Pengaruh Inflasi, Kurs, Investasi dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) di Bursa Efek Indonesia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM S-1 EXTENSION

PENGARUH INFLASI, KURS, INVESTASI DAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) TERHADAP HARGA SAHAM DAN VOLUME

PERDAGANGAN SAHAM PT. BANK RAKYAT INDONESIA (Tbk). DI BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan oleh:

LEO IBRAHIM SIHOMBING 050523064

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2009


(2)

ABSTRACK

The objective of this research is about analyzing the influence of macroeconomic variables concerning the Share Price and Trading Volume of PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk). The macroeconomic variables that used in this analysis are Inflation, Exchange Rate Rupiahs to US Dollar, Number of Investment, and SBI Rate. The aims of this research are to prove the significantly of macroeconomics’ influences about Share Price and Trade Volume of PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) beside to knowing which of macroeconomics’ variables was dominant to influences above. This research uses multiple regression models as tools in analyzing the variables to get know their influences according to research’s aims.

The result shows Number of Investments and SBI Rate significantly influences the Share Price of PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) beside the share price itself was significantly influence the Trade Volume of it.

Key words : macroeconomic variables, fundamental analysis, share price, trade volume of shares, BBRI share.


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis pengaruh variabel-variabel makro ekonomi terhadap harga saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) yang dilanjutkan dengan analisis terhadap volume perdagangan saham perusahaan tersebut. Variabel-variabel makro yang digunakan dalam penelitian ini adalah Inflasi, Kurs, Investasi dan Suku Bunga SBI. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas yang digunakan serta variabel bebas mana yang paling berpengaruh terhadap Harga Saham dan Volume Perdangan Saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) selama periode Januari 2004 s.d Desember 2008.

Dalam melakukan analisis, peneliti menggunakan model persamaan regresi linier berganda dengan tujuan untuk melihat hubungan antar variabel-variabel bebas yang digunakan terhadap variabel terikatnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham adalah variabel Investasi dan variabel Suku Bunga SBI dengan tingkat 5%, sedangkan dua variabel lain (Inflasi dan Kurs) pengaruhnya tidak signifikan dan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap Volume Perdagangan Saham adalah Harga Saham itu sendiri.

Kata kunci : variabel makro ekonomi, analisis fundamental, harga saham, volume perdagangan saham, saham BBRI,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT – Tuhan yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai, dengan judul “Pengaruh Inflasi, Kurs, Investasi dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) di Bursa Efek Indonesia”. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarja di Fakultas Ekonomi – Univestas Sumatera Utara, Medan.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga akan sangat senang jika nanti skripsi ini dapat dijadikan sebagai perbandingan yang kemudian dapat diteruskan sebagai masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

Dengan kerendahan hati, perkenankan penulis untu menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang juga ikut memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS, selaku Pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dan keluangan waktu kepada penulis hingga selesainya


(5)

skripsi ini. Semoga masukan dan bimbingan yang telah Bapak berikan akan dapat terus penulis kembangkan demi tercapainya kemajuan, khususnya kemajuan bagi penulis sendiri.

4. Bapak Drs. Sahat Silaen, M.Si dan Ibu Dra. Raina Linda Sari, selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan, koreksi dan perbandingan kepada penulis untuk dapat penulis gunakan sebagai kritik dalam penyempurnaan penelitian ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen yang selama ini telah memberikan perkuliahan kepada penulis; Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS, Bapak Drs. Jonathan Sinuhaji (Alm), Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, Bapak Drs. Sahat Silaen, M.SI, Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya Hsb., M.Si, Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si, Bapak Drs. A. Samad Zaino, MS, Ibu. Dra. T. Diana Bakti, M.Si, Bapak Drs. Arifin Siregar, Bapak Lic.rer.reg Sirojuzilam, SE, Bapak Drs. Aman Tarigan, SU, Bapak Drs. Rujiman, Bapak Drs. Zubeirsyah, SU, Bapak Drs. Karel S. Manik, Bapak Drs. Iskandar Syarief, MA, Ibu Dra. Salbiah, M.Si, Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si, Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Bapak Dr. Syaad Afifuddin, M.Ec, Bapak Ramly Srg, SH, M.Hum, Bapak Muslich Lutfi, M.Ba, Ibu Dra. Naleni Indra, M.Si, Ibu Dra. Yulinda, M.Si, Ibu Dra. Budikennita, M.Si, Bapak Drs. Irwan, Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, dan khususnya kepada Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Ph.D, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis selama masa perkuliahan. Semoga semua ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan diperhitungkan sebagai amal oleh Tuhan


(6)

YME dan dapat terus penulis kembangakan demi kemajuan, khususnya bagi penulis sendiri.

6. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Ekonomi, khususnya para staf Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dan masa penyelesaian skripsi ini. Pegawai Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Fakultas Ekonomi, Perpustakaan BPS Sumut, Perpustakaan Kantor Bank Indonesia Medan, Perpustakaan Daerah Sumut. Terimakasih atas bantuannya.

7. Seluruh Mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan yang ikut memberikan bantuan, masukan dan motovasi kepada penulis selama perkuliahan dan selama masa penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dan perbandingan dalam menyusun skripsi selanjutnya.

8. Ayah dan Ibunda tercinta, Abang, Kakak dan Adik serta seluruh keluarga yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis sehingga selesainya penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan semua yang terbaik untuk kita.

9. Bapak Eko Purwanto, S. Kom, M.Kom yang telah memberikan izin, dorongan dan motovasi kepada penulis dalam menempuh perkuliahan di program ekstensi F.E USU. Penulis ucapkan terimakasih, semoga semua ilmu dan pengalaman yang sempat penulis peroleh selama bekerja di perusahaan yang Bapak pimpin akan terus dapat berkembang dan berguna seperti yang telah Bapak sampaikan.


(7)

10.Rekan seperjuangan, rekan kerja, para sahabat dan semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis selam ini dan selama penyusunan skripsi, jangan pernah berhenti berbuat dan terima kasih banyak atas semuanya.

Akhir kata penulis berharap semoga hasil penulisan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, terutama bagi penulis sendiri.

Medan, April 2009 Hormat penulis,


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI, PENELITIAN TERDAHULU DAN KERANGKA KONSEPTUAL ... 6

2.1. Landasan Teori ... 6

2.1.1. Inflasi ... 6

2.1.1.1. Defenisi Inflasi ... 6

2.1.1.2. Penggolongan dari Jenis Inflasi ... 6


(9)

2.1.1.4. Dampak Inflasi ... 17

2.1.1.5. Kebijakan Mengatasi Inflasi ... 19

2.1.2. Kurs ... 21

2.1.2.1. Defenisi Kurs ... 21

2.1.2.2. Sistem Kurs... 22

2.1.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs ... 24

2.1.3.Investasi ... 25

2.1.3.1. Definisi Investasi ... 25

2.1.3.2. Dasar Keputusan Investasi ... 26

2.1.4. Sertifikat Bank Indonesia ... 29

2.1.4.1. Pengertian SBI ... 29

2.1.4.2. Karakteristik SBI ... 30

2.1.4.3. Keuntungan dan Kerugian SBI ... 30

2.1.6. Saham ... 31

2.1.6.1. Defenisi Saham ... 31

2.1.6.2. Jenis-jenis Saham... 32

2.1.6.3. Keuntungan Investasi dengan Saham ... 35

2.1.6.4. Resiko Investasi dengan Saham ... 36

2.1.6.5. Penawaran Umum dan Pencatatan Efek di Bursa ... 39

2.1.6.6. Prosedur Transaksi Pembelian dan Penjualan Efek atau Saham ... 40

2.1.7. Indeks Harga Saham ... 42


(10)

2.1.8.1. Analisis Ekonomi/ Pasar ... 46

2.1.8.1.1. Memperkirakan Perubahan di dalam Perekonomian/Pasar... 48

2.1.8.1.2. Penggunaan Indikator Moneter untuk Memperkirakan Kondisi Pasar ... 48

2.1.8.1.3. Kondisi Ekonomi dan Kondisi Pasar ... 49

2.1.8.1.4. Penggunaan Model-model Valuasi untuk Memperkirakan Kondisi Pasar ... 51

2.1.8.2. Analisi Industri ... 51

2.1.8.2.1. Menganalisi Industri ... 52

2.1.8.2.2. Siklus Kehidupan Industri ... 53

2.1.8.3. Analisis Siklus Bisnis ... 56

2.1.8.3.1. Berbagai Aspek Kualitatif dalam Analisi Industri ... 57

2.1.8.3.2. Menilai Prospek Industri di Masa yang Akan Datang ... 58

2.1.8.4. Analisi Perusahaan ... 60

2.1.8.4.1. Memahami Laba yang Diperoleh Perusahaan ... 61

2.1.8.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laba (EPS, ROE, ROA, dan Net Income Margin)... 62


(11)

2.1.8.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi PER .. 65

2.1.9. Analisis Teknikal Harga Saham ... 66

2.1.10. Volume Perdagangan Saham ... 70

2.2. Penelitian Terdahulu ... 71

2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian ... 74

2.3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 79

2.3.2. Hipotesis Penelitian ... 81

BAB III METODE PENELITIAN ... 82

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 82

3.2. Pendekatan Penelitian ... 82

3.3. Jenis Variabel ... 83

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 83

3.5. Pengolahan Data ... 85

3.6. Model Analisis Data ... 85

3.7. Uji Hipotesis ... 87

3.7.1. Uji Koefisien Determinasi (R-square/ R2) ... 88

3.7.2. Uji F-Statistik ... 89

3.7.3. Uji-t Statistik ... 90

3.8. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 92

3.8.1. Uji Multikolinearitas ... 92

3.8.2. Uji Heteroskedastisitas ... 93


(12)

3.9. Defenisi Variabel Operasional ... 95

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 97

4.1. Analisis Penelitian ... 97

4.1.1. Gambaran Umum PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) ... 97

4.1.1.1. Sejarah Singkat PT. BRI, (Tbk) ... 97

4.1.1.2. Perkembangan dan Strategi Bisnis PT. BRI, (Tbk) ... 100

4.1.2. Perkembangan Inflasi ... 102

4.1.2.1. Perkembangan Inflasi 2004 ... 102

4.1.2.2. Perkembangan Inflasi 2005 ... 103

4.1.2.3. Perkembangan Inflasi 2006 ... 104

4.1.2.4. Perkembangan Inflasi 2007 ... 105

4.1.3. Perkembangan Kurs ... 106

4.1.3.1. Perkembangan Kurs 2004 ... 106

4.1.3.2. Perkembangan Kurs 2005 ... 109

4.1.3.3. Perkembangan Kurs 2006 ... 110

4.1.3.4. Perkembangan Kurs 2007 ... 111

4.1.4. Perkembangan Investasi ... 111

4.1.4.1. Perkembangan Investasi dan Pasar Modal 2004 ... 112

4.1.4.2. Perkembangan Investasi dan Pasar Modal 2005 ... 115

4.1.4.3. Perkembangan Investasi dan Pasar Modal 2006 ... 118

4.1.4.4. Perkembangan Investasi dan Pasar Modal 2007119 4.1.5. Perkembangan Suku Bunga SBI dan BI Rate ... 121


(13)

4.1.5.2. Perkembangan Suku Bunga SBI dan BI Rate 2005 ... 124

4.1.5.3. Perkembangan Suku Bunga SBI dan BI Rate 2006 ... 126

4.1.5.4. Perkembangan Suku Bunga SBI dan BI Rate 2007... 127

4.1.6. Perkembangan Harga Saham dan Volume Perdangan Saham BRI ... 129

4.1.6.1 Kinerja Saham BRI 2004 ... 131

4.1.6.1.1. Komposisi Kepemilikan Saham ... 132

4.1.6.1.2. Kebijakan Dividen ... 132

4.1.6.2. Kinerja Saham BRI Tahun 2005 ... 133

4.1.6.2.1. Komposisi Kepemilikan Saham ... 134

4.1.6.2.2. Management Stock Option Program (MSOP) ... 134

4.1.6.2.3. Kebijakan Deviden ... 135

4.1.6.3. Kinerja Saham BRI Tahun 2006 ... 136

4.1.6.3.1. Komposisi Kepemilikan Saham ... 137

4.1.6.3.2. Managemen Stock Option Program (MSOP) ... 138

4.1.6.3.3. Kebijakan Deviden ... 139

4.1.6.4. Kinerja Sham BRI 2007 ... 140

4.1.6.4.1. Komposisi Kepemilikan Saham ... 141

4.1.6.4.2. Management Stock Option Program (MSOP) ... 142


(14)

4.2. Pembahasan... 143

4.2.1. Analisis Regresi Linier Berganda untuk Variabel Harga Saham (Y1) ... 144

4.2.1.1. Deskriptif Data Penelitian ... 144

4.2.1.2. Koefisien Regresi... 144

4.2.1.3. Uji Kesesuaian ... 146

4.2.1.3.1. Koefisien Determinasi (R2) ... 146

4.2.1.3.2. Uji F ... 146

4.2.1.3.3. Uji-t ... 147

4.2.1.4. Uji Asumsi Klasik... 150

4.2.1.4.1. Uji Multikoleniaritas ... 150

4.2.1.4.2. Uji Heteroskedasitas... 151

4.2.1.4.3. Uji Autokorelasi ... 154

4.2.1.5.Interpretasi Model Penelitian Dengan Variabel Bebas Harga Saham (Y1) ... 155

4.2.2. Analisis Regresi Linier Berganda untuk Volume Perdagangan Saham (Y2) ... 156

4.2.2.1. Deskriptif Data Penelitian ... 156

4.2.2.2. Koefisien Regresi... 157

4.2.2.3. Uji Kesesuaian ... 158

4.2.2.3.1. Koefisien Determinasi (R2) ... 158

4.2.2.3.2. Uji F ... 159


(15)

4.2.1.4. Uji Asumsi Klasik... 162

4.2.1.4.1. Uji Multikoleniaritas ... 162

4.2.1.4.2. Uji Heteroskedasitas ... 163

4.2.1.4.3. Uji Autokorelasi ... 165

4.2.1.5 Interpretasi Model Penelitian Dengan Variabel Bebas Volume Perdagangan Saham (Y2) ... 166

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 168

5.1 Kesimpulan ... 168

5.2. Saran ... 177

DAFTAR PUSTAKA ... 175 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.1. Matriks Hubungan Beberapa Faktor Makro Ekonomi Terhadap

Profitabilitas Perusahaan ... 3

2.1. Perubahan Indeks Sektoral dan Pasar di BEJ Juli – September 1997 ... 52

2.2. Contoh Gerakan Saham Harian ... 69

4.1. Data Inflasi Indonesia Tahun 2004 s.d 2007 ... 103

4.2. Data Nilai Kurs Tengah Rupiah Terhadap US Dolalar Tahun 2004 s.d 2007 ... 107

4.3. Penanaman Modal Dalam Negeri yang Disetujui Pemerintah (Miliar Rp) Periode Tahun 2004 s.d 2007 ... 112

4.4. Penanaman Modal Asing yang Disetujui Pemerintah (Juta USD) Periode Tahun 2004 s.d 2007 ... 113

4.5. Total Investasi PMDN + PMA yang Disetujui Pemerintah (Miliar Rp) Periode Tahun 2004 s.d 2007 ... 115

4.6. Data Suku Bunga SBI (Persen) Periode Tahun 2004 s.d 2007 ... 122

4.7. Data Harga Sahma BRI (Rupiah) Periode Tahun 2004 s.d 2007 ... 130

4.8. Data Volume Perdagangan Saham BRI (Lembar) Periode Tahun 2004 s.d 2007 ... 133

4.9. Tahap Pelaksanaan MSOP Saham BRI ... 135

4.10. Harga Saham Blue Chips Perbankan di Indonesia Tahun 2006 ... 137 4.11. Komposisi Deviden BRI Terhadap Laba Bersi Periode


(17)

Tahun 2002 s.d 2005 ... 140

4.12. Harga Saham Blue Chips Perbankan di Indonesia Tahun 2007 ... 141

4.13. Descriptive Statistics Dengan Variabel Bebas Harga Saham (Y1)... 144

4.14. Coefficientsa Dengan Variabel Bebas Harga Saham (Y1) ... 145

4.15. Model Summaryb Dengan Variabel Bebas Harga Saham (Y1) ... 146

4.16. ANOVAb Dengan Variabel Bebas Harga Saham (Y1) ... 147

4.17. Coefficientsa Dengan Variabel Bebas Harga Saham (Y1) ... 151

4.18. Uji Heteroskedasitas dengan White Test ... 153

4.19. Model Summaryb D-W Dengan Variabel Bebas Harga Saham (Y1) ... 154

4.20. Descriptive Statistics Dengan Variabel Bebas Volume Perdagangan Saham (Y2) ... 156

4.21. Coefficientsa Dengan Variabel Bebas Volume Perdagangan Saham (Y2) ... 157

4.22. Model Summaryb Dengan Variabel Bebas Volume Perdagangan Saham (Y2) ... 158

4.23. ANOVAb Dengan Variabel Bebas Volume Perdagangan Saham (Y2) .... 159

4.24. Coefficientsa Dengan Variabel Bebas Volume Perdagangan Saham (Y2) ... 162

4.25. Uji Hetereoskedasitas dengan White Test Dengan Variabel Bebas Volume Perdagangan Saham (Y2) ... 165 4.26. Model Summaryb D-W Dengan Variabel Bebas Volume


(18)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Demand Inflation ... 7

2.2. Cost Inflation ... 8

2.3. Hubungan Risiko dan Return yang Diharapkan ... 28

2.4. Proses Jual Beli Saham di Bursa Efek Jakarta ... 40

2.5. Siklus Kehidupan Industri ... 54

2.6. Contoh Dua Grafik Pendekatan yang Sering Digunakan dalam Analisis Teknikal ... 68

2.7. Penggunaan Moving Average dalam Analisis Teknikal ... 70

2.8. Kerangka Analisi Fundamental... 75

2.9. Hubungan Faktor Makro dan Mikro Terhadap Kinerja Perusahaan, Keuntungan, Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham ... 77

2.10. Kerangka Konseptual Penelitian ... 80

3.1. Grafik Pengujian F-Statistik ... 91

3.2. Grafik Pengujian t-Statistik ... 92

3.3. Grafik Daerah Kriteria Pengujian Autokorelasi ... 94

4.1. Grafik Pergerakan Inflasi Indonesia Tahun 2004 s.d 2007 ... 104

4.2. Grafik Pergerakan Kurs Rupiah Terhadap US Dollar Tahun 2004 s.d 2007 ... 108

4.3. Grafik Investasi Total PMA + PMDN yang Disetujui Pemerintah Tahun 2004 s.d 2007 ... 116


(19)

4.5. Grafik Pergerakan Harga Saham BRI Tahun 2004 s.d 2007 ... 131 4.6. Grafik Pergerakan Volume Perdagangan Saham BRI

Tahun 2004 s.d 2007 ... 136 4.7. Grafik Scatter Plot Variabel Bebas Terhadap Variabel

Harga Saham (Y1)... 152 4.8. Grafik Scatter Plot Variabel Bebas Terhadap Variabel


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1: Tabel Data Variabel Penelitian ... xx

LAMPIRAN 2: Output SPSS Analisi Regresi ... xxii

2.1. Output SPSS Regression Variabel Harga Saham ... xxii 2.2. Output SPSS Regression Variabel Volume


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Alternatif pendanaan dari dalam perusahaan, umumnya dengan menggunakan laba yang ditahan perusahaan. Sedangkan alternatif pendanaan dari luar perusahaan dapat berasal dari kreditor berupa utang, pembiayaan bentuk lain atau dengan penerbitan surat-surat utang, maupun pendanaan yang bersifat penyertaan dalam bentuk saham (equity). Pendanaan melalui mekanisme penyertaan umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada masyarakat atau sering disebut dengan go public (Darmadji, 2001: 40).

Untuk perusahaan yang sudah go public, tuntutan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan akan semakin kuat, karena pemilik menginginkan keuntungan yang semakin meningkat juga, sehingga akan berpengaruh terhadap besarnya dividen yang akan dibagikan. Disamping itu, dengan pertumbuhan dan perkembangan yang bagus akan meningkatkan citra dari perusahaan, sehingga harga saham di pasar sekunder juga akan semakin meningkat (Anoraga, 2001: 49).

Besarnya deviden dan eraning yang diharapakan dari suatu perusahaan akan tergantung dari prospek keuntungan yang dimiliki perusahaan. Karena prospek perusahaan sangat tergantung dari keadaan ekonomi secara keseluruhan, maka


(22)

analisis penilaian saham yang dilakukan oleh investor juga harus memperhitungkan beberapa variabel ekonomi makro yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.

Dalam melakukan analisis penilaian saham, investor bisa melakukan analisis fundamental secara “top-down” untuk menilai prosepek perusahaan. Pertama kali perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis industri, dan pada akhirnya dilakukan analisis terhadap perusahaan yang mengeluarkan sekuritas bersangkutan untuk menilai apakah sekuritas yang dikeluarkannya menguntungkan atau merugikan bagi investor.

Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro dimasa datang, akan sangat berguna dalam pengambilan keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk itu, seorang investor harus memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu mereka dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro.

Faktor-faktor ekonomi makro secara empiris telah terbukti mempunyai pengaruh terhadap perkembangan investasi di beberapa negara. Tandelilin (1998), merangkum beberapa faktor ekonmoi makro yang berpengaruh terhadap investasi di suatu negara, sebagai berikut: tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), laju pertumbuhan inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang (exchange

rate). Tabel 1.1. memperlihatkan hubungan faktor-faktor tersebut dan dampaknya


(23)

Tabel 1.1. Matriks Hubungan Beberapa Faktor Makro Ekonomi Terhadap Profitabilitas Perusahaan

Indikator

Ekonomi Pengaruh Penjelasan

PDB Inflasi Tingkat Bu-nga Kurs Rupiah Anggaran Defisit Investasi Swasta Neraca Perda-gangan dan Pembayaran

Meningkatnya PDB merupakan sinyal yang baik (positif) untuk investasi dan sebaliknya jika PDB menurun.

Peningkatan inflasi secara re-latif merupakan sinyal negatif bagi pemodal di pasar modal.

Tingkat bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham.

Menguatnya kurs rupiah terha-dap mata uang asing merupakan sinyak positif bagi pereko-nomian yang mengalami inflasi. Anggaran yang defisit merupa-kan sinyal positif bagi ekonomi yang sedang mengalami resesi, tetapi merupakan sinyal degatif bagi ekonomi yang mengalami inflasi.

Meningkatnya investasi swasta adalah sinyal positif bagi pemodalan.

Defisit neraca perdagangan dan pembayaran merupakan sinyak negatif bagi pemodal.

Meningkatkan PDB mempunyai pengaruh positif terhadap daya beli konsumen sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan.

Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya peru-sahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun.

Tingkat suku bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang diisyaratkan atas investasi pada suatu saham. Disamping itu tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan atau deposito. Menguatnya kurs rupiah terdahap mata uang asing akan menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi, dan akan menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku.

Anggaran defisit akan mendorong konsumsi dan onvestasi pemerintah, sehingga dapat mening-katkan permintaan terhadap produk perusahaan. Akan tetapi, anggaran defisit disisi lain justru akan meningkatkan jumlah uang beredar dan akibatnya akan mendorong inflasi.

Meningkatnya investasi swasta akan meningkatkan PDB sehingga dapat meningkatkan pendapatan konsumen

Defisit neraca perdagangan dan pemabayaran harus dibiayai dengan menarik modal asing. Untuk melakukan hal itu, suku bunga harus dinaikkan.

Sumber: Dikutip dari Harianto, F. dkk., 1998, “Perangkat dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal


(24)

Alasan peneliti mengambil variabel Inflasi, Kurs, Investasi, dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebagai variabel penelitian adalah sebagai berikut: pertama, perubahan harga saham sebuah perusahaan tidak terlepas dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih per lembar saham dan kemampuan perusahaan membagikan dividen yang tidak terlepas dari kinerja operasi perusahaan. Kinerja operasi perusahaan sediri dipengaruhi oleh banyak faktor yang salah satunya adalah faktor-faktor makro ekonomi. Pengaruh faktor makro ekonomi seringkali dipakai sebagai acuan untuk mengambil keputusan investasi dalam saham. Kedua, semakin berkembangnya pasar modal di Indonesia menuju ke arah yang efisien dimana semua informasi yang relevan bisa dipakai sebagai masukan untuk menilai harga saham. Oleh karena itu peneliti memberikan judul: ”Analisis pengaruh

Inflasi, Kurs, Investasi, Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) di Bursa Efek Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan urutan yang disampaikan dalam latar belakang, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah variabel inflasi, kurs, investasi, sertifikat bank indonesia (SBI) berpengaruh terhadap harga saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk).

2. Apakah variabel inflasi, kurs, investasi, sertifikat bank indonesia (SBI) dan harga saham berpengaruh terhadap volume perdagangan saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) di Bursa Efek Indonesia.


(25)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

3. Untuk menganalisis pengaruh variabel inflasi, kurs, investasi dan SBI terhadap harga saham dan volume perdagangan saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) di Bursa Efek Indonesia.

4. Untuk mengetahui variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap harga saham dan volume perdafangan saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk).

1.4 Manfaat Penelitian

1 Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh variabel inflasi, kurs, investasi dan SBI terhadap harga saham dan volume perdagangan saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

2 Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk

pengambilan keputusan investasi bagi investor khususnya terhadap saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk).


(26)

BAB II

LANDASAN TEORI, PENELITIAN TERDAHULU DAN KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

4.1.Landasan Teori 2.1.1. Inflasi

2.1.1.1. Defenisi Inflasi

Defenisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut dengan inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. (Boediono, 1987: 161).

Untuk mengetahui tinggi rendahnya kenaikan harga atau laju kecepatan inflasi itu seringkali digunakan indeks harga. Yang paling banyak digunakan adalah indeks biaya hidup yang sudah mencakup 62 macam barang dan ini sudah diperbaiki lagi menjadi indeks harga konsumen (IHK) yang meliputi 150 macam barang. Untuk meneliti laju inflasi itu biasanya macam barang dikelompokkan lagi menjadi kelompok bahan makan, kelompok sandang, kelompok perumahan dan kelompok lain-lain (Suparmoko, 2000: 209).


(27)

Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi, dan penggolongan mana yang kita pilih tergantung pada tujuan kita. Penggolongan pertama didasarkan atas “parah” tidaknya inflasi tersebut, penggolongan kedua atas dasar sebab-musabab awal dari inflasi, penggolongan ketiga berdasarkan asal dari inflasi (Boediono, 1990).

1. Penggolongan pertama, didasarkan atas “parah” tidaknya inflasi, dibedakan menjadi:

a. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun) b. Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun) c. Inflasi berat (antara 30 – 100% setahun) d. Hiperinflasi (di atas 100& setahun)

2. Penggolongan kedua, didasarkan atas dasar sebab-musabab awal dari inflasi, yaitu:

a. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflation.

S

D2

D1

Harga

H2

Output H1

Q1 Q2


(28)

Sumber: Dikutip dari Boediono, 1990, “Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5

Ekonomi Moneter”, BPFE, Yogyakarta, hal. 163. Gambar 2.1. Demand Inflation

Gambar 2.1 menggambarkan suatu demand inflation. Karena permintaan masyarakat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah (misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka kurva aggregate demand bergeser dari dari D1 ke D2. Akibatnya harga akan naik dari H1 ke H2.

b. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Ini disebut cost

inflation.

Sumber: Dikutip dari Boediono, 1990, “Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5

Ekonomi Moneter”, BPFE, Yogyakarta, hal. 163. Gambar 2.2. Cost Inflation

S2

D1

Harga

H4

Output H3

Q4 Q3


(29)

Pada Gambar 2.2 kita lihat bahwa bila biaya produksi naik (misalnya karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (aggregate supply) bergeser dari S1 ke S2.

Akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi kenaikan harga output, tidak berbeda, tetapi dari segi volume output (GDP riil) ada perbedaan. Dalam kasus demand inflation, biasanya ada kecenderungan untuk output (GDP riil) menaik bersama-sama dengan kenaikan harga umum. Besar kecilnya kenaikan output ini tergantung kepada elastisitas kurva aggregate supply; semakin mendekati output maksimum semakin tidak elastis kurva ini. Sebaliknya, dalam kasus cost inflation biasanya kenaikan harga-harga dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang (“kelesuan usaha”).

Perbedaan yang lain dari kedua proses inflasi ini terletak pada urutan dari kenaikan harga. Dalam demand inflation kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan harga barang-barang input dan harga-harga faktor produksi (upah dan sebagainya). Sebaliknya dalam cost inflation kenaikan harga barang-barang input dan harga-harga faktor produksi mendahului kenaikan harga barang-barang akhir (output).

Kedua macam inflasi ini jarang sekali ditemukan dalam praktek dalam bentuk yang murni. Pada umumnya inflasi yang terjadi adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain.


(30)

a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestik inflation)

Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen gagal dan sebagainya. Akibat dari pencetakan uang baru tersebut pada akhirnya yang akan menimbulkan inflasi.

b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)

Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga (yaitu, inflasi) di luar negeri atau negara-negara langganan berdagang kita. Kenaikan harga barang-barang yang kita impor mengakibatkan: (1) secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya bersal dari impor, (2) secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi (dan kemudian, harga jual) dari berbagai barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus diimpor (cost inflation), (3) secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kemungkinan (tetapi ini tidak harus demikian) kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor tersebut (demand inflation).

terutama pada barang-barang impor atau kenaikan bahan baku yang belum dapat diproduksi di dalam negeri. Kenaikan harga barang impor yang merupakan salah satu komponen Indeks Harga Konsumen akan meningkatkan biaya produksi.


(31)

2.1.2.3. Teori Inflasi

Secara garis besar terdapat tiga kelompok yang mengemukakan masalah inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi (Boediono, 1990: 167):

a. Teori Kuantitas

Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi yang terdiri dari: 1. Jumlah Uang yang Beredar.

Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (baik penambahan uang kartal maupun penambahan uang giral). Tanpa ada kenaikan jumlah uang beredar, misalnya kegagalan panen, hanya akan menaikkan harga-harga untuk sementara waktu saja. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya walau apapun yang menyebabkan kenaikan harga tersebut.

2. Ekspektasi Masyarakat

Laju inflasi ditentukan oleh penambahan jumlah uang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang. Ada 3 (tiga) kemungkinan keadaan, yaitu:

(1) Keadaan yang pertama adalah bila masyarakat tidak (belum)

mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang. Dalam hal ini, sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang beredar akan diterima oleh masyarakat untuk menambah likuiditasnya. Ini berarti bahwa sebagian besar dari kenaikan dari jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. Selanjutnya, ini


(32)

berarti bahwa tidak akan ada kenaikan permintaan yang berarti akan barang-barang.

(2) Keadaan yang kedua adalah dimana masyarakat (atas dasar

pengalaman di bulan-bulan sebelumnya) muali sadar bahwa ada inflasi. Orang-orang mulai mengharapkan kenaikan harga. Penambahan jumlah uang yang beredar tidak lagi diterima oleh masyarakat untuk menambah pos kas-nya, tetapi akan digunakan untuk membeli barang-barang. Hal ini dilakukan karena orang-orang berusaha untuk menghindari kerugian yang timbul seandainya mereka memegang uang tunai. Dari segi kemasyarakat secara keseluruhan hal ini berarti adanya kenaikan permintaan akan barang-barang. Akibat selanjutnya adalah naiknya harga barang-barang tersebut.

(3) Keadaan ketiga terjadi pada tahap hiper inflasi. Dalam keadaan ini orang-orang sudah kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Keengganan untuk memegang uang kas tersebut diterima di tangan menjadi semakin meluas dikalangan masyarakat. Orang cenderung mengharapkan keadaan semakin memburuk: laju inflasi untuk bulan-bulan mendatang diharapkan semakin besar dibandingan dengan laju inflasi dibulan sebelumnya. Keadaan ini ditandai oleh semakin cepatnya peredaran uang (velocity of cisculation yang menaik). Hiperinflasi menghancurkan bukan hanya sendi-sendi ekonomi moneter tetapi juga sendi-sendi sosial-politik dari suatu masyarakat.


(33)

Struktur masyarakat yang baru akan timbul menggantikan struktur yang lama.

b. Teori Keynes

Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya yang menyoroti aspek lain dari inflasi. Meneurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Proses infalsi, menurut pandangan ini tidak lain adalah proses perebutan bagian rejeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginka bagian lebih dari pada yang bisa disediakan oleh disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (timbul apa yang disebut dengan inflantionary gap). Inflationary gap ini timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut berhasil menterjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif akan barang-barang. Dengan lain perkataan mereka berhasil memperoleh dana untuk mengubah aspirasinya menjadi rencana pembelian barang-barang yang didukung dengan dana. Golongan masyarakat seperti ini mungkin adalah pemerintah sendiri, yang berusaha memperoleh bagian yang lebih besar dari output masyarakat jalam menjalankan defisit dalam anggaran belanjanya yang dibiayai dengan mencetak uang baru. Golongan tersebut mungkin juga pengusaha-pengusaha swasta yang menginginkan untuk melakukan investasi-investasi baru dan memperoleh dana pembiayaannya dari kredit dari bank.


(34)

Golongan tersebut bisa pula serikat buruh yang berusaha memperoleh kenikan gaji bagi anggota-anggotanya melebihi kenaikan produktivitas buruh.

Bila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari semua golongan masyarakat tersebut, pada tingkat harga yang berlaku, melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang bisa dihasilkan oleh masyarakat, maka inflationary gap timbul. Karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia, maka harga-harga akan naik. Adanya kenaikan harga-harga berarti bahwa sebagian dari rencana-rencana pembelian barang dari golongan tersebut tidak bisa terpenuhi. Pada periode selanjutnya golongan-golongan tersebut akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi (dari pencetakan uang baru atau kredit dari bank yang lebih besar atau kenaikan gaji yang lebih besar).

Tentunya tidak semua golongan tersebut berhasil memperoleh tambahan dana yang diinginkan. Golongan yang bisa memperoleh dana yang lebih banyak bisa memperoleh bagian dari output yang lebih banyak. Meraka yang tidak bisa memperoleh dana akan medapatkan bagian output yang lebih kecil. Yang termasuk golongan yang kalah dalam proses perebutan ini adalah golongan-golongan yang berpenghasilan tetap atau yang penghasilannya tidak naik secepat laju inflasi. Proses inflasi akan terus berlangsung selam jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan masyarakat. Inflasi akan berhenti bila permintaan efektif total tidak melebihi, pada tingkat harga yang berlaku, jumlah output yang tersedia.


(35)

c. Teori Strukturalis

Teori strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara-negara Amerika Latin. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (rigidities) dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian (yang, menurut definisi, faktor-faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang), maka teori ini bisa disebut teori inflasi “jangka panjang”. Menurut teori ini ada kekakuan dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi, yaitu: 1. Ketegaran yang pertama berupa “ketidak-elastisan” dari penerimaan

ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Kelambanan ini disebabkan karena (a) Harga dipasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak menguntungkan, atau sering disebut dengan istilah bahwa dasar penukaran (terms of trade) makin memburuk. (b) Supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap kenaikan harga. Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan (untuk konsumsi maupun investasi). Akibatnya negara tersebut terpaksa mengambil kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada penggalakan produksi dalam negeri dari barang yang sebelumnya diimpor, meskipun sering kali prodsuksi dalam negeri memiliki ongkos produksi yang lebih tinggi dari pada barang-barang yang


(36)

sejenis diimpor. Biaya produksi yang lebih tinggi ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi. Dan bila proses substitusi impor ini makin meluas, kenaikan biaya produksi juga makin meluas ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga-harga barang yang naik. Dengan demikian inflasi terjadi.

2. Ketegaran yang kedua berkaitan dengan “ketidak-elastisan” dari supply atau produksi bahan makanan di dalam negeri. Dikatan bahwa produksi bahan makanan dalam di dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan penghasilan perkapita, sehingga harga-harga bahan makanan di dalam negeri cenderung untuk menaik melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Akibat selanjutnya adalah timbul tuntutan dari para karyawan untuk memperoleh upah/gaji. Kenaikan upah berarti kenaikan ongkos produksi, yang berarti pula kenaikan harga dari barang-barang tersebut. Kenaikan harga barang-barang-barang-barang seterusnya mengakibatkan timbulnya tuntutan kenaikan upah lagi. Kenaikan upah kemudian diikuti oleh kenaikan harga-harga. Demikian seterusnya. Proses ini akan akan berhenti dengan sendirinya seandainya harga bahan makanan tidak terus menaik. Tetapi oleh karena faktor struktural tadi, harga bahan makanan akan terus menaik, sehingga proses saling dorong mendorong atau proses “spiral” antara harga dan upah tersebut terus selalu mendapat “umpan” baru dan tidak berhenti.


(37)

Proses inflasi yang timbul karena kedua ketegaran tersebut dalam praktek jelas tidak berdiri sendiri-sendiri. Umumnya kedua proses tersebut saling berkaitan dan seringkali memperkuat satu sama lain.

2.1.1.4. Dampak Inflasi

Prospek pembangunan ekonomi jangka panjang akan menjadi semakin memburuk sekiranya inflasi tidak dapat dikendalikan. Inflasi cenderung akan menjadi bertambah cepat apabila tidak diatasi. Inflasi yang bertambah serius tersebut cenderung untuk mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan menaikkan impor. Kecenderungan inflasi ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Akibat buruk inflasi dapat dibedakan ke dalam dua aspek, yaitu:

1. Pada perekonomian meliputi:

a. Tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi

Suku bunga nominal adalah suku bunga riil ditambah dengan inflasi, maka makin tinggi tingkat inflasi akan berakibat naiknya suku bunga. Naiknya suku bunga nominal berakibat naiknya suku bunga kredit, sehingga akan menurunkan investasi nasional.

b. Menimbulkan masalah neraca pembayaran

Inflasi yang terjadi di suatu negara tidak dapat dikendalikan maka akan terjadi kenaikan impor besar-besaran sehingga impor lebih besar dari ekspor. Di samping itu aliran modal ke luar akan lebih banyak daripada yang masuk ke dalam negeri. Barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat negara itu akan


(38)

mengakibatkan defisit neraca pembayaran. Hal ini seterusnya akan menimbulkan kemerosotan nilai mata uang.

c. Menaikkan penanaman modal spekulatif

Dalam kondisi inflasi biasanya harga barang-barang tetap naik lebih tinggi dibandingkan inflasinya, misalnya: harga tanah dan bangunan. Hal ini akan membuat pemilik uang lebih menyukai penanaman modal spekulatif. Membeli rumah dan tanah serta menyimpan barang yang berharga akan lebih menguntungkan daripada melakukan investasi yang produktif.

d. Inflasi menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan ekonomi dimasa depan inflasi akan bertambah cepat jalannya apabila tidak dikendalikan. Pada akhirnya inflasi akan menimbulkan ketidakpastian dan arah perkembangan ekonomi tidak lagi dapat diramalkan dengan baik. Keadaan ini akan mengurangi kegairahan pengusaha mengembangkan ekonomi.

2. Inflasi terhadap individu atau masyarakat a. Memperburuk distribusi pendapatan

Dalam masa inflasi nilai harta-harta tetap seperti tanah, rumah, bangunan pabrik dan pertokoan akan mengalami kenaikan harga yang adakalanya lebih cepat dari kenaikan inflasi itu sendiri. Sebaliknya, penduduk yang tidak mempunyai harta yang meliputi sebahagian besar dari golongan masyarakat berpendapatan rendah, pendapatan riilnya merosot sebagai akibat inflasi. Dengan demikian inflasi melebarkan ketidaksamaan distribusi pendapatan. b. Menurunkan pendapatan riil


(39)

Sebagian tenaga kerja di setiap negara terdiri dari pekerja-pekerja bergaji tetap. Dalam masa inflasi biasanya kenaikan harga-harga selalu mendahului kenaikan pendapatan. Dengan demikian, Inflasi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan menurun yang dicerminkan oleh turunnya daya beli masyarakat

c. Menurunnya nilai riil tabungan

Suku bunga tabungan tidak dinaikkan atau sama dengan tingkat inflasi maka nilai riil tabungan terjadi penurunan. Selain bermanfaat untuk memobilisasi tabungan, inflasi juga bisa mendorong tumbuhnya perusahaan swasta, yaitu ketika inflasi dianggap bisa membantu menarik tenaga kerja dan kapital dari sektor ekonomi yang sedang mengalami penurunan menuju sektor yang dinamis. Dengan demikian inflasi terutama yang moderat tidak hanya dipandang sebagai tidak terhindarkan, tetapi bahkan diinginkan. Pengalaman sejak tahun 1950 menyarankan bahwa inflasi tidak terhindarkan di negara berkembang yang sedang mempercepat peningkatan pendapatan per kapita: faktor-faktor produksi relatif immobile dalam jangka pendek dan suplai mengalami ketidakseimbangan.

2.1.1.5. Kebijakan Mengatasi Inflasi

Pemerinta mengupayakan berbagai cara untuk mengatasi inflasi, walaupun terkadang penyebab terjadinya inflasi tersebut dikarenakan adanya monopoli dalam perekonomian, atau terjadi kenaikan tingkat upah dan gaji pegawai. Pemerintah


(40)

umumnya menggunakan 2 (dua) kebijakan dalam mengendalikan perekonomian, yaitu:

a. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter dijalankan pemerintah untuk mengurangi volume uang yang beredar dalam masyarakat, dengan menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan output secara nasional. Kebijakan moneter ini dapat dilakukan dengan cara:

1. Tight Money Policy (Kebijakan Uang Ketat)

Tindakan ini akan mempengaruhi seluruh perekonomian secara keseluruhan tanpa pandang bulu. Dengan tindakan ini seluruh sektor akan mengalami kemacetan dalam menjalankan aktifitasnya.

2. Menaikkan suku bunga bank melalui Bank Sentral

Dengan naiknya suku bunga bank oleh karena kenaikan suku bunga bank sentral akan menyebabkan penurunan permintaan uang untuk investasi, tujuannya adalah untuk menarik uang beredar dalam masyarakat. Setelah uang berhasil dikurangi maka pemberian kredit untuk investasi semakin diperketat agar pertambahan investasi diimbangi dengan penambahan produksi barang.

b. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal merupakan salah satu upaya yang dijalankan pemerintah untuk dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dalam masyarakat agar tingkat inflasi dapat ditekan, beberapa kebijakan itu ialah:


(41)

Jika pajak yang dikenakan pemerintah terhadap pendapatan semakin tinggi, hal itu akan menyebabkan konsumsi masyarakat akan semakin kecil ditambah lagi oleh MPC (Marginal Product Consumption) masyarakat yang bersangkutan. Sehingga dengan naiknya pajak yang dikenakan pemerintah terhadap pendapatan masyarakat akan menekan tingkat konsumsi masyarakat. Keadaan ini akan mengurangi jumlah uang yang beredar dalam masyarakat.

2. Menekan pengeluaran pemerintah

Pengeluaran pemerintah dapat ditekan melalui kebijakan fiskal adalah subsidi dan anggaran pembangunan.

2.1.2. Kurs

2.1.2.1. Defenisi Kurs

Nilai tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain (Abimanyu, 2004: 6). Menurut Sadono Sukirno, 2006: 397, kurs valuta asing dapat juga didefenisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing.

Nilai tukar (kurs) mengukur nilai suatu valuta dari perspektif valuta lain. Sejalan dengan berubahnya kondisi ekonomi, nilai tukar juga bisa berubah secara substansial. Penurunan nilai valuta dinamakan dengan depresiasi (depreciation). Peningkatan nilai valuta dinamakan dengan apresiasi (apreciation).


(42)

2.1.2.2. Sistem Kurs

Sistem pokok nilai tukar valuta asing dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dan sistem nilai tukar mengambang (flexible exchange rate). Pembedaan ini berdasarkan pada besar cadangan devisa dan intervensi bank sentral yang diperlukan untuk mempertahankan kurs pada sistem tersebut. Sistem nilai tukar tetap membutuhkan cadangan devisa yang sangat besar. Selain itu, bank sentral harus berulangkali mengintervensi pasar agar nilai tukar tetap berada pada posisi yang dikehendaki. Sebaliknya, sistem nilai tukar mengambang tidak membutuhkan cadangan devisa. Bank sentral juga tidak perlu mengintervensi pasar karena kurs valuta asing ditetapkan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan (Abimanyu, 2004: 8).

Tidak semua negara di dunia menganut salah satu sistem nilai tukar di atas. Kenyatan, banyak negara yang menganut varians dari kedua sitem tersebut. Berdasarkan kenyataan ini, beberapa ahli ekonomi mencoba untuk mengelompokkan berbagai sistem yang ada ke dalam satu continuum yang terdiri dari dua kutub.

Kutub yang satu adalah siste nilai tukar tetap, sedangkan kutub yang lainnya pada sisi yang berlawanan adalah sistem nilai tukar mengambang. Berdasarkan besarnya intervensi bank sentral dan cadangan devisa yang diperlukan untuk mempertahankan berbagai sistem tersebut, terdapat enam sistem nilai tukar yang disepakati oleh banyak negara di dunia, yaitu (Gillis et al, 1996, Dalam Abimanyu, 2004: 8):

1. Sistem Fixed (pegged), di mana otorotas moneter selalu mengintervensi pasar


(43)

asing tertentu. Intervensi tersebut memerlukan cadangan devisa yang relatif besar. Tekanan terhadap nilai tukar valuta asing, yang biasanya bersumber dari defisit neraca perdagagnan, cenderung menghasilkan kebijakan devaluasi.

2. Sistem Adjustable Peg, di mana otoritas moneter terikat untuk mempertahankan

nilai tukar valuta asing. Namun, otoritas moneter berhak mengubah kurs apabila terjadi perubahan kenbijakan.

3. Sistem Crawling Peg, di mana otoritas moneter mengaitkan mata uang dalam

negeri terhadap satu atau beberapa mata uang asing. Nilai tukar valuta asing dalam sistem ini diubah secara periodik dan berangsur-angsur dalam persentase yang kecil.

4. Sistem Managed Float, di mana otoritas moneter tidak terikat untuk

mempertahankan nilai tukar valuta asing tertentu. Namun, otoritas mineter secara kontinyu mengintervensi pasar berdsarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya, karena cadangan devisa yang menipis. Contoh lain, otoritas moneter dapat meng-intervensi pasar agar nilai mata uang Rupiah melemah untuk mendorong peningkatan ekspor.

5. Sistem Wider Band, di mana otoritas moneter membiarkan nilai tukar valuta

asing mengambang atau berfluktuasi di antara dua titik tertinggi dan terendah. Jika keadaan perekonomian menyebabkan kurs bergerak melampaui dua titik tersebut, otoritas moneter akan mengintervensi pasar dengan cara membeli atau menjual Rupiah atau US Dollar. Intervensi tersebut menjaga nilai tukar Rupaih tetap berada di antara kedua titik tersebut.


(44)

6. Sistem Free Floating, berada pada kutub yang bertentangan dengan sistem fixed.

Dalam sistem ini, otoritas moneter secara teoritis tidak perlu mengintervensi pasar sehingga sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa.

2.1.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs

1. Laju inflasi relatif

Perubahan dalam laju inflasi dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan internasional, karena mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta, dan dengan demikian mempengaruhi nilai tukar. Dengan mengasumsikan ada dua negara, jika inflasi negara A naik, maka negara A akan meningkatkan permintaan terhadap mata uang B di mana tingkat inflasi B tetap. Selain itu, lonjakan inflasi di negara A akan mengurangi keinginan konsumen negara B terhadap produk-produk negara A sehingga mengurangi penawaran mata uang B dalam pasar. 2. Suku bunga relatif

Perubahan dalam suku bunga relatif mempengaruhi investasi dalam sekuritas-sekuritas asing, yang selanjutnya akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing dan nilai tukar. Dengan mengasumsikan suku bunga di negara A meningkat sedangkan suku bunga di negara B tetap (konstan). Dalam hal ini perusahaan-perusahaan di A besar kemungkinan akan mengurangi permintaan mereka terhadap mata uang negara B karena suku bunga di A sekarang lebih menarik ketimbang suku bunga di B. Perusahaan-perusahaan di negara A akan menarik deposito mereka di negara B dan menempatkannya di bank negara A. 3. Tingkat pendapatan relatif


(45)

Faktor ketiga yang mempengaruhi nilai tukar adalah tingkat pendapatan nasional relatif. Pada saat tingkat pendapatan nasional naik maka kemampuan untuk mengimpor suatu negara akan naik. Hal ini akan menyebabkan terjadinya fluktuasi nilai tukar.

4. Kontrol pemerintah

Faktor keempat yang mempengaruhi nilai tukar adalah kontrol pemerintah. Pemerintah negara-negara asing dapat mempengaruhi nilai tukar ekuilibrium dengan berbagai cara, di antaranya melalui hambatan jual beli valuta asing, hambatan perdagangan, intervensi (pembelian dan penjualan valuta) dalam pasar valas (valuta asing), dan tingkat pendapatan nasional.

2. Ekspektasi

Faktor kelima yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi akan nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan.

2.1.3. Investasi

2.1.3.1. Definisi Investasi

Investasi adalah komitment atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang (Tandelilin, 2001: 3).

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi


(46)

barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Penambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dimasa yang akan datang (Sadono, 2006: 121).

Dalam praktiknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi (atau pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi pengeluaran-pengeluaran yang berikut (Sadono, 2006: 121):

i.Pembelian barang jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.

ii.Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.

iii. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.

Jumlah dari ketiga jenis komponen investasi tersebut dinamakan investasi bruto, yaitu ia meliputi investasi untuk menambahkan kemampuan memproduksi dalam perekonomian dan mengganti barang modal yang telah didepresiasikan. Apabila investasi bruto dikurangi oleh nilai depresiasi maka akan didapat investasi netto.

2.1.3.2. Dasar Keputusan Investasi

Dasar keputusan investasi terdiri dari tingkat return yang diharapkan, tingkat resiko, serta hubungan antara return dan resiko (Tandelilin, 2001: 6):


(47)

a. Return

Dalam konteks manajemen investasi tingkat keuntungan investasi disebut sebagai return. Return yang diharapkan investor dari investasi yang dilakukan merupakan kompensasi atas biaya kesempatan (opportunity cost) dan risiko penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi. Dalam konteks manajemen investasi, perlu dibedakan antara return yang diharapkan (expected return) dan return yang terjadi (realized return). Return yang diharapkan merupakan tingkat return yang diantisipasi investor dimasa datang. Sedangkan return yang terjadi atau return aktual merupakan tingkat return yang telah diperoleh investor pada masa lalu. Perbedaan antara return yang diharapkan dengan return yang benar-benar diterima (return aktual) merupakan resiko yang harus selalu dipertimbangkan dalam proses investasi.

b. Risiko

Umumnya semakin besar resiko, maka semakin besar pula tingkat return yang diharapkan. Risiko bisa diartikan sebagai kemungkinan return aktual yang berbeda dengan return yang diharapkan. Dalam ilmu investasi pada khususnya terdapat asumsi bahwa investor adalah makhul yang rasional. Investor yang rasional tentunya tidak akan menyukai ketidakpastian atau risiko. Investor seperti ini tidak akan mau mengambil risiko suatu investasi jika investasi tersebut tidak memberikan harapan return yang layak sebagai kompensasi terhadap risiko yang harus ditanggung investor tersebut.


(48)

Hubungan antara risiko dan return yang diharapkan merupakan hubungan yang bersifat searah dan linier. Artinya, semakin besar risiko suatu aset, semakin besar pula return yang diharapkan atas aset tersebut, demikian sebaliknya. Gambar berikut ini menunjukkan hubungan antara return yang diharapkan dan risiko pada berbagai jenis aset yang mungkin bisa dijadikan alternatif investasi.

Gambar 2.3.

Hubungan Risiko dan Return yang Diharapkan

Garis vertikal dalam gambar di atas menunjukkan besarnya tingkat return yang diharapkan dari masing-masing jenis aset, sedangkan garis horizontal memperlihatkan risiko yang ditanggung investor. Titik RF pada gambar di atas

menunjukkan tingkat return bebas risiko (risk-fare rate), untuk selanjutnya akan ditulis sebagai RF. RF dalam gambar di atas menunjukka satu pilihan investasi

yang menawarkan tingkat return yang diharapkan sebesar RF dengan risiko

sebesar 0. Selanjutnya obligasi pemerintah terlihat mempunyai risiko yang Tingkat bunga bebas risiko Risiko rendah Risiko moderat Risiko tinggi Risiko diatas rata-rata Risiko sedang Obligasi Pemerintah Obligasi Perusahaan Saham Opsi ‘put’ & ‘call’ Kontrak ‘futures’ Ekuitas Internasional RF Re tur n y a ng di ha ra pk a n Risiko

Sumber: Farrel, James L., 1997, “Portfolio Management: Theory and Application”, McGraw-Hill, Singapore, hal. 11. Dalam Tandelilin, 2001: 7.


(49)

cenderung rendah dan tingkat return diharapkan yang juga tidak terlalu tinggi. Sedangkan disisi lain, jika kita berinfestasi pada kontrak futures misalnya, sesuai dengan gambar di atas, terlihat bahwa risiko yang harus ditanggung tergologn sebagai risiko yang tinggi, dengan tingkat return yang diharapkan tinggi pula. Kesimpulan yang bisa ditarik dari pola hubungan antara risiko dan return yang diharapkan adalah bahwa risiko dan return yang diharapkan mempunyai hubungan yang searah dan linier. Artinya, semakin tinggi risiko suatu aset, semakin tinggi pula tingkat return yang diharapkan dari aset tersebut, demikian sebaliknya.

2.1.4. Sertifikat Bank Indonesia 2.1.4.1. Pengertian SBI

Salah satu instrumen pasar uang yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengendalikan likuiditas perrekonomian adalah Sertifikat Bank Indonesia atau SBI. SBI adalah instrumen keuangan jangka pendek yang dijadikan tolak ukur oleh bank-bank pemerintah, swasta nasional dan swasta asing dalam menentukan tingkat suku bunga tabungan, deposito dan pinjaman kepada masing-masing nasabahnya.

Dalam kondisi normal fungsi utama SBI adalah menjaga uang yang beredar berada dalam jumlah yang optimal. Namun sejak krisis moneter melanda Indonesia tahun 1997, SBI juga digunakan oleh Bank Sentral untuk mencegah meningkatnya permintaan dana oleh masyarakat dan kalangan pengusaha swasta nasional untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga. Pada kondisi tersebut, meningkatnya permintaan uang oleh masyarakat dan kalangan pengusaha nasional tidak sepenuhnya


(50)

digunakan untuk keprluan dimaksud, namun digunakan untuk berspekulasi membeli Dollar guna memperoleh keuntungan yang spekulatif.

2.1.4.2. Karakteristik SBI

SBI pada dasarnya adalah merupakan instrumen jangka pendek yang bebas resiko. Karakteristik utama SBI adalah:

1. Pemberian bunga

Bunga pada SBI dikenal sebagai tingkat diskonto, karena SBI dijual dengan harga discount sebesar tingkat diskontonya, atau dengan kata lain bunga SBI diberikan di awal.

2. Penerbitan

SBI diterbitkan berdasarkan atas unjuk, yaitu yang terakhir membawa SBI pada saat jatuh tempo maka dialah yang berhak mencairkannya.

3. Suku bunga

Suku bunga SBI ditentukan berdasarkan lelang yang dilakukan setiap hari Rabu sore pukul 18.00. penentuan suku bunga ini dilakukan berdasarkan lelang antara money broker yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Money broker yang menawar pada tingkat suku bunga yang rendah akan diprioritaskan untuk mendapatkan SBI terlebih dahulu.

2.1.4.3. Keuntungan dan Kerugian SBI


(51)

1. Opportunity untuk memperoleh pendapatan bunga yang lebih tinggi dari

instrumen Deposits On Call dan deposito bulan {Time Deposit)

2. Menjaga likuiditas, yaitu jika sewaktu-waktu perusahaan membutulikan dana, SBI dapat diperjual belikan dan diterima oleh seluruh lembaga keuangan bank maupun non bank sehingga sangat likuid

Kerugian investasi ini adalah:

1. Umur SBI yang paling kecil adalah satu bulan, sehingga kurang fleksibel jika dana perusahaan yang tersedia hanya dapat ditanamkan kurang dari sebulan.

2.1.6. Saham

2.1.6.1. Defenisi Saham

Saham dapat didefenisikan sebagai surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan. Apabila seorang investor membeli saham, maka ia akan menjadi pemilik dan disebut sebagai pemegang saham perusahaan tersebut (Anoraga, 2001:58).

Saham dapat didefenisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah, selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut (Darmadji, 2001: 5).

Saham merupakan surat bukti bahwa kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Dengan memiliki saham suatu perusahaan maka investor akan mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan setelah dikurangi dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan (Tandelilin, 2001: 18).


(52)

Beberapa karakteristik yuridis kepemilikan saham suatu perusahaan, antara lain (Darmadji, 2001: 5):

1.Limited Risk, artinya pemegang saham hanya bertanggungjawab sampai

jumlah yang disetorkan kedalam perusahaan.

2.Ultimate Control, artinya pemegang saham (secara kolektif) akan menentukan

arah dan tujuan perusahaan.

3.Residual Claim, artinya pemegang saham merupakan pihak terakhir yang

mendapat pembagian hasil usaha perusahaan (dalam bentuk deviden) dan sisa asset dalam proses likuidasi perusahaan. Pemegang saham memiliki posisi terakhir dibanding pemegang obligasi atau kreditur.

Harga saham yang terjadi di pasar sangat berfluktuasi tergantung dari jumlah permintaan dan penawaran saham tersebut. Harga saham akan cenderung naik apabila suatu saham mengalami kelebihan permintaan dan akan cenderung turun apabila saham tersebut mengalami kelebihan penawaran.

2.1.6.2. Jenis-jenis Saham

a. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagihan atau klaim, maka saham terbagi atas:

1. Saham Biasa

Saham biasa, dikenal sebagai sekuritas penyertaan, sekuritas ekuitas, atau cukup disebut ekuitas (equities), menunjukkan bagian kepemilikan di sebuah perusahaan. Masing-masing lembar saham bisa mewakili satu suara tentang segala hal dalam pengurusan perusahaan dan menggunakan suara tersebut


(53)

dalam rapat tahunan perusahaan dan pembagian keuntungan. (Bodi, Kane, Marcus: 2006; 59)

2. Saham Prefern

Saham preferen (Preferred Stock), yaitu saham yang memiliki fitur yang serupa dengan ekuitas sekaligus utang. Pemegang saham preferen akan mendapatkan pembayaran tetap dari laba setiap tahunnya (seperti halnya obligasi). Saham preferen tidak memiliki hak atas suara atau manajemen perusahaan. Perusahaan dapat menahan pembayaran deviden kepada pemegang saham preferen tersebut; tidak ada kewajiban tertulis untuk membayar deviden tersebut namun biasanya devidennya bersifat kumulatif, artinya pembayaran deviden diakumulasikan dan harus dibayar penuh sebelum deviden untuk pemegang saham biasa dibayarkan. (Bodie, 2006; 62) b. Dilihat dari cara peralihannya, saham dapat dibedakan atas (Darmadji, 2001; 6):

1. Saham Atas Unjuk

Saham Atas Unjuk (barrier stock), artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah yang diakui sebagai pemiliknya, dan berhak untuk turut hadir dalam RUPS.

2. Saham Atas Nama

Saham Atas Nama (Registered Stock), merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, dimana cara peralihannya harus melalui prosedur tententu.


(54)

c. Ditinjau dari kinerja perdagangan, maka saham dapat dikategorikan atas (Darmadji, 2001; 7).:

1. Blue Chip Stocks, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki

reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar deviden

2. Income Stock, yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan

membayar deviden yang lebih tinggi dari rata-rata deviden yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan deviden tunai. Emiten ini tidak suka mementingkan laba dan tidak mementingkan potensi pertumbuhan harga saham.

3. Growth Stocks (Well Known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki

pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga growth stoc

(lesser-known), yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai leader dalam industri

sejenis namun memiliki growt stocks. Umumnya saham ini bersal dari daerah dan kurang populer dikalangan emiten.

4. Speculative Stocks, yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara

konsisten memperoleh penghasilan yang tinggi dimasa mendatang, meskipun belum pasti.

5. Counter Cyclical Stocks, yaitu saham suatu perusahaan yang tidak


(55)

Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan selalu dibutuhkan masyarakat.

2.1.6.3. Keuntungan Investasi dengan Saham

Pada dasarnya ada dua jenis keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli saham, yaitu deviden dan capital gain. Jika pemegang saham juga dimungkinkan untuk mendapat saham bonus (Darmadji, 2001: 8).

1. Deviden

Yaitu pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan. Deviden diberikan setelah pendapat persetujuan dari pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Jika seorang pemodal ingin mendapatkan deviden, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan deviden. Umumnya deviden merupakan salah satu daya tarik bagi pemegang saham dengan orientasi jangka panjang seperti misalnya investor institusi atau dana pensiun dan lain-lain. Deviden yang dibagikan perusahaan dapat berupa deviden tunai, artinya deviden yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk tunai dan dalam jumlah tertentu untuk setiap saham, atau dapat pula berupa deviden saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan deviden sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang investor akan bertambah dengan adanya pembagian deviden tersebut.


(56)

2. Capital Gain

Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital Gain

terbentuk degan adanya aktifitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya seorang pemodal membeli saham Telkom (TKM) dengan harga per saham Rp3.500 kemudian menjual dengan harga per saham Rp3.500 yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp500 untuk setiap saham yang dijualnya.

Disamping dua keuntungan tersebut maka pemegang saham juga dimungkinkan mendapatkan saham bonus (jika ada), yaitu saham yang dibagikan kepada pemegang saham yang diambil dari agio saham. Agio saham adalah selisih antara harga jual terhadap harga normal saham tersebut pada saat perusahaan melakukan penawaran umum di Pasar Perdana. Misalnya, setiap saham dengan nominal Rp500 dijual dengan harga Rp800, maka setiap saham akan memberikan agio kepada perusahaan sebesar Rp300 untuk setiap sahamnya.

2.1.6.4. Resiko Investasi dengan Saham

Saham dikenal dengan karakteristik high risk-high return. Artinya saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang keuntungan tingkat tinggi namun juga berpotensi risiko tinggi. Saham memungkinkan pemodal untuk mendapatkan return atau keuntungan (capital gain) dalam jumlah yang besar dalam waktu singkat. Namun, seiring dengan berfluktuasinya harga saham, maka saham juga dapat pemodal pengalami kerugian besar dalam waktu singkat (Darmadji, 2001: 10).


(57)

Resiko yang dihadapi pemodal dengan kepemilikan saham (saham biasa): 1. Tidak Mendapat Deviden

Perusahaan akan membagikan deviden jika operasional perusahaan menghasilkan keuntunga. Dengan demikian perusahan tidak dapat membagihan dividen jika perusahaan tersebut mengalami kerugian. Dengan demikian potensi keuntungan pemodal untuk mendapatkan dividen ditentukan oleh kinerja perusahaan tersebut.

2. Capital Loss

Dalam aktivitas perdagangan saham, tidak selalu pemodal mendapatkan capital

gain alias keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya pemodal harus

menjual saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian seorang pemodal mengalami capital loss. Misalnya seorang pemodal memiliki saham Indosat (ISAT) dengan harga beli Rp9.000 namun beberapa waktu kemusian dijual dengan harga persaham Rp8.000 yang berarti pemodal tersebut mengalami capital loss Rp1.000 untuk setiap saham yang dijual.

Disamping resiko di atas, seorang pemegang saham juga masih dihadapkan dengan potensi resiko lainnya yaitu:

• Perusahaan Bangkrut atau Dilikuidasi

Jika suatu perusahaan bangkrut, maka tentu saja akan berdampak secara langsung kepada saham perusahaan tersebut. Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di bursa efek, maka jika suatu perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau di-delist.


(58)

Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham akan menempati posisi lebih rendah dibandingkan dengan kreditor atau pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa, baru dibagikan kepada para pemegang saham.

Saham di-Delist dari Bursa (Delisting)

Suatu perusahaan di-delist dari bursa umumnya karena kinerja saham buruk misalnya dalam kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian beberapa tahun, tidak membagikan deviden secara berturut-turut selama beberapa tahun dan berbagai kondisi lainnya sesuai peraturan pencatatan efek di bursa. Saham yang telah di-delist tentu saja tidak lagi diperdagangkan di bursa, namun tetap dapat diperdagangkan diluar bursa dengan konsekuensi tidak terdapat patokan harga yang jelas dan jika terjual biasanya dengan harga yang jauh dari harga sebelumnya.

Saham di-Suspend

Saham di-suspend berarti saham tersebut dihentikan perdagangannya oleh otoritas bursa efek. Dengan demikian pemodal tidak dapat menjual sahamnya hingga

suspend dicabut. Suspend biasanya berlangsung dalam waktu singkat, misalnya

satu sesi perdagangan, namun dapat pula berlangsung dalam kurun waktu beberapa hari perdagangan. Hal tersebut dilakukan oleh otoritas bursa jika misalnya suatu saham mengalami lonjakan harga yang luar biasa, suatu perusahaan dipailitkan oleh kreditornya, atau berbagai kondisi lainnya yang mengharuskan otoritas bursa menghentikan sementara perdagangan saham tersebut untuk kemudian dimintakan konfirmasi kepada perusahaan tersebut atau


(59)

kejelasan informasi lainnya, sedemikian sehingga informasi yang belum jelas tersebut tidak menjadi ajang spekulasi. Jika sudah didapatkan suatu informasi yang jelas, maka suspend atas saham tersebut dapat dicabut oleh bursa dan dapat diperdagangkan kembali seperti semula.

2.1.6.5. Penawaran Umum dan Pencatatan Efek di Bursa

Penawaran umum atau sering pula disebut dengan Go Public adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan Go Public) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh Undang-undang Pasar Modal dan Peraturan Pelaksananya. Penawaran umum mencakup kegiatan-kegiatan berikut (Darmadji, 2001; 40):

1. Periode pasar perdana, yaitu ketika efek ditawarkan kepada investor oleh penjamin emisi melalui para agen penjual yang ditunjuk.

2. Penjatahan saham, yaitu pengalokasian efek pesanan para investor sesuai dengan jumlah efek yang tersedia.

3. Pencatatan efek di bursa, yaitu saat efek tersebut mulai diperdagangkan di bursa.

Perusahaan tercatat adalah perusahaan public yang mencatatkan sahamnya di suatu bursa efek. Umumnya perusahaan public yang telah menawarkan sahamnya di bursa efek (Darmadji, 2001: 40).


(60)

2.1.6.6. Prosedur Transaksi Pembelian dan Penjualan Efek atau Saham

Darmadji: 2001; 82: Transaksi efek diawali dengan order pesanan untuk harga tertentu. Pesanan dapat disampaikan baik secara tertulis maupun lewat telepon kepada perusahaan Efek melalui sales/dealer dengan menyebutkan jumlah yang akan dibeli atau dijual serta harga yang diinginkan.

Sumber: Dikutip dari Darmadji, T. dkk., 2001, “Pasar Modal di Indonesia - Pendekatan Tanya Jawab”, PT. Salemba Empat Patria, Jakarta, hal. 81.

Gambar. 2.4.

Proses Jual Beli Saham di Bursa Efek Jakarta

Pesanan tersebut setelah diteliti oleh perusahaan efek (misalnya apakah dana atau saham yang akan dibeli atau dijual ada, batas limit perdagangan dan sebagainya) kemudian disampaikan kepada pialang di lantai bursa untuk dilaksanakan. Pesanan jual atau beli para pemodal dari berbagai perusahaan akan bertemu di lantai bursa.

Penyelesaian Transaksi Sistem Tawar Menawar & Negosiasi WPPE (Pialang) WPPE (Pialang) Investor Jual Pialang Jual Investor Beli Pialang Beli

Rp Sertifikat

Saham Investor Beli Pialang Beli Pialang Jual Investor Jula Emiten/ BAE

PROSES JUAL BELI SAHAM DI BEJ

P R O S E S P E R D A G A N G A N P R O S E S P E N Y E L E S A IA N T R A N S A K S I

BURSA EFEK JAKARTA

KPEI & KSEI


(61)

Setelah terjadi pertemuan (match) antar pesanan tersebut, maka proses selanjutnya adalah proses terjadinya transaksi. Proses jual – beli saham dapat dijelaskan melalui gambar 2.4. di atas.

Keterangan:

1. Pemodal menghubungi perusahaan efek dimana ia telah terdaftar sebagai nasabah. Investor menyampaikan instruksi beli kepada pialang.

2. Selanjutnya instrukti tersebut disampaikan ke trader (WPPE) perusahaan efek tersebut di lantai bursa. Kemudia trader tersebut memasukkan instruksi tersebut kedalam sistem komputer perdagangan di BEJ yang disebut Jakarta Automated Trading System (JATS). Sistem tersebut secara otomatis menggunakan mekanisme tawar-menawar secara terus menerus, sehingga untuk pembelian didapatkan harga pasar terendah dan sebaliknya untuk aktifitas jual akan mendapatkan harga pasar tertinggi. Suatu transaksi dikatakan berhasil jika telah matched antara penawaran jual beli.

3. Penyelesaian atas transaksi tersebut dilakukan oleh dua lembaga lain selain Bursa, yaitu LKP dan LPP. Dipasar Indonesia, penyelesaian dilakukan 4 (empat) hari kerja setelah terjadinya transaksi (T+4). Investor yang melakukan pembelian akan mendapatkan saham yang dibelinya pada hari ke lima.

Proses penjualan saham prosedurnya relatif sama dengan pembelian saham seperti tertera pada bagan di atas. Pemodal akan mendapatkan daba hasil penjualan setelah T + 4. Untuk penjualan saham, umumnya broker akan meminta pemodal


(62)

menyerahkan surat saham kolektif terlebih dahulu, sebelum perintah jual bisa dilaksanakan.

2.1.7. Indeks Harga Saham

Nilai investasi pada suatu surat berharga dipengaruhi oleh harapan pemodal tentang kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Harga saham sebuah perusahaan akan meningkat jika pemodal memperkirakan arus kas yang akan diperoleh dari perusahaan tersebut meningkat. Sebaliknya, jika pemodal memperkirakan arus kas yang akan diterima di masa yang akan datang menurun, harga saham perusahaan tersebut akan turun. Arus kas yang akan diperoleh oleh pemodal dalam bentuk deviden atau bunga dipengaruhi oleh kemampuan manajemen perusahaan untuk beroperasi secara menguntungkan di tengah-tengah lingkungan usaha yang semakin kompetitif. Oleh karenanya, persepsi pemodal tentang pengaruh lingkungan usaha perusahaan terhadap profitabilitas akan sangat mempengaruhi nilai investasi pada suatu surat berharga (Harianto, 1998: 137).

Untuk mengamati perkembangan harga saham dapat dilakukan dengan menggunakan Indeks Harga Saham. Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham (Fakhruddin, 2001: 201). Indeks harga saham membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu, apakah harga suatu saham mengalami kenaikan atau penurunan dibandingkan suatu waktu tertentu.

Di pasar modal, sebuah indeks diharapkan memiliki 5 (lima) fungsi: 1. Sebagai indikator trend pasar.


(63)

2. Sebagai indikator tingkat keuntungan.

3. Sebagai tolak ukur (Benchmark) kinerja suatu portofolio. 4. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif. 5. Memfasilitasi berkembangnya produk derivative.

Penentuan indeks harga saham dibedakan menjadi dua bagian yaitu, indeks harga saham individu (Indeks Individual) dan indeks harga saham gabungan (IHSG). Indeks Individual merupakan indeks dari masing-masing saham terhadap harga dasarnya (Darmadji, 2001: 95). Indeks ini hanya dapat mengukur harga dari suatu saham perusahaan tertentu apakah mengalami perubahan kenaikan atau penurunan. Sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek (Anoraga, 2001: 101). Indeks ini melibatkan seluruh harga saham yang terdaftar di lantai bursa dan paling banyak digunakan sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG dapat digunakan untuk menilai suatu pasar secara umum apakah harga saham mengalami kenaikan atau penurunan.

Secara khusus dapat diamati bahwa kebanyakan saham cenderung mengalami kenaikan harga jika indeks harga saham mengalami kenaikan. Sebaliknya jika IHSG mengalami penurunan maka kecendrungan harga saham juga akan mengalami penurunan. Hal ini menggambarkan bahwa return-return dari sekuritas mungkin berkorelasi karena adanya reaksi umum terhadap perubaha-perubahan nilai pasar (Jogiyanto, 2000: 203).

Selain indeks harga saham individu dan gabungan ada 2 (dua) jenis indeks harga saham yang digunakan dalam kegiatan di bursa efek indonesia yaitu Indeks


(64)

Harga Saham Sektoral dan Indeks LQ 45. Indeks harga saham sektoral menggunak semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor ekonomi. Indeks LQ 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan sekali. Dengan demikian saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah (Fakhrudin, 2001: 203).

2.1.8. Analisis Fundamental Harga Saham

Langkah pertama dalam proses investasi adalah menentukan kebijakan investasi, meliputi penentuan tujuan investor dan kemampuannya/ kekayaannya yang dapat diinvestasikan. Langkah kedua dalam proses investasi adalah melakukan analisis sekuritas yang meliputi penilaian terhadap sekuritas secara individual (atau beberapa kelompok sekuritas) yang masuk dalam kategori luas dari aset finansial yang telah diidentifikasi sebelumnya (Sharpe, 1999: 11).

Dalam arti luas, analisis finansial meliputi penentuan tingkat resiko dan ekspektasi return dari aset finansial tunggal dan juga aset finansial kelompok. Alternatif defenisi analisis finansial lebih pragmatis; Financial Analyst’s Handbook mendefenisikan analisis finansial sinonim dengan analisis sekuritas atau analisis investasi – ‘seseorang yang menganalisis sekuritas dan memberikan rekomendasi dari hasil analisisnya’ (Sharpe, 1997: 396).

Untuk menentukan harga yang tepat bagi saham suatu perusahaan, analisis sekuritas harus memprediksi dividen dan laba yang dapat diharapkan dari perusahaan tersebut (Bodie: 2006, 173). Untuk melakukan analisis dan memilih saham terdapat


(1)

data periode penelitian untuk masing-masing variabel. Adapun yang menjadi kendala bagi peneliti dalam analisis ini adalah tidak tersedianya data Investasi untuk periode di atas tahun 2007.

3. Variabel bebas Suku Bunga SBI secara signifikan berpengaruh positif terhadap Harga Saham, hal ini dijelaskan dari hasil uji t-statistik variabel Kurs lebih besar dari t-tabel yaitu 2,044 > 2,022 dengan tingkat 5%. Secara teori semestinya hubungan antara tingkat suku bunga terhadap investasi berbentuk hubungan negatif. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lain yang dikaitkan dengan fenomena yang terjadi antara tingkat suku bunga SBI terhadap kenaikan Harga Saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) tersetbut. Mungkin penggunaan variabel suku bunga deposito atau suku bunga lainnya akan lebih sesuai bila digunakan dalam penelitian ini mengingat bahwa jenis perusahaan yang menjadi objek penelitian adalah perusaan yang bergerak disektor perbankan.

4. Jika dikaitkan dengan teori investasi maka seorang investor akan cenderung melakukan investasi dengan deposito yang tingkat resikonya lebih kecil dibanding dengan penanaman modal dengan tingkat resiko yang lebih besar. Dengan melihat hasil analisis hubungan antara suku bungan dan harga saham yang dilakukan dalam penelitian ini dapat terdeteksi bahwa terdapat fenomena khusus yang terjadi atas harga saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) sehingga membuat investor cenderung lebih memilih investasi saham perusahaan tersebut dibanding investasi dengan deposito. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut atas harga saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) dengan variabel-variabel yang berasal dari faktor keuangan perusahaan tersebut seperti rasio


(2)

Leo Ibrahim Sihombing : Pengaruh Inflasi, Kurs, Investasi dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) di Bursa Efek Indonesia, 2010.

keuangan dan tingkat pembagian keuntungan yang diberikan oleh perusahan kepada investornya.

5. Pada uji asumsi klasik dalam penelitian ini, ditemukan multikolonearitas pada masing-masing bentuk model persamaan yang digunakan. Untuk itu perlu dilakukan transformasi bentuk data penelitian kedalam bentuk lain yang lebih sesuai.

6. Sebagai bahan perbandingan, sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengganti objek penelitian dengan perusahaan perbankan lainnya dalam periode pengamata yang sama dan variabel-variabel bebas yang sama. Sehingga dari hasil penelitian tersebut diharapkan akan dapat ditemukan bentuk hubungan pengaruh antara variabel-variabel bebas tersebut terhadap harga saham dan volume perdagangan saham perusahan perbankan lain.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Yoopi. 2004. “Memahami Kurs Valuta Asing”. Jakarta: Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Arief, Sritua. 1993. “Metodologi Penelitian Ekonomi”. Jakarta: Universitas Indonesia.

Bodie, Zvi, Alex Kane, Alan J. Marcus, (Terjemaahan: Investment). 2006. “Investasi”. Buku Satu dan Dua, Edisi Enam, Jakarta: Salemba Emapat. Boediono. 1990. “Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5: Ekonomi Moneter”.

Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE.

Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin. 2001. “Pasar Modal di Indonesia:

Pendekatan Tanya Jawab”. Edisi Pertama, Jakarta: Salemba Empat.

Gujarati, Damodar. 1995. “Ekonometrika Dasar” (Terjemaahan: Basic Econometric). Jakarta: Erlangga.

Harianto, Farid, Siswanto Sudomo. 1998. “Perangkat dan Teknik Analisis Investasi di

Pasar Modal Indonesia”, Edisi Pertama, Jakarta: PT. Bursa Efek Jakarta.

Hasan, Iqbal. 2002. “Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya”. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nachrowi, Djalal Nachrowi, Hardius Usman. 2006. “Pendekatan Populer dan Praktis

EKONOMETRIKA untuk Analisis Ekonomi Dan Keuangan”, Jakarta,


(4)

Leo Ibrahim Sihombing : Pengaruh Inflasi, Kurs, Investasi dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) di Bursa Efek Indonesia, 2010.

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2004. “Teori Ekonomi Makro; Suatu

Pengantar”. Edisi Kedua, Jakarta: LPFEUI.

Samsul, Mohamad. 2006. “Pasar Modal dan Manajemen Portofolio”. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Santoso, Singgih. 2001. “Buku Latihan SPSS Statistik Parametris.”. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sharpe, William F. 1997. Investasi/William F. Sharpe, Gordon J. Alexander Jefrey V. Bailey; ahli bahasa, Henry Njoolingatik, Agustiono, Jilid 2 1997 dan Jilid 1 (revisi) 1999, Jakarta: Prenhallindo.

Sugiyono. 2008. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D”. Bandung: ALFABETA.

Sugiyono, Eri Wibowo. 2001. “Statistika Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS

10.0 for Windows”. Bandung: ALFABETA.

Sumodiningrat, Gunawan. 2001. “Ekonometrika Pengantar”. Yogyakarta: BPFE. Suparmoko, M. 2000. “Pengantar Ekonomi Makro”. Edisi Keempat, Yogyakarta:

BPFE.

Supranoto, J. 2004. “Ekonometri Buku Kedua”. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tandelilin, Eduardus. 2001. “Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio”. Edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE.

Umar, Husein. 2001. “Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis”. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.

_______, “Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia – Indonesian Financial Statistics”, Vol: VIII No. 1 January 2006, Bank Indonesia.


(5)

_______, “Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia – Indonesian Financial Statistics”, Vol: IX No. 1 January 2007, Bank Indonesia.

_______, “Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia – Indonesian Financial Statistics”, Vol: X No. 1 January 2008, Bank Indonesia.

_______, “Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia – Indonesian Financial Statistics”, Vol: XI No. 1 January 2009, Bank Indonesia.

Situs-situs/ website:

saham-saham dunia yang dilengkapi dengan saran dan analisis teknikal bagi investor.

Keuangan, menyediakan informasi perkembangan pasar modal dan pengawasannya.

yang berhubungan dengan keuangan dan kondisi perekonomian Indonesia

menyediakan informasi dan peluang penanaman modal di Indonesia

informasi tentang badan usaha yang bersangkutan, informasi produk/ layanan dan perkembangan usaha.

informasi perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam bursa perdagangan efek.


(6)

Leo Ibrahim Sihombing : Pengaruh Inflasi, Kurs, Investasi dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham PT. Bank Rakyat Indonesia, (Tbk) di Bursa Efek Indonesia, 2010.

(Tbk) yang khusus menyediakan informasi perkembangan produktifitas dan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh para dan calon pemegang saham.

menyediakan berbagai informasi saham-saham dunia yang dilengkapi dengan analisis dan saran pialang/ broker serta alasannya.