cxxv
Oleh karenanya, praktek ini dikritik keras oleh Al Thalibi karena dianggap telah menyimpang dari ajaran syari’at yang tidak
memperkenankan membatasi ilmu hanya kepada ulama tertentu. Apalagi sebagian besar dari ulama yang direkomendasikan
merupakan ulama murid Syaikh Muqbil di Yaman yang mempunyai watak keras dan cenderung membabi buta dalam
menyampaikan hujatan sebagai bentuk kritik terhadap ulama yang dianggap berseberangan dengan mahdzab ajaran Salafy.
b. Pandangan Terhadap Pemerintah Hasil Pemilu Demokrasi
Meskipun tidak
mengakui sistem
demokrasi dan
mengharamkan keterlibatan di dalamnya akan tetapi Salafy mempunyai pandangan bahwa tidak diperbolehkan khuruj keluar
yaitu melakukan gerakan separatisme dalam sebuah pemerintahan Islam yang sah. Itulah sebabnya, setiap tindakan atau upaya yang
dianggap ingin menggoyang pemerintahan yang sah dengan mudah akan diberi cap Khawarij kaum yang keluar, memberontak dari
pemerintahan Ali Bin Abi Thalib, bughat pemberontak melawan pemerintahan Islam yang sah dengan menggunakan senjata atau
sebutan lain semacamnya. Bahkan sekedar ktitikan yang dilayangkan secara terbuka melalui demonstrasi sebagaimana
lazimnya penyampaian aspirasi di negara demokrasi juga bisa dikategorikan pemberontakan terhadap pemerintah.
cxxvi
Salafy mengakui pemerintahan hasil pemilu sebagai ulil amri pemimpin yang wajib ditaati selama dalam memerintah
pemimpin itu menyuruh kebaikan ma’ruf dan mencegah kerusakan munkar. Hal ini didasarkan pada pendapat ulama salaf,
Hasan Al Bashri “Mereka mengurusi lima urusan kita, shalat Jum’at, shalat
jamaah, ‘Ied, perbatasan dan hukum had. Demi Allah, agama ini tidak akan tegak kecuali dengan mereka walaupun mereka itu
dzalim dan curang. Demi Allah, sungguh apa yang Allah perbaiki dengan mereka lebih banyak dari apa yang mereka rusak…”
Mu’amalatul Hukkam, hal. 7-8
67
Dengan pandangan semacam ini Salafy mengikuti pemerintah hanya dalam batas-batas ketaatan atau dalam masalah
ibadah saja, seperti yang disebutkan di atas meliputi masalah sholat jum’at, sholat jamaah, sholat Ied, perbatasan, dan hukum had.
Tetapi menolak kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan fatwa ulamanya. Contoh dalam kasus penetapan sholat hari raya,
Salafy akan mengikuti pendapat dari ulama pemerintah sedangkan pada permasalahan pemilu meskipun ulama pemerintah Majelis
Ulama Indonesia menetapkan haramnya golput mereka tidak akan mengikutinya karena hal itu merupakan maksiat kepada hukum
Allah.
68
c. Golput; Konsekuensi Anti Demokrasi dan Tawaran Alternatif