Fatwa Haram Golput Pilihan Golput; Dinamika Ijtihad

cxliii ubah pandangan dibandingkan dengan gerakan lainnya yang hanya mendasarkan prinsip dan tindakan pada ijtihad pendapat pimpinan gerakan yang bisa jadi berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi dan kepentingan gerakan itu sendiri.

C. Fatwa Haram Golput

Semakin menurunnya partisipasi masyarakat ditandai dengan semakin naiknya angka golput di dalam pemilu maupun pilkada mengundang keprihatinan di kalangan elit politisi. Hal ini didasari dengan satu alasan di dalam sistem kenegaraan demokrasi legitimasi kekuasaan ditentukan oleh tingginya angka partisipasi masyarakat dalam pemilu. Sedangkan semakin tinggi angka golput maka akan menyebabkan kekuasaan pemerintahan yang terbentuk rendah legitimasi. Permasalahan yang muncul menjelang pemilu 2009 memang kompleks, disamping semakin naiknya angka golput dari pemilihan ke pemilihan berikutnya, muncul juga seruan golput yang dilancarkan oleh kontestan yang tidak bisa mengikuti pemilu karena masalah politis seperti Abdurahman Wahid Gus Dur yang menyuarakan golput dalam pemilu setelah partai yang dipimpinnya, Partai Kebangkitan Bangsa PKB versi muktamar Semarang diputuskan kalah dalam pengadilan melawan PKB versi muktamar Surabaya pimpinan Muhaimin Iskandar. Atas permasalahan ini, ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR, Hidayat Nur Wahid mengusulkan agar MUI memfatwakan haramnya golput agar masyarakat muslim khususnya tidak terpengaruh cxliv dengan seruan golput yang dilancarkan oleh pihak-pihak tertentu dan tingkat partisipasi rakyat dalam pemilu bisa mengalami kenaikan. Usulan ini direspon dengan baik oleh MUI yang kemudian di dalam sidang di dalam pertemuan ulama Ijtima’ Ulama’ yang diselenggarakan di Kota Padang Panjang pada tanggal 24-26 Januari 2009. Akhirnya MUI mengeluarkan fatwa untuk kaum muslimin di Indonesia wajib menggunakan hak pilihnya di dalam pemilu. Menurut Ahmad Hakim, anggota Majelis Fatwa MUI, sebenarnya secara redaksional tidak ada istilah haram golput karena istilah ini yang membuat adalah media massa. 73 Akan tetapi, MUI memberikan arahan kepada umat Islam, hukumnya wajib menggunakan hak pilihnya kepada calon pemimpin yang memenuhi kriteria kepemimpinan sebagaimana karakter kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Hasil Ijma’ kesepakatan MUI mengenai golput adalah sebagai berikut: 74 Pertama, pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa. Kedua, memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama. Ketiga, imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat- syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemashlahatan dalam masyarakat. Keempat, memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, 73 disampaikan oleh KH. Dr. Ahmad Hakim, Sekretaris MUI Jawa Tengah dalam Seminar Nasional “Golput; Halal atau Haram?” di Aula Perpustakaan UNS Surakarta, 26 Februari 2009 74 Fatwa MUI tentang Persoalan Tidak Menggunakan Hak Pilih Golput Dalam Pemilihan Umum cxlv jujur siddiq, terpercaya amanah, aktif dan aspiratif tabligh, mempunyai kemampuan fathonah, dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib. Kelima, memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 1 satu atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram. Selanjutnya fatwa ini diikuti dengan dua rekomendasi, yakni: pertama, Umat Islam dianjurkan untuk memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang mengemban tugas amar makruf nahi munkar; kedua, Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu meningkatkan sosialisasi penyelenggaraan pemilu agar partisipasi masyarakat dapat meningkat, sehingga hak masyarakat terpenuhi.

1. Pandangan Gerakan Islam terhadap Fatwa Haram Golput