, status usaha, teknik pemasaran, dan pasokan bahan baku dari masing-masing florist. Studi kasus dalam penelitian ini adalah Florist X yang merupakan florist yang berdiri paling lama sejak tahun 1970 di Pasar bunga Wastukencana. Usaha penjualan produk karangan bunga padaFloristX di Pasar Bunga Wastukencana tidak bisa lepas dari risiko usaha dalam setiap kegiatannya. Risiko terjadi pada tiap aktivitas usahanya. Produk karangan bunga berbeda dengan produk bunga potong lainnya. Produk karangan bunga biasanya dijual pada florist-florist yang berskala usaha kecil, namun omzet penjualan dapat dikatakan sangat tinggi karena produk karangan bunga memiliki nilai tambah yang besar. Permintaan produk ini tergantung dari banyaknya konsumen yang membutuhkan karangan bunga sebagai perwakilan ucapan dalam suatu kegiatan perayaan atau acara. Oleh karena itu, permintaan produk karangan bunga setiap hari tidak dapat diprediksi jumlahnya. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut Florist X membutuhkan manajemen risiko yang baik untuk meminimalisir dampak dari risiko tersebut, terutama yang berkaitan dengan pasokan bahan baku yang akan digunakan.

Berdasarkan observasi studi pendahuluan di lapangan, diperoleh bahwa kegiatan penjualan produk karangan bunga bagi setiap florist di Pasar Bunga Wastukencana memiliki karakteristik. Karakteristik penjualan produk karangan bunga, terlihat pada jumlah permintaan yang tidak menentu, karena bergantung dari banyak sedikitnya acara. Karakteristik lain adalah bentuk usaha penjualan produk karangan bunga yang homogen antara satu florist denganflorist lainnya. Selain itu, konsumen produk karangan bunga memiliki latar belakang ekonomi


(22)

8 maupun swasta, perusahaan, dan lain sebagainya. Karakteristik selanjutnya adalah bahan baku utama berupa bunga potong yang bersifat perishable/mudah rusak serta adanya sistem perjanjian pengiriman bahan baku (abodemen).

Dari beberapa karakteristik di atas, usaha penjualan produk karangan bunga padaFloristX di Pasar Bunga Wastukencana memiliki risiko. Risiko yang dihadapi olehFloristX, salah satunya adalah risiko yang terjadi pada bahan baku utama seperti bunga potong segar (Crysant, Gladiol, Suyok, Dahlia, Hebras, Rose, dan Baby Aster) yang bersifat mudah rusak dan terikat dalam sistem perjanjian abodemen, yaitu pengiriman bahan baku yang waktu, harga, dan jumlahnya tetap dan kontinyu setaip periode pengiriman. Tabel 4 memperlihatkan pemakaian bahan baku selama 18 periode pada bulan Juni-Juli 2010 padaFloristX.

Tabel 4. Data Penggunaan Bahan Baku Setiap Periode Abodemen padaFloristX Periode Juni-Juli 2010 (Ikat)

Periode Pasokan Bahan Baku

Penggunaan Bahan Baku

Bahan Baku Terbuang

Tambahan Bahan Baku

1 100 96 4

-2 100 69 31

-3 100 77 23

-4 100 82 18

-5 100 64 36

-6 100 95 5

-7 100 54 46

-8 100 81 19

-9 100 70 30

-10 100 116 - 16

11 100 54 46

-12 100 153 - 53

13 100 71 29

-14 100 121 - 21

15 100 115 - 15

16 100 51 49

-17 100 83 17

-18 100 76 24

-Dari tabel di atas, pemakaian bahan baku terlihat tidak menentu, tidak semua pasokan bahan baku setiap periodenya terpakai 100 persen. Penggunaan


(23)

bahan baku yang ideal adalah sebesar 100 ikat setiap periode pengiriman, namun dalam kenyataanya penggunaan bahan baku bisa lebih kecil atau lebih besar dari jumlah pasokan bahan baku. Apabila bahan baku yang terpakai lebih kecil dari 100 ikat, maka bahan baku menjadi bersisa atau tidak terpakai. Sedangkan pada saat pemakaian bahan baku lebih besar dari 100 ikat, maka Florist X mencari pasokan bahan baku di luar pasokan abodemen yang harganya dua kali lipat dari harga normal. Keadaan ini mengakibatkan adanya risiko kerugian yang dihadapi Florist X dan dapat berpengaruh pada pendapatan yang berfluktuasi. Fluktuasi tersebut dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 1. Pendapatan Usaha Penjualan Produk Karangan Bunga padaFloristX di Pasar Bunga Wastukencana Periode Juni-Juli 2010

Grafik di atas diperoleh dari data pendapatan usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana per periode pengiriman barang dari bulan Juni sampai bulan Juli 2010 sebanyak 18 periode, secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 1. Fluktuasi pendapatan dapat terlihat secara jelas pada Gambar 1. Pendapatan terendah terjadi di periode 16 yaitu sebesar Rp 2.300.000,00.-, sedangkan pendapatan tertinggi terjadi di periode


(24)

10 Pada penelitian ini, pengukuran risiko dan strategi penanganannya dapat membantu Florist X untuk mengetahui seberapa besar tingkat risiko dari pemakaian bahan baku yang dihadapi sehingga risiko dapat dikendalikan dan diantisipasi olehFloristX dengan melakukan strategi-strategi penanganan risiko. Risiko di atas hanyalah salah satu dari sekian banyak risiko yang dihadapiFlorist X dalam menjalankan usahanya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sumber-sumber risiko apa saja yang terdapat pada usaha penjualan produk karangan bunga padaFloristX di Pasar Bunga Wastukencana?

2. Bagaimana dampak risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga? 3. Bagaimana alternatif strategi usaha penjualan produk karangan bunga dalam

mengantisipasi risiko yang terjadi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi risiko yang terdapat pada usaha penjualan produk karangan bunga padaFloristX di Pasar Bunga Wastukencana.

2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko bahan baku.

3. Menyusun alternatif strategi pada usaha penjualan produk karangan bunga padaFloristX dalam mengantisipasi risiko yang terjadi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya :

1. Bagi florist X dapat memberikan manfaat dalam menganalisis risiko penjualan yang terjadi untuk produk-produk karangan bunga pada kondisi saat ini, terutama risiko bahan baku, sehingga dapat mendukung kemajuan usaha.


(25)

2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai acuan dan perbandingan mengenai analisis risiko usaha untuk penelitian selanjutnya, serta dapat memberikan ide bisnis produk karangan bunga (florist).

3. Bagi penulis, penelitian ini merupakan pengalaman, informasi, dan wawasan baru sekaligus untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan pada kondisi aktual di masyarakat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Beberapa ruang lingkup penelitian analisis risiko penjualan produk-produk karangan bunga adalah:

1. Produk yang dikaji adalah produk karangan bunga yang jenisnya terdiri dari papan bunga ucapan (krans, standing flower, stik bahagia, stik sukses, stik duka cita). Komoditas ini adalah produk unggulan dari sebagian besarflorist di Pasar Bunga Wastukencana.

2. Pengamatan dan identifikasi risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga dilakukan pada proses produksi (penyediaan bahan baku, penanganan bahan baku, dan perangkaian produk karangan bunga) sampai pada pemasarannya.

3. Penelitian ini akan difokuskan pada analisis risiko bahan baku terhadap pendapatan usaha penjualan produk karangan bunga pada FloristX di Pasar Bunga Wastukencana.

4. Penelitian ini mengambil studi kasus padaFloristX yang terdapat pada Pasar Bunga Wastukencana.

5. Abodemen adalah suatu kesepakatan bersama antara pemilik florist dengan pemasok/petani mengenai pengadaan bahan baku (bunga potong) dalam kurun waktu, harga dan jumlah tertentu yang bersifat tetap dan kontinyu. 6. Periode abodemen yang disepakati oleh pihak florist dan pemasok terbagi

menjadi dua kali periode, yakni Periode I dan Periode II dalam satu minggunya; Periode I; Rabu, Kamis, dan Jumat dengan pengiriman barang terjadi pada hari Selasa, sedangkan Periode II; Sabtu, Minggu, Senin, dan Selasa dengan pengiriman barang terjadi pada hari Jumat.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agribisnis Florikultura

Agribisnis secara umum adalah suatu sistem yang terdiri dari empat sub-sistem yang terintegrasi secara fungsional. Sub-sub-sistem pertama adalah agribisnis hulu (up-streem agribusiness) berupa ragam kegiatan industri dan perdagangan sarana produksi pertanian. Kedua adalah pertanian primer (on-farm agribusiness) yang menghasilkan komoditas pertanian primer dengan menggunakan saprotan. Ketiga, agribisnis hilir (down-stream agribusiness) berupa ragam kegiatan industri pengolahan hasil pertanian dan perdagangan. Sub-sistem keempat adalah lembaga jasa. Satu dari sub-sistem tersebut saling tergantung secara fungsional, sehingga keterbelakangan salah satu sub-sistem akan menghambat perkembangan sub-sistem lainnya (Sitorus 2001). Uraian tersebut menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis saling terkait dan saling mempengaruhi. Kegiatannya berbasis pada keunggulan sumberdaya alam (on-farm agribusiness) yang berhubungan dengan penerapan teknologi dan keunggulan sumberdaya manusia untuk perolehan nilai tambah (off-farm agribusiness), serta memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari skala usaha kecil dan rumah tangga hingga skala usaha raksasa, atau dari yang berteknologi sederhana hingga yang berteknologi tinggi.

Menurut Saragih (2001) prospek agribisnis florikultura di Indonesia dapat dilihat dari sisi penawaran (potensi sumberdaya) maupun dari sisi permintaan (potensi pasar). Dari sisi potensi sumberdaya, prospek agribisnis florikultura di Indonesia antara lain ditunjukkan hal-hal berikut:

1. Indonesia merupakan wilayah tropis yang memiliki agroklimat tropis (wilayah dataran rendah dengan ketinggian di bawah 500 meter dari permukaan laut) dan agroklimat (mirip) sub tropis (wilayah dataran tinggi dengan ketinggian di atas 500 meter dari permukaan laut). Dengan kedua agroklimat yang demikian hampir seluruh komoditas agribisnis florikultura yang terdapat di dunia, dapat dikembangkan di Indonesia.

2. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumberdaya florikultura yang cukup besar baik jenis florikultura dataran rendah maupun dataran tinggi. Dengan keragaman florikultura yang ada memungkinkan


(27)

untuk memenuhi hampir semua segmen pasar florikultura Internasional memungkinkan dimasuki Indonesia.

3. Indonesia masih memiliki lahan yang relatif luas sehingga ruang gerak pengembangan agribisnis yang relatif bersifat land based seperti florikultura pada umumnya masih cukup besar.

4. Teknologi dan sumberdaya manusia untuk pengembangan florikultura relatif tersedia. Pusat-pusat teknologi florikultura baik di lembaga penelitian pemerintah maupun di perguruan tinggi telah berkembang. Demikian juga sumberdaya manusia, keberagaman sunberdaya manusia di Indonesia (mulai dari “pekerja otot” sampai “pekerja otak”) bukan kendala bagi pengembangan agribisnis melainkan potensi karena setiap kualifikasi tenaga kerja memiliki relung pada agribisnis florikultura.

Selanjutnya Saragih (2001) juga menjelaskan dari segi potensi pasar, prospek agribisnis florikultura masih cukup cerah, baik pasar domestik maupun internasional:

1. Jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dengan kecenderungan peningkatan pendapatan ke depan, merupakan pasar yang besar bagi produk agribisnis florikultura. Saat ini Indonesia masih tergolong negara dimana konsumsi per kapita florikultura terendah di dunia. Sehingga pasar florikultura di dalam negeri masih merupakanemerging market.

2. Terdapat sejumlah perubahan di masa yang akan datang yang membuka kesempatan bagi agribisnis florikultura Indonesia baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Perubahan yang dimaksud adalah sebagai berikut : (1) Kawasan Asia Pasifik khususnya kawasan ASEAN dan Asia Timur di masa yang akan datang merupakan lokomotif perekonomian dunia menggeser kawasan atlantik saat ini. Pertumbuhan kawasan tersebut akan merupakan kawasan pemukiman, perkantoran, dan real estate lainnya yang cukup besar. Pertumbuhan real estate tersebut akan meningkatkan permintaan tanaman bunga; dan (2) Meningkatnya pendapatan masyarakat serta meningkatnya pengetahuan masyarakat akan kesegaran dan keindahan juga akan meningkatkan permintaan akan bunga potong.


(28)

14 2.2 Karakteristik Komoditas Florikultura

Menurut Soekartawi dalam Syarif (2005) Komoditas bunga potong secara umum dicirikan oleh karakteristik agribisnis yang berbeda dengan bisnis lainnya. Karakteristik alami komoditas pertanian yang umumnya bulky dan perishable mengakibatkan agribisnis bunga potong menjadi usaha yang memerlukan penanganan yang cepat dan tepat waktu, bersifat musiman dan memiliki biaya tata niaga serta risiko tingkat usaha (pengembalian investasi) yang tinggi akibat ketergantungan yang besar terhadap faktor eksternal seperti iklim dan kondisi alam. Oleh karena itu, dalam agribisnis bunga potong diperlukan kegiatan pengelolaan yang baik agar tuntutan kualitas dapat dipenuhi.

Menurut Purba (2010), ada beberapa hal yang terkait dalam menguasai perilaku pasar dantrendterhadap tanaman hias (florikultur) yaitu:

1. Perilaku pasar sangat dinamis sehingga memaksa kita untuk tetap proaktif mengikutinya.

2. Data dan Informasi untuk tanaman hias, perlu sosialisasi antar sesama pelaku pasar sejenis.

3. Trend masyarakat terhadap tanaman cepat berubah.

4. Channel Distributiondi dalam pengembangan pasar tanaman hias.

Perilaku pasar terhadap tanaman hias terbukti cepat berubah karena hal ini terkait dengan selera konsumen, misalnya mengenai informasi tentang manfaat dan harga pasarannya. Terkait trend masyarakat yang cepat berubah sehingga perlunya sosialisasi antar sesama pelaku pasar tanaman hias. Budidaya tanaman hias menuntut penanganan yang spesifik dan berbeda-beda. Oleh karena itu, usaha agribisnis tanaman hias ini akan lebih baik bila dikelola dalam suatu lembaga khusus dan secara berkelompok misal seperti Koperasi Bunga dan sejenisnya.

2.3 Produk Karangan Bunga

Pusat Pengembangan Pasar Wilayah Eropa (2004) dalam Anwari (2006), memberikan batasan ruang lingkup florikultura menjadi empat kelompok yaitu akar/bonggol (roots/tubers), tanaman hias (live-plants), bunga potong ( cut-flower), serta daun dan tanaman (foliage, branch of plants). Bunga potong adalah


(29)

bunga yang biasa digunakan untuk keperluan dekorasi, acara perkawinan, dan hari-hari khusus, seperti Idul Fitri, hari Kemerdekaan, hari Valentine, Peresmian gedung dan lain-lain. Sedangkan bunga hias adalah bunga yang biasa digunakan untuk keperluan taman (Hanapi 2006). Menurut Syarif (2005), diversifikasi produk dari komoditas florikultura yang mempunyai nilai tambah salah satunya adalah produk-produk karangan bunga seperti papan bunga ucapan, bouquet, standing flower, mobil hias, dan dekorasi taman. Fungsi dari produk-produk karangan bunga adalah sebagai karangan bunga ucapan pada hari-hari besar atau perayaan hari nasional, kampanye, peresmian gedung dan kantor, perayaan keagamaan, acara pernikahan, kematian, kelahiran, dan sebagainya. Hasil rangkaian yang terpadu antara warna dan jenis bunga serta dekor seni yang bagus dan ditata menarik dapat digunakan untuk mengungkapkan perasaan hati, pujian, simpati kepada yang berduka, ucapan selamat, perayaan dan sebagainya. Pemanfaatan berbagai jenis bunga potong dalam berbagai fungsi kegiatan atau acara dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pemanfaatan Jenis Bunga Potong dalam Berbagai Kegiatan

No Kegiatan Jenis Bunga yang Digunakan

1 Perkawinan Anggrek, Gladiol, Mawar, Krisan, Melati, Sedap Malam, Anyelir, Aster,Lily, Garbera

2 Upacara/Peresmian Anggrek, Melati, Krisan, Gladiol, Mawar, Aster, dan Garbera

3 Ucapan Selamat Anggrek, Mawar, Krisan, Gladiol, Sedap Malam, Aster, dan Garbera

4 Hari Besar Islam Anggrek, Mawar, Gladiol, Sedap Malam, Aster, dan Garbera

5 Natal dan Tahun Baru Anggrek, Mawar, Krisan, Sedap Malam, Lily, dan Garbera

6 Imlek Anggrek, Gladiol, Sedap Malam, Mawar, Lily,

dan Garbera

7 Kematian Anggrek, Krisan, Aster, Melati, Gladiol, Sedap Malam, dan Garbera


(30)

16 2.4 Definisi dan PeranFlorist

Menurut Soekartawi dalam Syarif (2005) florist adalah orang yang aktif menggeluti bidang usaha bunga dan dapat berupa pengusaha atau perangkai bunga. Floristdikategorikan sebagai pedagang pengecer karena merupakan mata rantai terakhir yang menghubungkan produsen tanaman hias dan bunga potong dengan konsumennya. Peranan pedagang pengecer dalam konteks pemasaran komoditas bunga potong sangatlah strategis, yaitu mempercepat penyampaian produk ke konsumen. Sesuai dengan sifatnya yang sangat mudah rusak (perishable) maka pemanfaatan bunga potong oleh konsumen diupayakan secepat mungkin agar masa penggunaan menjadi cukup lama.

Florist dalam kegiatan usahanya lebih banyak menggunakan kios atau toko untuk memasarkan produknya. Produk-produk florist diantaranya berupa papan bunga ucapan (stik), buket meja, buket besar (pakai kaki),standing flower (krans), mobil hias, dan dekorasi taman serta juga melayani pembelian eceran per tangkai. Nilai tambah produk bunga potong yang didapatkan floristcukup besar, karena dengan mengolah atau mengubah bunga potong menjadi beberapa produk yang dirangkai menarik sebagai hiasan ataupun ucapan (Syarif 2005).

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang diperlukan untuk penelitian analisis risiko penjualan produk-produk karangan bunga di Florist X adalah penelitian yang berhubungan dengan manajemen risiko dan florist. Oleh karena itu, beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan kedua topik tersebut diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Arfah (2009), Lubis (2009), Safitri (2009), Tarigan (2009), dan Wisdya (2009). Persamaan dengan penelitian ini adalah terletak pada topik tanaman hias pada penelitian Arfah (2009), Safitri (2009), dan Wisdya (2009). Sedangkan alat analisis yang dipakai sama dengan penelitian Lubis (2009) yaitu Z-score yang digunakan untuk menentukan probabilitas dan Value at Risk untuk menentukan dampak risiko. Sedangkan perbedaanya adalah terletak pada risiko yang dianalisis. Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya penelitian mengenai risiko. Penelitian ini menganalisis risiko usaha


(31)

dari penjualan produk karangan bunga dari florist-florist yang terdapat di Pasar Bunga Wastukencana.

Arfah (2009) menganalisis tentang risiko penjualan anggrekPhalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat. Variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini adalah mengenai anggrek Phalaenopsis dan bagaimana risiko penjualannya. Analisis data yang digunakan adalah dengan menghitung expected return, ragam (variance), simpangan baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variance) pada kegiatan spesialisasi dan analisis pendapatan, selain itu juga menggunakan analisis deskriptif yang digunakan untuk menganalisis manajemen risiko.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko penjualan pada kegiatan spesialisasi berdasarkan realisasi penjualan anggrek Phalaenopsis pada pasar lokal dan ekspor diperoleh risiko tertinggi yaitu pasar ekspor sebesar 0,114832332 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,114832332. Sedangkan risiko yang terendah adalah pada pasar lokal sebesar 0,099549102 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,099549102. Hal ini dikarenakan penjualan anggrek Phalaenopsis pada pasar ekspor sangat rentan terhadap klaim penjualan yang mengakibatkan pengembalian dan pemusnahan tanaman serta kerusakan mekanis dibandingkan dengan pasar lokal. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko yang tertinggi yaitu pasar lokal sebesar 0,249112134 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,249112134. Sedangkan yang terendah adalah pasar ekspor yaitu 0,170427671 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,170427671. Hal ini dikarenakan perbedaan harga yang terjadi dan biaya yang dikeluarkan untuk pasar lokal relatif besar meskipun realisasi penjualannya tinggi. Alternatif manajemen risiko dalam mengatasi risiko penjualan anggrek Phalaenopsis yaitu dengan melakukan peningkatan teknologi pengaturan cahaya green house, penerapan teknologi biopestisida sebagai pengendali hama dan penyakit, bimbingan manajemen mutu dan pasca panen, penerapan sistem SOP (standar operasional) terhadap kebijakan mutu produk, serta menciptakan


(32)

fungsi-18 Lubis (2009) menganalisis manajemen risiko produksi dan penerimaan Padi Semi Organik (studi kasus Gabungan Kelompok Tani Silih Asih di Desa Ciburuy, Bogor). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi dan risiko penerimaan, menganalisis dampak risiko, serta menganalisis strategi penanganan risiko pada Gapoktan Silih Asih. Alat analisis yang digunakan adalah menggunakan alat analisis sekuen, identifikasi sumber-sumber risiko dan teknik pendukung lainnya, dengan alat analisis ini akan diperoleh daftar risiko yang akan digunakan untuk mengetahui ukuran risiko dan kemudian dilanjutkan untuk mengetahui status risiko dan peta risiko.

Analisis selanjutya adalah analisis probabilitas dan dampak dari risiko produksi padi semi organik. Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya kerugian dapat dilakukan dengan analisis nilai standar yang dikenal dengan analisis z-score. Pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Analisis dilakukan menggunakan data produksi dan harga produk. Hasil analisis menunjukkan bahwa risiko penerimaan memiliki dampak besar dan probabilitas kecil, sedangkan rsisiko produksi memiliki probabilitas dan dampak yang besar. Strategi penanganan risiko diklasifikasikan pada dua kelompok yaitu preventif (penghindaran risiko) dan mitigasi (pencegahan risiko). Alternatif penanganan risiko penerimaan adalah monitor, sedangkan untuk kerugian produksi dengan prevent at source. Monitor akan menurunkan tingkat risiko yang disebabkan serangan hama dan penyakit maupun adanya kecelakaan kerja. Prevent at sourceditujukan untuk mengurangi risiko penggunaan pupuk kimia dan pengaturan musim tanam sesuai dengan iklim.

Safitri (2009) menganalisis risiko produksi daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko produksi yang dihadapi oleh PT PDMA dan menganalisis strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi daun potong di PT PDMA. Produk yang dikaji adalah daun potong jenis Asparagus bintang dan Philodendron marble. Hal ini disebabkan karena jenis tersebut merupakan komoditas unggulan perusahaan dan banyaknya permintaan, selain itu luasan lahan yang diusahakan untuk komoditas ini lebih besar daripada jenis yang lain. Data yang digunakan adalah data


(33)

produksi dari tahun 2007-2008. Penelitian ini difokuskan pada analisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan deskriptif yang digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai keadaan umum perusahaan dan manajemen risiko yang diterapkan perusahaan. Analisis kuantitatif terdiri dari analisis risiko yang meliputi analisis risiko pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi.

Hasil analisis risiko menunjukkan adanya risiko produksi pada usaha daun potong. Adanya risiko produksi disebabkan oleh faktor iklim atau cuaca, tingkat kesuburan lahan serta serangan hama penyakit. Penilaian risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dilihat berdasarkan produktivitas dan pendapatan bersih yang diperoleh dariAsparagus bintangdanPhilodendron marble.Philodendron marble mempunyai nilai variance yang lebih tinggi dibandingkan dengan Asparagus bintang yaitu 0.48. Demikian halnya dengan nilai standart deviation pada Philodendron marble mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan Asparagus bintangyaitu 0.69. Koefisien variasi diukur dari rasio standar deviasi dengan Expected return. Nilai coefficient variation menunjukkan bahwa Asparagus bintang mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan Philodendron marble. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk setiap satu satuan yang dihasilkan ternyata Philodendron marble menghadapi risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan Asparagus bintang. Berdasarkan informasi di atas terlihat bahwa Asparagus bintang memiliki risiko produksi paling tinggi berdasarkan pendapatan bersih dibandingkan denganPhilodendron marble.

PT Pesona Daun Mas Asri melakukan diversifikasi dari beberapa kegiatan usahanya yaitu risiko yang dihadapi perusahaan dengan melakukan diversifikasi Asparagus bintang dan Philodendron marble, ternyata lebih rendah jika dibandingkan risiko produksi tunggal yaitu produksi Asparagus bintang atau Philodendron marble. Strategi yang dilakukan oleh PT PDMA untuk dapat mengatasi risiko yang ada yaitu dengan diversifikasi dan pola kemitraan.

Tarigan (2009) menganalisis tentang risiko produksi sayuran organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah


(34)

20 spesialisasi dan diversifikasi dan juga menganalisis alternatif dalam mengatasi risiko produksi tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatanexpected return. Risiko produksi diukur berdasarkan penilaian hasil perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Komoditas yang dianalisis pada spesialisasi adalah brokoli, bayam hijau, tomat, dan cabai keriting. Sedangkan komoditas yang dianalisis pada portofolio adalah tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko produksiberdasarkan produktivitas pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting diperoleh risiko yang paling tinggi dari keempat komoditas adalah bayam hijau yaitu 0,225 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,225. Sedangkan yang paling rendah adalah cabai keriting yakni 0,048. Hal ini dikarenakan bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama pada musim penghujan. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko yang paling tinggi dari keempat komoditas adalah cabai keriting yaitu 0,80. Sedangkan yang paling rendah adalah brokoli yakni 0,16. Hal ini dikarenakan penerimaan yang diterima lebih kecil sedangkan biaya yang dikeluarkan tinggi.

Penanganan untuk mengatasi risiko produksi Permata HatiOrganic Farm dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada. Dengan adanya diversifikasi, maka kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani masih dapat ditutupi dari kegiatan usahatani lainnya. Oleh karena itu, diversifikasi usahatani merupakan alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko sekaligus melindungi dari fluktuasi produksi. Sealin itu, untuk penanganan risiko juga dapat dilakukan kemitraan produksi dengan petani sekitar yang memproduksi sayuran organik serta kemitraan dalam penggunaan input serta perlu adanya peningkatan manajemen pada perusahaan dengan melakukan fungsi-fungsi manajemen yang terarah dengan baik.

Wisdya (2009) menganalisis risiko Anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko produksi Anggrek Phalaenopsis pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi menggunakan bibit mericlone dan seedling, selain itu tujuan lainnya adalah menganalisis alternatif untuk mengatasi risiko produksi Anggrek


(35)

tersebut. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak perusahaan dan data sekunder yang diperoleh dari PT EGF yang meliputi luas lahan, harga produk, biaya-biaya yang dikeluarkan selama produksi berlangsung, jumlah produksi serta data pendukung lainnya. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan Variance, Standard deviation, dan Coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Komoditas yang dianalisis pada spesialisasi adalah tanaman Anggrek yang menggunakan bibit teknik seedling dan tanaman Anggrek teknik mericlone, sedangkan kegiatan portofolio adalah tanaman Anggrek menggunakan bibit teknikseedlingdanmericlone.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas pada tanaman Anggrek menggunakan bibit teknikseedling danmericlonediperoleh risiko yang paling tinggi adalah tanaman Anggrek teknikseedlingyaitu sebesar 0,078 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,078. Anggrek teknik seedling sangat rentan terjadi reject yang dikategorikan ke dalam adanya mutan, serangan hama penyakit dan kerusakan mekanis dibandingkan dengan tanaman Anggrek teknik mericlone, karena tanaman Anggrek dengan teknik seedling memiliki banyak variasi dalam pertumbuhannya sehingga tidak seragam dan seringkali terjadi mutasi genetik atau kelainan dari bentuk yang diinginkan perusahaan oleh karena itu harus dimusnahkan dan menyebabkan persentase keberhasilan produksi menurun. Selain itu serangan hama dan penyakit juga rentan terjadi pada musim penghujan atau peralihan sehingga banyak serangga yang menyerang tanaman Anggrek.

Penanganan untuk mengatasi risiko produksi PT EGF dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada. Dengan adanya diversifikasi, maka kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani masih dapat ditutupi dari kegiatan usahatani lainnya. Selain itu untuk penanganan risiko juga dapat dilakukan kerjasama penyediaan bibit dengan konsumen, dan usaha pembungaan berupa rangkaian bunga dalam pot sehingga tanaman dengan kategori rusak mekanis masih dapat dimanfaatkan.


(36)

22 Daftar penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Daftar Penelitian Terdahulu

No Nama Topik Metode

R I S I K O

1. Arfah

(2009)

Analisis Risiko Penjualan AnggrekPhalaenopsis

Expected Return, Ragam (Variance), Simpangan Baku (Standard Deviation), dan

Koefisien Variasi

(Coefficient Variance)

2. Lubis

(2009)

Analisis manajemen Produksi dan Penerimaan Padi Semi Organik

Z-Score dan Value at Risk (VaR)

3. Safitri (2009)

Analisis Risiko Produksi Daun Potong

Expected Return, Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation

4. Tarigan (2009)

Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik

Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation

5. Wisdya

(2009)

Analisis Risiko Produksi AnggrekPhalaenopsis

Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation


(37)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi dan Konsep Risiko

Secara sederhana, risiko diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang merugikan, sedangkan ketidakpastian merupakan situasi yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya ketersediaan informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Apabila suatu kejadian terjadi dan kejadian tersebut mengandung unsur kerugian maka kejadian tersebut disebut sebagai masalah, bukan risiko. Ada perbedaan yang sangat jelas antara masalah dan risiko. Masalah adalah kejadian yang sudah terjadi, sedangkan risiko adalah kejadian yang belum terjadi, yang bisa saja terjadi bisa juga tidak terjadi (Kountur 2008). Ketidakpastian yang dihadapi oleh perusahaan dapat berdampak merugikan atau menguntungkan. Apabila ketidakpastian yang dihadapi berdampak menguntungkan maka disebut dengan istilah kesempatan (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut sebagai risiko. Oleh sebab itu, risiko adalah sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan.

Kountur (2008) juga menyebutkan terdapat tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap sebagai risiko yaitu: (1) Merupakan suatu kejadian (2) Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, bisa terjadi atau tidak terjadi dan (3) Jika terjadi, akan menimbulkan kerugian. Risiko (risk) adalah kemungkinan merugi (possibility of loss or injury). Oleh karena itu, peluang akan terjadinya suatu kejadian telah diketahui terlebih dahulu yang diadasarkan pada pengalaman. Ketidakpastian (uncertainty) adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya (the quality or state of being uncertain; something that is uncertain) sehingga peluang terjadinya merugi belum diketahui sebelumnya (Robinson & Barry 1987).


(38)

24 3.1.2 Sumber Risiko

Menurut Harwood, et al (1999), risiko yang sering terjadi pada pertanian dan dapat menurunkan tingkat pendapatan petani yaitu:

1. Risiko produksi

Risiko yang terjadi dalam bidang pertanian yang dapat menurunkan hasil produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan produk, mutu produk yang tidak sesuai, biasanya disebabkan karena kejadian yang tidak terkontrol, misalnya kondisi alam yang ekstrim, curah hujan, cuaca, iklim, dan serangan hama dan penyakit.

2. Risiko harga atau pasar (penjualan)

Risiko harga dapat disebabkan oleh naiknya harga karena dampak inflasi, biasanya kenaikan harga input akan mempengaruhi harga produksi, sehingga berdampak pada kenaikan harga jual produk (output). Sedangkan risiko pasar diantaranya permintaan menurun (rendah), mutu produk yang tidak sesuai, kekuatan daya tawar pembeli, ketatnya persaingan, strategi pemasaran yang tidak baik, dan ketidakpastian penjualan produk.

3. Risiko institusi (kelembagaan)

Institusi juga dapat mempengaruhi kondisi pertanian melalui kebijakan dan peraturan, misalnya kebijakan pemerintah dalam menjaga kestabilan proses produksi, distribusi, dan harga input-output. Terkadang kebijakan-kebijakan tersebut dapat mempersulit para pelaku pertanian, seperti pembatasan impor bibit.

4. Risiko manusia

Risiko ini disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia dalam melakukan pekerjaanya. Sumberdaya manusia yang terlibat dalam keseluruhan proses produksi perlu diperhatikan untuk menghasilkan output yang optimal. Risiko yang disebabkan oleh manusia dapat menimbulkan kerugian seperti kelalaian sehingga menimbulkan kebakaran, pencurian, dan rusaknya fasilitas produksi. 5. Risiko keuangan

Risiko keuangan biasanya berkaitan dengan modal, modal yang dimiliki dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan output. Risiko yang muncul seperti sumber modal dari pinjaman, piutang tak tertagih, aliran uang


(39)

yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, laba yang menurun akibat krisis, dan lain-lain.

Menurut Kountur (2008), risiko dilihat dari beberapa sudut pandang, diantaranya risiko adalah dari sudut pandang:

1. Penyebab timbulnya risiko 2. Akibat yang ditimbulkan 3. Aktivitas yang dilakukan 4. Kejadian yang terjadi

3.1.2.1 Risiko dari Sudut Pandang Penyebab

Apabila dilihat dari sudut pandang sebab terjadinya risiko, ada dua macam risiko yaitu: (1) Risiko Keuangan, dan (2) Risiko Operasional. Risiko keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti harga, tingkat bunga, dan mata uang asing. Jadi, risiko yang disebabkan oleh terjadinya perubahan harga, perubahan tingkat bunga, atau perubahan mata uang asing disebut sebagai risiko-risiko keuangan. Sedangkan risiko operasional adalah risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non-keuangan. Faktor-faktor non-keuangan tersebut yaitu manusia, teknologi, dan alam.

3.1.2.2 Risiko dari Sudut Pandang Akibat

Risiko bisa dilihat dari akibat yang ditimbulkan. Ada dua kategori risiko jika dilihat dari akibat yang ditimbulkan: (1) Risiko Murni, dan (2) Risiko Spekulatif. Risiko murni adalah suatu kejadian berakibat hanya merugikan saja dan tidak memungkinkan adanya keuntungan. Sedangkan risiko spekulatif adalah risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi juga memungkinkan terjadinya keuntungan.

3.1.2.3 Risiko Dari Sudut Pandang Aktivitas

Ada berbagai macam aktivitas yang dapat menimbulkan risiko. Misalnya risiko pemberian kredit oleh bank, risikonya disebut risiko kredit. Demikian juga


(40)

26 perjalanan. Banyaknya risiko dari sudut pandang aktivitas yaitu sebanyak jumlah aktivitas yang ada.

3.1.2.4 Risiko Dari Sudut Pandang Kejadian

Risiko sebaiknya dinyatakan berdasarkan kejadiannya. Misalnya, kejadiannya adalah kebakaran maka disebut risiko kebakaran. Jika kejadiannya adalah nilai tukar mata uang rupiah dibandingkan dengan mata uang asing yang anjlok maka disebut risiko anjloknya nilai tukar rupiah, dan lain-lain. Perlu diketahui bahwa dalam suatu aktivitas pada umunya terdapat beberapa kejadian, sehingga kejadian adalah salah satu bagian dari aktivitas.

Seseorang yang ahli dalam bidang Enterprise Risk Management harus dapat memahami beberapa kategori risiko sehingga dapat mengetahui dan bisa menjelaskan mengapa begitu banyak istilah risiko yang ada dan memahami bahwa sebenarnya istilah-istilah tersebut dikatakan demikian oleh karena dilihat dari sudut pandang yang berbeda.

Namun, agar risiko dapat dikelola dengan baik seharusnya dinyatakan berdasarkan kejadiannya. Hanya dengan menyatakan risiko berdasarkan kejadian baru dapat diketahui cara-cara apa yang dapat dilakukan untuk mengelola risiko tersebut (Kountur, 2008).

3.1.3 Sikap Individu Terhadap Risiko

Menurut Moschini dan Hennessy (1999), analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan (decision theory). Individu diasumsikan bertindak rasional dalam pengambilan keputusan. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko yaitu expected utility model. Model ini digunakan karena adanya kelemahan yang terdapat pada expected return model, yang ingin dicapai oleh seseorang yaitu bukan nilai (return) tetapi kepuasan (utility).

Menurut Debertin (1986), kepuasan atau utilitas yang diterima petani (manajer) dari setiap pengeluaran dalam skala besar menentukan strategi yang akan dijalankan. Maksimisasi utilitas menjadi kriteria pilihan yang dibuat oleh manajer. Tujuan yang ingin dicapai manajer adalah maksimisasi utilitas dan


(41)

bukan peningkatan pendapatan semata. Hubungan antara fungsi kepuasan dan pendapatan (income) serta ukuran tingkat kepuasan dapat dilihat pada Gambar 2.

Utility(U) Margin Utility(MU)

Income(I) Expected Income(EI)

Gambar 2. Hubungan Fungsi Kepuasan dengan Pendapatan Sumber: Debertin, 1986

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa hubungan fungsi kepuasan dengan pendapatan adalah positif, dimana jika kepuasan meningkat maka pendapatan yang akan diperoleh juga meningkat.

Menurut Robinson dan Barry (1987), sikap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu :

1. Risk Aversion

Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko akan menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasan.

2. Risk Taker

Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko akan menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan.


(42)

28 3. Risk Neutral

Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko akan menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan yang diharapkan.

Risiko adalah konsekuensi dari setiap kegiatan yang dilakukan. Seluruh kegiatan baik perorangan atau perusahaan juga mengandung risiko. Risiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan besarnya return yang akan diterima oleh pengambil risiko. Semakin besar risiko yang dihadapi umumnya dapat diperhitungkan bahwa return yang diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan risiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan risiko. Hubungan antara risiko dengan return dapat dilihat pada Gambar 3.

Return Expected Return

Risk Gambar 3. HubunganRiskdanReturn

Sumber: Barron’s, 1993

Gambar 3 dapat memperlihatkan bahwa semakin besar risiko yang dihadapi maka semakin besar pula return yang diperoleh yaitu high risk high return. Begitu pula sebaliknya semakin kecil risiko yang diterima semakin kecil pulareturnyang dihasilkan.


(43)

3.1.4 Manajemen Risiko

Menurut Kountur (2008), Manajemen risiko perusahaan atau yang sangat dikenal dengan istilah Enterprise Risk Management (ERM) adalah suatu cara (proses atau metode) yang digunakan perusahaan untuk menangani risiko-risiko yang dihadapi dalam usaha mencapai tujuannya atau cara bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih risiko-risiko tertentu saja. Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi dari manajemen. Ada beberapa fungsi manajemen yang sudah dikenal yaitu perencanaan, mengorganisasi, mengarahkan dan melakukan pengendalian atau planning, organizing, actuating, controlling (POAC). Dengan demikian ditambahkan satu fungsi lagi yang sangat penting yaitu menangani risiko.

Ada beberapa alasan mengapa penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi manajemen:

1. Manajer adalah orang yang harus bertanggung jawab atas risiko-risiko yang terjadi di unitnya. Semua manajer bertanggung jawab atas risiko di unitnya masing-masing. Itu sebabnya manajemen risiko merupakan pekerjaan yang harus dilakukan oleh setiap manajer sehingga menjadi salah satu fungsi manajemen yang tidak boleh diabaikan.

2. Walaupun ada unit di dalam perusahaan yang melakukan pekerjaan manajemen risiko, bukan berarti tanggung jawab risiko lepas dari setiap manajer. Manajer yang membawahi suatu unit bertanggung jawab atas risiko yang terjadi pada unitnya. Manajemen risiko adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh setiap manajer.

3.1.5 Proses Pengelolaan Risiko

Kountur (2008) menjelaskan bahwa pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadapi perusahaan, untuk mendapatkan suatu daftar risiko. Setelah daftar risiko dibuat, proses selanjutnya adalah mengukur risiko-risiko yang telah diidentifikasi untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan terjadinya risiko dan seberapa besar konsekuensi dari risiko tersebut. Maksud dari pengukuran risiko ini adalah supaya dapat


(44)

30 sebenarnya adalah ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko, sehingga kita bisa mengetahui mana risiko yang lebih berisiko dan mana risiko yang tidak terlalu berisiko dari yang lain. Sedangkan peta risiko adalah gambaran sebaran risiko dalam suatu peta sehingga kita bisa mengetahui dimana risiko berada dalam suatu peta.

Berdasarkan peta risiko dan status risiko, manajemen malakukan penanganan risiko. Penanganan risiko dimaksudkan untuk memberikan usulan apa yang akan dilakukan untuk menangani risiko-risiko yang telah terpetakan. Usulan penanganan risiko ini kemudian dilaporkan kepada manajemen risiko perusahaan yang akan digunakan untuk memonitor pelaksanaan usulan-usulan tersebut. Evaluasi merupakan aktivitas selanjutnya dari proses manajemen risiko perusahaan. Proses pengelolaan atau manajemen risiko perusahaan berlangsung terus-menerus, setelah selesai satu proses kembali lagi melakukan proses awal, dan seterusnya.Proses pengelolaan risiko perusahaan dapat dilihat pada Gambar 4.

PROSES OUTPUT

Daftar Risiko

Peta Risiko Status Risiko

Usulan (Penanganan Risiko)

Gambar 4. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan dan Output yang Dihasilkan Sumber : Kountur (2008)

Evaluasi

Identifikasi Risiko

Pengukuran Risiko


(45)

3.1.5.1 Lingkup Identifikasi Risiko

Identifikasi dilakukan pada setiap unit di dalam perusahaan. Mulai dari unit yang terkecil, kemudian unit yang lebih besar, seterusnya sampai unit yang paling besar yaitu perusahaan. Dengan demikian lingkup identifikasi risiko adalah unit atau bagian di dalam organisasi. Identifikasi risiko dimulai dari unit dimana ada seseorang yang mengepalai bagian unit tersebut di dalam perusahaan (Kountur, 2008).

Ada begitu banyak risiko dan tidak mungkin dapat diidentifikasi seluruhnya. Menurut hukum Pareto yang sering dikenal dengan hukum 80:20 atau 20:80, aplikasi hukum Pareto pada risiko ialah bahwa 80 persen kerugian perusahaan disebabkan oleh hanya 20 persen risiko yang krusial. Krusial apabila unit risiko tidak dapat menghasilkan produk atau jasa oleh karena aktivitas yang bersangkutan terganggu atau tidak berjalan dengan semestinya. Jika dapat menangani 20 persen risiko yang krusial saja maka dapat menghindari 80 persen kerugian. Langkah-langkah dalam proses identifikasi risiko adalah sebagai berikut:

1. Menentukan unit risiko

2. Memahami proses bisnis dari unit tersebut

3. Menentukan satu atau beberapa aktivitas yang krusial dari unit tersebut 4. Menentukan barang dan orang yang ada pada aktivitas krusial tersebut

5. Mencari tahu kerugian yang dapat terjadi pada barang dan orang dari aktivitas krusial tersebut

6. Menentukan penyebab terjadinya kerugian atau risiko 7. Membuat daftar risiko

3.1.5.2 Pengukuran Risiko

Menurut Kountur (2008), ada beberapa metode pengukuran kemungkinan terjadinya risiko diantaranya: Metode Poisson, Metode Binomial, Metode Nilai Standar (z-score), dan Metode Aproksimasi.


(46)

32 1. Metode Poisson

Metode Poisson digunakan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: Ada data historis tentang kejadian yang serupa sebelumnya, Datanya dalam bentuk diskrit (data berangka bulat), dan Ada periode waktu ke depan yang ditetapkan.

2. Metode Binomial

Metode Binomial diguanakan untuk mengetahui kemungkinan atau probabilitas terjadinya risiko apabila menghadapi situasi-situasi sebagai berikut: Ada data historis tentang peristiwa yang terjadinya pada suatu lokasi, Datanya dalam bentuk diskrit, dan Diketahui sesuai dengan data historis ada probabilitas berhasil dan gagal.

3. Metode Nilai Standar (Z-score)

Metode nilai standar (Z-score) digunakan apabila: Ada data historis, dan Data dalam bentuk kontinus.

4. Metode Aproksimasi

Metode Aproksimasi adalah cara untuk mengetahui probabilitas dan dampak risiko dengan cara menanyakan kira-kira berapa probabilitas dan dampak dari suatu risiko kepada orang lain. Pengumpulan informasi pada metode ini dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga cara berikut ini: Expert opinion, Consensus, atauDelphy.

3.1.5.3 Pemetaan Risiko

Hasil pengukuran risiko tersebut dapat dimasukkan ke dalam peta risiko (Kountur,2008). Pemetaan risiko ini akan membantu memperlihatkan posisi risiko yang dievaluasi dan membantu perusahaan untuk merancang tindakan yang tepat untuk menghadapi risiko tersebut.

Menurut Kountur (2008) peta risiko ini dikelompokkan ke dalam empat kuadran dan alternatif penganannya, yaitu :

1. Dampak kecil dan probabilitas kecil (kuadran 4) =low control

2. Dampak kecil dan probabilitas besar (kuadran 2) =detect and monitor 3. Dampak besar dan probabilitas kecil (kuadran 3) =monitor


(47)

Probabilitas merupakan kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang dari suatu sumber risiko yang dapat merugikan perusahaan dan biasanya dihitung dalam satuan persentase (%), sedangkan dampak adalah jumlah kerugian yang ditanggung perusahaan akibat terjadinya risiko tersebut.

3.1.5.4 Penanganan Risiko

Berdasarkan peta risiko kemudian dapat diketahui strategi penanganan risiko seperti apa yang paling tepat untuk dilaksanakan. Ada dua strategi penanganan risiko (Kountur 2008) yaitu:

1. Preventif; dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko

Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : (1) membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur (2) mengembangkan sumber daya manusia, dan (3) memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.

2. Mitigasi; strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko

Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah:

a) Diversifikasi

Diversifikasi adalah cara menempatkan aset atau harta di beberapa tempat sehingga jika salah satu kena musibah maka tidak akan menghabiskan semua aset yang dimiliki. Diversifikasi merupakan salah satu cara pengalihan risiko yang paling efektif dalam mengurangi dampak risiko.

b) Penggabungan

Penggabungan ini merupakan salah satu cara penanganan risiko yang dilakukan oleh perusahaan dengan melakukan kegiatan penggabungan dengan pihak perusahaan lain, contoh strategi ini adalah perusahaan yang melakukan merger atau dengan melakukan akuisisi.


(1)

92 Lampiran 2. Peta Lokasi Pasar Bunga Wastukencana


(2)

93 Lampiran 3. Gambar Aktivitas di Pasar Bunga Wastukencana


(3)

94 Lampiran 3. Lanjutan


(4)

95 Lampiran 3. Lanjutan


(5)

RINGKASAN

MARKHAMAH. Manajemen Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan HARMINI).

Kesejahteraan masyarakat yang meningkat diikuti oleh meningkatnya pendapatan dan gaya hidup menuju ke alam (green living movement) mengakibatkan perkembangan pola konsumsi masyarakat yang tidak terpaku lagi pada pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan sudah menuntut suasana lingkungan nyaman, sehat, dan menarik (keindahan/estetika) serta kebutuhan saling menghargai antar individu. Produk karangan bunga difungsikan sebagai ucapan dalam berbagai acara atau perayaan, juga sebagai simbol penghargaan antar individu. Pasar Bunga Wastukencana merupakan salah satu pusat perdagangan tanaman hias, bunga potong dan produk-produk bunga lainnya terbesar di Kota Bandung. Karakteristik penjualan produk karangan bunga, terlihat pada jumlah permintaan yang tidak menentu, latar belakang konsumen tertentu, serta bahan baku utama yang bersifat perishable dan adanya sistem perjanjian pengiriman bahan baku yang bersifat tetap (abodemen). Studi kasus dilakukan padaFloristX yang memiliki permasalahan berupa risiko dalam usaha penjualan produk karangan bunga. Dari beberapa karakteristik di atas, risiko yang dihadapi oleh FloristX, salah satunya adalah risiko bahan baku. Penggunaan bahan baku yang ideal adalah sebesar 100 ikat setiap periode pengiriman, namun dalam kenyataanya penggunaan bahan baku bisa lebih kecil atau lebih besar dari jumlah pasokan bahan baku, yang mengakibatkan pemakaian bahan baku tidak menentu, sehingga dapat menimbulkan kerugian yang menyebabkan adanya fluktuasi pendapatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi risiko yang terdapat pada usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana (2) Menganalisis probabilitas dan dampak risiko bahan baku (3) Menyusun alternatif strategi pada usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana dalam mengantisipasi risiko yang terjadi. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwaFloristX merupakan salah satu florist yang sudah lama bergelut dalam usaha penjualan produk karangan bunga sejak Pasar Bunga Wastukencana berdiri. Waktu pengumpulan data dimulai pada bulan Juli sampai Agustus 2010.

Pengukuran risiko terbagi menjadi dua, yaitu pengukuran yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran yang bersifat kuantitas dilakukan dengan menggunakan Metode Nilai Standar (Z-score) dan Value at Risk. Sedangkan pengukuran yang bersifat kualitatif dilakukan dengan menggunakan Metode Aproksimasi, yaitu dengan menggunakanExpert Opinion.

Indikasi adanya risiko bahan baku pada usaha penjualan produk karangan bunga dapat dilihat dengan adanya fluktuasi penggunaan bahan baku setiap periode pengiriman barang (abodemen) yang dialami Florist X. Risiko tersebut mengakibatkan pemakaian bahan baku tidak menentu, sehingga menimbulkan kerugian. Pada saat permintaan menurun, pasokan bahan baku berlebih hingga tidak terpakai karena menjadi busuk. Sedangkan pada saat permintaan meningkat,


(6)

mengalami kekurangan bahan baku, hingga harus mencari pasokan lain di luar abodemen yang harganya dua kali lipat dari harga normal. Risiko lainnya adalah sistem quality control yang kurang baik dari petani pemasok bahan baku, sehingga menyebabkan pasokan bahan baku tidak 100 persen berkualitas baik dan memenuhi standar. Selain itu, belum adanya penanganan yang tepat terhadap bahan baku oleh Florist X, sehingga apabila terjadi penumpukkan bahan baku, akan mengakibatkan banyaknya bakteri pembusukan yang dapat menyebar ke bahan baku yang baru, sehingga dapat mengakibatkan pembusukkan massal. Dari hasil pengukuran risiko dengan menggunakan Z-score dan Value at Risk, nilai probabilitas penggunaan bahan baku yang lebih kecil dari 80 ikat dan lebih besar dari 120 ikat pada Florist X adalah 52,6 persen, sedangkan nilai Value at Risk yang diperoleh sebesar Rp 200.220,515. Dalam peta risiko, risiko bahan baku terdapat pada kuadran I.

Strategi penanganan risiko yang dilakukan terbagi menjadu dua, yaitu: preventif dan mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk sumber risiko yang berada pada kuadran I dan II. Strategi mitigasi diakukan untuk sumber risiko yang berada pada kuadran I dan III. Penganganan preventif bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Penanganan preventif yang dilakukan berupa memperbaiki sistem pasokan bahan baku (abodemen). Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan peramalan terhadap penjualan periode berikutnya. Identifikasi kebutuhan bahan baku pada periode-periode mendatang dapat diketahui dengan menghubungkan data penjualan selama satu tahun yang lalu dengan data penggunaan bahan bakunya, kemudian menganalisis penyebab dari naik turunnya permintaan. Secara historis, Florist X dapat melakukan peramalan penjualan untuk periode-periode berikutnya, kemudian diturunkan dalam kebutuhan bahan baku untuk periode berikutnya, sehingga pemesanan bahan baku dapat diantisipasi. Strategi selanjutnya adalah melakukan penanganan yang baik dan tepat dalam menjaga kesegaran dan kualitas bahan baku. Selain itu, mengembangkan sumber daya manusia serta memasang dan memperbaiki fasilitas fisik.

Sedangkan penanganan mitigasi bertujuan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh sumber-sumber risiko. Penanganan mitigasi yang dilakukan berupa melakukan kerjasama dengan florist-florist yang lain dalam mengatasi kelebihan bahan baku, melakukan penggabungan dengan beberapa florist dalam pemesanan bahan baku pada pemasok bahan baku, melakukan diversifikasi usaha, diantaranya dengan menciptakan unit usaha sendiri yang melakukan penjualan bunga secara eceran dan juga bentuk buket, dan penggunaan bunga dari kertas sebagai pengganti sementara untuk bunga potong apabila terjadi kelangkaan pada bunga potong. Selain itu, melakukan kontrak dengan Koppas Bunga Wastukencana dalam hal bantuan pinjaman modal, meningkatkan tanggungjawab kerja dan ketampilan melaluibriefing danjobdeskyang jelas, dan pada saat pemesanan, konsumen membayar uang muka sebesar 30-50 persen dari harga produk, hal ini untuk memperkecil risiko piutang tak tertagih.

Alternatif strategi penanganan risiko bahan baku adalahprevent at source. Permasalahan karyawan, jobdesk dan pemasaran yang belum maksimal dengan detect and monitor, sedangkan piutang tak tertagih dan keteledoran karyawan denganmonitor. Teknik pemasaran yang masih konvensional denganlow control.